Analisa Metode-Metode Perencanaan Perkerasan Struktural Runway Bandar Udara

(1)

ANALISA METODE-METODE PERENCANAAN

PERKERASAN STRUKTURAL RUNWAY BANDAR UDARA

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas – Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh

Ujian Sarjana Teknik Sipil

Disusun Oleh :

MUHAMMAD YUSUF

040404078

BIDANG STUDI TRANSPORTASI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2010


(2)

ABSTRAK

Metode perencanaan perkerasan struktural pada landasan pacu bandar udara yang umum digunakan adalah metode US Corporation Of Engineer yang lebih dikenal dengan metode CBR, metode FAA (Federal Aviation Administration), metode LCN (Load Classification Number) dari Inggris, metode Asphalt Institute dan metode Canadian Departement Of Transportation. Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk menganalisa kelebihan dan kekurangan masing-masing metode yang digunakan, sehingga dapat dilakukan suatu evaluasi metode perencanaan perkerasan struktural yang sesuai kebutuhan perencanaan.

Perencanaan untuk lapisan struktural landasan pacu menggunakan metode FAA (Federal Agency Administration), CBR (California Bearing Ratio) dan LCN (Load Classification Number). Berdasarkan hasil analisis dari metode-metode perencanaan struktur perkerasan lentur yang digunakan diperoleh bahwa metode CBR dan FAA memiliki tebal lapisan pondasi bawah yang sama besar, yaitu sebesar 18 cm, sedangkan untuk metode CBR dan LCN memiliki tebal lapisan pondasi yang sama besar, yaitu sebesar 41 cm. Untuk tebal lapisan permukaan yang paling besar dihasilkan dengan menggunakan metode LCN, yaitu sebesar 33 cm.

Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan pada perencanaan struktural runway bandar udara dengan metode CBR, FAA dan LCN didapat bahwa hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode LCN menghasilkan tebal paling besar, hal ini disebabkan karena prosedur pada metode ini hanya memperhitungkan repetisi beban yang diakibatkan oleh pesawat rencana saja, tanpa mempertimbangkan repetisi beban yang diakibatkan oleh keseluruhan lalu-lintas pesawat. Metode-metode yang digunakan masing Metode-metode yang digunakan. Untuk Metode-metode CBR memiliki kekurangan dalam hal memperhitungkan repetisi beban yang diakibatkan oleh pesawat rencana geometrik roda pendaratan pesawat dan beban roda tiap pesawat, tetapi metode ini juga memiliki kelebihan dalam hal prosedur test untuk subgrade dan komponen-komponen perkerasan lainnya yang begitu sederhana serta sesuai untuk berbagai jenis kondisi lapangan dengan test-test lapisan tanah yang sederhana dan dalam waktu yang relatif singkat. Metode FAA memiliki kekurangan dalam hal memperhitungkan investigasi kekuatan daya dukung tanah dasar dimana metode ini hanya memperhitungkan statistik perbandingan kondisi lokal dari tanah yang dihadapi di lapangan sedangkan kelebihan metode ini adalah tentang analisa statistik perbandingan kondisi lokal dari tanah dimana metode ini memberikan gambaran secara lengkap dan detail mengenai kondisi dan jenis-jenis tanah yang akan di hadapi di lapangan serta metode ini cocok dipakai untuk segala cuaca dan berbagai kelas tanah yang ada di lapangan. Metode LCN memiliki kekurangan dalam hal memperhitungkan kondisi daya dukung tanah dan jenis tanah yang akan digunakan dalam perencanaan perkerasan serta tidak menguraikan secara detail tentang jenis tanah dan kondisi tanah yang dihadapi di lapangan sedangkan kelebihan metode ini adalah perhitungan tebal lapisan perkerasan yang begitu sederhana yang hanya membutuhkan data-data yang tidak terlalu rumit untuk dianalisa serta sangat memperhitungkan garis kontak area dari pesawat karena hal tersebut berpengaruh dalam hal memberikan gambaran tentang sejauh mana suatu perkerasan dapat memikul beban roda pesawat, metode ini sangat sesuai untuk perencanaan perkerasan khususnya jenis pesawat ringan.


(3)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan Rahmat dan Inayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir ini yang merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar sarjana Teknik dari Universitas Sumatera Utara. Adapun judul Tugas Akhir ini adalah :

“ANALISA METODE-METODE PERENCANAAN PERKERASAN

STRUKTURAL RUNWAY BANDAR UDARA”

Pada kesempatan ini, dengan rasa yang tulus dan ikhlas penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah memberikan doa, kasih sayang dan materil yang senantiasa mengalir tanpa batas selama kuliah dan proses penyelesaian Tugas Akhir ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ir. Teruna Jaya, M.Sc, selaku Sekretaris Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Ir. Zulkarnain A. Muis, M.Eng.Sc, selaku Kordinator tugas akhir bidang studi Transportasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Yusandy Aswad, ST, MT, selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran dan bimbingan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini.


(4)

5. Bapak Ir. Indra Jaya Pandia, Bapak Irwan Suranta Sembiring, ST, MT dan Bapak Ir. Joni Harianto, selaku pembanding yang telah memberi kritik, saran dan masukan dalam penyusunan Tugas Akhir ini.

6. Bapak dan Ibu Staf pengajar, yang telah membimbimg dan mendidik selama masa studi pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh Pegawai Administrasi ( Bg Amin, Bg Edi, Bg Zul, Bg Budi, Bg Mail, Bg Nawi, Bg Bandi, Kak Dina, Kak Linche dan pegawai lainnya ) yang telah memberikan bantuan dan motivasi yang tiada henti bagi saya.

8. Teristimewa, penulis mengucapkan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda L. Nasution dan ibunda M. Tanjung serta Ibunda R. Tanjung atas seluruh bantuan, dukungan , do’a dan pengertiannya yang tak terhingga kepada penulis selama ini.

9. Kakak dan adik-adik saya yang sangat saya sayangi ( Kak Laila, Ijah, Fauziah, Manaf, Karim, Jamal, Tika, Fikri, Halim dan Aini ) serta semua anggota keluarga dan kerabat yang selalu memberi dukungannya dalam bentuk do’a dan motivasi selama ini kepada saya.

10.Untuk seluruh keluarga saya di Medan, Uakanda Basyri Nasution, abanganda Rahmat Saleh Nasution, Bg Akhir, Bang Haris, Kak Mega, Kak Yanti dan keluarga lainnya yang tak bisa saya sebutkan satu persatu namanya disini. 11.Rekan-rekan saya seperjuangan di Departemen Teknik Sipil khusus angkatan

2004 ( Soleman, Rangga, Ani, Erick, Acha, Amek, Benny 05, Ichal, Indra, Swadaya 05, Nando, Helmi, Samuel dan rekan-rekan lainnya yang tak bisa saya sebutkan satu persatu namanya disini ).


(5)

12.Rekan-rekan saya seperjuangan di kampung dan di Gang Taqwa khususnya Cabank, Syukron, Mila, Dahlia, Yenny, Sobar, Basid, Raja Oloan, Edward dan yang lainnya atas dukungannya dalam bentuk do’a dan motivasi selama ini kepada saya.

13.Para abang dan kakak-kakak senior serta adik-adik junior Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

14.Kepada semua pihak yang telah membantu penulisan tugas akhir ini, yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, saya mengucapkan terima kasih.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini masih terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, baik penulisan maupun pembahasan oleh karena keterbatasan, pengalaman dan refrensi yang dimiliki. Untuk itu penulis sangat mengharapkan saran-saran dan kritik demi perbaikan masa mendatang.

Akhir kata semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya pada bidang teknik sipil, Wassalam.

Medan, Agustus 2010 Hormat Saya,

Muhammad Yusuf 04 0404 078


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... .. x

DAPTAR TABEL...xi

DAPTAR GRAFIK...xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1. Umum ... 1

I.2. Latar Belakang ... 2

I.3. Maksud dan Tujuan ... 3

I.4. Metodologi Pembahasan ... 4

I.5. Sistematika Penulisan ... 4

BAB II STUDI PUSTAKA ... ...7

2.1. Pendahuluan ... ...7

2.2. Fasilitas Pendukung Bandar Udara ... ...9

2.3. Konfigurasi Bandar Udara...13

2.3.1. Landasan Pacu...13

2.3.1.1. Landasan Pacu Tunggal...15

2.3.1.2. Landasan Pacu Pararel...15

2.3.1.3. Landasan Pacu Dua Jalur...15

2.3.1.4. Landasan Pacu yang Berpotongan...16


(7)

2.3.2. Landasan Hubung...16

2.3.3. Apron Tunggu...16

2.4. Karakteristik Pesawat Terbang...17

2.5. Geometrik Landasan Pacu...20

2.6. Struktur Perkerasan Landasan Pacu...24

2.6.1. Stuktur Perkerasan Lentur...25

2.6.2. Stuktur Perkerasan Kaku...28

2.7. Sistem Drainase Bandar Udara...28

2.8. Metode-Metode Perencanaan Perkerasan...29

2.8.1. Metode CBR...30

2.8.1.1. Tanah Dasar...30

2.8.1.2. Menentukan Equivalent Single Wheel Load...31

2.8.1.3. Menentukan Pesawat Rencana...31

2.8.1.4. Menentukan Lalu-Lintas Pesawat...31

2.8.1.5. Menentukan Tebal Perkerasan...32

2.8.1.6. Syarat Tebal Minimum Untuk Lapisan...33

2.8.2. Metode Federal Aviation Administration...34

2.8.2.1. Klasifikasi Tanah...34

2.8.2.2. Menentukan Tipe Roda Pendaratan Utama...39

2.8.2.3. Menentukan Pesawat Rencana...41

2.8.2.4. Menentukan Beban Roda Pendaratan Utama...42

2.8.2.5. Menentukan Nilai Ekivalen Keberangkatan Tahunan...42

2.8.2.6. Menentukan Tebal Perkerasan Total...43


(8)

2.8.2.8. Material yang Digunakan untuk Perkerasan...49

2.8.3. Metode Perencanaan Perkerasan LCN...50

2.8.3.1. Equivalent Single Wheel Load...51

2.8.3.2. Pesawat Rencana...52

2.8.3.3. Garis Kontak Area Pesawat...52

2.8.3.4. Menentukan Tebal Perkerasan...52

BAB III METODOLOGI...53

3.1. Metode CBR...53

3.1.1. Menentukan Pesawat Rencana...53

3.1.2. Menentukan Lalu-Lintas Pesawat...53

3.1.3. Menentukan Equivalent Single Wheel Load...54

3.1.4. Menentukan Tebal Perkerasan...55

3.2. Metode FAA...56

3.2.1. Menentukan Pesawat Rencana...56

3.2.2. Menentukan Jumlah Keberangkatan Tahunan Pesawa...56

3.2.3. Menentukan Single Gear Departure...57

3.2.4. Menentukan Beban Roda Setiap Pesawat...57

3.2.5. Menentukan Keberangkatan Tahunan Ekivalen...58

3.2.6. Menentukan Tebal Perkerasan...59

3.3. Metode LCN...60

3.3.1. Menentukan Pesawat Rencana...60

3.3.2. Menentukan Equivalent Single Wheel Load...60

3.3.3. Menentukan Garis Kontak Area Pesawat...61

3.3.4. Menentukan Tebal Perkerasan...61 .


(9)

