Pengaruh Penambahan Kapur Terhadap Perubahan pH, Kekeruhan Dan Total Padatan Terlarut Pada Air Baku Di Water Treatment Plant (WTP) Di PT.Coca-Cola Bottling Indonesia Unit Medan

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN KAPUR TERHADAP PERUBAHAN

pH, KEKERUHAN DAN TOTAL PADATAN TERLARUT PADA

AIR BAKU DI WATER TREATMENT PLANT (WTP)

DI PT.COCA-COLA BOTTLING INDONESIA

UNIT MEDAN

KARYA ILMIAH

MAULIDA ULFATMI

072401013

DEPARTEMEN KIMIA

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA ANALIS

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PENGARUH PENAMBAHAN KAPUR TERHADAP PERUBAHAN pH, KEKERUHAN DAN TOTAL PADATAN TERLARUT PADA

AIR BAKU DI WATER TREATMENT PLANT (WTP) DI PT.COCA-COLA BOTTLING INDONESIA

UNIT MEDAN

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

MAULIDA ULFATMI 072401013

DEPARTEMEN KIMIA

PROGRAM STUDI D-3 KIMIA ANALIS

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH PENAMBAHAN KAPUR TERHADAP PERUBAHAN pH, KEKERUHAN DAN TOTAL PADATAN TERLARUT PADA AIR BAKU DI

WATER TREATMENT PLANT (WTP) DI

PT.COCA-COLA BOTTLING INDONESIA UNIT MEDAN

Kategori : KARYA ILMIAH Nama : MAULIDA ULFATMI Nomor Induk Mahasiswa : 072401013

Program Studi : DIPLOMA (D3) KIMIA ANALIS Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di Medan, Mei 2010

Diketahui\Disetujui Oleh

Departemen Kimia FMIPA USU

Ketua, Pembimbing

Dr.Rumondang Bulan, MS

NIP : 195408301985032001 NIP :195310271980032003 Dra.Yugia Muis, MSi


(4)

PERNYATAAN

PENGARUH PENAMBAHAN KAPUR TERHADAP PERUBAHAN pH, KEKERUHAN DAN TOTAL PADATAN TERLARUT PADA

AIR BAKU DI WATER TREATMENT PLANT (WTP) DI PT.COCA-COLA BOTTLING INDONESIA

UNIT MEDAN

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa Karya Ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2010

072401013 Maulida Ulfatmi


(5)

KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahim

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan perkuliahan dan karya ilmiah ini.

Karya ilmiah ini berjudul “Pengaruh Penambahan Kapur Terhadap Perubahan pH, KekeruhanDan Total Padatan Terlarut Pada Air Baku Di Water Treatment Plant(WTP) Di PT.Coca-Cola Bottling Indonesia Unit Medan”.

Selama penulisan karya ilmiah ini, penulis banyak mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Orang tua tercinta Ayahanda RAHMAD dan Ibunda ROHANI yang telah memberi doa restunya dan kasih sayang yang tak terhingga, juga telah banyak memberikan bantuan baik moril maupun materil, serta untuk kak Delva Syahriani,Amd yang telah banyak memberikan bantuan, semangat dan doa, serta kak Dewi dan Bang Anto, Bang Thomas dan kak Risa, Bang Firman dan kak Ijah dan adikku juan yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada penulis

2. Ibu Dra.Yugia Muis,MSi selaku dosen pembimbing yang telah memberi bimbingan dan arahan kepada penulis

3. Ibu Dr.Rumnondang Bulan,MS selaku ketua departemen Kimia FMIPA USU

4. Kakak Sukma selaku pembimbing lapangan dan seluruh karyawan di PT.Coca-Cola Bottling Indonesia Unit Medan, khususnya bagian Quality Assurance (QA) yang telah banyak memberi bantuan dan dukungan kepada penulis

5.Rekan-rekan sesama PKL Tina, Chintya, Debby (Yusdiah), dan Susan, serta seluruh teman-teman Kimia Analis yang namanya tidak dapat saya sebutkan satu persatu. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan karya ilmiah ini.

Oleh kartena itu, penulis mohon saran dan kritik yang membangun sehingga dapat memperbaiki kekurangan dan kesalahan dalam penulisan karya ilmiah ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2010


(6)

ABSTRAK

Kapur ditambahkan pada proses koagulasi flokulasi untuk membentuk partikel padat yang lebih besar dari hasil reaksi antara partikel-partikel kecil dan koloid dengan koagulan poli aluminium klorida sehingga dapat mengendap. Kapur juga berfungsi untuk menstabilkan pH setelah proses koagulasi flokulasi. Analisa terhadap supernatan hasil proses koagulasi flokulasi dimana kekeruhan diukur dengan turbidimeter yang bekerja berdasarkan prinsip penghamburan cahaya oleh partikel koloid, pengukuran total padatan terlarut dengan Total Dissolved Solid Meter yang bekerja berdasarkan prinsip penghantaran listrik oleh ion-ion partikel terlarut dalam air dan pengukuran pH dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip besarnya konsentrasi ion H+ dalam air. Dari hasil percobaan, volume optimum penambahan kapur adalah 4ml memberi perubahan pH dari 7,15 menjadi 6,79; kekeruhan dari 8,61 NTU menjadi 0,17 NTU dan total padatan terlarut dari 117,4 mg/L menjadi 143,4 mg/L.


(7)

EFFECT OF CHANGES IN ADDITION LIME PH, TURBIDITY

AND TOTAL DISSOLVED SOLIDS ON RAW WATER

IN THE WATER TREATMENT PLANT

(WTP) PT.COCA-COLA

ABSTRACT

Limestone is added to the coagulation flocculation process for forming solid particles larger than the reaction between small particles and colloids with poly aluminum chloride coagulant that can be precipitated. Limestone also serves to stabilize the pH after coagulation flocculation process. Analysis of the supernatant results coagulation flocculation process where the turbidity is measured with a turbidimeter that work on the principle of light scattering by colloidal particles, the measurement of total dissolved solids with Total Dissolved Solid Meter that works on the principle of electrical conductivity by particle ions dissolved in water and measuring pH with pH meters which work on the principle amount of H + ion concentration in the water. From the experiment results, the addition of lime is the optimum volume of 4ml gives the change of pH from 7.15 to 6.79; turbidity from 8.61 NTU to 0.17 NTU and total dissolved solids from 117.4 mg / L to 143.4 mg / L.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii KATA PENGANTAR iii

ABSTRAK iv ABSRACT v

DAFTAR ISI vi BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1 1.2 Permasalahan 3 1.3 Tujuan 3 1.4 Manfaat 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Pendahuluan 4 2.2 Air 5 2.3 Siklus Hidrologi 6 2.4 Kualitas Air 7 2.4.1 Parameter Fisik Kualitas Air 7 2.4.2 Parameter Kimia Kualitas Air 14 2.4.3 Parameter Biologi Kualitas Air 19 2.5 Koagulasi 21 2.5.1 Mekanisme Pembentukan Flok 21 2.5.2 Faktor Yang Mempengaruhi Koagulasi 22 2.5.3 Jar Test 24 2.6 Kapur 25 2.7 Polialuminium Klorida 26

2.8 Derajat Keasaman 27 BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN 29

3.1 Alat dan Bahan 29 3.1.1 Alat 29 3.1.2 Bahan 29 3.2 Prosedur 29 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 31 4.1 Data Percobaan 31 4.2 Perhitungan 31 4.3 Pembahasan 32 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 33 5.2 Saran 33


(9)

DAFTAR PUSTAKA 34 LAMPIRAN 35


(10)

ABSTRAK

Kapur ditambahkan pada proses koagulasi flokulasi untuk membentuk partikel padat yang lebih besar dari hasil reaksi antara partikel-partikel kecil dan koloid dengan koagulan poli aluminium klorida sehingga dapat mengendap. Kapur juga berfungsi untuk menstabilkan pH setelah proses koagulasi flokulasi. Analisa terhadap supernatan hasil proses koagulasi flokulasi dimana kekeruhan diukur dengan turbidimeter yang bekerja berdasarkan prinsip penghamburan cahaya oleh partikel koloid, pengukuran total padatan terlarut dengan Total Dissolved Solid Meter yang bekerja berdasarkan prinsip penghantaran listrik oleh ion-ion partikel terlarut dalam air dan pengukuran pH dengan pH meter yang bekerja berdasarkan prinsip besarnya konsentrasi ion H+ dalam air. Dari hasil percobaan, volume optimum penambahan kapur adalah 4ml memberi perubahan pH dari 7,15 menjadi 6,79; kekeruhan dari 8,61 NTU menjadi 0,17 NTU dan total padatan terlarut dari 117,4 mg/L menjadi 143,4 mg/L.


