Peran Penyebar Ajaran Kristen

89

1.1. Peran Penyebar Ajaran Kristen

GKJ Banyubiru sebagai Gereja pepantan yang menginduk pada GKJ Ambarawa, tentu sangat tergantung dari peran para tokoh GKJ Ambarawa, baik itu pendeta maupun kaum awam. Sekitar tahun 1970an GKJ Banyubiru belum mempunyai bangunan Gereja, pada waktu itu hanya berkumpul di rumah Bapak Witono 69 . Sebagai orang awam pak Witono bersama istri cukup memiliki peran besar dalam membangun jemaat di GKJ Banyubiru. Sebagai seorang jemaat biasa Pak Witono merelakan sebagian rumahnya untuk “gereja”, bahkan untuk mempersiapkan tempat dan persiapan lainnya dilakukan sendiri. Bapak Witono bersama istrinya memiliki peran cukup besar dalam memberi semangat kepada jemaat yang lain. GKJ Banyubiru pada waktu itu hanya memiliki sekitar 20 jemaat, namun berkat kegigihan Bapak Witono tahun 1987 GKJ Banyubiru bisa memiliki tanah dan membangun Gereja di Dusun Randusari Desa Banyubiru. Berdirinya bangunan Gereja tidak terlepas dari peran jemaat yang memiliki semangat untuk membangun sebuah tempat untuk beribadah. Berbagai tantangan dihadapi oleh jemaat terutama Bapak Witono. Dalam mendirikan Gereja mengalami berbagai permasalahan, namun karena 69 Bapak Witono adalah salah satu tokoh pendiri Gereja Kristen Jawa di Banyubiru. Dia adalah seorang Mantri Kesehatan, lahir di daerah Jogjakarta dan meninggal di Banyubiru sekitar tahun 1983. Dia memiliki pandangan yang teguh terhadap iman Kristen, bahkan cenderung memliki pandangan tertutup terhadap tradisi Jawa yang bertentangan dengan ajaran Kristen. 90 berbagai pihak yang membantu semua bisa teratasi, terutama usaha yang dilakukan oleh keluarga Bapak Witono. Seperti apa yang diungkapkan oleh salah satu jemaat di Banyubiru berikut: “Bu dan Pak Witono ki sing golek donatur yang mencari penyumbang dana, saudara-saudaranya dimintai dana. Bagi saya keluarga pak Witono ya aktifis Gereja awal berdirinya GKJ di Banyubiru.” 70 Selain Bapak Witono sebagai kaum awam yang berperan dalam berdirinya GKJ di Banyubiru, hadir seorang Pendeta GKJ Ambarawa yaitu Bapak Pdt Pinoejadi. Warna ajaran GKJ Banyubiru sangat dipengaruhi oleh Bapak Pdt Pinoejadi. Hadirnya pendeta di Banyubiru cukup mempengaruhi perkembangan dan juga cara pandang jemaat akan pemaknaan Kekristenan. Pembentukan identitas sangat dipengaruhi oleh rezim pengetahuan. Penafsiran Bapak Pdt Pinoejadi tentang ajaran Kristen memunculkan cara pandang bagi jemaat di Banyubiru. Agama yang kongkrit adalah yang dihayati oleh pemeluknya dengan sistem ajaran, norma moral, institusi, ritus, simbol, dan para pemukanya. Penghayatan Kekristenan jemaat di Banyubiru sangat di pengaruhi hasil penafsiran teks-teks Alkitab oleh Bapak Pdt Pinoejadi, yang menurut para jemaat, tafsiran Bapak Pdt Pinoejadi lebih bersifat dogmatis atau selalu berdasarkan Kitab Suci tanpa dikontekskan dalam kehidupan masyarakat. 71 Bapak Pdt Pinoejadi bertugas menjadi Pendeta di Ambarawa dalam periode waktu yang cukup lama, yaitu sekitar tahun 1970 samapai 1997. 