BAB IV ANALISIS……….66

4.1. Data Pesawat Rencana...66

4.2. Data Runway...67

4.3. Kondisi Tanah Dasar...67

4.4. Perencanaan Perkerasan Lentur...67

4.4.1. Perencanaan Perkerasan Lentur dengan Metode CBR...67

4.4.1.1. Menentukan Equivalent Single Wheel Load...68

4.4.1.2. Menghitung Tebal Perkerasan...69

4.4.2. Perencanaan Perkerasan Lentur dengan Metode FAA...76

4.4.2.1. Menentukan Jumlah Keberangkatan Pesawat...76

4.4.2.2. Menentukan Pesawat Rencana...76

4.4.2.3. Menentukan Single Gear Departure...76

4.4.2.4. Menghitung Beban Roda Setiap Pesawat...77

4.4.2.5. Menghitung Beban Roda dari Pesawat Rencana...79

4.4.2.6. Menghitung Keberangkatan Tahunan Ekivalen...79

4.4.2.7. Menentukan Tebal Perkerasan...82

4.4.3. Metode Perencanaan Perkerasan Lentur LCN...92

4.4.3.1. Menentukan Equivalent Single Wheel Load...92

4.4.3.2. Menentukan Garis Kontak Area Pesawat...93

4.4.3.3. Menentukan Tebal Perkerasan...93

4.5. Data Perencanaan Landasan Pacu Pesawat Ringan………...97

4.6. Analisis Lalu Lintas Pesawat Rencana………98

4.6.1. Analisis Lalu-Lintas Pesawat Rencana………....98


(10)

4.8. Analisis Keuntungan dan Kerugian dari Metode-Metode...101

4.9. Analisis Persamaan dari Metode-Metode yang Digunakai……...103

4.10. Analisis Perbedaan dari Metode-Metode yang Digunakan…….104

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN……….105

5.1. Kesimpulan……….105

5.2. Saran………...106


(11)

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR HALAMAN

1.1. Diagram Flowchart Pengerjaan Tugas Akhir...6

2.1. Diagram sistem penerbangan...10

2.2. Sistem Runway...14

2.3. Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda tunggal...39

2.4. Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda ganda...39

2.5. Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda tandem ganda...40

2.6. Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda ganda dobel...40

3.1. Susunan roda pendaratan utama pada satu sisi konfigurasi...55

3.2. Flowchart Metode CBR………..63

3.3. Flowchart Metode FAA………..64

3.4. Flowchart Metode LCN………..…65

4.1. Susunan roda pendaratan utama pada satu sisi konfigurasi...68

4.2. Potongan Melintang Desain Lapisan perkerasan dengan Metode CBR (CBR tanah dasar 5)...…...71

4.3. Potongan Melintang Desain Lapisan perkerasan dengan Metode CBR (CBR tanah dasar 10)...73

4.4. Potongan Melintang Desain Lapisan perkerasan dengan Metode CBR (CBR tanah dasar 12)...75

4.5. Potongan Melintang Desain Lapisan perkerasan dengan Metode FAA (CBR tanah dasar 5)...84

4.6. Potongan Melintang Desain Lapisan perkerasan dengan Metode FAA (CBR tanah dasar 10)...88


(12)

4.7. Potongan Melintang Desain Lapisan perkerasan dengan Metode FAA

(CBR tanah dasar 12)...90

4.8. Susunan roda pendaratan utama pada satu sisi konfigurasi...91

4.9. Potongan Melintang Desain Lapisan perkerasan dengan Metode LCN (CBR tanah dasar 5; CBR Subbase 10; CBR Base 12 )...96

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN 2.1. Klsifikasi Bandar Udara oleh ICAO...20

2.2. Tabel kelas pesawat yang berhubungan dengan perencanaan geometrik....20

2.3. Syarat tebal Minimum Lapisan Pondasi dan Permukaan...33

2.4. Syarat tebal Minimum Lapisan Pondasi dan Permukaan...33

2.5. Syarat tebal Minimum Lapisan Pondasi dan Permukaan...34

2.6. Klafifikasi Tanah Dasar untuk perencanaan Perkerasan oleh FAA...36

2.7. Faktor konversi keberangkatan tahunan pesawat menjadi keberangkatan tahunan ekivalen pesawat rencana……….40

2.8. Persentase pengali untuk mendapatkan tebal total perkerasan…………...51

4.1. Data perkiraan pesawat rencana...68

4.2. Tabel Hasil Desain Perkerasan dengan metode CBR (CBR tanah dasar 5)...72

4.3. Tabel Hasil Desain Perkerasan dengan metode CBR (CBR tanah dasar 10)...74

4.4 Tabel Hasil Desain Perkerasan dengan metode CBR (CBR tanah dasar 12)...77


(13)

4.5. Data Perkiraan lalu-lintas pesawat...78 4.6. Tabel Angka Keberangkatan yang Telah Dikonversikan...79 4.7. Perhitungan Angka Keberangkatan Tahunan Ekivalen...84 4.8. Tabel Hasil Desain Perkerasan dengan Metode FAA

(CBR tanah dasar 5)...86 4.9. Tabel Hasil Desain Perkerasan dengan Metode FAA

(CBR tanah dasar 10)...89 4.10. Tabel Hasil Desain Perkerasan dengan Metode FAA

(CBR tanah dasar 12)...93 4.11. Tabel Hasil Desain Perkerasan metode LCN

(CBR tanah dasar 5; CBR Subbase 10; CBR Base 12)...99 4.12. Tabel Hasil Tebal Total Perkerasan………...…………...…...102


(14)

DAFTAR GRAFIK

GRAFIK HALAMAN

2.1. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Tunggal...47

2.2. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Ganda...48

2.3. Kurva Perencanaa Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda tandem ganda...49

2.4. Kurva Perencanaa Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Dual Tandem...50

3.1. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Tunggal...61

3.2. Load Classification Number untuk perencanaan perkerasan flexible...64

3.3. Kurva perencanaan perkerasan flexible...64

4.1. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Tunggal...84

4.2. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Tunggal...85

4.3. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Tunggal...87

4.4. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Tunggal...88

4.5. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Tunggal...91

4.6. Kurva Perencanaan Tebal Perkerasan Untuk Pesawat Roda Tunggal...92

4.7. Load Classification Number untuk perencanaan perkerasan flexible...96


(15)

ABSTRAK

Metode perencanaan perkerasan struktural pada landasan pacu bandar udara yang umum digunakan adalah metode US Corporation Of Engineer yang lebih dikenal dengan metode CBR, metode FAA (Federal Aviation Administration), metode LCN (Load Classification Number) dari Inggris, metode Asphalt Institute dan metode Canadian Departement Of Transportation. Adapun tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk menganalisa kelebihan dan kekurangan masing-masing metode yang digunakan, sehingga dapat dilakukan suatu evaluasi metode perencanaan perkerasan struktural yang sesuai kebutuhan perencanaan.

Perencanaan untuk lapisan struktural landasan pacu menggunakan metode FAA (Federal Agency Administration), CBR (California Bearing Ratio) dan LCN (Load Classification Number). Berdasarkan hasil analisis dari metode-metode perencanaan struktur perkerasan lentur yang digunakan diperoleh bahwa metode CBR dan FAA memiliki tebal lapisan pondasi bawah yang sama besar, yaitu sebesar 18 cm, sedangkan untuk metode CBR dan LCN memiliki tebal lapisan pondasi yang sama besar, yaitu sebesar 41 cm. Untuk tebal lapisan permukaan yang paling besar dihasilkan dengan menggunakan metode LCN, yaitu sebesar 33 cm.

Berdasarkan pengolahan data yang dilakukan pada perencanaan struktural runway bandar udara dengan metode CBR, FAA dan LCN didapat bahwa hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode LCN menghasilkan tebal paling besar, hal ini disebabkan karena prosedur pada metode ini hanya memperhitungkan repetisi beban yang diakibatkan oleh pesawat rencana saja, tanpa mempertimbangkan repetisi beban yang diakibatkan oleh keseluruhan lalu-lintas pesawat. Metode-metode yang digunakan masing Metode-metode yang digunakan. Untuk Metode-metode CBR memiliki kekurangan dalam hal memperhitungkan repetisi beban yang diakibatkan oleh pesawat rencana geometrik roda pendaratan pesawat dan beban roda tiap pesawat, tetapi metode ini juga memiliki kelebihan dalam hal prosedur test untuk subgrade dan komponen-komponen perkerasan lainnya yang begitu sederhana serta sesuai untuk berbagai jenis kondisi lapangan dengan test-test lapisan tanah yang sederhana dan dalam waktu yang relatif singkat. Metode FAA memiliki kekurangan dalam hal memperhitungkan investigasi kekuatan daya dukung tanah dasar dimana metode ini hanya memperhitungkan statistik perbandingan kondisi lokal dari tanah yang dihadapi di lapangan sedangkan kelebihan metode ini adalah tentang analisa statistik perbandingan kondisi lokal dari tanah dimana metode ini memberikan gambaran secara lengkap dan detail mengenai kondisi dan jenis-jenis tanah yang akan di hadapi di lapangan serta metode ini cocok dipakai untuk segala cuaca dan berbagai kelas tanah yang ada di lapangan. Metode LCN memiliki kekurangan dalam hal memperhitungkan kondisi daya dukung tanah dan jenis tanah yang akan digunakan dalam perencanaan perkerasan serta tidak menguraikan secara detail tentang jenis tanah dan kondisi tanah yang dihadapi di lapangan sedangkan kelebihan metode ini adalah perhitungan tebal lapisan perkerasan yang begitu sederhana yang hanya membutuhkan data-data yang tidak terlalu rumit untuk dianalisa serta sangat memperhitungkan garis kontak area dari pesawat karena hal tersebut berpengaruh dalam hal memberikan gambaran tentang sejauh mana suatu perkerasan dapat memikul beban roda pesawat, metode ini sangat sesuai untuk perencanaan perkerasan khususnya jenis pesawat ringan.


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Umum

Bandar udara merupakan salah satu infrastruktur penting yang diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi masyarakat. Bandar udara berfungsi sebagai simpul pergerakan penumpang atau barang dari transportasi udara ke transportasi darat atau sebaliknya.

Meningkatkan pergerakan penumpang dan barang diharapkan dapat menciptakan peningkatan perekonomian. Pertumbuhan lalu-lintas udara secara langsung berpengaruh menunjang laju pertumbuhan ekonomi seiring dengan meningkatnya kebutuhan akan sarana transportasi yang dapat menjangkau daerah-daerah yang jauh atau sulit terjangkau oleh transportasi darat.

Untuk meningkatkan pelayanan transportasi udara, maka perlu dibangun bandar udara yang mempunyai kualitas baik secara struktural maupun fungsional. Membangun bandar udara baru maupun peningkatan yang diperlukan sehubungan dengan penambahan kapasitas penerbangan, tentu akan memerlukan metode efektif dalam perencanaan agar diperoleh hasil yang terbaik dan ekonomis, memenuhi unsur keselamatan pengguna dan tidak menggangu ekosistem.

Dalam suatu pekerjaan pembangunan bandar udara, yang menjadi penentu tercapainya keberhasilan pekerjaan salah satunya adalah dari segi perencanaannya. Oleh karena itu diperlukan tenaga ahli yang mampu membuat perencanaan bandar udara.


(17)

I.2 Latar Belakang

Runway merupakan titik perpindahan pergerakan transportasi udara dan transportasi darat sehingga dapat dikatakan bahwa runway merupakan elemen kunci infrastruktur bandar udara. Oleh karena itu perlu dilakukan perencanaan yang matang untuk mempertahankan fungsi dari fasilitas bandara tersebut selama umur rencananya.

Dalam perencanaan runway pada bandar udara, dibutuhkan data-data mengenai karakteristik suatu pesawat yang akan beroperasi di bandar udara itu, data pergerakan lalu-lintas pesawat dan kondisi alam serta geografis lokasi bandar udara.

