16
ziarah kubur, peneliti dan yang diteliti melakukan refleksi kritis berkaitan dengan wacana yang membentuk mereka.
Selain itu, nantinya dalam penelitian ini tidak hanya sekedar akan melihat negosiasi orang dalam menyikapi ziarah kubur, tetapi lebih pada
identitas yang terbentuk karena keterbangkitan agama di tengah sebuah tradisi. Melihat bahwa perkembangan dan kebangkitan agama ikut
membentuk identitas ketika bertabrakan dengan tradisi.
V. Pentingnya Penelitian
Pentingnya penelitian ini dilakukan tidak bisa dilepaskan dari latar belakang penelitian ini. Dalam latar belakang dijelaskan bagaimana tradisi
ziarah kubur bagi orang Jawa menjadi sesuatu yang begitu penting karena sebagai wujud hormat, kirim doa, dan mohon
pangestu
pada leluhur dan sudah berlangsung sejak lama secara turun temurun. Tetapi, ketika larangan
ziarah kubur sebagai akibat dari usaha purifikasi agama muncul, maka terjadi pertarungan sebuah wacana yang berbeda. Dalam penelitian ini ingin melihat
negosiasi identitas yang terbentuk oleh orang Jawa yang beragama Kristen ditengah masyarakat.
Pentingnya penelitian ini bagi masyarakat yaitu supaya masyarakat melihat adanya perbedaan bukan menjadi suatu kehancuran, atau tidak
berpikir akan kebenaran mutlak. Di luar kebenaran yang diyakininya masih ada kebenaran-kebenaran lain yang perlu dilihat. Dalam hal ini berkaitan
dengan kebenaran pemakanaan wacana ziarah kubur. Menyadari adanya pihak lain yang berbeda dengan pikirannya sendiri merupakan sesuatu yang
17
wajar dalam hidup ini. Kesadaran terhadap yang lain ini diharapkan akan melahirkan kesadaran tentang keragaman manusia yang saling menghargai
Takwin, 2003 Selain itu penelitian ini juga penting dalam ilmu sosial kemanusiaan,
ketika orang harus tarik ulur karena kekuatan kekuasaan dapat melihat dan menentukan strategi yang nyaman dalam kehidupan sosial masyarakat. Orang
tidak merasa terasing karena identitasnya, identitas yang mungkin dibentuk oleh kekuasaan-kekuasaan tertentu.
VI. Konsep Penelitian dan kajian pustaka
Untuk melihat bagaimana posisi atau negosiasi identitas orang, maka politik identitas relevan tepat. Politik identitas merupakan topik
strategis untuk membicarakan masyarakat. Berbicara tentang masyarakat tentu akan muncul berbagai macam perbedaan. Dari perbedaan tersebut orang
menentukan pilihan akan identitasnya. Bicara identitas berarti bicara tentang interaksi, bicara tentang tarik ulur, bicara tentang komunikasi, bicara tentang
representasi. Karakteristik individu yang berakar pada identitas dasar semenjak
lahir seperti adanya merupakan suatu anugerah yang tidak bisa dihindari. Identitas dasar itulah yang kemudian membentuk “keakuan” dan
membedakan dengan yang lain kamu, mereka, dan dia. Hakikat dasar individu maupun kelompok tercermin dan terbentuk dari beberapa unsur yang
melekat atau sengaja dilekatkan pada tubuh menjadi objek dan subjek politik. Akar-akar politik identitas dapat ditemukan asalnya dari pemikiran filsafat
18
Foucouldian Michel Foucault tentang politik tubuh, dari sejarah seksualitas dan relasi-relasi kekuasaan yang mengelilinginya Abdilah, 2002: 12.
Foucault dikenal sebagai filsuf Perancis yang menjadi salah satu tokoh pelopor posmodernisme. Michel Foucault lahir di Poitiers, Perancis,
pada tahun 1926. Selain mendapatkan gelar kesarjanaan dalam bidang filsafat, Foucault juga mendapatkan pendidikan dalam bidang psikologi. Dia
pernah bekerja sebagai dosen di Uppsala, Swedia 1954, di Warsawa, Polandia 1958, di Hamburg, Jerman 1959, dan di Tunis, Tunisia 1966-
1968. Foucault meninggal pada tahun 1984 akibat penyakit yang terkait dengan gejala AIDS Lechte, 2001:177.
Foucault memandang bahwa ideologi merupakan hasil hubungan kekuasaan di mana saja. Menurut Eagleton hubungan kuasa bukan hanya
muncul pada tataran negara saja, namun juga dalam kehidupan sehari-hari. Setiap hubungan selalu merupakan usaha saling menguasai, usaha saling
menekan. Hubungan kekuasaan ini menghasilkan cerita yang oleh Foucault disebut
discourse
sering dipandang sebagai “diskursus” atau “wacana” Takwin, 2003: 109.