(11)

EFFECT OF CHANGES IN ADDITION LIME PH, TURBIDITY

AND TOTAL DISSOLVED SOLIDS ON RAW WATER

IN THE WATER TREATMENT PLANT

(WTP) PT.COCA-COLA

ABSTRACT

Limestone is added to the coagulation flocculation process for forming solid particles larger than the reaction between small particles and colloids with poly aluminum chloride coagulant that can be precipitated. Limestone also serves to stabilize the pH after coagulation flocculation process. Analysis of the supernatant results coagulation flocculation process where the turbidity is measured with a turbidimeter that work on the principle of light scattering by colloidal particles, the measurement of total dissolved solids with Total Dissolved Solid Meter that works on the principle of electrical conductivity by particle ions dissolved in water and measuring pH with pH meters which work on the principle amount of H + ion concentration in the water. From the experiment results, the addition of lime is the optimum volume of 4ml gives the change of pH from 7.15 to 6.79; turbidity from 8.61 NTU to 0.17 NTU and total dissolved solids from 117.4 mg / L to 143.4 mg / L.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air tanah (ground water) merupakan air yang berada dibawah permukaan tanah. Air tanah ditemukan pada akifer. Pergerakan air tanah sangat lambat; kecepatan arus berkisar antara 10-10 – 10-3m/detik dan dipengaruhi oleh porositas, permeabilitas dari lapisan tanah dan pengisian kembali air (recharge). Karakteristik utama yang membedakan air tanah dari air permukaan adalah pergerakan yang sangat lambat dan waktu tinggal (residual time) yang sangat lama, dapat mencapai puluhan bahkan ratusan tahun. Karena pergerakan yang sangat lambat dan waktu tinggal yang lama tersebut air tanah akan sulit pulih kembali jika mengalami pencemaran.

Daerah dibawah tanah yang terisi air disebut daerah saturasi (zone of saturation). Pada daerah saturasi, setiap pori tanah dan batuan terisi oleh air yang merupakan peralihan antara daerah saturasi yang banyak mengandung air dan daerah belum saturasi/jenuh (unsaturated/vadose zone) yang masih mampu menyerap air. Jadi daerah saturasi berada dibawah daerah unsaturated. Kemampuan tanah dan batuan dalam menahan air tergantung pada sifat porositas dan permeabilitas tanah.

Karakteristik kualitas air tanah kadang-kadang sangat berbeda dengan kualitas air permukaan. Pada saat infiltrasi kedalam tanah, air permukaan mengalami kontak dengan mineral-mineral yang terdapat didalam tanah dan melarutkannya, sehingga kualita air mengalami perubahan karena terjadi reaksi kimia. Kadar oksigen dalam air yang masuk kedalam tanah menurun, digantikan oleh karbondioksida yang berasal


(13)

dari aktivitas biologis yaitu dekomposisi bahan organik yang terdapat dalam lapisan tanah pucuk (top soil)(Effendi, 2004).

Koagulasi adalah proses yang paling banyak digunakan untuk menghilangkan zat penyebab kekeruhan pada air. Zat yang biasa menghasilkan kekeruhan terdiri dari lumpur, mineral-mineral dan organisme mikroskopis dalam beragam ukuran dari yang cukup besar untuk segera mengendap hingga yang cukup kecil untuk tersuspensi dalam waktu yang lama. Proses koagulasi juga dapat digunakan, walau tidak selalu untuk pelunakan air sadah dengan lime atau soda abu. Pelunakan lebih keproses pengendapan dan koagulasi digunakan untuk pengendapan yang lebih cepat dan sempurna dari ion kesadahan yang diendapkan (Cohen, 1971).

PT.Coca-Cola Bottling Indonesia Unit Medan telah menetapkan standar nilai pH air yang diperbolehkan yaitu 6,5-7,5. Untuk menurunkan kekeruhan air maka diperlukan suatu proses koagulasi. Pada proses koagulasi ini ditambahkan larutan kapur untuk menstabilkan pH air antara 6-7 sehingga proses pembentukan flok atau gumpalan menjadi sempurna. Didalam hal ini PT.Coca-Cola Bottling Indonesia Unit Medan menggunakan poli aluminium klorida (PAC) sebagai koagulan.

Pentingnya penambahan larutan kapur untuk menstabilkan pH karena reaksi PAC dalam air membebaskan ion H+ sehingga pH air menurun. Hal ini juga menyebabkan flok yang telah terbentuk dapat pecah kembali dan kualitas produk yang dihasilkan buruk. Oleh karena itu penulis tertarik memilih judul tugas akhir pengaruh penambahan kapur terhadap perubahan pH, kekeruhan dan total padatan terlarut pada air baku di pengolahan air di PT.Coca-Cola Bottling Indonesia Unit Medan.


(14)

1.2 Permasalahan

Berapa volume kapur optimum yang dibutuhkan pada proses pengolahan air baku agar diperoleh pH, kekeruhan dan total padatan terlarut yang sesuai dengan standar di PT.Coca-Cola Bottling Indonesia Unit Medan, dimana standar untuk pH adalah 6,5-7,5; kekeruhan dibawah 0,5 NTU dan total padatan terlarut adalah 500 mg/L dan konsentrasi kapur yang digunakan adalah 1% dan konsentrasi PAC yang digunakan 10%.

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui volume optimum kapur yang dibutuhkan agar diperoleh pH, kekeruhan dan total padatan terlarut yang sesuai standar di PT.Coca-Cola Bottling Indonesia Unit Medan.

2. Untuk mengetahui apakah hasil percobaan yang diperoleh telah memenuhi standar di PT.Coca-Cola Bottling Indonesia Unit Medan.

1.4 Manfaat

Untuk mengetahui volume optimum kapur yang dibutuhkan pada proses koagulasi flokulasi (pengolahan air) dan pengaruh penambahan kapur terhadap perubahan pH, kekeruhan dan total padatan terlarut agar memenuhi standar yang telah ditentukan sehingga air baku layak digunakan untuk memproduksi minuman.


(15)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendahuluan

Tersedianya persediaan air yang cukup dalam hal jumlah dan kualitas sangat penting bagi manusia. Sejak awal manusia mengakui pentingnya air dari segi jumlah. Peradaban berkembang disekitar badan air sehingga dapat mendukung pertanian dan transportasi sebaik menyediakan air minum. Kesadaran pentingnya kualitas air berkembang lebih perlahan. Sejak awal manusia menilai kualitas air hanya melalui penampakan fisik, rasa dan bau. Tidak hingga ilmu pengetahuan biologi, kimia, dan medis berkembang berbagai cara tersedia untuk mengukur kualitas air dan menentukan pengaruhnya pada kesehatan manusia.

Air adalah salah satu senyawa yang ditemukan berlimpah dialam, menutupi kira-kira tiga perempat permukaan bumi. Disamping kelimpahannya yang nyata, beberapa faktor membatasi jumlah air yang tersedia untuk digunakan oleh manusia. Lebih dari 97 persen dari persediaan air total berada dilautan dan badan air lain yang bersifat asin dan tidak segera dapat digunakan untuk berbagai tujuan. Sisa 3 persen, sekitar 2 persen membeku membentuk es dan glasier dan bersama dengan atmosfer dan kelembaban tanah yang tidak dapat diambil. Kemudian untuk matapencaharian manusia dan mendukung berbagai kegiatan teknis dan pertanian, manusia harus bergantung pada sisa 0,62 persen yang ditemukan pada persediaan air tawar didanau, sungai dan air tanah (Peavy, 1985).


(16)

2..2. Air

Molekul air adalah gabungan dari atom hidrogen dan oksigen, dengan pembagian elektron diantara atom hidrogen dan oksigen. Simetri dari distribusi elektron meninggalkan satu sisi dari tiap molekul dengan muatan positif, menghasilkan daya tarik elektrostatik diantara molekul. Molekul air dapat membentuk empat ikatan hidrogen lemah. Hidrogen atau ikatan polar dari molekul air lebih lemah daripada ikatan kovalen diantara hidrogen dan oksigen dalam molekul. Ikatan polar ini menyebabkan molekul air berkumpul dalam susunan tetrahedral. Dalam keadaan padat, susunan tetrahedral dari ikatan menghasilkan struktur kristal tetrahedral. Dalam keadaan cair, meningkatnya suhu melemahkan ikatan hidrogen.

Es memproses energi panas dari getaran atom dan molekul dalam struktur tertentu. Ketika es menghangat getaran meningkat ketitik dimana struktur tetrahedral terganggu (rusak) dan es mencair. Molekul dari fase cair lebih dekat daripada pada keadaan padat, membuat air sedikit lebih pekat dari es pada titik lelehnya. Molekul air dalam fase cair bergetar lebih cepat seiring peningkatan suhu. Semakin getaran cukup tinggi (besar), beberapa molekul lepas dari permukaan cairan pada suatu proses yang disebut evaporasi, membentuk gas atau fase uap. Evaporasi ini mengkonsumsi sejumlah besar energi, disebut panas penguapan. Perubahan fase untuk air adalah : (1) penguapan- cair ke uap, (2) kondensasi- uap ke cair, (3) sublimasi- uap ke padat atau padat ke uap, (4) meleleh (melebur)- padat ke cair, dan (5) membeku- cair ke padat.