Beberapa metode perencanaan perkerasan struktural yang paling banyak digunakan meliputi metode US Corporation Of Engineer yang lebih dikenal dengan metode CBR, metode FAA (Federal Aviation Administration), metode LCN dari Inggris, metode Asphalt Institute dan metode Canadian Departement Of Transportation. Akan tetapi tidak semua metode yang ada layak digunakan untuk setiap kondisi, karena itu perlu dilakukan analisa dan kajian yang seksama mengenai keuntungan dan kerugian atau akurasi dari masing-masing metode tersebut sesuai dengan kondisi Indonesia ( Basuki, 1986 ).

Aspek-aspek yang perlu diperhatikan dan ditinjau dalam perencanaan lapangan terbang antara lain : Tipe pengembangan lingkungan sekitar, kondisi atmosphir, kemiringan runway, ketinggian altitude, kemudahan untuk mendapat transport darat, tersedianya tanah untuk pengembangan, adanya lapangan terbang lain, halangan sekeliling, pertimbangan ekonomis dan tersedianya fasilitas-fasilitas penunjang lainnya ( Basuki, 1986 ).


(18)

I.3 Permasalahan

Tugas akhir ini membahas tentang perencanaan runway bandar udara Mandailing Natal, dimana titik permasalahannya terletak pada perbedaan kondisi lapangan yang dapat berupa kondisi keadaan tanah, daya dukung tanah, konfigurasi roda pendaratan, kontak area pesawat dan jenis tanah yang ditemukan di lapangan. Berdasarkan perbedaan kondisi diatas maka perlu adanya dilakukan perencanaan runway yang sesuai menurut kondisi yang ditemukan di lapangan, kemudian mencari gambaran tentang metode-metode untuk perencanaan runway apabila digunakan beberapa metode prosedur perencanaan.

I.4 Pembatasan Masalah

Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis membatasi masalah pada perencanaan struktural tebal perkerasan flexible pada landasan pacu khususnya landasan pacu untuk pesawat ringan. Adapun metode yang digunakan untuk menentukan tebal perkerasan flexible yaitu metode US Corporation Of Engineers (metode CBR), metode FAA dan metode ICAO (LCN).

I.5 Maksud dan Tujuan

Tugas akhir ini bermaksud untuk mendapatkan gambaran tentang metode-metode untuk perencanaan runway apabila digunakan beberapa prosedur perencanaan dengan menggunakan metode analisa ICAO ( LCN ), metode FAA, dan metode CBR dalam menentukan perencanaan perkerasan struktural pada suatu runway.

Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk menganalisa kelebihan dan kekurangan masing-masing metode yang digunakan, sehingga dapat dilakukan suatu


(19)

evaluasi metode perencanaan perkerasan struktural yang sesuai kebutuhan, artinya perlu adanya prakiraan untuk memproyeksikan gabungan pesawat terbang dan tipe kegiatan penerbangan di suatu bandar udara, disamping itu perlu untuk mengidentifikasi pesawat terbang yang direncanakan untuk menentukan unsur-unsur geometrik dan rancangan struktur, tipe dan besarnya fasilitas-fasilitas fisis, kebutuhan alat bantu navigasi dan fasilitas lainnya yang dibutuhkan di suatu bandar udara. Hasil akhir yang diperoleh diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi aplikasi prosedur perencanaan yang dibahas untuk digunakan sesuai dengan kondisi lapangan.

Adapun perbedaan tugas akhir ini dengan tugas akhir sebelumnya adalah menyangkut metode yang digunakan, konfigurasi landasan pacu, CBR rencana, pesawat yang direncanakan (jenis pesawat rencana) dan aplikasi bandara yang ditinjau. Untuk aplikasi perhitungan menggunakan contoh data dari lapangan terbang pada bandar udara Padang Bolak, Tapanuli Selatan. Dimana keberangkatan tahunan pesawat yang dimaksud disini adalah masih berupa analisa saja, karena belum beroperasi sepenuhnya (Bandara Madina).

I.6 Metodologi Pembahasan

Dalam penulisan tugas akhir ini, metodologi yang digunakan adalah studi literatur, dengan mencari bahan-bahan referensi dari buku ajar (Text Book), standar perencanaan yang relevan, jurnal maupun buku-buku petunjuk teknis yang sesuai dengan pembahasan penulisan kemudian menganalisa, membandingkan dan menulis kembali ke dalam bentuk yang lebih terperinci.


(20)

1.7 Sistematika Penulisan

BAB I. PENDAHULUAN

Bab ini berisikan tentang : Umum, latar belakang, maksud dan tujuan penulisan, metodologi pembahasan yang digunakan dan sistematika penulisan.

BAB II. STUDI PUSTAKA

Bab ini meliputi pengambilan teori-teori serta rumus-rumus dari beberapa sumber bacaan yang mendukung analisis perencanaan. Pada bab ini juga akan membahas gambaran umum komponen-komponen pada bandar udara dan prosedur perencanaan perkerasan struktural pada landasan pacu. Adapun prosedur yang dibahas adalah : Metode analisa ICAO ( LCN ), metode FAA, dan metode CBR.

BAB III. METODOLOGI

Bab ini akan membahas tentang langkah-langkah kerja yang akan dilakukan dengan cara membahas data-data metodologi perencanaan pada penulisan ini.

BAB IV. ANALISIS

Bab ini berisikan pembahasan hasil perhitungan dari bab metodologi secara detail dan menganalisa kelebihan serta kelemahan dari masing-masing metode perencanaan yang digunakan.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisikan kesimpulan logis berdasarkan analisis data, temuan dan bukti yang disajikan sebelumnya, kemudian menjadi dasar untuk menyusun suatu saran sebagai suatu usulan.


(21)

Gambar 1.1 Flowchart Pengerjaan Tugas Akhir Tujuan

Untuk menganalisis kelebihan dan kekurangan masing-masing metode yang digunakan, sehingga dapat melakukan suatu evaluasi perencanaan perkerasan struktural yang sesuai kebutuhan.

Studi Pustaka

Metodologi Pembahasan yang Digunakan

Menentukan Struktural Perkerasan

Analisis Data

Kesimpulan dan Saran Pesawat Rencana

Metode CBR

Parameter yang digunakan : • ESWL

• CBR • C (repetisi

pengulangan beban) • P (beban yang dipikul

oleh roda pesawat)

Metode FAA

Parameter yang digunakan : • CBR

• Berat kotor lepas landas pesawat • Ekivalen

keberangkatan tahunan pesawat

Metode LCN

Parameter yang digunakan : • CBR

• ESWL • Menentukan

garis Kontak area

pesawat

Aspek-Aspek yang Perlu Ditinjau dalam Perencanaan Runway • Temperature, ketinggian altitude, kemiringan runway • Kondisi angin permukaan, kondisi permukaan runway • Kondisi atmosphir, pertimbangan halangan sekeliling dll.

Pengumpulan Data

Lalu lintas pesawat, material yang digunakan • Konfigurasi landasan pacu, keadaan tanah dasar

Pengolahan Data

Menghubungkan metode-metode yang direncanakan dengan data yangtelah dikumpulkan


(22)

BAB II

STUDI PUSTAKA

2.1 Pendahuluan

Perkerasan adalah struktur yang terdiri dari beberapa lapisan dengan kekerasan dan daya dukung yang berlainan. Perkerasan yang dibuat dari campuran aspal dengan agregat, digelar di atas suatu permukaan material granular mutu tinggi disebut perkerasan lentur, sedangkan perkerasan yang dibuat dari slab-slab beton ( Portland Cement Concrete ) disebut perkerasan “Rigid” ( FAA, 2009 ).

Pada struktur perkerasan bekerja muatan roda pesawat terjadi sampai beberapa juta kali selama periode rencana. Setiap kali muatan ini lewat, terjadi defleksi lapisan permukaan dan lapisan dibawahnya. Pengulangan beban (repetisi) menyebabkan terjadinya retakan yang pada akhirnya mengakibatkan kerusakan /kegagalan total. Perkerasan dibuat dengan tujuan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta ketebalan dari setiap lapisan harus cukup aman untuk menjamin bahwa beban pesawat yang bekerja tidak merusak perkerasan lapisan di bawahnya ( Basuki, 1986 ).

Perkerasan lentur terdiri dari satu lapisan bahan atau lebih yang digolongkan sebagai lapisan permukaan, lapisan pondasi, dan lapisan pondasi bawah yang terletak di atas lapisan tanah dasar yang telah dipersiapkan. Lapisan tanah dasar dapat berupa galian atau timbunan. Lapisan permukaan terdiri dari bahan berbitumen yang berfungsi untuk memberikan permukaan yang halus yang dapat memikul beban-beban yang bekerja dan berpengaruh pada lingkungan untuk jangka waktu operasional tertentu untuk menyebarkan beban yang bekerja kelapisan dibawahnya. Lapisan pondasi atas adalah bahan yang terdiri dari material berbutir dengan bahan


(23)

pengikat atau tanpa pengikat yang berfungsi memikul beban yang bekerja dan menyebarkan ke lapisan-lapisan dibawahnya ( Yoder dan Witczak, 1975 ).

Fungsi perkerasan adalah untuk menyebarkan beban ke tanah dasar dan semakin besar kemampuan tanah dasar untuk memikul beban, maka tebal lapisan perkerasan yang dibutuhkan semakin kecil. Karena keseluruhan struktur perkerasan didukung sepenuhnya oleh tanah dasar, maka identifikasi dan evaluasi terhadap struktur tanah dasar adalah sangat penting bagi perencanaan tebal perkerasan.

Pada perencanaan perkerasan pada runway, memiliki konsep dasar yang sama dengan perencanaan perkerasan pada jalan raya, dimana perencanaan berdasarkan beban yang bekerja dan kekuatan bahan yang digunakan untuk mendukung beban yang bekerja. Namun, pada aplikasi sesungguhnya, tentu terdapat perbedaan pada perencanaan perkerasan runway dan jalan raya, yaitu :

1. Jalan raya dirancang untuk kendaraan yang berbobot sekitar 9000 lbs, sedangkan runway dirancang untuk memikul beban pesawat yang rata-rata berbobot jauh lebih besar yaitu sekitar 100.000 lbs.

2. Jalan raya direncanakan mampu melayani perulangan beban (repetisi) 1000-2000 truk per harinya. Sedangkan ruway direncanakan untuk melayani repetisi beban 20.000 sampai 40.000 kali selama umur rencana.

3. Tekanan ban pada kendaran yang bekerja kira-kira 80-90 psi. Sedangkan pada runway tekanan ban yang bekerja diatasnya adalah mencapai 400 psi.

4. Perkerasan jalan raya mengalami distress yang lebih besar karena beban bekerja lebih dekat ke tepi lapisan, berbeda pada runway dimana beban bekerja pada bagian tengah perkerasan.


(24)

Ada beberapa metode perencanaan perkerasan bandar udara walaupun tidak terdapat satu metode yang banyak digunakan dan diterima oleh banyak pihak, namun terdapat beberapa metode yang dapat diajukan. Metode-metode tersebut adalah : Metode ICAO ( LCN ), metode FAA dan metode CBR.

2.2 Fasilitas Pendukung Bandar Udara

Sebuah bandar udara adalah suatu komponen yang saling berkaitan antara satu komponen dengan yang lainnya, sehingga analisa dari satu kegiatan tanpa memperhatikan pengaruhnya terhadap kegiatan yang lain bukan merupakan pemecahan yang memuaskan.

Sebuah bandar udara melingkupi kegiatan yang sangat luas, yang mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda, bahkan kadang berlawanan, seperi misalnya kegiatan keamanan yang membatasi sedikit mungkin hubungan antara land side dan air side, sedangkan kegiatan pelayanan memerlukan sebanyak mungkin pintu terbuka dari land side ke air side agar pelayanan berjalan lancar.

Sistem bandar udara dibagi dua, yaitu : 1. Sisi darat ( land side ) 2. Sisi udara ( air side )

Sistem bandar udara dari sisi darat terdiri dari sistem jalan penghubung (jalan masuk bandara), lapangan parkir, dan bangunan terminal. Sedangkan sistem bandar udara dari sisi udara terdiri dari taxiway, holding pad, exit taxiway, runway, terminal angkasa, dan jalur penerbangan di angkasa ( Horonjeff dan McKelvey, 1993 ).

