Usaha Kristenisasi di Jawa Tengah

81 Kristen. Inilah nantinya yang memunculkan perkembangan Agama Kristen kususnya di Jawa.

1.2. Usaha Kristenisasi di Jawa Tengah

Awal pertumbuhan jemaat Kristen di Jawa tidak bisa dilepaskan dari perjuangan para misionaris baik Belanda maupun pribumi . Para misionaris ini memiliki peran yang begitu besar dalam usaha Kristenisasi di dalam masyarakat Jawa. Beberapa diantaranya adalah Kyai Tunggul Wulung 1885 yang menumbuh kembangkan jemaat-jemaat Kristen di Bondo, Banyutowo, Tegalombo, dan Salatiga. Johannes Vrede dan Laban menumbuhkan jemaat Muara Tuwa Tegal. Nyonya Philips Stevens melahirkan jemaat Tuksongo. Nyonya Oostrom membangun jemaat di Banyumas, dan yang paling spektakuler adalah Kyai Sadrach yang menumbuhkan jemaat Karangjoso dan sekian puluh jemaat lainnya. Merekalah para penginjil yang melahirkan jemaat-jemaat Kristen di Jawa Tengah yang nantinya berkembang menjadi Gereja Kristen Jawa. Soekotjo, 2009: 105 Kyai Sadrach 1835-1924 menjadi catatan penting dalam perkembangan ajaran Kristen di Jawa Tengah. Meskipun dia bukan orang pertama yang mengajarkan ajaran Kristen di Jawa Tengah. Menjadi catatan penting bukan hanya pengikutnya yang banyak namun cara penyebaran yang dilakukan oleh Sadrach. Seperti apa yang diungkapkan Guillot cara penyebaran agama Kristen yang dilakukan Sadrach adalah sebagai berikut: dia selalu berjalan ke mana- mana dan mengunjungi guru-guru yang terkemuka di daerah itu serta 82 berusaha meyakinkan mereka akan kepercayaan Kristen. Jika tidak berhasil, maka dilancarkan tantangan untuk mengadakan perang tanding di depan umum, untuk mengetahui siapa diantara mereka yang lebih hebat ilmunya. Kadang-kadang perdebatan itu bersifat dramatis, kedua tokoh tersebut berhadapan, murid-murid duduk beberapa langkah di belakang sang guru. Sebelum dimulai ditetapkan aturan permainannya. Sadrach berjanji andai kata kalah, ia akan kembali masuk Islam. Jika ia menang, ia menuntut lawannya agar masuk Kristen dan tunduk kepadanya. Karena Sadrach memiliki ngelmu Jawa dan pernah sedikit belajar paling sedikit pada dua pesantren, lagi pula sudah menerima “ilmu baru” yakni ajaran Kristen, tambahan lagi ia sama sekali tidak bodoh, maka sedikitpun tidak ada yang ditakutinya. Begitu kalah, sang lawan langsung mengucapkan semacam pangakuan takluk kulo merguru saya berguru. Para murid Kyai yang kalah bersama sang guru mengikuti ajaran Kristen. Demikianlah cara Sadrach mengkristenkan beberapa Kiai 65 dalam tempo beberapa tahun. Dalam usaha penyebaran ajaran Kristen, Sadrach kelihatan memelihara tradisi Jawa sebaik mungkin sejauh tradisi Jawa itu dapat di Kristenkan. Seperti contohnya ketika Sadrach menyebutkan bahwa Yesus itu Ratu Adil. Dia menyembuhkan orang sakit dengan membacakan mantra sambil memberikan kepada mereka air suci, bahkan air seninya sebagai obat. Kemenyan dibakar dalam upacara. Dia menggunakan air yang 65 Beberapa Kyai yang menurut Guillot dapat dikristenkan oleh Sadracah : Ibrahim, Kanmentaram, Coyontani, dan Ronokusuma 83 dipermukaannya mengapung daun-daun bunga. Bahkan dia juga membagi- bagikan keris kepada murid-muridnya, namun terlebih