Sifat fisik air unik diantara zat dengan massa molekul yang mirip. Air memiliki panas spesifik yang paling tinggi diantara zat lain, yang berarti bahwa perubahan temperatur pada air terjadi sangat lamban. Dibandingkan dengan banyak zat cair lain, air mempunyai viskositas dan tegangan permukaan yang tinggi, yang disebabkan oleh ikatan hidrogen. Ini menghasilkan peningkatan kapilaritas air pada


(17)

tanah dan menyebabkan hujan terbentuk dalam bentuk tetesan. Sifat fisik air dalam fase padat dan cair berubah dengan temperatur. Dalam keadaan ini perbedaan densitas berbeda lebih signifikan dari sebagian besar zat cair. Air dalam fase gas (uap air) menggunakan sebagian tekanan diudara, sebagai tekanan uapnya. Diatmosfer diatas permukaan cair air, molekul air secara konstan bertukar diantara udara dan air. Pada atmosfer yang lebih kering, kecepatan pengambilan molekul lebih besar daripada kecepatan pengembalian kepermukaan. Pada keadaan setimbang, ketika jumlah molekul yang meninggalkan permukaan sebanding dengan jumlah yang datang, kejenuhan tekanan uap udara dicapai. Penambahan molekul air keudara diseimbangkan dengan deposisi pada permukaan air. Panas penguapan sekitar delapan kali lebih besar dari yang dibutuhkan untuk es melebur (meleleh), dan sekitar 600 kali lebih besar daripada kapasitas panasnya (energi yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu air 10C) (Mays, 2004).

2.3 Siklus Hidrologi

Sekalipun air jumlahnya relatif konstan, tetapi air tidak diam, melainkan bersirkulasi akibat pengaruh cuaca, sehingga terjadi suatu siklus yang disebut siklus hidrologi. Siklus ini penting karena ialah yang mensuplai daerah daratan dengan air. Air menguap akibat panasnya matahari. Penguapan ini terjadi pada air permukaan, air yang berada di dalam lapisan tanah bagian atas (evaporasi), air yang ada di dalam tumbuhan (transpirasi, respirasi). Uap air ini memasuki atmosfir. Di dalam atmosfir uap ini akan menjadi awan, dan dalam kondisi cuaca tertentu dapat mendingin dan berubah bentuk menjadi tetesan-tetesan air dan jatuh kembali ke permukaan bumi sebagai hujan. Air hujan ini ada yang mengalir langsung masuk ke dalam air permukaan (runoff), ada yang meresap kedalam tanah (perkolasi) dan menjadi air


(18)

tanah baik yang dangkal maupun yang dalam,ada yang diserap oleh tumbuhan. Air tanah dalam akan timbul ke permukaan sebagai mata air dan menjadi air permukaan. Air permukaan bersama-sama dengan air tanah dangkal, dan air yang berada di dalam tubuh akan menguap kembali untuk menjadi awan. Maka siklus hidrologi ini kembali berulang.

Siklus hidrologi ini adalah salah satu proses alami untuk membersihkan dirinya, dengan syarat bahwa kualitas udara cukup bersih. Apabila udara tercemar, maka air hujanpun akan tercemar, karena turunnya hujan ataupun salju merupakan proses alamiah yang membersihkan atmosfir dari segala debu, gas, uap, dan aerosol (Slamet, 2002).

2.4 Kualitas Air

Pencemaran air dapat didefinisikan sebagai hadirnya pengotor dalam air dalam jumlah tertentu dan mengganggu penggunaan air untuk tujuan tertentu. Definisi kua litas air diperkirakan dari tujuan penggunaan air dan dari jumlah pengotor tersuspensi dan terlarut. Banyak parameter telah dikembangkan yang secara kualitatif menggambarkan pengaruh beragam pengotor pada penggunaan air. Prosedur analitik telah dikembangkan untuk pengukuran secara kuantitatif terhadap parameter-parameter ini.

2.4.1 Parameter Fisik Kualitas Air

Parameter fisik mendefinisikan sifat air dari penampakannya, rasa atau bau. Padatan tersuspensi, warna, rasa dan bau, suhu dan kekeruhan masuk dalam kategori ini.


(19)

a.Padatan Tersuspensi

Padatan tersuspensi dalam air dapat terdiri dari partikel anorganik dan organik atau zat cair yang tidak tercampur. Padatan anorganik seperti lumpur, lempung dan komponen tanah lain yang umum pada air permukaan. Bahan organik seperti serat tumbuhan dan padatan biologi (sel alga, bakteri, dll.) juga komponen umum dari air permukaan. Bahan-bahan ini adalah kontaminan yang secara alami dihasilkan dari aksi erosi aliran air dipermukaan. Karena kapasitas penyaringan tanah bahan tersuspensi jarang terdapat pada air tanah.

Bahan tersuspensi juga dihasilkan dari penggunaan air oleh manusia. Limbah rumahtangga biasanya mengandung sejumlah besar padatan tersuspensi yang sebagian besar bahan organik. Industri yang menggunakan air menghasilkan beragam pengotor tersuspensi baik organik atau anorganik. Zat cair yang tidak tercampur seperti minyak dan lemak adalah komponen yang sering dijumpai pada limbah.

Padatan tersuspensi tidak diinginkan dalam air karena beberapa alasan. Padatan tersuspensi secara aestetis tidak menyenangkan dan menyediakan tempat adsorpsi untuk zat kimia dan biologi. Padatan tersuspensi organik mungkin didegradasi secara biologi, menghasilkan produk samping yang tidak diinginkan. Padatan terlarut yang secara biologi aktif (hidup) termasuk organisme penyebab penyakit dan strain penghasil racun dari alga.

Ada beberapa uji tersedia untuk mengukur zat padat. Kebanyakan adalah uji gravimetri yang melibatkan residu berat. Padatan terlarut dapat dihilangkan dari air dengan penyaringan. Kemudian, fraksi tersuspensi dari zat padat dalam sampel air dapat diperkirakan dengan menyaring air, mengeringkan residu dan penyaring hingga berat konstan pada suhu 1040C, dan penentuan berat dari residu pada penyaring. Hasil dari uji padatan tersuspensi ini juga ditunjukkan sebagai massa kering per volum


(20)

(milligram per liter). Parameter padatan tersuspensi digunakan untuk mengukur jumlah influen limbah, mengawasi beberapa proses pengolahan dan mengukur jumlah efluen.

b. Warna

Air murni tidak berwarna, tapi air dialam sering berwarna oleh zat asing. Air yang warnanya sebagian disebabkan bahan tersuspensi dikatakan memiliki warna tampak (apparent color). Warna yang disebabkan oleh padatan terlarut yang tersisa setelah penghilangan bahan tersuspensi dikenal sebagai warna sesungguhnya (true color).

Setelah hubungan dengan puing-puing organik seperti daun, batang pohon, rumput atau kayu, air mengambil tannin dan asam humus dan berwarna coklat kekuningan. Besi oksida menyebabkan air kemerahan dan mangan oksida menyebabkan air coklat atau kehitaman. Limbah industri dari tekstil dan penggunaan zat pewarna, produksi pulp dan kertas, pemrosesan makanan, produksi bahan kimia dan pertambangan, penyulingan dan rumah potong menambah zat pewarnaan pada air dialiran sungai.

Air yang berwarna secara estetis tidak dapat diterima masyarakat. Kenyataannya, bila diberi pilihan, konsumen cenderung memilih air yang jernih tidak berwarna. Air yang sangat berwarna tidak cocok untuk mencuci, pewarnaan, pembuatan kertas, pabrik minuman, produksi dan pengolahan makanan, tekstil dan produksi plastik. Warna air mempengaruhi kemampuan pasarnya untuk penggunaan rumahtangga dan industri.

Walaupun beberapa metode pengukuran warna tersedia, metode yang melibatkan perbandingan dengan warna standar lebih sering digunakan. Tabung


(21)

perbandingan warna berisi suatu seri standar yang dapat digunakan untuk perbandingan secara langsung sampel air yang telah disaring untuk menghilangkan warna tampak (apparent color). Hasilnya ditunjukkan dalam unit warna sesungguhnya (TCU) dimana satu unit sebanding dengan warna yang dihasilkan oleh 1 mg/L platina dalam bentuk ion kloroplatinat. Untuk warna coklat kekuningan, khususnya untuk warna dari efluen limbah industri, tehnik spektrofotometri biasanya digunakan.

c. Rasa dan Bau

Istilah rasa dan bau sendiri menentukan parameter ini. Karena sensasi rasa dan bau berhubungan sangat erat dan sering membingungkan, beragam rasa dan bau dihubungkan keair oleh konsumen. Zat yang menghasilkan bau pada air hampir selalu memberikan rasa. Sebaliknya tidak benar, ketika banyak zat mineral menghasilkan warna tapi tidak bau.