Dalam sistem lapangan terbang, sifat-sifat kendaraan darat dan kendaraan udara mempunyai pengaruh yang kuat terhadap perencanaan bandar udara. Penumpang dan pengiriman barang berkepentingan terhadap waktu yang dijalani


(25)

mulai dari keluar rumah sampai ke tempat tujuan, tetapi tidak berpengaruh terhadap lama waktu perjalanan darat ataupun udara. Dengan alasan lain, jalan masuk menuju lapangan terbang perlu mendapatkan perhatian dalam pembuatan rancangan bandar udara. Berikut adalah gambar fasilitas pendukung sistem penerbangan pada bandar udara :

Gambar 2.1 Diagram sistem penerbangan Sumber : Sandhyavitri dan Taufik, ( 2005 ).

Beberapa istilah kebandar-udaraan yang perlu diketahui adalah sebagai berikut ( Basuki, 1986;Sandhyavitri dan Taufik, 2005 ) :

Airport, yaitu area daratan atau air yang secara regular dipergunakan untuk kegiatan take-off and landing pesawat udara. Diperlengkapi dengan fasilitas untuk pendaratan, parkir pesawat, perbaikan pesawat, bongkar muat penumpang dan barang, dilengkapi dengan fasiltas keamanan dan terminal


(26)

building untuk mengakomodasi keperluan penumpang dan barang dan sebagai tempat perpindahan antar moda transportasi.

Airfield, yaitu area daratan atau air yang dapat dipergunakan untuk kegiatan take-off and landing pesawat udara, fasilitas untuk pendaratan, parkir pesawat, perbaikan pesawat dan terminal building untuk mengakomodasi keperluan penumpang pesawat.

Aerodrom, yaitu area tertentu baik di darat maupun di air (meliputi bangunan sarana dan prasarana, instalasi infrastruktur, dan peralatan penunjang) yang dipergunakan baik sebagian maupun keseluruhannya untuk kedatangan, keberangkatan penumpang dan barang, pergerakan pesawat terbang. Namun aerodrom belum tentu dipergunakan untuk penerbangan yang terjadwal.

Aerodrom reference point, yaitu letak geografi suatu aerodrom.

Landing area, yaitu bagian dari lapangan terbang yang dipergunakan untuk take off dan landing, tidak termasuk terminal area.

Landing strip, yaitu bagian yang berbentuk panjang dengan lebar tertentu yang terdiri atas shoulders dan runway untuk tempat tinggal landas dan mendarat pesawat terbang.

Runway (r/w), yaitu bagian memanjang dari sisi darat bandara yang disiapkan untuk lepas landas dan tempat mendarat pesawat terbang.

Taxiway (t/w), yaitu bagian sisi darat dari bandara yang dipergunakan pesawat untuk berpindah (taxi) dari runway ke apron atau sebaliknya.


(27)

Apron, yaitu bagian bandara yang dipergunakan oleh pesawat terbang untuk parkir, menunggu, mengisi bahan bakar, mengangkut dan membongkar muat barang dan penumpang. Perkerasannya dibangun berdampingan dengan terminal building.

Holding apron, yaitu bagian dari bandara yang berada didekat ujung landasan yang dipergunakan oleh pilot untuk pengecekan terakhir dari semua instrumen dan mesin pesawat sebelum take off. Dipergunakan juga untuk tempat menunggu sebelum take off.

Holding bay, yaitu area diperuntukkan bagi pesawat untuk melewati pesawat lainnya atau berhenti.

Terminal Building, yaitu bagian dari bandara yang difungsikan untuk memenuhi berbagai keperluan penumpang dan barang, mulai dari tempat pelaporan tiket, imigrasi, penjualan ticket, ruang tunggu, cafetaria, penjualan souvenir, informasi, komunikasi, dan sebagainya.

Turning area, yaitu bagian dari area di ujung landasan pacu yang dipergunakan oleh pesawat untuk berputar sebelum lepas landas.

Over run (o/r), yaitu bagian dari ujung landasan yang dipergunakan untuk mengakomodasi keperluan pesawat gagal lepas landas. Over run biasanya terbagi 2 (dua) : (i) Stop way : bagian over run yang lebarnya sama dengan runway dengan diberi perkerasan tertentu, dan (ii) Clear way: bagian over run yang diperlebar dari stop way, dan biasanya ditanami rumput.


(28)

Fillet, yaitu bagian tambahan dari perkerasan yang disediakan pada persimpangan runmway atau taxiway untuk menfasilitasi beloknya pesawat terbang agar tidak tergelincir keluar jalur perkerasan yang ada.

Shoulders, yaitu bagian tepi perkerasan baik sisi kiri kanan maupun muka dan belakang runway, taxiway dan apron.

2.3 Konfigurasi Bandar Udara

Konfigurasi bandar udara adalah jumlah dan arah orientasi dari landasan serta penempatan bangunan terminal termasuk lapangan parkirnya yang relatif terhadap landasan pacu.

Jumlah landasan bergantung pada volume lalu-lintas dan orientasi landasan, tergantung pada arah angin dominan yang bertiup, tetapi kadang juga bergantung pada luas tanah yang tersedia bagi pengembangan. Karena orientasi utama dalam bandar udara adalah landasan pacu (runway), maka penempatan landasan hubung (Taxiway) pun harus benar-benar tepat sehingga lokasinya memberi kemudahan dalam melayani penupang. Orientasi yang paling penting dalam perencanaan bandar udara adalah: Landasan pacu (Runway, landasan hubung (Taxiway) dan tempat parkir ( Apron ).

2.3.1 Landasan Pacu ( Runway )

Runway adalah jalur perkerasan yang dipergunakan oleh pesawat terbang untuk mendarat (landing) dan melakukan lepas landas (take off). Menurut Horonjeff (1994), sistem runway terdiri dari terdiri dari perkerasan struktur, bahu landasan (shoulder), bantal hembusan (blast pad), dan daerah aman runway (runway end safety area). Pada dasarnya landasan pacu diatur sedemikian rupa untuk :


(29)

a) Memenuhi persyaratan pemisahan lalu lintas udara.

b) Meminimalisasi gangguan akibat operasional suatu pesawat dengan pesawat lainnya, serta akibat penundaan pendaratan.

c) Memberikan jarak landas hubung yang sependek mungkin dari daerah terminal menuju landasan pacu.

d) Memberikan jumlah landasan hubung yang cukup sehingga pesawat yang mendarat dapat meninggalkan landasan pacu yang secepat mungkin dan mengikuti rute yang paling pendek ke daerah terminal.

Konfigurasi runway ada bermacam-macam, dan konfigurasi itu biasanya merupakan kombinasi dari beberapa macam konfigurasi dasar (basic configuration). Konfigurasi dasar itu adalah :

a) Landasan Pacu Tunggal

b) Landasan Pacu Paralel

c) Landasan Pacu Dua Jalur

d) Landasan Pacu yang Berpotongan

e) Landasan Pacu V-terbuka

Gambar 2.2 Sistem Runway Sumber : Sandhyavitri dan Taufik, ( 2005 )


(30)

2.3.1.1 Landasan Pacu Tunggal

Konfigurasi ini merupakan konfigurasi yang paling sederhana. Kapasitas runway jenis ini dalam kondisi VFR berkisar diantara 50 sampai 100 operasi per jam, sedangkan dalam kondisi IFR kapasitasnya berkurang menjadi 50 sampai 70 operasi, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang dan alat-alat bantu navigasi yang tersedia.

2.3.1.2 Landasan Pacu Paralel

Kapasitas sistem ini sangat tergantung pada jumlah runway dan jarak diantaranya. Untuk runway sejajar berjarak rapat, menengah dan renggang kapasitasnya per jam dapat bervariasi di antara 100 sampai 200 operasi dalam kondisi-kondisi VFR, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang. Sedangkan dalam kondisi IFR kapasitas per jam untuk yang berjarak rapat berkisar di antara 50 sampai 60 operasi, tergantung pada komposisi campuran pesawat terbang. Untuk runway sejajar yang berjarak menengah kapasitas per jam berkisar antara 60 sampai 75 operasi dan untuk yang berjarak renggang antara 100 sampai 125 operasi per jam.

2.3.1.3 Landasan Pacu Dua Jalur

Runway dua jalur dapat menampung lalu lintas paling sedikit 70 persen lebih banyak dari runway tunggal dalam kondisi VFR dan kira-kira 60 persen lebih banyak dari runway tunggal dalam kondisi IFR.

2.3.1.4 Landasan Pacu yang Berpotongan

Kapasitas runway yang bersilangan sangat tergantung pada letak persilangannya dan pada cara pengoperasian runway yang disebut strategi (lepas landas atau mendarat). Makin jauh letak titik silang dari ujung lepas landas runway


(31)

dan ambang (threshold) pendaratan, kapasitasnya makin rendah. Kapasitas tertinggi dicapai apabila titik silang terletak dekat dengan ujung lepas landas dan ambang pendaratan.

2.3.1.5 Landasan Pacu V-terbuka

Runway V terbuka merupakan runway yang arahnya memencar (divergen) tetapi tidak berpotongan. Strategi yang menghasilkan kapasitas tertinggi adalah apabila operasi penerbangan dilakukan menjauhi V.

2.3.2 Landasan Hubung

Fungsi utama dari landasan hubung (taxiway) adalah untuk memberikan jalan masuk dari landasan pacu ke daerah terminal dan hanggar pemeliharaan atau sebaliknya.

Landasan hubung diatur sedemikian rupa sehingga pesawat yang baru mendarat tidak mengganggu gerakan pesawat yang sedang bergerak perlahan untuk lepas landas. Pada bandar udara yang sibuk dimana pesawat yang akan menuju landasan pacu diduga akan bergerak serentak dalam dua arah, harus disediakan landasan hubung yang sejajar satu sama lain. Pada bandar udara yang sibuk, landasan hubung harus terletak di berbagai tempat di sepanjang landasan pacu, sehingga pesawat yang baru mendarat dapat meninggalkan landasan pacu secepat mungkin sehingga landasan pacu dapat digunakan oleh pesawat yang lain.

2.3.3 Apron Tunggu (Holding Apron)

Apron tunggu yaitu bagian dari bandar udara yang berada didekat ujung landasan yang dipergunakan oleh pilot untuk pengecekan terakhir dari semua instrumen dan mesin pesawat sebelum take off. Dipergunakan juga untuk tempat menunggu sebelum take off.


(32)

Apron tunggu harus dibuat ditempat yang sangat dekat dengan ujung landasan pacu agar dapat mengadakan pemeriksaan akhir sebelum pesawat lepas-landas. Apron harus cukup luas, diperhitungkan agar mampu dipakai untuk 2 pesawat terbang yang bisa saling bersimpangan, sehingga apabila pesawat tidak dapat lepas landas karena adanya kerusakan mesin, maka pesawat lainnya yang siap lepas landas dapat mendahuluinya. Juga dimungkinkan untuk melakukan perbaikan-perbaikan kecil pada pesawat yang akan lepas landas. Apron tunggu harus dirancang untuk dapat menampung dua atau bahkan empat pesawat sekaligus dan menyediakan tempat yang cukup sehingga pesawat dapat saling mendahului.

2.4 Karakteristik Pesawat Terbang

Sebelum kita merancang sebuah bandar udara lengkap dengan fasilitasnya, dibutuhkan pengetahuan tentang spesisikasi pesawat terbang secara umum untuk merencanakan prasarananya.

