“Allah mensyari’atkan bagimu tentang pembagian pusaka untuk anak-anakmu. Yaitu: bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak
perempuan dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua Maka bagi mereka
dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-
masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu
mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya saja, Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal
itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. Pembagian- pembagian tersebut di atas sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau dan
sesudah dibayar hutangnya. Tentang orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat banyak manfaatnya bagimu
ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. QS. An-Nisa’ [4]: 11
Rasul menjelaskan pengecualian-pengecualiannya seperti: a. Para Nabi tidak mewarisi.
b. Anak yang membunuh orang tuanya dan anak yang kair tidak mewarisi.
d. Garis Besar Hukum dalam al-Qur’an
1 Hukum-hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah Swt, yang disebut ibadah. Ibadah ini dibagi tiga;
a Bersifat ibadah semata-mata, yaitu salat dan puasa. b Bersifat harta benda dan berhubungan dengan masyarakat, yaitu zakat.
c Bersifat badaniyah dan berhubungan juga dengan masyarakat, yaitu haji. Ketiga macam ibadah tersebut dipandang sebagai pokok dasar Islam, sesudah
Iman. Hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan ibadah bersifat tetap tidak berubah.
2 Hukum-hukum yang mengatur pergaulan manusia hubungan sesama manusia, yaitu yang disebut
mu’amalāt. Hukum yang menyangkut muamalah ini dibagi empat: a Berhubungan dengan penyusunan rumah tangga, seperti kawin, cerai, soal
keturunan, pembagian harta pusaka dan Iain-lain. b Berhubungan dengan pergaulan hidup manusia, seperti jual-beli, sewa- menyewa,
perburuhan dan Iain-lain. Bagian ini disebut mu’am alat juga dalam arti yang sempit.
c Berhubungan dengan soal hukuman terhadap kejahatan, seperti qiṣāṣ, ̣udūd dan
lain-lain. Bagian ini disebut jināyāt hukum pidana.
Hukum-hukum dan peraturan-peraturan yang berhubungan dengan masyarakat mu’amalāt dapat dimasuki akal dan ikiran. Dia berdasarkan kemaslahatan dan
179
Fikih - Ushul Fikih Kurikulum 2013
Di unduh dari : Bukupaket.com
kemanfaatan. Kemaslahatan dan kemanfaatan inilah yang menjadi jiwa agama. Atas dasar kemaslahatan dan kemanfaatan ini, hukum-hukum itu dapat disesuaikan
dengan ternpat dan masa.
e. Kedudukan al-Qur’an sebagai Sumber Hukum
Kedudukan al-Qur’an merupakan sumber yang pertama dan paling utama dalam hukum Islam, sebelum sumber-sumber hukum yang lain. Sebab al- Qur’an merupakan
undang-undang dasar tertinggi bagi umat Islam, sehingga semua hukum dan sumber hukum tidak boleh bertentangan dengan al-Qur’an.
Kebanyakan hukum yang ada dalam Al-Qur’an bersifat umum kulli tidak membicarakan soal-soal yang kecil-kecil
juz’i, artinya tidak semua masalah dibicarakan. Karena itu, al-Qur’an memerlukan penjelasan-penjelasan. Demikianlah, maka seluruh
hadis dengan bermacam-macam persoalannya merupakan penjelasan terhadap al- Qur’an. Meskipun dengan serba singkat, al-Qur’an sudah melengkapi semua perso alan
yang berhubungan dengan dunia dan akhirat. Syari’at Islam telah menjadi sempurna dengan berakhirnya penurunan Al-Qur’an, sebagaimana QS. Al-Maidah [5]:1,
ِّلِ ُم َ ْيَغ ْمُكْيَلَع َلْتُي اَم اِإ ِماَعْنلا ُةَميِهَب ْمُكَل ْتَلِحُأ ِدوُقُعْلاِب اوُفْوَأ اوُنَمآ َنيِ َلا اَهُيَأ اَي
١ ُديِرُي اَم ُمُكْ َي َ ٰلا َنِإ ٌمُرُح ْمُتْنَأَو ِدْي َصلا
“ …pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang
siapa terpaksa[398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Sebagaimana kita ketahui, salat, zakat, jihad dan urusan-urusan ibadah lainnya, hukum-hukumnya dalam Al-Qur’an terlalu umum. Maka yang menjelaskan ialah hadis.
Demikian pula urusan mu’am alat seperti pernikahan, qishash, hudud dan Iain-lain masih membutuhkan penjelasan.
Menurut Imam Ghazali, ayat-ayat al-Qur’an yang berisi tentang hukum ada 500 ayat, dan terbagi kepada dua macam, yaitu: ayat yang bersifat
ijmāli global dan ayat yang bersifat
tafṣīli detil. Ayat-ayat al-Qur’an yang berisi tentang hukum itu disebut dengan Ayatul Ahkam. Dasar bahwa kedudukan al-Qur’an merupakan sumber yang pertama
dan paling utama dalam hukum Islam adalah irman Allah dalam QS. Al-Maidah [5]:49.
f. Fungsi Al-Qur’an