Banyak zat yang berhubungan dengan air dialam atau selama penggunaan manusia memberikan rasa dan bau yang jelas. Termasuk mineral, logam dan garam dari tanah, produk akhir dari reaksi biologi dan zat dilimbah. Zat anorganik lebih mungkin menghasilkan rasa yang tidak disertai dengan bau. Bahan yang bersifat alkali memberi rasa pahit pada air, sedang garam logam memberi rasa asin atau pahit.

Bahan organik, disisi lain, mungkin menghasilkan rasa dan bau. Banyak zat kimia organik menyebabkan masalah rasa dan bau pada air, dengan produk petroleum menjadi penyebab utama. Dekomposisi biologi dari zat organik juga menghasilkan cairan dan gas yang menghasilkan rasa dan bau pada air. Dasar diantara ini adalah hasil reduksi dari sulfur yang menghasilkan rasa dan bau “telur busuk”. Juga, suatu zat berminyak hasil sekresi dari jenis alga tertentu yang menghasilkan rasa dan bau. Gabungan dari dua atau lebih zat, baik yang menghasilkan rasa atau bau sendiri,


(22)

kadang-kadang menghasilkan rasa dan bau. Pengaruh sinergi ini berhubungan dengan zat organik dan klorin.

Konsumen mendapati rasa dan bau secara estetis tidak menyenangkan untuk alasan-alasan yang jelas. Karena air digagaskan tidak berasa dan tidak berbau, konsumen menghubungkan rasa dan bau dengan kontaminasi dan lebih memilih menggunakan air yang tidak berasa, tidak berbau yang mungkin sebenarnya lebih mengancam kesehatan. Dan bau yang dihasilkan oleh zat organik lebih dari masalah estetis yang sederhana, saat beberapa dari zat-zat itu mungkin bersifat karsinogen.

Pengukuran secara langsung bahan-bahan yang menghasilkan rasa dan bau dapat dilakukan jika agen kausatif diketahui. Beberapa cara analisa tersedia untuk mengukur zat anorganik penghasil rasa. Pengukuran zat organik penghasil rasa dan bau dapat dilakukan menggunakan kromatografi gas atau cair. Uji kuantitatif dilakukan dengan sense rasa dan bau dari manusia. Suatu contoh adalah uji untuk threshold odor number (TON, banyaknya bau yang boleh tercium). Sampel air yang berbau dimasukkan kedalam wadah dan diencerkan dengan air suling yang bebas bau menjadi campuran sebanyak 200mL. Suatu kumpulan panel terdiri dari lima hingga sepuluh nose digunakan untuk menentukan campuran yang baunya terdeteksi penciuman. TON dari sampel lalu dihitung menggunakan rumus :

TON = A + B A

Dimana A = volum air yang berbau (mL)

B = volume air suling yang dibutuhkan untuk menghasilkan campuran sebanyak 200mL

Walaupun bau menimbulkan masalah pada limbah, parameter rasa dan bau hanya diuji pada air minum.


(23)

d. Suhu

Suhu tidak digunakan untuk mengevaluasi secara lansung air minum atau limbah. Ini adalah salah satu parameter penting pada sistem air permukaan. Suhu pada air permukaan berpengaruh terhadap sejumlah besar spesies biologi yang ada dan kecepatan aktifitas mereka. Suhu mempunyai pengaruh pada banyak reaksi kimia yang terjadi disistem perairan alam. Suhu juga punya pengaruh nyata pada kelarutan gas dalam air.

Suhu sistem perairan alami memberi banyak pengaruh, suhu ambien (suhu sekeliling atmosfer (udara terbuka)) menjadi paling universal. Secara umum badan air yang dangkal lebih dipengaruhi oleh suhu ambien daripada badan air yang dalam. Penggunaan air untuk menghilangkan sisa panas diindustri dan selanjutnya pelepasan air panas akan merubah suhu dialiran sungai penerima.Musnahnya kanopi hutan dapat juga menghasilkan peningkatan suhu dialiran sungai.

Air yang lebih dingin biasanya memiliki perbedaan besar spesies biologi. Pada suhu lebih rendah, kecepatan aktifitas biologi, misal pemanfaatan persediaan makanan, pertumbuhan, reproduksi, dll., lebih lambat. Jika suhu dinaikkan, aktifitas biologi menignkat. Peningkatan suhu 10oC biasanya cukup menggandakan aktifitas biologi, jika nnutrien esensial ada. Pada suhu yang dinaikkan dan kecepatan metabolisme ditingkatkan, organisme lebih efisien menggunakan makanan dan reproduksi berjalan baik. Sedangkan spesies lain menurun dan mungkin tereliminasi seluruhnya. Pertumbuhan yang sangat cepat dari alga sering terjadi pada perairan yang hangat dan dapat menjadi masalah. Minyak hasil sekresi alga dan sel alga yang mati dapat membuat masalah rasa dan bau.

Suhu berubah mempengaruhi kecepatan reaksi dan tingkat kelarutan bahan kimia. Sebagian reaksi kimia melibatkan pelarutan zat padat yang dipercepat dengan


(24)

menigkatnya suhu. Kelarutan gas, sebaliknya, menurun pada penaikan suhu. Suhu juga dipengaruhi sifat fisik air lainnya, viskositas air meningkat dengan menurunnya suhu. Massa jenis maksimum air terjadi pada suhu 4oC, dan massa jenis menurun pada sisi lain suhu tersebut, fenomena unik diantara zat cair.

e. Kekeruhan

Kekeruhan adalah ukuran pada tingkat dimana cahaya diserap atau dihamburkan oleh bahan tersuspensi dalam air. Karena penyerapan dan penghamburan dipengaruhi oleh ukuran dan sifat permukan bahan tersuspensi, kekeruhan bukanlah pengukuran kuantitatif langsung dari bahan tersuspensi. Contohnya, satu batu kerikil kecil dalam gelas air tidak akan menghasilkan kekeruhan. Jika batu ini dihancurkan menjadi beribu partikel kecil ukuran koloid, pengukuran kekeruhan akan dihasilkan, bahkan jika massa zat padat tidak berubah.

Kekeruhan pada air permukaan dihasilkan dari erosi bahan koloid seperti tanah liat, lumpur, pecahan batuan dan oksida logam dari tanah. Serat tanaman dan mikroorganisme juga menghasilkan kekeruhan. Limbah rumah tangga dan industri mengandung berbagai bahan penghasil kekeruhan. Sabun, deterjen dan zat pengemulsi menghasilkan koloid yang stabil yang menghasilkan kekeruhan. Pembuangan limbah dapat meningkatkan kekeruhan air.

Bahan koloid dihubungkan dengan kekeruhan menyediakan tempat penyerapan bahan kimia yang mungkin berbahaya atau menyebabkan rasa dan bau yang tidak diinginkan dan untuk organisme biologi mungkin berbahaya. Desinfeksi air yang keruh sulit karena sifat adsortif beberapa koloid dan karena zat padat sebagian menahan organisme dari desinfeksi.


(25)

Kekeruhan diukur secara potometri dengan penentuan persen cahaya yang diserap atau dihamburkan. Alat pengukuran mula-mula disebut turbidmeter jackson, yang didasarkan pada penyerapan cahaya dan menggunakan tabung panjang dan lilin yang distandarisasi.

Baru-baru ini alat tersebut digantikan dengan turbidimeter dimana bola lampu listrik yang distandarisasi menghasilkan cahaya yang kemudian melalu botol kecil sampel. Pada mode adsorpsi, potometer mengukur intensitas cahaya pada sisi bola yang berlawanan dari sumber cahaya, sedang pada mode penghamburan, potometer mengukur intensitas cahaya pada sudut 90o dari sumber cahaya. Walaupun banyak turbidimeter yang digunakan sekarang bekerja dengan dasar penghamburan, kekeruhan yang disebabkan zat yang hitam (gelap) yang menyerap cahaya daripada memantulkan cahaya akan diukur dengan teknik adsorpsi. Formazin adalah senyawa kimia, menyediakan standar yang lebih reprodusibel daripada SiO2. Pembacaan turbidimeter sekarang ditunjukkan sebagai formazin turbidity unit atau FTU. Istilah nefelometri turbidity unit (NTU) sering digunakan untuk menunjukkan uji dilakukan berdasarkan prinsip penghamburan cahaya.

2.3.2 Parameter Kimia Kualitas Air

Air disebut pelarut universal dan parameter kimia dihubungkan pada kemampuan pelarut air. Total padatan terlarut, alkalinitas, logam, zat organik dan nutrien adalah parameter kimia pada kualitas air.

a. Total Padatan Terlarut

Bahan terlarut dihasilkan dari aksi pelarut dari air pada zat padat, zat cair dan gas. Seperti bahan tersuspensi, zat terlarut mungkin zat organik atau anorganik. Zat


(26)

anorganik yang mungkin terlarut dalam seperti mineral logam dan gas. Air mungkin berhubungan dengan zat ini di atmosfer, permukaan dan dalam tanah. Bahan dari hasil pembusukan tumbuh-tumbuhan, dari bahan organik dan dari gas organik adalah komponen yang umum terlarut dalam air. Kemampuan pelarut dari air membuatnya ideal dimana sampah dapat dibawa dari industri dan rumah tangga.