Pesawat yang digunakan untuk operasional penerbangan mempunyai kapasitas bervariasi mulai dari 10 hingga 1000 penumpang. Pesawat terbang ” General Aviation” dikategorikan sebagai pesawat-pesawat terbang berukuran kecil jika memiliki daya angkut berkisar 50 orang.

Beberapa karakteristik dari penerbangan umum tipikal maupun pesawat terbang komuter (commuter) jarak pendek, termasuk yang digunakan pada kepentingan perusahaan. Untuk menyadari bahwa karakter-karakter tersebut, seperti berat kosong, kapasitas penumpang, dan panjang landasan pacu tidak dapat dibuat secara tepat dalam pembuatan tabel tersebut karena terdapat banyak faktor yang dapat mengubah nilai-nilai didalamnya. Ukuran roda pendaratan utama dan tekanan udara pada ban tipikal untuk beberapa pesawat terbang juga harus diperhitungkan


(33)

guna perencanaan lanjut. Karakter yang dijelaskan di atas adalah perlu untuk perencanaan bandar udara. Berat pesawat terbang memiliki peran penting untuk menentukan tebal perkerasan landasan pacu, landas hubung, taxiway, dan perkerasan appron. Bentangan sayap dan dan panjang badan pesawat mempengaruhi ukuran appron, yang akan mempengaruhi susunan gedung-gedung terminal. Ukuran pesawat juga menentukan lebar landasan pacu, landas hubung dan jarak antar keduanya, serta mempengaruhi jari-jari putar yang dibutuhkan saat pesawat akan parkir. Kapasitas penumpang mempunyai pengaruh penting dalam menentukan pengadaan fasilitas-fasilitas yang ada di dalam terminal. Panjang landasan pacu mempengaruhi sebagian besar daerah yang dibutuhkan suatu bandar udara.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi perencanaan geometrik lapangan terbang adalah :

a) Karakteristik dan ukuran pesawat yang direncanakan akan beroperasi di bandar udara

b) Perkiraan volume penumpang

c) Kondisi meteorologi (rata-rata temperatur udara maksimum dan rata-rata kecepatan angin)

d) Elevasi permukaan bandar udara

e) Kondisi lingkungan setempat, misalnya ketinggian gedung-gedung eksisting yang ada disekitar bandar udara.


(34)

Dilihat dari faktor-faktor diatas, maka faktor tersebut hampir sama dengan parameter dalam menentukan suatu panjang landasan pacu (runway), karena itu setiap bandar udara harus memiliki data-data tersebut diatas.

Seperti halnya dalam karakteristik kemampuan pesawat yang berpengaruh langsung terhadap penentuan panjang landasan pesawat dan temperatur yang juga mempengaruhi panjang landasan, bila suatu temperatut tinggi, maka diperlukan landasan yang lebih panjang.

Kondisi lingkungan lapangan terbang yang berpengaruh terhadap panjang landasan pacu (runway) adalah temperatur, angin permukaan, kemiringan landasan pacu, ketinggian lapangan terbang dari permukaan laut dan kondisi permukaan landasan. Seberapa jauh hal-hal diatas mempengaruhi panjang landasan pacu, hanya merupakan pendekatan, namun demikian analisa terhadap hal-hal diatas akan menguntungkan terhadap perhitungan landasan pacu.

Selanjutnya untuk semua perhitungan panjang landasan pacu dipakai standar yang disebut ARFL (Aeroplane Reference Field Length), yaitu landasan pacu minimum yang dibutuhkan untuk lepas landas, pada kondisi berat landas maksimum (maximum take off weight), elevasi muka laut, kondisi atmosfer normal, keadaan tanpa ada angin yang bertiup landasan pacu tanpa kemiringan ( kemiringan = 0 ).

Perbedaan dalam menentukan kebutuhan panjang landasan pacu (runway), disebabkan oleh faktor-faktor lokal, yang mempengaruhi kemampuan pesawat. Panjang landasan pacu yang dibutuhkan oleh pesawat sesuai dengan kemampuannya menurut perhitungan pabrik yang disebutkan ARFL. Maka bila ada suatu landasan yang dipertanyakan terhadap kemampuan pesawat yang akan mendarat di landasan itu, maka harus dikonfirmasikan kepada ARFL.


(35)

2.5 Geometrik Landasan Pacu

International Civil Aviation Organization (ICAO), dan Federal Aviation Administration (FAA) telah memberikan ketentuan dan kriteria-kriteria dalam membuat perancangan bandar udara yang meliputi fasilitas-fasilitas yang tersedia, lebar, kemiringan (gradien), jarak pisah landasan pacu, landsan hubung, dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan daerah pendaratan yang dipengaruhi oleh variasi prestasi pesawat, cara penerbang, dan kondisi cuaca. Ketentuan yang diberikan oleh FAA hampir sama dengan ketentuan yang diberikan oleh ICAO, yang memberikan keseragaman fasilitas-fasilitas bandar udara yang ada di Amerika Serikat, dan memberikan pedoman bagi para perencana bandar udara dan operator pesawat terbang mengenai fasilitas-fasilitas yang harus disediakan pada masa yag akan datang. Klasifikasi pelabuhan udara oleh ICAO untuk mengadakan penyeragaman itu ditunjukkan dengan kode A, B, C, D, dan E. Dasar dari pembagian kelas-kelas ini adalah didasarkan pada pengelompokan panjang runway (landasan pacu) bandara tersebut saja, tidak berdasarkan pada fungsi dari bandara tersebut.

Tabel 2.1 Klasifikasi Bandar Udara oleh ICAO

Tanda Kode Panjang Runway (ft)

Panjang Runway (m)

A >7.000 >2.133

B 5.000-7.000 1.524-2.133

C 3.000-5.000 914-1.524

D 2.500-3.000 762-914

E 2.000-2.500 610-762


(36)

Dimensi pesawat adalah dasar utama dalam perencanaan geometrik bandar udara. Untuk dimensi yang berhubungan dengan perencanaan runway, pesawat dikelompokkan berdasarkan dimensinya masing-masing menjadi 4 kelas. Kelas-kelas ini berdasarkan pada dimensi wings-pan ( lebar sayap), under carriage width (lebar bagian bawah), wheel-treat atau wheel-base (jarak antara kepala dengan roda dan roda dengan badan). Masing-masing kelas itu dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut :

Tabel 2.2 Tabel kelas pesawat yang berhubungan dengan perencanaan geometrik

Group Jenis-Jenis Pesawat

I B 727-100, B 737-100, B 737-200, DC 9.30, DC. 9-40 II BAC 111 (kebanyakan pesawat-pesawat bermesin 2dan 3) III DC 8S, B 707, B 720, B 727-200, DC 10, L 10H IV Jenis pesawat yang lebih besar dari group III Sumber : Basuki, ( 1986 ).

Elemen-elemen landasan pacu meliputi :

Perkerasan struktur (structural pavement), berfungsi untuk mendukung beban yang bekerja pada runway yaitu beban pesawat sehingga mampu melayani lalu-lintas pesawat.

Bahu landasan (shoulder), yang terletak berdekatan dengan tepi perkerasan yang berfungsi untuk menahan erosi akibat hembusan mesin jet dan menampung peralatan untuk pemeliharaan saat kondisi darurat.

Bantalan hembusan (blast pad), adalah suatu area yang dirancang khusus untuk mencegah erosi permukaan pada ujung-ujung landasan pacu akibat hembusan mesin jet yang terus-menerus atau berulang-ulang. Biasanya area


(37)

ini ditanami dengan rumput. ICAO menetapkan panjang bantal hembusan 100 kaki, sedangkan FAA menetapkan panjang bantal hembusan harus 100 kaki untuk penggunaan pesawat kelas I, 150 kaki untuk penggunaan pesawat kelas II, 200 kaki untuk penggunaan pesawat kelas III dan IV dan , dan 400 kaki untuk kelompok rancangan V dan VI.

Daerah aman untuk landasan pacu (runway safety area) adalah daerah yang bersih tanpa benda-benda yang mengganggu, dimana terdapat saluran drainase, memiliki permukaan yang rata, dan mencakup bagian perkerasan, bahu landasan, bantalan hembusan, dan daerah perhentian, apabila diperlukan. Daerah ini selain harus mampu untuk mendukung peralatan pemeliharaan saat keadaan darurat juga harus mampu menjadi tempat aman bagi pesawat seandainya pesawat keluar dari jalur landasan pacu. ICAO menetapkan bahwa daerah aman landsan pacu harus lurus sepanjang 275 kaki dari setiap ujung landasan pacu untuk runway yang menggunakan pesawat rencana kelas III dan IV, dan untuk seluruh landsan pacu dengan operasi0operasi instrumentasi. FAA menetapkan bahwa daerah aman landsan pacu harus memiliki panjang 240 kaki dari ujung landasan pacu untuk pesawat kecil dan 1000 kaki untuk seluruh rancangan kelas pesawat rencana.

Perluasan area aman (safety area extended), dibuat apabila dianggap perlu, yang bertujuan untuk mengantisipasi kemungkinan-kemungkinan terjadinya kecelakaan yang disebabkan karena pesawat mengalami undershoot ataupun overuns. Panjang area ini normalnya adalah 800 kaki, tetapi itu bukan suatu ukuran baku karena bergantung pada kebutuhan lokal dan luas area yang tersedia.


(38)

Menurut ICAO, ada 5 faktor koreksi yang mempengaruhi perencanaan panjang runway, yaitu :

1. Faktor koreksi ketinggian dari muka air laut ( Altitude of the Airport), kalau letak pelabuhan udara semakin tinggi dari muka air laut, maka udara semakin tipis, temperatur semakin kecil, sehingga panjang landasan pacu harus semakin panjang.

2. Faktor koreksi temperatur, keadaan temperatur di bandar udara pada tiap tempat tidaklah sama. Makin tinggi temperatur di suatu bandar udara, maka semakin panjang landasan pacu yang dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi temperatur udara maka semakin kecil density nya, yang mengakibatkan daya desak pesawat berkurang. Sehingga dituntut panjang runway yang lebih panjang.

3. Faktor koreksi gradient (kemiringan memanjang), dimana tanjakan pada landasan akan menyebabkan kebutuhan akan landasan pacu yang lebih panjang dan pada landasam pacu yang datar. Begitu juga sebaliknya, apabila landasan menurun maka panjang landasan pacu dapat lebih pendek. Sebagai standardisasi untuk runway, tiap 1% kenaikan gradien landasan akan membutuhkan penambahan panjang landasan pacu sebanyak 7% sampai dengan 10%.

4. Faktor koreksi angin (Surface wind), dimana apabila kondisi arah angin sejajar dengan arah gerak pesawat maka kebutuhan akan panjang landasan akan semakin besar, sebaliknya apabila arah angin berlawanan dengan arah gerak pesawat maka kebutuhan akan panjang landasan pacu akan semakin kecil.


(39)

5. Faktor koreksi kondisi permukaan landasan, dimana apabila pada permukaan landasan pacu terdapat genangan air, maka pada saat pesawat akan mengudara akan mengalami hambatan kecepatan, sehingga dibutuhkan landasan pacu yang lebih panjang.

2.6 Struktur Perkerasan Landasan Pacu

Perkerasan didefenisikan sebagai struktur yang terdiri dari satu atau lebih lapisan perkerasan yang dibuat dari bahan terpilih. Perkerasan dapat berupa aggregat bermutu tinggi yang diikat dengan aspal yang disebut perkerasan lentur, atau dapat juga plat beton yang disebut perkerasan kaku.

Perkerasan dimaksudkan untuk memberikan permukaan yang halus dan aman pada segala kondisi cuaca, serta tebal dari setap lapisan harus cukup aman untuk menjamin bahwa beban pesawat yang bekerja tidak merusak lapisan dibawahnya.

