duduk sebagaimana duduknya Rasulullah Saw saya makan sebagaimana makannya Rasulullah Saw, dan saya shalat sebagaimana shalatnya Rasul.”
Kerasulan Nabi Muhammad Saw., telah diakui dan dibenarkan oleh umat Islam. Di dalam mengemban misinya itu, kadang-kadang beliau hanya sekedar menyampaikan
apa yang diterima dari Allah Swt., baik isi maupun formulasinya dan kadangkala atas inisiatif sendiri dengan bimbingan ilham dari Tuhan. Oleh karena itu, sudah
selayaknya segala peraturan dan perundang-undangan serta inisiatif beliau, baik untuk ditempatkan sebagai sumber hukum dan pedoman hidup. Di samping itu secara
logika kepercayaan kepada Muhammad Saw sebagai Rasulullah mengharuskan umatnya mentaati dan mengamalkan segala ketentuan yang beliau sampaikan.
c. Kedudukan Hadis sebagai Sumber Hukum
Telah disepakati bahwa pengertian Hadis sebagai segala yang disandarkan kepada Nabi Saw, yang dijadikan dasar hukum dalam memunculkan produk hukum dalam
ajaran Islam. Hal ini dimungkinkan karena Nabi Saw. adalah sosok yang mulia yang oleh Hadis dijadikan sebagai suri tauladan bagi umat manusia.
Posisi penting yang dimainkan oleh hadis menempatkan dirinya sebagai pedoman bagi para ulama ahli ushul ikih untuk menentukan hukum dalam ajaran Islam setelah
tidak ditemukan keterangan tersebut dalam al-Qur’an. Oleh karena itu, para ulama sepakat menempatkan hadis sebagai sumber pokok ajaran setelah al-Qur’an.
Penempatan hadis sebagai sumber pokok ajaran setelah Al-Qur’an didasarkan atas argumen bahwa antara Al-Qur’an dan hadis terdapat perbedaan ditinjau dari segi redaksi
dan cara penyampaian atau cara penerimaannya. 1 Dari segi redaksi.
Diyakini bahwa al-Qur’an adalah wahyu Allah Swt. yang disusun langsung redaksinya oleh Allah Swt sedang malaikat Jibril as. sekedar penyampai wahyu
tersebut kepada Nabi Saw. Dengan tanpa perubahan sedikitpun wahyu tersebut disampaikan Nabi Saw., kepada umatnya yang terlebih dahulu ditulis oleh sekretaris
beliau yang khusus ditugasi menulis dengan disaksikan oleh beberapa sahabat untuk menjaga kemurnian wahyu Allah Swt. tersebut. sekaligus dihafal oleh para
sahabat yang mempunyai kemampuan hafalan yang luar biasa dengan restu Nabi Saw., kemudian disampaikan secara mutawatir melalui sejumlah orang dinilai
mustahil mereka berbohong. Atas dasar ini al-Qur’an dinilai
qaṭ’iy mempunyai nilai ketetapan yang otentik tanpa ada perubahan sedikitpun.
2 Dari segi penyampaian dan penerimaan. Hadis yang pada umumnya disampaikan melalui hafalan orang-perorang
sahabat dengan tanpa tulisan. Hal ini karena Nabi Saw melarang menulisnya, kecuali wahyu Allah Swt. Oleh sebab itu hanya didapati redaksi hadissunnah yang
nampak berbeda satu dengan yang lain walau makna yang dimunculkan sama. Di samping itu para ulama’ ahli hadis
mụaddiṡīn walau hadis ada yang menulisnya
184
B u k u S i s w a K e l a s X
184
Di unduh dari : Bukupaket.com
tetapi hafalan andalan utama mereka. Dalam sejarahnya hadissunnah, baru mulai ditulis dan dikumpulkan untuk diuji dan diteliti tingkat kehandalan hadis sebagai
dasar produk hukum baru dimulai satu abad setelah Nabi Saw. wafat. Oleh karena hadissunnah dari aspek redaksinya merupakan hasil dari hafalan sahabat dan tabi’in,
maka otentisitasnya adalah
ẓanny yaitu atas sangkaan tertentu tergantung dari tingkat hafalan para sahabat dan tabi’in. Dan wajar bila posisinya ditempatkan di bawah
Hadis sebagai sumber pokok ajaran Islam.
d. Fungsi Hadis terhadap Al-Qur’an