Banyak zat terlarut yang tidak diinginkan dalam air. Mineral, gas, zat organik yang terlarut mungkin menghasilkan warna, rasa dan bau yang secara estetis tidak menyenangkan. Beberapa zat kimia mungkin bersifat racun, dan beberapa zat organik terlarut bersifat karsinogen. Cukup sering, dua atau lebih zat terlarut khususnya zat terlarut dan anggota golongan halogen akan bergabung membentuk senyawa yang bersifat lebih dapat diterima daripada bentuk tunggalnya.

Tidak semua zat terlarut tidak diinginkan dalam air. Air mempunyai keadaan setimbang berhubungan dengan zat terlarut. Air yang belum jenuh akan bersifat agresif dan akan segera melarutkan zat yang kontak dengannya. Bahan yang dapat segera larut terkadang ditambahkan ke air murni untuk mengurangi kecenderungannya melarutkan pipa-pipa air.

Pengukuran langsung total padatan terlarut dapat dilakukan dengan menguapkan sampel air yang telah disaring untuk menghilangkan padatan tersuspensi. Residu yang tersisa ditimbang dan mewakili total padatan terlarut dalam air. Total padatan terlarut dinyatakan dalam miligram per liter. Analisa yang mendekati untuk total padatan terlarut sekarang dilakukan dengan penentuan konduktifitas listrik dari air. Kemampuan air menghantarkan listrik, dikenal sebagai konduktansi sfesifik, adalah fungsi dari kekuatan ionnya. Konduktansi spesifik diukur dengan konduktometer yang bekerja berdasarkan prinsip jembatan wheatstone. Prosedur


(27)

standar adalah untuk mengukur konduktivitas dalam sentimeter kubik pada suhu 25oC dan menunjukkan hasil dalam milisiemens permeter (mS/m).

b. Alkalinitas

Alkalinitas didefinisikan sebagai jumlah ion-ion dalam air yang akan bereaksi untuk menetralkan ion hidrogen. Alkalinitas adalah pengukuran kemampuan air untuk menetralkan asam.

Unsure pokok alkalinitas dalam sistem perairan termasuk CO32-, HCO3-, OH--, HSiO3-,H2BO3-, HPO42-, H2PO4-, HS- dan NH3. Senyawa-senyawa ini dihasilkan dari pelarutan zat mineral dalam tanah dan atmosfer. Posfat mungkin juga berasal dari deterjen dalam air limbah dan dari pupuk dan insektisida dari pertanian. Hidrogen sulfida dan amoniak mungkin dihasilkan dari dekomposisi mikrobial bahan organik.

Unsur yang paling umum dari alkalinitas adalah bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO3-), dan hidroksida (OH-). Zat-zat ini dapat berasal dari karbondioksida, unsur dari atmosfer dan hasil dekomposisi mikrobial bahan organik. Reaksinya sebagai berikut: CO2 + H2O H2CO3

H2CO3 H+ + HCO3 -HCO3- H+ + CO3 2-CO32- + H2O HCO3- + OH

-Reaksi yang ditunjukkan persamaan diatas adalah reaksi kimia yang lemah. Namun, penggunaan ion bikarbonat sebagai sumber karbon oleh alga dapat menggeser reaksi kekanan dan menghasilkan pengumpulan OH-. Air dengan pertumbuhan alga yang padat sering mempunyai pH tinggi 9-10. Dalam jumlah besar, alkalinitas memberikan rasa pahit pada air. Keberatan utama alkali dalam air adalah reaksi yang dapat terjadi diantara alkalinitas dan kation tertentu dalam air. Pengukuran alkalinitas


(28)

dilakukan dengan pentitrasian air dengan asam. Alkalinitas ditunjukkan dengan miligram per liter CaCO3.

c. Logam

Semua logam terlarut pada tigkat tertentu dalam air. Saat jumlah berlebihan logam menimbulkan bahaya pada kesehatan, hanya logam yang berbahaya dalam jumlah kecil yang dikatakan bersifat toksik; logam-logam lain masuk dalam kelompok nontoksik. Sumber logam dalam perairan termasuk pelarutan endapan dan limbah rumah tangga, industri atau limbah pertanian. Pengukuran logam dalam air biasanya dilakukan dengan spektrofotmeter serapan atom.

Disamping ion kesadahan, kalsium dan magnesium, logam nontoksik lain yang biasa ditemukan dalam air termasuk natrium, besi, mangan, aluminium, tembaga, dan zink. Natrium, logam nontoksik yang umum ditemukan dalam perairan, berlimpah pada kerak bumi dan sangat reaktif dengan unsur lain. Garam natrium sangat larut dalam air. Konsentrasi berlebih menyebabkan rasa pahit pada air dan membahayakan kesehatan pada penderita prnyakit jantung dan ginjal. Natrium juga korosif pada permukaan pipa dan dalam konsentrasi tinggi, toksik bagi tumbuhan.

Besi dan mangan cukup sering dijumpai bersama-sama dan tidak menimbulkan gangguan kesehatan pada konsentrasi yang biasa terdapat pada air. Besi dan mangan dalam jumlah kecil menyebabkan masalah warna. Beberapa bakteri menggunakan senyawa besi dan mangan untuk sumber energi, dan hasil pertumbuhan lumpur dapat menyebabkan masalah rasa dan bau.

Logam yang bersifat toksik berbahaya bagi manusia dan organisme lainnya dalam jumlah kecil. Logam yang bersifat toksik dapat terlarut dalam air termasuk arsen, barium, kromium, kadmium, timbal, merkuri dan perak. Penumpukan toksin


(29)

seperti arsen, kadmmmium, timbal dan merkuri terutama sekali berbahaya. Logam toksik ada hanya dalam jumlah kecil dalam perairan. Sumber semua logam yang ada dapat berasal dari pertambangan, industri atau pertanian.

d. Zat Organik

Banyak bahan organik larut dalam air. Zat organik dalam perairan berasal dari sumber alami atau hasil dari aktifitas manusia. Sebagian besar zat organik alami terdiri dari hasil pembusukan padatan zat organik, sedang zat organik sintetik biasa hasil pembuatan dari limbah pertanian. Zat organik dalam air biasa dibagi dalam dua kategori: biodegradabel dan nonbiodegradabel.

Bahan biodegradabel terdiri dari zat organik yang dapat digunakan untuk makanan oleh mikroorganisme. Dalam bentuk terlarut, bahan-bahan ini biasanya terdiri dari pati, lemak, protein, alkohol, asam, aldehid dan ester.

Beberapa bahan organik tahan terhadap degradasi biologi. Tanin dan lignin, selulosa dan fenol sering ditemukan dalam perairan. Unsur-unsur ini dari kayu tumbuhan yang terbiodegradasi secara perlahan. Molekul dengan ikatan yang kuat (polisakarida) dan struktur cincin (benzen) pada dasarnya nonbiodegradable. Contoh senyawa detergen alkil benzen sulfonat (ABS) yang dengan cincin benzennya tidak dapat terbiodegradasi. Menjadi surfaktan, ABS menyebabkan buih dan busa pada pengolahan limbah dan menigkatkan kekeruhan. Beberapa zat organik nonbiodegradabel toksik bagi organisme. Termasuk pestisida, bahan kimia industri dan senyawa hidrokarbon yang bergabung dengan klorin.


(30)

2.4.3 Parameter Biologi Kualitas Air

Air menjadi media bagi beribu-ribu spesies biologi. Organisme air beragam ukurannya dan kompleks dari yang paling kecil mikroorganisme bersel satu hingga yang paling besar ikan. Semua anggota komunitas biologi pada berbagai tingkat, parameter kualitas air, karena ada tidaknya menunjukkan sifat badan air. Makhluk hidup tertentu dapat digunakan menjadi indikator adanya pencemar.

- Patogen

Dari pandangan kegunaan manusia dan konsumsi, organisme biologi yang paling penting di air adalah patogen, organisme ini mampu menularkan atau menyebarkan penyakit pada manusia. Organisme ini tidak berasal dari sistem perairan dan biasanya membutuhkan inang (hewan) untuk pertumbuhan dan reproduksi. Mereka dapat disebarkan oleh perairan menjadi anggota komunitas air untuk sementara. Banyak spesies patogen dapat bertahan dalam air dan mempertahankan kemampuan penularan untuk waktu yang signifikan. Patogen ini adalah bakteri, virus, protozoa dan cacing (yang bersifat parasit).

a.Bakteri

Kata bakteri berasal dari bahasa yunani yang berarti batang, ukuran khas sebagian besar bakteri. Bakteri adalah mikroorganisme bersel satu biasanya tidak berwarna, merupakan bentuk terendah kehidupan yang dapat mensintesis protoplasma dari lingkungan sekitar. Disamping ukuran batang (basil), bakteri juga berbentuk bulat (coccus) atau spiral (spirilla). Gangguan perut adalah gejala untuk penyakit yang ditularkan bakteri patogen.