Perkerasan lentur dapat terdiri dari satu lapisan atau lebih yang digolongkan sebagai permukaan (surface course), lapisan pondasi atas (base course), dan lapisan pondasi bawah (subbase course) yang terletak di antara pondasi atas dan lapisan tanah dasar (subgrade) yang telah dipersiapkan.

Lapisan permukaan terdiri dari campuran bahan berbitumen (biasanya aspal) dan agregat, yang tebalnya bervariasi tergantung dari kebutuhan. Fungsi utamanya adalah untuk memberikan permukaan yang rata agar lalu-lintas menjadi aman dan nyaman dan juga untuk memikul beban yang bekerja diatasnya dan meneruskannya kelapisan yang ada dibawahnya. Lapisan pondasi atas dapat terdiri dari material berbutir kasar dengan bahan pengikat (misalnya dengan aspal atau semen) atau tanpa bahan pengikat tetapi menggunakan bahan penguat (misalnya kapur). Lapisan pondasi harus dapat memikul beban-beban yang bekerja dan meneruskan dan


(40)

menyebarkannya ke lapisan yang ada dibawahnya. Lapisan pondasi bawah dapat terdiri dari batu alam yang dipecahkan terlebih dahulu atau yang alami. Seringkali digunakan bahan sirtu (batu-pasir) yang diproses terlebih dahulu atau bahan yang dipilih dari hasil galian di tempat pekerjaan. Tetapi perlu diketahui bahwa tidak setiap perkerasan lentur memerlukan lapisan pondasi bawah. Sebaliknya perkerasan yang tebal dapat terdiri dari beberapa lapisan pondasi bawah.

2.6.1 Stuktur Perkerasan Lentur ( Flexible Pavement )

Menurut Basuki, ( 1986 ) dalam buku ”Merancang Merencanakan Lapangan Terbang”, perkerasan flexible adalah suatu perkerasan yang mempunyai sifat elastis, maksudnya adalah perkerasan akan melendut saat diberi pembebanan. Adapun struktur lapisan perkerasan lentur sebagai berikut :

1. Tanah dasar (Sub Grade)

Tanah dasar (sub grade) pada perencanaan tebal perkerasan akan menentukan kualitas konstruksi perkerasan sehingga sifat–sifat tanah dasar menentukan kekuatan dan keawetan konstruksi landasan pacu.

Banyak metode yang dipergunakan untuk menentukan daya dukung tanah dasar, dari cara yang sederhana sampai kepada cara yang rumit seperti CBR (California Bearing Ratio), MR (Resilient Modulus), dan K (Modulus Reaksi Tanah Dasar). Di Indonesia daya dukung tanah dasar untuk kebutuhan perencanaaan tebal lapisan perkerasan ditentukan dengan menggunakan pemeriksaan CBR.

Penentuan daya dukung tanah dasar berdasarkan evaluasi hasil pemeriksaan laboratorium tidak dapat mencakup secara detail (tempat demi tempat), sifat – sifat daya dukung tanah dasar sepanjang suatu bagian jalan. Koreksi–koreksi perlu dilakukan baik dalam tahap perencanaan detail maupun tahap pelaksanaan,


(41)

disesuaikan dengan kondisi tempat. Koreksi–koreksi semacam ini akan di berikan pada gambar rencana atau dalam spesifikasi pelaksanaan.

Umumnya persoalan yang menyangkut tanah dasar adalah sebagai berikut : a. Perubahan bentuk tetap (deformasi permanen) dari macam tanah tertentu

akibat beban lalu lintas.

b. Sifat mengembang dan menyusut dari tanah tertentu akibat perubahan kadar air.

c. Daya dukung tanah yang tidak merata dan sukar ditentukan secara pasti pada daerah dengan macam tanah yang sangat berbeda sifat dan kedudukannya, atau akibat pelaksanaan.

d. Lendutan dan lendutan selama dan sesudah pembebanan lalu lintas dari macam tanah tertentu.

e. Tambahan pemadatan akibat pembebanan lalu lintas dan penurunan yang diakibatkanya, yaitu pada tanah berbutir kasar ( Granular Soil ) yang tidak dipadatkan secara baik pada saat pelaksanaan.

2. Lapisan Pondasi Bawah (Sub Base Course)

Lapisan pondasi bawah (Sub Base Course) adalah bagian dari konstruksi perkerasan landasan pacu yang terletak di antara tanah dasar ( Sub Grade ) dan lapisan pondasi atas ( Base Course ).

Menurut Horonjeff dan McKelvey, ( 1993 ) fungsi lapisan pondasi bawah adalah sebagai berikut :


(42)

a. Bagian dari konstruksi perkerasan yang telah mendukung dan menyebarkan beban roda ke tanah dasar.

b. Mencapai efisiensi penggunaan material yang murah agar lapisan – lapisan selebihnya dapat dikurangi tebalnya (penghematan biaya konstruksi).

c. Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapisan pondasi atas.

3. Lapisan Pondasi Atas ( Base Coarse )

Lapisan pondasi atas ( Base Coarse ) adalah bagian dari perkerasan landasan pacu yang terletak diantara lapisan pondasi bawah dan lapisan permukaan.

Fungsi lapisan pondasi atas adalah sebagai berikut :

a. Bagian perkerasan yang menahan gaya lintang dari beban roda dan menyebarkan beban lapisan dibawahnya.

b. Lapisan peresapan untuk lapisan pondasi bawah.

c. Bantalan terhadap lapisan pondasi bawah.

4. Lapisan Permukaan ( Surface Course )

Lapisan permukaan (Surface Course) adalah lapisan yang terletak paling atas. Lapisan ini berfungsi sebagai berikut :

a. Lapisan perkerasan penahan beban roda, lapisan yang mempunyai stabilitas yang tinggi untuk menahan beban roda selama masa pelayanan.

b. Lapisan kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak meresap ke lapisan dibawahnya.


(43)

c. Lapisan aus ( wearing Course ), lapisan yang langsung menderita gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah nenjadi aus.

d. Lapisan yang menyebarkan beban kelapisan bawah, sehingga lapisan bawah yang memikul daya dukung lebih kecil akan menerima beban yang kecil juga.

Penggunaan lapisan aspal diperlukan agar lapisan dapat bersifat kedap air, di samping itu bahan aspal sendiri memberikan tegangan tarik, yang berarti mempertinggi daya dukung lapisan terhadap beban roda lalu lintas. Pemilihan bahan untuk lapisan permukaan perlu dipertimbangkan kegunaanya, umur rencana serta pentahapan konstruksi agar tercapai manfaat yang sebesar – besarnya dari biaya yang dikeluarkan.

2.6.2 Stuktur Perkerasan Kaku ( Rigid Pavement )

Perkerasan kaku adalah suatu perkerasan yang mempunyai sifat dimana saat pembebanan berlangsung perkerasan tidak mengalami perubahan bentuk, artinya perkerasan tetap seperti kondisi semula sebelum pembebanan berlangsung. Sehingga dengan sifat ini, maka dapat dilihat apakah lapisan permukaan yang terdiri dari plat beton tersebut akan pecah atau patah. Perkerasan kaku ini biasanya terdiri dua lapisan yaitu :

a. Lapisan permukaan (surface course) yang dibuat dari plat beton

b. Lapisan pondasi (base course)

Pada perkerasan kaku biasanya dipilih untuk : Ujung landasan, pertemuan antara landasan pacu dan taxiway, apron dan daerah-daerah lain yang dipakai untuk parkir pesawat atau daerah-daerah yang mendapat pengaruh panas blast jet dan limpahan minyak ( Basuki, 1986 ).


(44)

2.7 Sistem Drainase Bandar Udara

Sistem drainase adalah aspek yang sangat penting dalam perencanaan bandar udara. Drainase yang baik akan menjamin dan menjaga umur perkerasan. Drainase yang kurang baik akan menimbulkan genangan air pada permukaan yang dapat membahayakan pesawat yang akan melakukan pendaratan dan lepas landas.Fungsi dari sistem drainase bandar udara adalah sebagai berikut :

a. Mengalirkan dan membuang air permukaan dan bawah tanah yang berasal dari tanah di sekitar bandar udara.

b. Membuang air permukaan yang berasal dari permukaan bandar udara.

2.8 Metode-Metode Perencanaan Perkerasan

Dalam merencanakan perkerasan suatu landasan pacu, terdapat berbagai metode-metode yang digunakan untuk mendesain perkerasannya. Pola penyelesaiannya pun berbeda-beda pula, namun semuanya sama-sama bertujuan untuk menghasilkan desain perkerasan yang aman dan terjamin.

Beberapa pertimbangan dalam desain perkerasan landasan pacu meliputi : a. Prosedur pengujian bahan untuk subgrade dan komponen-komponen

lainnya harus akurat dan teliti.

b. Metode yang dipakai harus sudah dapat diterima umum dan sudah terbukti telah menghasilkan desain perkerasan yang memuaskan.

c. Dapat dipakai untuk mengatasi persoalan-persoalan perkerasan landasan pacu dalam waktu yang relatif singkat.


(45)

Adapun beberapa metode yang digunakan untuk merencanakan suatu perkerasan landasan pacu terurai di bawah ini.

2.8.1 Metode California Division of Highway (CBR )

Pada sejarah singkatnya, metode CBR pertama kali digunakan oleh California Division of Highway yaitu badan pengembangan jalan milik pemerintah negara bagian California di Amerika serikat. Metode ini adalah berdasarkan atas investigasi kekuatan daya dukung tanah dasar. Investigasi ini meliputi 3 jenis utama kegagalan yang terjadi pada perkerasan, yaitu : (1) pergeseran lateral material pada lapisan pondasi akibat adanya penyerapan air oleh lapisan perkerasan, (2) penurunan yang terjadi pada lapisan di bawah perkerasan, dan (3) lendutan yang berlebihan pada perkerasan akibat adanya beban yang berkerja.

Metode ini bertujuan untuk mendesain suatu perkerasan yang kokoh yang dibuat dari bahan bahan material yang dipersiapkan. Sehingga untuk memprediksi karakter atau sifat material yang akan digunakan untuk perkerasan maka pada tahun 1929 diperkenalkan suatu test uji bahan yang disebut test uji CBR (California Bearing Ratio). Uji CBR dilakukan pada banyak jenis material yang dianggap representatif terhadap material yang akan digunakan untuk bahan pondasi.

CBR adalah persentase perbandingan antara kuat penetrasi suatu material uji terhadap kuat penetrasi bahan standar berupa batu pecah yang memiliki CBR 100 persen. Kemudian karena metode ini memiliki prosedur yang sederhana, korps insinyur dari Angkatan Darat Amerika Serikat mengadopsi metode ini untuk mendesain perkerasan lapangan udara dan jalan raya untuk kebutuhan yang mendadak pada saat Perang Dunia II.


(46)

Penggunaan metode ini memungkinkan perencanaan untuk menentukan ketebalan lapisan sub base, base, dan surface yang diperlukan untuk memakai kurva-kurva desain, dengan prosedur pengujian test terhadap tanah yang sederhana.

2.8.1.1 Tanah Dasar

Sampel tanah dasar untuk pengujian CBR diuji dalam laboratorium untuk menentukan nilai CBR. Pengujian dilakukan dengan melakukan pemadatan dengan kadar air tertentu. Dalam penentuan nilai CBR, apabila pada tiap area yang dari sampel tanah didapat nilai CBR yang berbeda, maka perencanaan tebal perkerasan ditentukan berbeda-beda sesuai dengan nilai CBR dari tanah pada area tersebut.

2.8.1.2 Menentukan Equivalent Single Wheel Load ( ESWL )

ESWL adalah nilai yang menunjukkan beban roda tunggal yang akan menghasilkan respon dari struktur perkerasan pada satu titik tertentu di dalam struktur perkerasan,dimana besarnya sama dengan beban yang dipikul pada titik roda pendaratan. Dalam penentuan nilai ESWL biasanya prosedur perhitungannya berdasarkan tegangan vertikal, lendutan dan regangan.