70 Berdasarkan wawancara dengan Bu Giyati Jemaat GKJ Banyubiru tanggal 10 Juni 2013 71 Idem 91 Bagi para jemaat beliau terkenal sangat kaku, kolot, dan juga sangat disiplin dalam pemahaman akan ajaran Kristen. Hal yang paling ditekankan adalah larangan untuk melakukan tradisi-tradisi lokal, seperti ziarah kubur, memperingati meninggalnya saudara 3 hari, 7 hari, 40 hari, dan juga 1000 hari, dan juga larangan untuk melakukan hajatan besar untuk syukuran sunatan. Ini semua di dasarkan atas ajaran Alkitab bahwa Allah telah menyelamatkan semua yang mengikutinya. Kekakuan ini memunculkan perpecahan bagi jemaat di Banyubiru, sehingga beberapa jemaat yang berusia lanjut memutuskan untuk bergabung dengan GKJ Ngampin dalam berbagai kegiatan dan juga ibadah. Perpecahan ini ini dipicu karena perbedaan pandangan secara teologis antara Bapak Pdt Pinoejadi dengan Bapak Margotono. Perbedaan teologi semacam ini kurang bisa dimengerti oleh beberapa jemaat, namun beberapa jemaat mengungkapkan bahwa Pdt Pinoejadi ini memiliki sifat keras kepala. Seperti yang diungkapkan oleh Ibu Giyati tentang karakter Bapak Pdt Pinoejadi berikut “ Nek ngunekne umate ki rodo keras, kolot, nek sing ra cocok yo pindah , tapi Pak Witono dan Bu Witono tetap bertahan.” 72 Berkat perjuangan dan ketaatan Bapak Witono GKJ Banyubiru tetap berdiri dan tetap mengembangkan ajaran Kristen dan mencoba mempertahankan keutuhan GKJ di Banyubiru. Bapak Witono tetap bertahan karena memiliki cara pandang yang sama dengan Bapak Pendeta Pinoejadi, memiliki iman Kristen yang teguh. Dalam artian, tidak memberi ruang bagi 72 Berdasarkan wawancara dengan Bu Giyati Jemaat GKJ Banyubiru tanggal 10 Juni 2013 92 tradisi Jawa yang bertentangan dengan ajaran Kristen. Salah satu contoh yang diungkapkan jemaat GKJ bahwa “Pak Witono tidak pernah mengadakan genduren , baik pada waktu nyunatke atau peringatan kematian saudaranya” 73 Saat ini GKJ Banyubiru dibawah GKJ Ambarawa dipimpin oleh Bapak Pdt Setyo Utomo 74 . Usianya yang muda, lebih bisa menerima tradisi- tradisi lokal. Ini karena secara teologis sudah memiliki cara pandang yang berbeda. Inilah alasan mengapa ajaran yang dibawanya berbeda, dibanding pendeta angkatan sebelumnya: “Dahulu para pendeta menjaga pemurnian, itu karena masih pertumbuhan atau rintisan jadi harus dijaga dan didoktrinasi dengan kuat. Dalam konteks sekarang tidak bisa harus dianggap dewasa jadi sudah bisa mengambil keputusan etis sendiri.” 75 Berangkat dari situ, maka corak Gereja dahulu dengan sekarang berbeda. Gereja yang dewasa di era saat ini seharusnya bisa menerima tradisi lokal yang ada. Maka peran pemuka agama menjadi sangat penting dalam membentuk sebuah tradisi baik sebagai suatu cara pandang pribadi maupun secara hidup bermasyarakat. Gereja yang dewasa menurut Bapak Pdt Setyo Utomo ini tidaklah mudah, kenyataannya dalam diri jemaat tetap 73 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Sisiwantoro Jemaat GKJ Banyubiru tanggal 18 Oktober 2013 74 Bapak Setyo Utomo lahir di Tuban, Jawa Timur tahun 1968. Ketertarikannya pada bidang Teologi membuat Pak Setyo memutuskan untuk belajar di Universitas Kristen Duta Wacana, menyelesaikan pendidikan Teologinya pada tahun 1994. Berkarya di GKJ Ambarawa sejak tahun 1996, sedangkan menjadi pendeta tahun 1997 sampai sekarang. 75 Berdasarkan wawancara dengan Bapak Setyo Utomo pdt GKJ Ambarawa tanggal 6 Juni 2013 93 muncul sebuah tarik ulur akan identitas. Pengetahuan yang berbeda antara Kekristenan dan Kejawaan pada akhirnya tetap membuat jemaat GKJ menegosiasikan identitasnya.

1.2. Cara penyebaran