Kolera adalah penyakit yang ditularkan Vibrio comma, menyebabkan muntah-muntah dan diare, tanpa pengobatan, menyebabkan dehidrasi dan kematian. Gejala


(31)

tifus, penyakit yang ditularkan patogen Salmonella typhosa, menyebabkan gangguan perut, demam tinggi, kerusakan usus dan mungkin kerusakan saraf.

b. Virus

Virus adalah struktur biologi terkecil yang diketahui mengandung semua informasi genetik yang dibutuhkan untuk reproduksinya. Sangat kecil sehingga hanya dapat dilihat dengan bantuan mikroskop elektron, virus adalah parasit obligat yang membutuhkan inang untuk hidup. Gejala yang berhubungan dengan infeksi virus biasanya melibatkan gangguan sistem saraf daripada perut. Patogen virus diketahui menyebabkan poliomelitis dan hepatitis.

c. Protozoa

Bentuk terendah dari kehidupan hewan, protozoa adalah organisme uniselular yang lebih sempurna aktifitas fungsionalnya daripada bakteri dan virus. Mereka sempurna, organisme yang dapat hidup bebas atau bersifat parasit, patogen dan nonpatogen, mikroskopik atau makroskopik. Dapat menyesuaikan diri, protozoa tersebar luas diperairan, walaupun hanya sedikit protozoa air yang patogen.

Infeksi protozoa biasanya bersifat gangguan perut yang lebih ringan daripada yang disebabkan bakteri.

d. Cacing

Siklus hidup cacing atau cacing yang bersifat parasit, sering melibatkan dua atau lebih inang, salah satunya mungkin manusia, atau pencemaran air dapat dihasilkan dari kotoran manusia atau hewan yang mengandung cacing. Kontaminasi juga melalui spesies air dari inang lain seperti keong dan serangga. Saat sistem perairan dapat menjadi kendaraan untuk menyebarkan cacing patogen, metode pengolahan air modern sangat efektif memusnahkan organisme ini (Peavy,1985).


(32)

2.5 Koagulasi

Koagulan ditambahkan pada air untuk membantu penghilangan partikel halus atau koloid yang mebutuhkan aglomerasi sebelum dapat dihilangkan secara efektif dengan pengendapan dan penyaringan. Koagulasi berarti penggumpalan atau pembentukan flok dari partikel yang lebih kecil menjadi lebih besar. Dalam pengolahan air, istilah ini biasanya digunakan untuk semua proses yang berlangsung dari penambahan bahan kimia hingga pembentukan flok.

Yang paling penting dari proses ini adalah pembentukan endapan koloid, netralisasi muatan partikel koloid, flokulasipartikel dengan gerakan brown diikuti pengadukan dan penyrapan oleh flok dalam air. Dalam banyak kasus, flok dibentuk dari pengendapan bahan kimia yang ditambahkan dengan interaksi atau dengan reaksi dengan komponen terlarut air. Dalam beberapa hal, bagaimanapun, flok dihasilkan oleh koagulasi partikel koloid. Seperti bahan dari tanaman yang berwarna, yang sudah ada dalam air. Sebagian proses pelunakan air terdiri dari koagulasi, sebab endapan dibentuk pada penghilangan kesadahan harus diflokulasi sebelum dapat dihilangkan dari air (Davis, 1952).

2.5.1 Mekanisme Pembentukan Flok

Air yang keruh mengandung zat padat terlarut, terendap dan koloid yang bermuatan listrik. Muatan menyebabkan pembentukan lapisan ganda listrik, dan kestabilan sistem koloid yang tidak dapat dipungkiri oleh gaya tolak yang ada pada interaksi diantara lapisan ganda.

Segera setelah penamabahan aluminium atau besi keair, reaksi dengan air dan ion lain terjadi, menghasilkan senyawa multi positif hidrokso dan polinuklear. Koagulan dengan cepat diserap pada permukaan partikel-partikel kekeruhan, yang


(33)

ditutupi dengan koagulan. Tarikan elektrostatik diantara partikel bermuatan negatif dan bermuatan positif menghidrolisis hasil menambah endapan. Hasilnya muatan listrik pada partikel berkurang. Bergantung pada pH dan dosis koagulan, muatan pada partikel diukur oleh zeta potensial yang beragam dari negatif ke netral ke positif. Sekarang suspensi dianggap destabil dan proses flokulasi, dimana partikel dapat bergumpal keukuran terendap, dapat dihasilkan tanpa penghalang. Pengadukan meningkatkan tumbukan, dan karena partikel sekarang telah didestabilkan, tiap tumbukan menghasilkan penyatuan yang tetap.

Disamping proses diatas, yang bergenatung pada gaya elektrostatik untuk adsorpsi dan penarikan, ada proses fisik atau mekanik yang dapat terjadi bersamaan. Dibawah kondisi yang tepat untuk koagulasi, dan bahkan kurangnya kekeruhan, koagulan akan menghidrolisa dan membentuk massa yang makin besar dari flok. Pada proses pembentukan ini dan selama flok terendap ketika ukuran yang cukup dicapai, flok juga secara fisik menangkap partikel kekeruhan ketika terendap. Metode elektrostatik dan penangkapan, dalam sistem koagulasi dan flokulasi, memiliki peranan penting (Cohen, 1971).

2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi koagulasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi koagulasi adalah : 1. Pengaruh pH

Proses koagulasi pada pengolahan air menunjukkan pH adalah variabel yang penting yang harus dipertimbangkan. Tingkat pH dipengaruhi oleh jenis koagulan yang digunakan dan komposisi air serta konsentrasi koagulan. Koagulasi akan terjadi pada konsentrasi pH optimum. Kegagalan pelaksanaan pada daerah pH optimum akan memboroskan bahan kimia dan menggambarkan kualitas yang rendah dari efluen


(34)

pengolahan air. Untuk air tertentu dibutuhkan pengaturan pH dengan asam, kapur, soda abu, dll., untuk memperoleh kondisi yang tepat.

2. Pengaruh Garam

Air tidak pernah murni tapi larutan encer garam anorganik dengan beragam konsentrasi dan komposisi. Pengaruh garam pada proses koagulasi menunjukkan pengaruh penting, bergantung pada ion spesifik dan konsnterasinya. Pengaruh dasar adanya ion teretentu adalah untuk mengubah (1) pH optimum koagulan, (2) waktu untuk flokulasi, (3) dosis optimum koagulan dan (4) residu koagulan diefluen.

3. Pengaruh Kekeruhan

Kekeruhan juga harus dipertimbangkan. Seperti dijelaskan sebelumnnya, kekeruhan pada air permukaan sebagian besar terdiri dari lumpur dan partikel mineral lainnya. Ukuran partikel ini sekitar 0,2 hingga 0,5 μ, yang menempatkannya diatas ukuran koloid sejati dan pada ukuran dimana akan terendap oleh gravitasi pada waktu tertentu. Perumusan berikut dapat dibuat sehubungan dengan kekeruhan :

a. Koagulan yang minimum harus ditambahkan untuk kekeruhan karena tanah liat agar tersedia pengumpulan dari berat flok

b. Koagulan tambahan (coagulant aids) dibutuhkan pada kekeruhan tinggi, tapi dosis koagulan tidak akan meningkat secara linier dengan meningkatnya kekeruhan

c. Kekeruhan yang sangat tinggi membutuhkan dosis koagulan yang sedikit karena terjadi tumbukan yang tinggi, untuk alasan yang sama kekeruhan yang sangat rendah sering lebih sulit untuk koagualasi

d. Zat organik sering diserap tanah liat dari air, tidak meningkatkan penggunaan koagulan.


(35)

4. Pengaruh koagulan

Salah satu faktor yang mempengaruhi koagulasi adalah pemilihan koagulan. Alum adalah koagulan yang sering digunakan, garam besi dapat digunakan dimana memiliki kelebihan daripada alum. Kelebihannya adalah bekerja pada range pH yang luas, dapat juga untuk penghilang warna. Pemilihan koagulan untuk digunakan akan didasarkan pada perbandingan percobaan, dengan pilihan akhir dipengaruhi ekonomi. 5. Pengaruh Faktor Fisik

Saat suhu air menurun, viskositas air meningkat dan kecepatan flok mengendap menurun. Penurunan suhu diketahui menurunkan kecepatan reaksi kimia, pH optimum menurun dengan menurunnya suhu.