2.8.1.3 Menentukan Pesawat Rencana

Pesawat rencana dapat ditentukan dengan melihat jenis pesawat yang beroperasi dan besar MSTOW (Maksimum Structural Take Off Weight) dan data jumlah keberangkatan tiap jenis pesawat yang berangkat tersebut. Lalu dipilih jenis pesawat yang menghasilkan tebal perkerasan yang paling besar. Pemilihan pesawat rencana ini pada dasarnya bukanlah berasumsi harus berbobot paling besar, tetapi jumlah keberangkatan yang paling banyak melalui landasan pacu yang direncanakan.


(47)

Pesawat rencana kemudian ditetapkan sebagai pesawat yang membutuhkan tebal perkerasan yang paling besar dan tidak perlu pesawat yang paling besar yang beroperasi di dalam bandara.

2.8.1.4 Menentukan Lalu-Lintas Pesawat

Pada metode CBR, jumlah total repetisi beban pesawat rencana yang telah dihitung dalam bentuk ESWL selama umur rencana digunakan untuk menghitung tebal perkerasan total. Total repetisi pesawat rencana tersebut mencakup data keberangkatan dan kedatangan pesawat rencana. Dari data yang diperoleh maka dapat ditentukan jumlah lintasan pesawat tahunan yang direncanakan dengan cara mengalikan jumlah penerbangan setiap minggunya dalam satu tahun.

2.8.1.5 Menentukan Tebal Perkerasan

Metode ini dikembangkan berdasarkan teori yang telah diteliti dan pendekatan empiris. Untuk mendapatkan tebal perkerasan total, metode ini memberikan persamaan sebagai berikut :

t =

  

π p CBR

P 1

1 . 8

1

(2.1)

dimana : t = Tebal perkerasan yang dibutuhkan (inci)

P = Beban pesawat yang dipikul roda ( pound)


(48)

Penelaahan yang baru dilakukan baru-baru ini terhadap perkerasan yang menerima beban mewakili beban poros roda pendaratan utama pesawat berat dengan susunan banyak roda menunjukkan bahwa tebal perkerasan yang terdapat pada pengulangan-pengulangan beban yang lebih besar adalah kurang memadai. Oleh karenanya persamaan di atas diperbaharui lagi menjadi :

t =

(

)

    + π p CBR P ogC 1 1 . 8 1 100 4 . 14 311 . 2 (2.2)

dimana : t = Ketebalan perkerasan yang dibutuhkan (inci)

P = Beban yang dipikul oleh roda setelah dihitung ESWL.

C = Faktor repetisi beban

P = Tekanan Udara pada Roda ( psi )

2.8.1.6 Syarat Tebal Minimum Untuk Lapisan Pondasi dan Permukaan

Pembebanan Berat

Tabel 2.3 Syarat Tebal Minimum Lapisan Pondasi dan Permukaan

Traffic Area

Tebal Minimum (in)

Base ( CBR 100) Base (CBR 80)

Permukaan Base Total Permukaan Base Total

A B C D 5 4 4 3 10 9 9 6 15 13 13 9 6 5 5 3 9 8 8 6 15 13 13 9 Sumber : Basuki, ( 1986 ).


(49)

Tabel 2.4 Syarat Tebal Minimum Lapisan Pondasi dan Permukaan

Traffic Area

Tebal Minimum (in)

Base ( CBR 100) Base (CBR 80)

Permukaan Base Total Permukaan Base Total

A B C 4 3 3 6 6 6 10 9 9 5 4 4 6 6 6 11 10 10 Sumber : Basuki, ( 1986 ).

Pembebanan Ringan

Tabel 2.5 Syarat tebal Minimum Lapisan Pondasi dan Permukaan

Traffic Area

Tebal Minimum (in)

Base ( CBR 100) Base (CBR 80)

Permukaan Base Total Permukaan Base Total B C 3 3 6 6 9 9 4 3 6 6 10 9 Sumber : Basuki, ( 1986 ).

2.8.2 Metode Federal Aviation Administration (FAA, 2009)

Metode perencanaan FAA yang dibahas pada bab ini adalah metode perencanaan yang mengacu pada standar perencanaan perkerasan FAA Advisory Circular (AC) 150/5320-6E (FAA, 2009). Metode ini adalah pengembangan perencanaan perkerasan berdasarkan metode CBR.

2.8.2.1 Klasifikasi Tanah

Metode yang dikembangkan oleh Federal Aviation Administration (FAA) ini pada dasarnya menggunakan statistik perbandingan kondisi lokal dari tanah, sistem drainase dan cara pembebanan untuk berbagai tingkah laku beban. Klasifikasi tanah didasarkan atas hal-hal berikut ini :


(50)

a) Butiran yang tertahan pada saringan no. 10.

b) Butiran yang lewat saringan no. 10 tetapi ditahan no. 40.

c) Butiran yang lewat saringan no. 40 tetapi tertahan saringan no. 200. d) Butiran yang lewat saringan no. 200.

e) Liquid Limit. f) Plasticity Index.

Klasifikasi tanah diatas hanya membutuhkan analisa mekanis (analisa saringan) serta penentuan liquid limit dan plasticity index. Namun untuk menentukan baik buruknya jenis tanah kita tidak hanya mendasarkan kepada analisa laboratorium, tetapi memerlukan penelitian di lapangan terutama yang berhubungan dengan drainase, kemampuan melewatkan air permukaan.

Drainase yang jelek akan menghasilkan subgrade yang tidak stabil, dengan sistem drainase yang baik, maka akan menghindarkan subgrade dari genangan air, topografi, jenis tanah, dan muka air tanah akan berpengaruh pada sistem drainase di lapangan. Drainase yang jelek akan menghasilkan subgrade yang labil, dengan sistem drainase yang baik maka menghindarkan subgrade dari genangan air dan akan menjaga kestabilan subgrade.

FAA telah membuat klasifikasi tanah, untuk perencanaan perkerasan yang dibagi dalam 13 kelas dari E1 sampai E13. Klasifikasi ini diambil dari Airport Paving FAA, Advisory Circular, adalah sebagai berikut :

Group E1

Adalah jenis tanah yang mempunyai gradasi tanah yang baik, kasar, butiran-butiran tanahnya tetap stabil walaupun sistem drainasenya tidak baik. Di


(51)

negara-negara beriklim dingin tanah grup E1 tidak terpengaruh oleh salju yang merugikan, biasanya terdiri dari pasir bergradasi baik, kerikil tanpa butiran-butiran halus.

Group E2

Jenis tanah mirip dengan grup E1, tetapi kandungan pasirnya lebih sedikit, dan mungkin mengandung presentase lumpur dan tanah liat yang lebih banyak. Tanah dalam kelas ini bisa menjadi tidak stabil apabila sistem drainasenya tidak baik.

Group E3 dan E4

Terdiri dari tanah yang berbutir halus, tanah berpasir dengan gradasi lebih jelek dibanding dengan grup E1 dan E2. Grup ini terdiri dari pasir berbutir halus tanpa daya kohesi, atau tanah liat berpasir dengan kualitas pengikatan mulai dari cukup sampai baik.


(52)

Tabel 2.6 Klafifikasi Tanah Dasar untuk Perencanaan Perkerasan oleh FAA Group tanah Analisa saringan Liquid Limit Plas ticit y Inde x Sudgrade Class % bahan tersisa saringan no. 10

% Bahan lebih kecil dari saringan no. 10

Drainas e baik Drainase jelek Pasir kasar lolos saringan no. 10 tapi ditahan saringan no.40 Pasir halus lewat saringan no. 40 ditahan no.200 Campura n lumpur dan tanah liat lolos no. 200 Kerikil E1 E2 E3 E4 Butiran halus E5 E6 E7 E8 E9 E10 E11 E12 0-45 0-45 0-45 0-45 0-55 0-55 0-55 0-55 0-55 0-55 0-55 0-55 40 15 60 85 15 25 25 35 45 45 45 45 45 45 45 45 25 25 25 35 40 40 50 60 40 70 80 80 6 6 6 10 15 10 10-30 15-40 30 20-50 30 Fa atau Fa Fa atau Ra F1 atau Fa F1 atau Ra

Fa atau Ra F1 atau Ra F2 atau Rb F3 atau Rb

F3 atau Rb F4 atau Rc F5 atau Rc F6 atau Rc F7 atau Rd F8 atau Rd F9 atau Re F10 atau Fa

E13 TANAH GAMBUT, TIDAK BISA DIGUNAKAN Sumber : Basuki, ( 1986 ).


(53)

Terdiri dari tanah yang bergradasi yang jelek, dengan kandungan lumpur dan tanah liat campuran lebih dari 35% tetapi kurang dari 45%, dengan plastisitas index antara 10-15.

Group E6

Terdiri dari lumpur yang berpasir dengan index plastisitas yang sangat rendah. Jenis ini relatif stabil bila kering atau pada moisture content rendah. Stabilitasnya akan kurang bahkan hilang dan menjadi sangat lembek dalam keadaan basah, maka sangat sukar dipadatkan kecuali jika moiture content nya betul-betul dikontrol dengan sangat teliti sesuai kebutuhan.

Group E7

Termasuk didalamnya tanah liat berlumpur, tanah liat berpasir, pasir berlempung dan lumpur berlempung, mempunyai rentang konsitensi kaku sampai lunak ketika kering dan plastis ketika basah.

Group E8

Mirip dengan E7, tetapi pada liquid limit yang lebih tinggi akan menghasilkan derajat pemampatan yang lebih besar, pengembangan pengerutan dan stabilitas yang lebih rendah dibawah kondisi kelembaban yang kurang menguntungkan.

Group E9

Terdiri dari campuran lumpur dan tanah liat sangat elastis dan sangat sulit dipadatkan. Stabilitasnya rendah, baik keadaan basah dan kering.


(54)

Group E10

Adalah tanah liat yang berlumpur dan tanah liat yang membentuk gumpalan keras dalam keadaan kering, serta sangat plastis bila basah. Pada pemadatan perubahan volumenya sangat besar, mempunyai kemampuan mengembang menyusut dan sangat elastis.

Group E11

Mirip dengan tanah grup E10, tetapi mempunyai liquid limit yang lebih tinggi, termasuk didalamnya tanah dengan liquid limit antara 70-80 dengan index plastisitas diatas 30.

Group E12

Jenis tanah yang mempunyai liquid limit di atas 80, tidak diukur berapapun index plastisitasnya.

Group E13

Meliputi semua jenis tanah rawa organik, seperti gambut, mudah dikenal di lapangan. Dalam keadaan asli, sangat rendah stabilitasnya, sangat rendah densitynya dan sangat tinggi kelembabannya.

Karena perencanaan perkerasan merupakan suatu masalah rekayasa yang kompleks sehingga perencanaan ini melibatkan banyak pertimbangan dari banyak variabel. Parameter-parameter yang dibutuhkan untuk merencanakan perkerasan meliputi berat kotor lepas landas pesawat (MSTOW), konfigurasi dan ukuran roda pendaratan utama dan volume lalu-lintas. Kurva-kurva perencanaan terpisah disajikan untuk roda pendaratan tunggal, roda tandem, roda tandem ganda, dan pesawat berbadan lebar.


(55)

Langkah pertama prosedur adalah menentukan ramalan keberangkatan pesawat tahunan dari setiap type pesawat dan mengelompokkannya ke dalam pesawat menurut konfigurasi roda pendaratan. Berat landas maksimum dari setiap pesawat digunakan dan 95% dari berat pasawat ini dipikul oleh roda pendaratan utama.