Setiap wacana bukanlah kebenaran mutlak, bukan representasi dari realitas sesungguhnya, melainkan reaksi manusia terhadap apa yang terjadi
padanya, sebagai reaksi manusia terhadap kekuasaan yang mengekangnya Foucault, 1981; Hawkes, 1996. Foucault tidak berambisi untuk melakukan
pembebasan masyarakat dari pengaruh wacana. Ia Justru melihat wacana muncul sebagai hasil hubungan kuasa dan pengetahuan yang bergabung
19
bersama Foucault 1978: 100. Setiap wacana mengasumsikan pengetahuan akan kebenaran masing-masing yang tidak dapat diklaim sebagai yang paling
benar. Dalam penelitian ini berdiri dua kebenaran yang menjadi wacana, meskipun bukanlah kebenaran mutlak. Kebenaran akan tradisi ziarah kubur
maupun kebenaran dalam pemurnian agama dalam wujud larangan berziarah kubur.
Identitas politik tidak bisa terlepas dari kekuasaan. Manusia dalam perkembangannya dipenuhi dengan agenda-agenda politik, yang membentuk
identitasnya. Foucault menjelaskan kekuasaan bukanlah sesuatu yang nyata, yang harus dimiliki oleh seorang individu atau lembaga . Sebaliknya,
kekuasaan merupakan sistem yang kompleks dari hubungan kekuatan yang berlaku di tengah masyarakat pada suatu titik waktu tertentu. Sejauh
masyarakat terus-menerus terjebak dalam hubungan kekuatan politik, pengaruh kekuasaan tidak mungkin terhindarkan, karena kekuasaan
dihasilkan dari satu waktu ke waktu berikutnya, di setiap titik, atau lebih tepatnya dalam setiap hubungan dari satu titik ke titik lain. Kekuasaan berasal
dari manapun, bukan karena kekuasaan mencakup segala sesuatu, tetapi karena kekuasaan berasal dari manapun Foucault, 1978: 93. Dalam
penelitian ini ada dua kekuasaan yang menimbulkan perbedaan pandangan dalam menyikapi wacana ziarah kubur, yaitu antara tradisi jawa sebagai
kekuatan lokal dengan ajaran Kristen sebagai Agama. Persinggungan perbedaan ini yang kadang menentukan pilihan akan identitas seseorang.
20
Realitas keragaman penciptaan manusia hadir dengan membawa identitas dasar yang bermacam-macam, dengan bentukan karakter dan fungsi-
fungsi fisiologis tubuh yang berbeda pula. Pada tataran praksis, pembacaan dan penerimaan terhadap pluralitas memunculkan beberapa pandangan,
pemakluman, kalau tidak penolakan dan pengingkaran. Dalam hal ini, pandangan terhadap keragaman etnis dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
dan paradigma. Ketika timbul kesadaran individu akan dunianya dan kesadaran kolektif akan identitasnya, terbentuk identitas kelompok dasar dari
anugerah dan pengenalan diri setiap individu itu, bersama-sama orang lain yang diperolehnya sejak lahir, di dalam keluarga tempat dilahirkan pada saat
itu dan tempat itu juga. Muncul “kesadaran lain”, dalam bahasa Harold Isaac sebagai “pemujaan” terhadap identitas-identitas tersebut. Pemujaan ini
menumbuhkan suatu kekuatan, pemicu pembangunan suatu komunitas, meneguhkan atau sebaliknya, mencerai beraikan Abdilah, 2002: 9-10.