6. Pengaruh Pengadukan

Pengadukan cepat penting untuk menyeragamkan penyebaran koagulan dan meningkatkan tumbukan partikel koagulan dengan partikel kekeruhan. Kondisi ini harus dipertahankan selama 30 sampai 60 detik, akhirnya koagulan dihidrolisa dan diserap partikel kekeruhan. Tahap kedua adalah pengadukan lambat, dimana terjadi pertumbuah flok dan juga meningkatkan jumlah dan kesempatan partikel bertumbukan. Proses ini disebut flokulasi, waktunya biasa 30 hingga 60 menit, cukup menghasilkan flok yang akan mengendap dalam waktu yang tidak terlalu lama.

2.5.3 Jar Test

Koagulasi bukanlah ilmu pasti, walaupun perkembangan baru-baru ini menjelaskan mekanisme prosesnya. Pemilihan dosis optimum koagulan ditentukan secara percobaan dengan jar test. Jar test menggunakan enam wadah 1L yang bentuk dan ukurannya sama. Biasanya enam jar digunakan dengan alat pengaduk yang secara simultan mengaduk isi tiap jar dengan kekuatan yang sama. Hasil uji digunakan untuk


(36)

menghitung jenis dan jumlah koagulan yang dibutuhkan dalam pengolahan air. Jar test juga menggambarkan mekanisme koagulasi (Peavy, 1985).

2.6 Kapur

Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2. Kalsium hidroksida dapat berupa kristal tak berwarna atau bubuk putih. Kalsium hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air. Senyawa ini juga dapat dihasilkan dalam bentuk endapan melalui pencampuran larutan kalsium klorida (CaCl2) dengan larutan natrium hidroksida (NaOH).

Dalam bahasa inggris, kalsium hidroksida juga dinamakan slaked lime, atau

hydrated lime (kapur yang di-airkan). Nama mineral Ca(OH)2 adalah portlandite, karena senyawa ini dihasilkan melalui pencampuran air dengan semen portland.Suspensi partikel halus kalsium hidroksida dalam air disebut juga milk of

lime (Bahasa Inggris:milk=susu, lime=kapur). Larutan Ca(OH)2 disebut air kapur dan merupakan basa dengan kekuatan sedang. Larutan tersebut bereaksi hebat dengan berbagai asam, dan bereaksi dengan banyak logam dengan adanya air. Larutan tersebut menjadi keruh bila dilewatkan karbon dioksida, karena mengendapnya kalsium karbonat. Pada 512°C, kalsium hidroksida terurai menjadi kalsium oksida dan air. Karena kekuatan sifat basanya, kalsium hidroksida banyak digunakan sebagai flokulan pada air, pengolahan limbah, serta pengolahan tanah asam (www.wikipedia.com).


(37)

Alkali ditambahkan ke air untuk mengatur pH untuk koagulasi optimum. Alkali yang digunakan untuk meningkatkam pH adalah kapur, natrium hidroksida, dan soda abu. Kapur terhidrasi dengan sekitar 70% CaO, cocok untuk pemberian kering tapi harganya lebih dari quicklime,95% CaO. Quicklime harus dicampur dengan air dan diberi sebagai air kapur. Soda abu adalah 98% natrium karbonat dan dapat diberi kering tetapi harganya lebih mahal dari kapur (Viessman, 1985).

Bila air tidak mengandung alkalinitas yang diperlukan maka mungkin perlu ditambahkan kapur (CaO) atau abu soda (Na2CO3) disamping alum untuk memperoleh flokulasi yang tepat. Silika yang diaktifkan kadang-kadang ditambahkan ke air untuk menjadi inti bagi pembentukan flok (Linsley, 1991).

2.6 Poli Aluminium Klorida (PAC)

Senyawa Al yang lain yang penting untuk koagulasi adalah Poli Aluminium Klorida (PAC) yang dapat dihasilkan dari hidrolisa parsial dari aluminium klorida. PAC adalah suatu persenyawaan anorganik komplek, ion hidroksil serta ion aluminium bertarap klorinasi yang berlainan sebagai pembentuk polinuklear mempunyai rumus umum Alm(OH)nCl(3m-n). Keunggulan yang dimiliki PAC dibanding koagulan lain adalah PAC tidak menjadi keruh bila pemakaiannya berlebihan, sedangkan koagulan yang lain (seperti aluminium sulfat, besi klorida dan fero sulfat) bila dosis berlebihan bagi air yang mempunyai kekeruhan yang rendah akan bertambah keruh. Jika digambarkan dengan suatu grafik untuk PAC adalah membentuk garis linier artinya jika dosis berlebihan maka akan didapatkan hasil kekeruhan yang relatif sama dengan dosis optimum sehingga penghematan bahan kimia dapat dilakukan. (www.smk3ae.wordpress.com).


(38)

Poli aluminium klorida sangat larut dalam air dan mempunyai adsortifitas yang cukup kuat, banyak reaksi fisika dan kimia seperti pengendapan, adsorpsi, penggumpalan dan kimia listrik terjadi selama proses hidrolisa. Hasil ini terutama digunakan dalam penjernihan air minum dan pengolahan limbah industri seperti bahan radioaktif, timbal (Pb2+), kromat (Cr3+) logam berat yang sangat bersifat racun dan fluorida. Selanjutnya, PAC juga digunakan secara luas pada pembuatan kertas, penyamakan dan bidang lainnya (www.yatai.cn).

2.7 Derajat Keasaman

Air (H2O) berdisosiasi menghasilkan ion hidrogen sebanding dengan 10-7 mol perliter. Karena air menghasilkan satu ion hidroksil (basa) untuk tiap ion hidrogen (asam), air murni dianggap netral.

H2O H+ + OH

-Keasaman air dihubungkan pada konsentrasi ion hidrogen dalam larutan air dengan menggunakan simbol pH, pH netral adalah 7 (Hammer, 1986).

pH merupakan istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu larutan. pH juga cara untuk menyatakan konsentrasi ion H+. Dalam penyediaan air, pH merupakan satu faktor yang harus dipertimbangkan mengingat bahwa derajat keasaman dari air akan sangat mempengaruhi aktivitas pengolahan yang akan dilakukan, misalnya dalam melakukan koagulasi kimiawi, desinfeksi, pelunakan air dan dalam pencegahan korosi. Yang sangat penting untuk diketahui yakni bahwa konsentrasi ion OH- suatu larutan tak akan dapat diturunkan sampai nol, bagaimanapun asamnya larutan, dan bahwa konsentrasi H+ tak akan dapat diturunkan sampai nol, bagaimanapun basanya larutan.


(39)

Pengaruh yang menyangkut aspek kesehatan dari penyimpangan standar kualitas air minum dalam hal pH ini yakni bahwa pH yang lebih kecil dari 6,5 dan lebih besar dari 9,2 akan dapat menyebabkan korosi pada pipa-pipa air, dan dapat menyebabkan beberapa senyawa kimia berubah menjadi racun yang mengganggu kesehatan (Sutrisno, 2004).


(40)

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat

- Jar tes Flocculator SW 6 - Beaker glass 1L

- Erlenmeyer 250mL - Pipet volume 1mL - Pipet volume 10mL - Pipet volume 100mL

- pH meter dan TDS meter Hach Sension 378 - Turbidimeter Orbeco Hellige Infrared

3.1.2 Bahan

- Sampel air dari Sumur 4

- PAC (Polialuminium klorida) 10% - Kapur (Ca(OH)2 1%

- Akuades

3.2 Prosedur

- Diambil sampel dari pipa air sumur 4 sebanyak 10 liter

- Disediakan 4 buah beaker glass, lalu masing-masing diberi tanda


(41)

- Diisi keempat beaker glass dengan sampel masing-masing sebanyak 1liter, dimana sebelumnya diperiksa terlebih dahulu pH, kekeruhan dan total padatan terlarut dari sampel

- Kemudian beaker glass disusun pada peralatan jar-tes dan kemudian agitator diturunkan

- Ditambahkan larutan kapur yang telah disediakan dengan variasi volume 4mL, 5mL, 6mL dan 7mL

- Ditambahkan larutan PAC sebanyak 0,5ml pada masing-masing beaker glass

- Diatur waktu dan kecepatan putaran agitator pada jar-tes dengan kecepatan 250 rpm selama 15 menit, kemudian dihidupkan jar-tes dengan menekan tombol ON

- Setelah 15 menit dihentikan putaran agitator dengan menekan tombol OFF

- Didiamkan selama sekitar 20 menit agar flok-flok yang telah terbentuk turun kebawah dan mengendap


(42)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Percobaan

N o Air Sumur (Liter) Kapur (1%) (ml) PAC (10%) (ml)

Sebelum penambahan Sesudah penambahan pH Kekeruhan

(NTU)

TDS (mg/L)

pH Kekeruhan (NTU)

TDS (mg/L) 1 1 4 0,5 7,15 8,61 117,4 6,79 0,17 143,4 2 1 5 0,5 7,15 8,61 117,4 7,36 0,26 140 3 1 6 0,5 7,15 8,61 117,4 7,47 0,18 144,6 4 1 7 0,5 7,15 8,61 117,4 7,68 0,24 146,8

4.2 Perhitungan

Flow rate air baku = 42 m3/jam = 42000 L/jam Dosis optimum kapur = 4ml

= 0,004L

Kebutuhan kapur = 0,004L x 42000 L/jam = 168 L/jam

Dosis PAC = 0,5ml = 0,0005L

Kebutuhan PAC = 0,0005L x 42000L/jam = 21L/jam


(43)

Dari hasil percobaan yang dilakukan terhadap pengaruh penambahan kapur terhadap perubahan pH, kekeruhan dan total padatan terlarut pada proses pengolahan air di PT.Coca-Cola Bottling Indinesia Unit Medan dapat dilihat dari data bahwa dengan penambahan volume kapur sebanyak 4ml terjadi perubahan pH dari 7,15 menjadi 6,79; kekeruhan dari 8,61 NTU menjadi 0,17NTU dan total padatan terlarut dari 117,4 menjadi 143,4 mg/L. Volume kapur 4ml adalah volum optimum penggunaan kapur untuk kondisi ini karena dengan volume sebesar ini dihasilkan air yang memenuhi standar yang telah ditetapkan.