Tabel 2.7 Faktor konversi keberangkatan tahunan pesawat menjadi keberangkatan tahunan ekivalen pesawat rencana

Sumber : Basuki, ( 1986 ). Poros roda pendaratan pesawat

sebenarnya

Poros roda pendaratan pesawat rencana

Faktor Pengali untuk keberangkatan

ekivalen

Roda tunggal • Roda ganda

• Tandem ganda

• Double tandem ganda

• Roda tunggal

• Tandem ganda

• Double tandem ganda

• Roda tunggal

• Roda ganda

• Roda ganda

• Tandem Ganda

0.8 0.5 0.51 1.3 0.6 0.64 2.0 1.7 1.7 1.0 Roda ganda Tandem ganda Double tandem ganda


(56)

2.8.2.2 Menentukan Tipe Roda Pendaratan Utama

a. Sumbu Tunggal Roda Tunggal ( Single )

Gambar 2.3 Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda tunggal Sumber : Yang, ( 1984 ).

b. Sumbu Tunggal Roda Ganda ( Dual wheel )

Gambar 2.4 Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda ganda Sumber : Yang, ( 1984 ).


(57)

c. Sumbu Tandem Roda Ganda ( Dual Tandem )

Gambar 2.5 Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda tandem ganda Sumber : Yang, ( 1984 ).

d. Sumbu Tandem Roda Ganda Dobel ( DDT )

Gambar 2.6 Konfigurasi roda pendaratan untuk pesawat roda ganda dobel Sumber : Yang, ( 1984 ).


(58)

2.8.2.3 Menentukan Pesawat Rencana

Pesawat rencana dapat ditentukan dengan melihat jenis pesawat yang beroperasi dan besar MSTOW (Maksimum Structural Take Off Weight) dan data jumlah keberangkatan tiap jenis pesawat yang berangkat tersebut. Lalu dipilih jenis pesawat yang menghasilkan tebal perkerasan yang paling besar. Pemilihan pesawat rencana ini pada dasarnya bukanlah berasumsi harus berbobot paling besar, tetapi jumlah keberangkatan yang paling banyak melalui landasan pacu yang direncanakan.

Pesawat rencana kemudian ditetapkan sebagai pesawat yang membutuhkan tebal perkerasan yang paling besar dan tidak perlu pesawat yang paling besar yang beroperasi di dalam bandara. Karena pesawat yang beroperasi di bandara memiliki angka keberangkatan tahunan yang berbeda-beda, maka harus ditentukan keberangkatan tahunan ekivalen dari setiap pesawat dengan konfigurasi roda pendaratan dari pesawat rencana.

2.8.2.4 Menentukan Beban Roda Pendaratan Utama Pesawat ( W2 )

Untuk pesawat yang berbadan lebar yang dianggap mempunyai MTOW cukup tinggi dengan roda pendaratan utama tunggal dalam perhitungan Equivalent Annual Departure ( R1 ) ditentukan beban roda tiap pesawat, 95% berat total dari pesawat ditopang oleh roda pendaratan utama, dalam perhitungannya dengan menggunakan rumus :

W2 = P x MSTOW x B A

1 x 1

(2.3)

Dimana :

W2 = Beban roda pendaratan dari masing-masing jenis pesawat


(1)

gambaran secara lengkap dan detail mengenai kondisi dan jenis-jenis tanah yang akan di hadapi di lapangan.

Metode Load Classification Number (LCN) adalah nilai yang menunjukkan beban tertentu dari pesawat yang harus dipikul suatu sistem perkerasan bandara. LCN adalah angka yang menunjukkan kekuatan dukung tanah dasar bandar udara terhadap pesawat yang boleh beroperasi di bandara tersebut. Maka bila angka LCN perkerasan lapangan terbang lebih besar daripada LCN pesawat, maka dapat disimpulkan pesawat dapat mendarat di lapangan terbang tersebut dengan selamat. Untuk metode LCN memiliki kelemahan dalam hal memperhitungkan kondisi daya dukung tanah dan jenis tanah yang akan digunakan dalam perencanaan perkerasan, karena jenis tanah yang digunakan dalam lapisan perkerassan struktural hanya merupakan gambaran umum dari jenis tanah yang biasa digunakan dalam lapisan perkerasan baik untuk lapisan subbase, base maupun lapisan surface. Disamping itu metode ini juga tidak menguraikan secara detail tentang jenis tanah dan kondisi tanah yang dihadapi di lapangan.

Metode LCN memiliki kelebihan dalam hal perhitungan tebal lapisan perkerasan yang begitu sederhana yang hanya membutuhkan data-data yang tidak terlalu rumit untuk dianalisa. Disamping itu metode LCN juga sangat memperhitungkan mengenai beban yang dipikul tiap roda pesawat, geometri roda pendaratan dan tekanan roda pesawat rencana. Garis kontak area dari pesawat rencana juga sangat diperhitungkan dalam metode LCN karena hal tersebut berpengaruh dalam hal memberikan gambaran tentang sejauh mana suatu perkerasan dapat memikul beban roda pesawat.


(2)

4.9 Analisis Persamaan dari Metode-Metode yang Digunakan

• Persamaan yang dimiliki dari ketiga metode dari segi parameter yang digunakan adalah dalam hal penggunaan pesawat rencana, lintasan tahunan pesawat rencana dan CBR rencana untuk menentukan tebal perkerasan, dimana ketiga metode tersebut sama-sama menggunakan pesawat CN 235-100 sebagi pesawat rencana utama dan CBR 5%, CBR 10%, CBR 12% sebagai CBR rencana dalam hal menentukan tebal perkerasan.

• Persamaan yang dimiliki dari ketiga metode dari segi pengolahan data adalah dalam hal penentuan tipe roda pendaratan pesawat rencana dan dalam hal perhitungan ESWL (Equivalent Single Wheel Load ), dimana ketiga metode tersebut sama-sama menggunakan roda pendaratan tunggal (single gear) sebagai roda pendaratan utama, hal tersebut juga digunakan dalam perhitungan ESWL.

• Persamaan yang dimiliki dari ketiga metode dari segi analisis adalah dalam hal struktur perkerasan, hal tersebut menyangkut material yang digunakan dan karakteristik dari material yang digunakan, dimana ketiga metode tersebut sama-sama menggunakan aspal beton untuk lapisan permukaan (surface course), batu pecah untuk lapisan pondasi (base course) dan menggunakan agregat alam untuk lapisan pondasi bawah ( subbase course). Persamaan lain juga terdapat dalam hal tebal struktur perkerasan, khususnya untuk metode CBR dan LCN yang memiliki tebal lapisan pondasi yang sama, yaitu sebesar 33 cm.


(3)

• Perbedaan yang dimiliki dari ketiga metode dari segi parameter yang digunakan adalah dalam hal perhitungan volume keberangkatan tahunan dalam proses penentuan tebal perkerasan perencanaan untuk metode FAA, sedangkan untuk metode CBR dan LCN hanya menggunakan jumlah lintasan pergerakan pesawat selama umur layan rencana. Metode FAA mempunyai volume annual departure sebesar 1.276 lintasan, sedangkan untuk metode CBR dan LCN mempunyai lintasan tahunan sebesar 624 lintasan. Perbedaan lintasan pesawat tersebut disebabkan karena metode CBR dan LCN hanya memperhitungkan lintasan satu pesawat rencana saja sedangkan pada metode FAA memperhitungkan lintasan lebih dari satu pesawat rencana.

• Perbedaan yang dimiliki dari ketiga metode dari segi pengolahan data yang digunakan adalah dalam hal perhitungan garis kontak area dari pesawat rencana, dimana metode LCN sangat memperhitungkan garis kontak area dari roda pesawat guna memberikan gambaran tentang sejauh mana suatu perkerasan dapat memikul beban roda pesawat, sedangkan metode CBR dan FAA kurang memperhitungkan garis kontak area dari pesawat rencana.

• Perbedaan yang dimiliki dari ketiga metode dari segi analisis adalah dalam hal ketebalan lapisan perkerasan yang diperoleh, dimana metode LCN menghasilkan tebal lapisan paling besar untuk lapisan permukaan (surface course) yaitu sebesar 28 cm, metode CBR menghasilkan tebal lapisan paling besar untuk lapisan pondasi bawah (Subbase course), yaitu sebesar 46 cm dan tebal lapisan paling besar untuk lapisan pondasi (Base course) juga dihasilkan oleh metode CBR dan LCN, yaitu sebesar 33 cm.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis metode-metode perencanaan struktural tebal lapisan perkerasan lentur dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Tebal perkerasan untuk lapisan permukaan (surface course) yang dihasilkan dengan menggunakan metode LCN lebih tebal dari pada tebal lapisan permukaan (surface course) yang dihasilkan dengan menggunakan metode CBR dan FAA, yaitu sebesar 28 cm.

2. Metode CBR dan LCN memiliki tebal lapisan pondasi yang sama besar, yaitu 33 cm.

3. Metode CBR menghasilkan tebal lapisan paling besar untuk lapisan pondasi bawah (Subbase course), yaitu sebesar 46 cm dan tebal lapisan paling besar untuk lapisan pondasi (Base course) juga dihasilkan oleh metode CBR dan LCN, yaitu sebesar 33 cm.

4. Metode-metode yang digunakan dalam perencanaan perkerasan struktural runway pada bandar udara yang dibahas memiliki beberapa keuntungan dan kerugian dari masing-masing metode yang digunakan, sehingga ketika akan diterapkan di lapangan perlu kiranya dilakukan analisis dan kajian terlebih dahulu.

5. Dalam perencanaan struktural perkerasan suatu runway, semakin tinggi daya dukung suatu tanah maka akan semakin tipis lapisan


(5)

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisis metode-metode perencanaan struktural tebal lapisan perkerasan lentur dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut :

1. Hasil desain perkerasan sangat dipengaruhi oleh metode-metode apa saja yang dipakai, oleh karena itu maka sebaiknya pemilihan metode tersebut harus dijadikan salah satu pertimbangan yang matang dalam perencanaan desain perkerasan runway.

2. Sebaiknya dalam perencanaan suatu perkerasan, perlu diperhitungkan temperature dan iklim, karena struktur perkerasan yang direncanakan tidak hanya harus memiliki respon yang baik terhadap beban lalu-lintas pesawat, tetapi juga harus mampu mengantisipasi perubahan temperatur dan iklim, karena berpengaruh terhadap kekuatan bahan yang digunakan. 3. Metode CBR, FAA adalah metode yang dikeluarkan dan banyak

digunakan di negara lain. Apabila metode ini digunakan di Indonesia, perlu diadakan terlebih dahulu kajian yang lebih lanjut terhadap kesesuaian iklim di Indonesia.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, Kajian Metoda Perencanaan Tebal Lapis Tambah Perkerasan Lentur, Puslitbang Jalan dan Jembatan, Bandung, 2005.

Anonim, Flexible Pavement Design, Nichols Consulting, Nevada, 2005.

Anonim, Tatanan Kebandarudaraan Nasional, Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 44, Jakarta, 2002.

Basuki, H. “ Merancang dan Merencanakan Lapangan Terbang ”, Penerbit Alumni, Bandung, 1986.

FAA, Advisory Circular AC-150/5320-6E. “ Airport Pavement Design and Evaluation ”, United States of America, 2009.

Horonjeff, R. dan McKelvey, X. “ Planning and Desaign of Airports ”, Penerbit Erlangga, Jakarta, 1988.

Horonjeff, R. dan McKelvey, X. “ Perencanaan dan Perancangan Bandar Udara ”, Penerbit Erlangga, Jakarta,1993.

Sandhyavitri, A. dan Taufik, H. “ Teknik Lapangan Terbang ”, Universitas Riau, Pekan Baru, 2005.

Yang, C. ” Design of Funtional Pavement ”, Jhon Wiley dan Son Inc, New York, 1984.

Yoder, J. dan Witczak, W. “ Principle of Pavement Design ”, Second Edition, London, 1975.