dahulu keris itu diberkatinya. Mengenai apa yang mendorong Sadrach “mengkristenkan” tradisi Jawa tersebut, dapat diketengahkan beberapa alasan. Guillot menyebutkan beberapa alasannya antara lain pengkristenan upacara merupakan jalan paling mudah meskipun resikonya besar namun efektif untuk memasukkan ajaran- ajaran baru yang masih asing bagi penduduk. Sadrach juga berusaha sebisa mungkin tidak mengasingkan pengikutnya. Pada dasarnya, dibalik semua itu ada keinginan untuk tetap men-Jawa. Seperti kalimat yang banyak diungkapkan oleh Sadrach: penyebutan Kristen Jawa atau Pasamuan Kristen Jawa Mardika, serta ucapan Sadrach “adatipun tiyang Jawi kedah dipun lampahi” tradisi jawa harus dilakukan. Identitas Kristen Jawa terbentuk pada zaman itu karena kekuasaan yang terus berkembang dimasyarakat, kekuasaan yang sangat dipengaruhi Kyai Sadarch. Ia berusaha memberikan pengetahuan baru dengan strategi tidak menghilangkan tradisi lama. Pengetahuan ajaran Kristen yang dibalut dalam tradisi Jawa. Usaha Sadrach ternyata cukup berhasil, ribuan jemaat mengikuti ajaran Kristen. Ini sesuai dengan pandangan Foucault tentang kekukasaan yang tidak terlepas dari pengetahuan. Menurut Foucault “Kekuasaan dan ilmu pengetahuan bergabung bersama” Foucault, 1978: 100. Dalam hal ini, pengetahuan yang di tanamkan oleh Sadrach dan juga misionaris lain menjadi kekuasaan yang produktif. Banyak orang bersedia 84 dibaptis dan menjadikan dirinya sebagai pemeluk Kristen. Tanpa disadari mereka di kuasai oleh pengetahuan yang mereka dapat. Mereka menjadi orang Kristen seperti apa yang digambarkan atau diinginkan oleh Kyai Sadrach. Penyebaran Gereja Kristin Jawa tidak bisa dilepaskan dari pengaruh Belanda dan juga tokoh pribumi bahkan dari kalangan santri. Muncul tarik ulur akan kekuasaan yang mengelilingi penyebaran ajaran Kristen. Banyaknya bentuk ajaran dan juga wilayah penyebaran berakibat pada munculnya dinamika tarik ulur akan kekuasaan, pengetahuan dan kebenaran. Kristen sebagai agama hadir sebagai hasil kekuasaan dan kebenaran. Seperti apa yang diungkapkan Foucault Haryatmoko, 2010:99 bahwa lembaga produksi kekuasaan-pengetahuan yang dahsyat adalah agama. Agama tidak bisa dipisahkan dari mekanisme dan teknik kekuasaan normatif dan disipliner. Agama mengatur individu dan masyarakat melalui teknik penyeragaman baik perilaku, bahasa, pakaian, maupun ritus. Dengan teknik itu akan dihasilkan identitas, yang akan memudahkan untuk mendapatkan kepatuhan dari pemeluknya. Seperti penjelasan sebelumnya pembentukan identitas Gereja Kristen Jawa memiliki perjalanan yang panjang. Mulai tarik ulur antara “Kristen Jawa” dengan “Kristen Landa” yang akhirnya mengarah pada kekuasaan zending baik itu atara Salatiga Zending di Jawa Tengah Utara Gereja Kristen Djawa Tengah Utara-Parepatan Agung GKJTU-PA, Gereja Jawa hasil pekerjaan Doopgezinde Zendingsvereninging di sekitar Muria kini GITJ, 85 atau gereja Jawa di Jawa Timur hasil penginjilan Nederla nds Zendelinggenootschap Gereja Kristen Jawi Wetan , yang berakhir pada pembentukan jati diri Gereja Kristen Jawa yang beraliran Gereformeerd.

2. Muncul dan Berkembangnya Gereja Kristen Jawa di Banyubiru