39
di angkat sebegai identitas kejawaannya melalui Sedekah Bumi Perdikan yang dalam kegiatan tersebut muncul
slametan,
ziarah kubur masal, dan juga
wayangan.
Bapak Sri Anggoro mencoba mengangkat kembali tradisi dan ritual- ritual ini dengan harapan kembalinya jati diri manusia Jawa, yang saat ini mulai
tergerus kehidupan yang modern. Selain itu juga ada harapan desanya akan selalu mendapat berkah dan kemakmuran dengan menjalankan tradisi-tradisi
leluhurnya.
2. Kondisi Geografis Desa Banyubiru
Secara geografis Desa Banyubiru merupakan salah satu dari 10 Desa yang berada di wilayah Kecamatan Banyubiru Kabupaten Semarang Propinsi
Jawa Tengah yang berpenduduk 8496 jiwa dengan luas wilayah Desa : 677.087 Ha. Kondisi wilayah Desa Banyubiru mempunyai curah hujan rata-rata 2.000
– 3.250 mmtahun dan berada di 450 ASL atau 450 M dari permukaan air Laut
dan koordinat kantor Desa 7º17’30.06” S - 110º24’16.02” E. Penghayatan masyarakat Desa Banyubiru berkaitan dengan Kejawaan,
sangat dipengaruhi oleh kondisi geografis. Desa Banyubiru sendiri merupakan daerah pedesaan yang terdiri daerah persawahan, pegunungan, rawa, dan juga
dataran biasa sebagai daerah pemukiman. Kondisi geografis ini mempengaruhi matapencaharian penduduk di Desa Banyubiru, yaitu sebagai petani di
persawahan, petani di daerah pegunungan atau ladang, dan juga nelayan. Meskipun banyak pula warga juga bekerja sebagai buruh pabrik, pegawai negri
sipil, dan lain-lain.
40
Kehidupan warga masyarakat di Desa Banyubiru masih sangat tergantung dengan alam, baik di daerah pegunungan maupun di sekitar rawa. Di
daerah pegunungan mereka menanam cengkeh, aren, pohon sengon, dan hasil perkebunan lainnya. Mereka bertahan hidup dari hasil bumi di daerah
pegunungan. Sedangkan daerah rawa para warga mencari ikan, enceng gondok untuk kerajinan, atau hasil-hasil rawa lainnya.
Kesinambungan hidup yang bergantung dari alam menuntut masyarakat untuk selalu mensyukuri dan memohon kesuburan akan hasil bumi. Sikap
tersebut kemudian menimbulkan kebiasaan masyarakat di Desa Banyubiru untuk menyatakan syukur dan terima kasih dengan menyelenggarakan kegiatan bersih
desa
.
Penyatuan diri dengan alam ini dibarengi dengan sikap menghormati leluhur, agar mudah ditolong dalam berbagai kesulitan hidup.
Hal demikian, sejalan dengan pendapat Bratasiswara 2000:123 bahwa bersih desa adalah kegiatan bersama masyarakat desa untuk menghormat,
mengenang, dan memelihara desanya setahun sekali seusai panen. Bagi masyarakat yang bermata pencaharian bercocok tanam, musim panen menjadi
suatu harapan yang didambakan. Oleh karena itu, pada setiap musim panen mereka merasa menerima kebahagiaan tahunan, sehingga menimbulkan gerakan
hati untuk mengenang dan menghormat desa yang telah berjasa menjadi tempat hunian dan tumpuan hidup.
3. Keadaan Penduduk