Provinsi berkedudukan sebagai pengadilan tingkat banding yang berada di Ibukota Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan Mahkamah Agung
berkedudukan sebagai pengadilan tingkat kasasi.
34
Pada pasal 49 dalam Qanun Nomor 10 Tahun 2002 ini, diperjelas mengenai kompetensi dan kewenangan Mahkamah Syar‟iyyah, yaitu bahwa
Mahkamah Syar‟iyyah bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan serta menyelesaikan perkara-perkara pada tingkat pertama yakni dalam bidang ahwal
asy-Syakhsiyah, mu’amalah dan jinayah.
35
Adapun hukum materiil dan formil yang menjadi sumber acuan dalam Peradilan Syari‟at IslamMahkamah
Syar‟iyyah ini ialah bersumber dari atau sesuai dengan syariat Islam yang akan diatur dengan Qanun.
36
34
Qanun Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syari‟at Islam Pasal 1 sd 6.
35
Qanun Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syari‟at Islam BAB III Kekuasaan dan Kehakiman Mahkamah Pasal 49.
36
Qanun Nomor 10 Tahun 2002 Tentang Peradilan Syari‟at Islam BAB IV Hukum Materiil dan Formil Pasal 53-54.
56
BAB IV ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH SYAR’IYYAH TENTANG
KHALWAT, QANUN NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT, DAN FIQH
Seperti yang telah diketahui, bahwa salah satu tujuan pelaksanaan s yari‟at
Islam ialah terwujudnya keadilan dalam pemerintahan dan masyarakat Aceh. Maka
pelaksanaan syari‟at Islam di Aceh sangat bergantung kepada peran pemerintah sebagai perencana, penggerak, pemberi fasilitas utamanya serta peran
masyarakat sebagai partisipan penuh dalam pelaksanaan s yari‟at Islam, sehingga
hasil akhir dapat dicapai sesuai dengan rencana dan harapan masyarakat dan Pemerintah Aceh. Peran pemerintah sebagai pembuat aturan qanun yang materi
muatannya berdasarkan syari‟at Islam dan peran penegak hukum sebagai alat yang menjalankan dari pada aturan tersebut seperti Wilayatul Hisbah, Polisi
Penyidik, Jaksa, Hakim dan Mahkamah Syar‟iyyah selaku lembaga hukum menjadi tonggak ut
ama pelaksanaan syari‟at Islam. Mahkamah Syar‟iyyah menjadi hasil akhir dari pada bukti pelaksanaan s
yari‟at Islam.
1
Mahkamah Syar‟iyyah sebagai lembaga yang berfungsi untuk menjalankan peradilan
syari‟at Islam di Provinsi Aceh yang kewenangannya didasarkan atas s
yari‟at Islam dalam kerangka sistem hukum nasional, dan
1
Al- Yasa‟ Abubakar, Syari’at Islam Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Paradigma,
Kebijakan dan Kegiatan, Banda Aceh: Dinas Syariat Islam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2005, hal, 149.
kewenangan tersebut hanya berlaku untuk pemeluk agama Islam. Syari‟at Islam yang dijalankan oleh Mahkamah Syar‟iyyah haruslah ajaran Islam dalam semua
aspek kehidupan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999.
2
Adanya otonomi khusus bagi Provinsi Aceh juga bukan hanya sekedar memberikan otonomi khusus yang sedikit banyak berbeda dengan otonomi biasa,
akan tetapi otonomi khusus tersebut akan memberikan implikasi di bidang ketatanegaraan, karena seperti yang telah diuraikan bahwa pemberian otonomi
khusus oleh Undang-Undang disertai dengan hak kepada Pemerintah Provinsi dan DPRD untuk membuat sendiri peraturan pelaksanaannya yang kemudian diberi
nama qanun. Dengan begitu, kedudukan qanun relatif sangat kuat dan sangat besar karena diberi izin untuk menetapkan kewenangan lembaga peradilan untuk
menjalankan syari‟at Islam yaitu berupa Mahkamah Syar‟iyyah.
3
A. Putusan Mahkamah Syar’iyyah Tentang Khalwat
Berikut beberapa putusan Mahkamah Syar‟iyyah berkenaan dengan pelanggaran khalwat mesum pada kurun waktu Tahun 2010, yaitu:
1. Putusan Mahkamah Syar‟iyyah Provinsi Aceh Nomor: 03JN2010MS- ACEH
2
Al-Yasa Abubakar, Bunga Rampai Pelaksanaan Syari’at Islam Pendukung Qanun
Pelaksanaan Syari’at Islam, Banda Aceh: Dinas Syari‟at Islam Provinsi NAD, 2005, hal, 21.
3
Al-Yasa Abubakar, Bunga Rampai Pelaksanaan Syari’at Islam Pendukung Qanun
Pelaksanaan Syari’at Islam, hal, 22.
Putusan ini merupakan putusan banding dari Mahkamah Syar‟iyyah Tapaktuan Nomor: 03JN2009Msy-
Ttn yang menyatakan bahwa “Terdakwa I dan Terdakwa II terbukti secara sah dan menyakinkan telah bersalah
melakukan tindak pidanajarimah khalwatmesum, dan menghukum kedua terdakwa dengan
‘uqubat takzircambuk di depan umum masing-masing Terdakwa I dihukum sebanyak 7 tujuh kali cambuk dan Terdakwa II
dihukum sebanyak 9 sembilan kali cambuk”. Seperti yang disebutkan di dalam surat dakwaan bahwa kronologi dalam
perkara khalwat ini ialah sebagai berikut: bahwa Terdakwa I bekerja kepada Terdakwa II dan Terdakwa II adalah majikan Terdakwa I. Pada hari Senin
Tanggal 16 Maret 2009 bertempat dirumah milik Terdakwa II pukul 17.00 WIB, saat itu Terdakwa II menyuruh Terdakwa I untuk memanggil tukang
untuk memperbaiki Televisi milik Terdakwa II, akan tetapi hingga pukul 21.30 WIB tukang reparasi tersebut tidak kunjung datang. Kemudian Terdakwa II
membawa anak-anaknya ke dalam kamar, dan Terdakwa II masuk ke dalam kamar yang bersebelahan dengan kamar Terdakwa II. Kemudian sekitar pukul
22.00 WIB Terdakwa II masuk ke dalam kamar dimana Terdakwa I sedang beristirahat, lalu Terdakwa II langsung berbaring di samping Terdakwa I dan
sambil menyuruh Terdakwa I untuk menggosokan tubuhnya dengan balsam, hingga akhirnya terjadilah perbuatan khalwat dan sampai melakukan hubungan
layaknya suami istri. Namun sekitar sepuluh menit kemudian datanglah masyarakat setempat menggerebek rumah Terdakwa II, karena perbuatan
khalwat mereka telah diketahui.