Dalam hal ini, hadirnya wacana dalam tradisi Jawa berkaitan dengan ziarah kubur tidak muncul dengan sendirinya begitu saja. Ada kesadaran
kolektif akan identitasnya. Ziarah kubur sebagai perilaku sosial dalam masyarakat menunjukan identitas kolektifnya sebagai orang Jawa. Kesadaran
ini muncul dari pengenalan dirinya dengan lingkungan dan orang-orang sebelumnya. Kebiasaan-kebiasaan inilah yang mengantar terciptanya tradisi
dalam masyarakat dan menumbuhkan suatu kekuatan. Maka di sini bisa terlihat, muncul permasalahan ketika orang tidak sesuai dengan tradisi yang
telah diyakininya atau telah menjadi kesadaran kolektifnya. Begitupula
21
wacana kematian dalam ajaran Kristen yang tidak bisa dilepaskan dari kolonialisme, juga menjadi kekuatan dalam membentuk identitas seseorang.
Foucault memandang agama tersebut sebagai bagian dari mekanisme untuk mengontrol fungsi kehidupan manusia. Gagasan-gagasan ini,
belakangan akan berkembang dalam konseptualisme Foucault terhadap agama sebagai kekuasaan politis. Ini menunjukkan bagaimana Foucault lebih
tertarik pada agama sebagai praktik atau fungsi agama, ketimbang agama sebagai keyakinan Carrette, 1999: 50. Dari sini dapat dilihat, bahwa
Foucault tidak ingin melihat sebuah kebenaran agama tetapi agama sebagai kekuasaan yang mengontrol pengikutnya.
Teori Foucault dirasa tepat untuk membidik permasalahan berkaitan dengan pertarungan kekuasaan tersebut. Kuasa sering kali dianggap subyek
4
yang berkuasa dan subyek itu dianggap menindas. Namun, menurut Foucault kuasa tidak bersifat subyektif. Kuasa juga tidak bekerja dengan cara negatif
dan represif, melainkan dengan cara positif dan produktif. Kuasa memproduksi realitas, kuasa memproduksi lingkup obyek, dan ritus-ritus
kebenaran Bertens, 2006. Dari kekuasaan ini obyek merasa tidak dikuasai, justru semakin mengamini kekuasaan itu tanpa disadari. Salah satunya
kekuasaan itu hadir melalui agama. Lembaga produksi kekuasaan pengetahuan yang dahsyat adalah
agama. Agama tidak bisa dipisahkan dari mekanisme dan teknik kekuasaan
4
Subyek dalam arti sesustu yang berkuasa seperti raja, pemerintah,ayah, laki-laki, dan kehendak umum.
22
normatif dan disipliner. Agama mengatur individu dan masyarakat melalui teknik penyeragaman baik perilaku, bahasa, pakaian, maupun ritus. Dengan
teknik itu akan dihasilkan identitas, yang akan memudahkan untuk mendapatkan kepatuhan dari pemeluknya Haryatmoko, 2010:99.
Dari konsep penelitian ini dapat dilihat bagaimana etnis dalam hal ini tradisi jawa yang memberikan sebuah kesadaran kolektif dalam masyarakat
yang menjadi kekuatan yang meneguhkan dalam membangun komunitas berhadapan dengan agama yang menuntut kepatuhan pengikutnya. Orang
Jawa yang beragama Kristen akhirnya harus menentukan identitasnya. Secara sadar atau tidak, ada pertarungan kekuasaan dengan membawa wacana yang
bertabrakan yang mengarah pada pembentukan identitas subjek. Ini sejalan dengan apa yang menjadi pemikiran Foucault dengan mengeksplorasi
praktik-praktik wacana serta wujud-wujud kekuasaan yang membentuk subjek. Bukan kebenaran akan wacana tersebut, tetapi justru menggagas teori
tentang hubungan antara kebenaran dan kekuasaan Beilharz, 2005. Penelitian ini bukan melihat kebenaran akan tradisi ziarah kubur baik dari
sudut pandang teologi kristen atau kebenaran yang diyakini orang Jawa. Tetapi lebih melihat Identitas yang terbentuk ketika ditempati dua kebenaran
yang bertabrakan. Dalam menentukan identitasnya berkaitan dengan kekuasaan politik,
untuk menciptakan kepatuhan ada konsep yang perlu diperhatikan yaitu
23
panoptikon
5
yang dikembangkan oleh Foucault. Panoptik bisa berfungsi sebagai usaha menciptakan penyeragaman dalam hubungan dengan orang di
tengah kehidupan sehari-hari Foucault, 1995: 205. Panoptik dalam hal ini adalah agama yang dihadirkan melalui ajaran alkitab, orang takut melanggar
larangan agama karena takut akan dosa. Jemaat Kristen dalam menyikapi wacana ziarah kubur takut untuk melanggar ajaran agama. Begitu pula
sebaliknya, pengucilan diri dari lingkungan masyarakat juga menjadi panoptikon, ketika tidak melakukan ziarah kubur secara kolektif ataupun
individu takut dikucilkan oleh masyarakat karena dianggap melanggar tradisi yang sudah ada.