Kapur digunakan untuk mengatur pH agar pH optimum koagulasi tercapai. Kapur juga berguna sebagai zat tambahan (penolong) koagulan dimana kapur dapat memberatkan flok yang terbentuk sehingga dapat segera mengendap setelah flok terbentuk. Juga menyediakan alkalinitas dalam air yang akan bereaksi dengan ion H+ yang dilepaskan dari reaksi koagulan PAC sehingga diperoleh pH air yang stabil setelah proses koagulasi flokulasi dan terpenuhi standard yang telah ditetapkan.


(44)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Volum optimum kapur yang dibutuhkan agar diperoleh pH, kekeruhan dan total padatan terlarut yang sesuai standar di PT.Coca-Cola Bottling Indinesia Unit Medan adalah 4ml dimana terjadi perubahan :

 pH : 7,15 – 6,79

 kekeruhan : 8,61 NTU – 0,17 NTU

 total padatan terlarut : 117,4 – 143,4

2. Dari hasil percobaan yang dilakukan dengan penambahan kapur sebanyak 4 ml untuk 1 L air baku telah memenuhi standar kualitas air yang ditetapkan oleh PT.Coca-Cola Bottling Indonesia Unit Medan (standar kualitas air dapat dilihat pada lampiran 1).

5.2 Saran

Sebaiknya analisa terhadap air baku (treated water) dilakukan secara rutin sehingga kualitas air baku tetap terjaga dan memenuhi standar mutu air untuk memproduksi minuman sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh PT.Coca-Cola Bottling Indonesia Unit Medan.


(45)

DAFTAR PUSTAKA

Cohen, J.M. 1971. Water Quality And Treatment. Third Edition. New York : McGraw-Hill Book Company.

Davis, C.V. 1952. Handbook Of Applied Hidraulics. Second Edition. New York : McGraw-Hill Book Company.

Effendi. 2004. Telaah Kualitas Air. Surabaya : Penerbit Kanisius.

Hammer, M.J. 1986. Water And Wastewater Technology. Second Edition. New York: John Wiley and Sons.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kapur. Diakses tanggal 7 April, 2010.

http://smk3ae.wordpress.com/2008/05/bahan-kimia-penjernih-air-koagulan/. Diakses tanggal 7 April, 2010.

http://www.yatai.cn/poly-aluminium chloride (PAC).htm. Diakses tanggal 7 April, 2010.

Linsley, R.K. 1991. Teknik Sumber Daya Air. Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Peavy, H.S. 1985. Environmental Engineering. New York : McGraw-Hill Book Company.

Sutrisno, T. 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta : Rineka Cipta.

Slamet, J.S. 2002. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Viessman, W. 1985. Water Supply And Pollution Control. Fourth Edition. New York : Harper and Row Publishers.


(46)

Lampiran 1 : Standar Analisa Air di PT.Coca-Cola Bottling Indonesia

PARAMETER STANDAR

Rasa Tidak ada rasa asing Bau Tidak ada bau asing Penampakan Jernih/Tidak keruh

pH 6,5 – 7,5

Turbidity < 0,5 NTU TDS < 500 mg/l Free Clorin 1 – 3 mg/l Total hardness < 100 mg/l m-Alkalinitas < 85 mg/l


(47)

Lampiran 2 : Diagram Alir Pengolahan Air Treated Water

INPUT PRO SES O UT PUT

Proses Stil DISTRIBUSI TO -Frestea Proses (Inc. Extraction) -CIP Proses DISTRIBUSI TO -Sparkling Proses -Making Syrup -CIP Proses INCOMING AUXILLARY STORAGE H2SO4 ( 3,5 – 4 % )

PAC 6000 – 7500 ppm

Ca(OH)2 300 – 5000D

CaOCL 5 – 10%

NaCl DEEP WELL DEGASIFIER FLOCCULATOR SAND FILTER STORAGE TANK HIDROPHORE BUFFER TANK CARBON FILTER BAG FILTER ( 1 MIKRON )

CARBON FILTER

RESIN FILTER

BAG FILTER ( 1 MIKRON )


(48)

(49)

(1)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

1. Volum optimum kapur yang dibutuhkan agar diperoleh pH, kekeruhan dan total padatan terlarut yang sesuai standar di PT.Coca-Cola Bottling Indinesia Unit Medan adalah 4ml dimana terjadi perubahan :

 pH : 7,15 – 6,79

 kekeruhan : 8,61 NTU – 0,17 NTU  total padatan terlarut : 117,4 – 143,4

2. Dari hasil percobaan yang dilakukan dengan penambahan kapur sebanyak 4 ml untuk 1 L air baku telah memenuhi standar kualitas air yang ditetapkan oleh PT.Coca-Cola Bottling Indonesia Unit Medan (standar kualitas air dapat dilihat pada lampiran 1).

5.2 Saran

Sebaiknya analisa terhadap air baku (treated water) dilakukan secara rutin sehingga kualitas air baku tetap terjaga dan memenuhi standar mutu air untuk memproduksi minuman sesuai dengan yang telah ditetapkan oleh PT.Coca-Cola Bottling Indonesia Unit Medan.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Cohen, J.M. 1971. Water Quality And Treatment. Third Edition. New York : McGraw-Hill Book Company.

Davis, C.V. 1952. Handbook Of Applied Hidraulics. Second Edition. New York : McGraw-Hill Book Company.

Effendi. 2004. Telaah Kualitas Air. Surabaya : Penerbit Kanisius.

Hammer, M.J. 1986. Water And Wastewater Technology. Second Edition. New York: John Wiley and Sons.

http://id.wikipedia.org/wiki/Kapur. Diakses tanggal 7 April, 2010.

http://smk3ae.wordpress.com/2008/05/bahan-kimia-penjernih-air-koagulan/. Diakses tanggal 7 April, 2010.

http://www.yatai.cn/poly-aluminium chloride (PAC).htm. Diakses tanggal 7 April, 2010.

Linsley, R.K. 1991. Teknik Sumber Daya Air. Jilid 2. Jakarta : Erlangga.

Peavy, H.S. 1985. Environmental Engineering. New York : McGraw-Hill Book Company.

Sutrisno, T. 2004. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Jakarta : Rineka Cipta.

Slamet, J.S. 2002. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Viessman, W. 1985. Water Supply And Pollution Control. Fourth Edition. New York : Harper and Row Publishers.


(3)

Lampiran 1 : Standar Analisa Air di PT.Coca-Cola Bottling Indonesia

PARAMETER STANDAR

Rasa Tidak ada rasa asing

Bau Tidak ada bau asing

Penampakan Jernih/Tidak keruh

pH 6,5 – 7,5

Turbidity < 0,5 NTU

TDS < 500 mg/l

Free Clorin 1 – 3 mg/l

Total hardness < 100 mg/l


(4)

Lampiran 2 : Diagram Alir Pengolahan Air Treated Water

INPUT PRO SES O UT PUT

Proses Stil DISTRIBUSI TO -Frestea Proses (Inc. Extraction) -CIP Proses DISTRIBUSI TO -Sparkling Proses -Making Syrup INCOMING AUXILLARY STORAGE H2SO4

( 3,5 – 4 % )

PAC 6000 – 7500 ppm

Ca(OH)2

300 – 5000D

CaOCL 5 – 10%

NaCl DEEP WELL DEGASIFIER FLOCCULATOR SAND FILTER STORAGE TANK HIDROPHORE BUFFER TANK CARBON FILTER BAG FILTER ( 1 MIKRON )

CARBON FILTER

RESIN FILTER

BAG FILTER ( 1 MIKRON )


(5)

(6)