Konsep ini mempengaruhi seseorang dalam menentukan identitasnya, meskipun hukumannya belum nyata dosa dan anggapan akan dikucilkan
menjadi pertimbangan dalam menentukan negosiasi dalam dirinya. Terjadi negosiasi akan identitasnya, baik itu tetap teguh dalam tradisi jawa, yakin
dengan agamanya, atau mungkin ada identitas baru yang muncul. Ada beberapa penelitian berkaitan denagan identitas politik dalam
kebangkitan Agama dan wacana ziarah kubur. Yang pertama adalah penelitian dari Titi Mumfangati 2007 yang meneliti tentang Tradisi Ziarah
5
Panotik adalah sistem penjara yang ditemukan oleh
Jeremy Bentham 1748-1832. Panoptik pada intinya adalah upaya pendisiplinan berbasis tanpa pengawasan. Panoptik dilakukan
dengan mengancamkan pengawasan yang disertai hukuman bagi perilaku tertentu; kemudian menciptakan keyakinan bahwa seseorang sedang diawasi setiap saat, meskipun
sebenarnya tidak.
24
Makam Leluhur Pada Masyarakat Jawa.
6
Penelitian ini melihat bagaimana motivasi orang jawa mengunjungi atau berziarah kemakam leluhurnya. Hasil
penelitian ini memperlihatkan bagaimana ziarah makam dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan tertentu, misalnya mencari ketenangan, mencari
rejeki, keberuntungan. Penelitian ini lebih melihat bagaimana aspek psikologis orang yang berziarah kubur. Sementara itu Y. Tri Subagyo 2005
juga melihat bagaimana peristiwa kematian dan juga setelah kematian yaitu seperti ziarah kubur menjadi pengalaman bagi orang yang berada
disekitarnya. Penelitian etnografis ini melihat bagaimana realita yang ada berkaitan dengan misteri kematian. Ziarah kubur dalam penelitian Asep
Ma’mun 2007 dilihat secara teologis yaitu melihat persepsi masyarakat terhadap ziarah kubur: sebuah studi kasus atas masyarakat Aeng Panas.
Dalam penelitian ini melihat bagaiamana tradisi ziarah kubur dalam ajaran islam menjadi sumber keselamatan atau untuk mengingatkan akan kematian.
Martin Lukito Sinaga 2004 meneliti Identitas poskolonial gereja suku, penelitian ini melihat Identitas seseorang yang terbentuk melalui
representasi diri berhadapan dengan resistensi terhadap representasi pihak yang kuat atas diri suatu komunitas. Dalam penelitian ini terkandung proses
perjumpaan dan negoisasi sebagai hasil proses kolonialisme yang panjang, menemukan identitas sama dengan mengajukan ikhtiar perubahan sosial atau
perluasan kebebasan dalam ruang publik. Selain itu Yendri A.H. 2007 juga
6
Mumfangati, Titi. Tradisi Ziarah Makam Leluhur Pada Masyarakat Jawa. Dalam Jantra Vol. II No 03, Juni 2007
25
melihat bagaimana identitas seseorang ketika berhadapan dengan agama. Yakni, Identitas penganut Merapu berhadapan dengan Gereja dan
Pemerintah. Kedua penelitian tersebut melihat bagaimana identitas seseorang berkaitan dengan wacana tentang agama ketika mengalami perjumpaan
dengan wacana lain. Dalam penelitian ini, akan lebih melihat bagaimana wacana
kebangkitan agama mempengaruhi identitas seseorang. Hal ini berkaitan bagaiman negosiasi identitas orang Jawa yang beragama Kristen ketika
berdiri dalam dua wacana yang berbeda. Jadi bukan pada pemaknaan ziarah kubur dari aspek teologis, psikologis, ataupun antropologi, tetapi lebih pada
pengalaman terhadap ziarah kubur yang akhirnya menentukan identitas saat berada dalam dua kekuatan.
VII. Metode Penelitian Sumber data dan pengumpulannya