Hukum dan Larangan Khalwat dalam Hukum Pidana Islam

ialah haram, maka segala perbuatan yang mendekati kepada zina seperti khalwat maka hukumnya mengikuti hukum zina yakni haram. 12 Asal hukum segala yang berkaitan dengan sex adalah haram, berkaitan dengan hal ini qaidah fiqihnya ialah: ْلاَا مْيرْحَ لا ااضْبَا ف “ Pada dasarnya hukum dalam masalah sex ialah haram” Dapat dipahami dengan jelas, bahwa segala yang berkaitan dengan perbuatan sex hukum asalnya yaitu haram, sampai ada sebab-sebab yang menghalalkannya yaitu seperti melalui jalan pernikahan atau dengan milkulyamin yaitu budak miliknya. 13 Kaidah di atas dapat juga diartikan bahwa pada dasarnya farji itu haram, yang maksudnya ialah bahwa hukum asal bersenang-senang dengan wanita itu adalah haram kecuali yang dihalalkan oleh syari‟at Islam. 14 Al Yasa‟ Abu Bakar berpandangan bahwa khalwat menurut fiqh ialah dimana perbuatan tersebut berada pada suatu tempat yang tertutup dan sepi antara dua orang mukallaf yakni laki-laki dan perempuan yang bukan merupakan mahromnya maka hal tersebut pun sudah dianggap sebagai tindak pidana. Sehingga karena khalwat termasuk sebagai tindak 12 Abdul Mujib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqih Al- Qowa’idul Fiqhiyyah, Jakarta: Kalam Mulia, 2001, hal, 57. 13 Abdul Mujib, Kaidah-Kaidah Ilmu Fiqih Al- Qowa’idul Fiqhiyyah, hal, 27. 14 Ahmad Sabiq bin Abdul Lathif Abu Yusuf, Al-Qawaid Al-Fiqhiyyah: Kaedah-kaedah Praktis Memahami Fiqih Islami, hal, 54. pidana, maka perbuatan pidana akan menimbulkan sanksi kepada pelakunya. 15 Pada pembahasan fiqh klasik, unsur utama perbuatan khalwat ialah berada pada tempat tertutup seperti di dalam rumah atau lebih spesifiknya ialah kamar. Namun, dalam perkembangannya perbuatan seperti bermesraan, berciuman dan atau berpelukan yang dilakukan di tempat umum, di tempat ramai atau di depan orang lain juga merupakan perbuatan khalwat karena merupakan perbuatan maksiat perbuatan yang oleh s yari‟at Islam dilarang dilakukan, karena dapat membawa kepada zina. 16 Dapat disimpulkan bahwa perbuatan khalwat dapat digolongkan menjadi dua macam; 1 perbuatan bersunyi-sunyi itu sendiri yaitu berada berduaan antara laki-laki dan perempuan ditempat yang tertutup. Walaupun jika keduanya tidak melakukan apapun yang berkenaan dengan perbuatan maksiat, tetapi hal tersebut telah termasuk perbuatan khalwat; 2 melakukan perbuatan yang dapat mengarah kepada perbuatan zina baik di tempat yang ramai di luar ataupun ditempat sepi dan tertutup. 17 15 Al- Yasa‟ Abubakar, Syari’at Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Paradigma, Kebijakan dan Kegiatan, Banda Aceh: Dinas Syari‟at Islam Provinsi Nanggore Aceh Darussalam, 2005, hal, 277. 16 Al- Yasa‟ Abubakar, Syari’at Islam di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Paradigma, Kebijakan dan Kegiatan, hal, 277. 17 Al- Yasa‟ Abubakar. Syari’at Islam Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Paradigma, Kebijakan dan Kegiatan, hal, 277. Maka jalan yang baik untuk menjadikan halal hubungan antara laki-laki dan perempuan Islam menyediakan lembaga pernikahan. Melalui penikahan segala yang haram menjadi halal bahkan ladang ibadah. Tujuan utama agar hubungan laki-laki dan perempuan di ikat dengan tali perkawinan adalah untuk menjaga dan memurnikan garis keturunan nasab atau hifzh an-Nasl agar anak terlahir dalam hubungan yang halal yakni pernikahan itu sendiri. Kemurnian nasab dalam keturunan dianggap penting oleh agama Islam untuk melindungi masa depan anak yang dilahirkan tersebut. Larangan khalwat bertujuan untuk mencegah diri dari perbuatan zina. Larangan ini berbeda dengan beberapa jarimah lain yang langsung kepada zat perbuatan itu sendiri, seperti larangan mencuri, membunuh, melukai, merampok dan lain sebagainya. Larangan zina justru meliputi perbuatan zina itu sendiri dan tindakan-tindakan yang mengarah kepada zina. Hal ini menunjukan betapa s yari‟at Islam sangat memperhatikan kemurnian nasab seorang anak manusia, sehingga membedakan manusia dan binatang yang tidak memiliki akal dan aturan. 18 Kemudian ajaran Islam juga sangat mengatur bagaimana kehati- hatian dalam sebuah pergaulan, yaitu memelihara pandangan. Biasanya sering terjadi zina mata atau pandangan-pandangan yang tak dibatasi oleh iman baik di luar khalwat maupun didalam keadaan khalwat. Yang dari 18 Muhammad Siddiq dan Chairul Fahmi, Problematika Qanun Khalwat: Analisis Terhadap Persfektif Mahasiswa Aceh, Banda Aceh: Aceh Justice Resaurce Center, 2009, hal, 35. pandangan itu nantinya akan menjurus kepada perzinaan dan kedurhakaan. 19 Seperti yang diatur dalam al- Qur‟an Surat An-Nur ayat 30: ق ْي ْ مْلل ْ ْوضغاي ان ا ااْباأ ْن ْوظافْحاياو ْم را ْورف ا ْي اخ ا َه َ ْمهال كْ اأ اكل ْمهاج امب ر ا ا وعا ْااي 30 “Katakanlah kepada lelaki yang beriman: ‘hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka’. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat ”. Q.S. An-Nuur: 30 20 Surat an-Nur ayat 30 tersebut menjelaskan perintah Allah kepada kaum lelaki yang beriman supaya menahan pandangannya atau menjaga pandangannya terhadap kaum wanita ajnabi atau wanita yang bukan mahramnya. Diperintahkan pula untuk memelihara kemaluan mereka dari perzinahan danatau perbuatan- perbuatan yang melanggar aturan Syari‟at Islam. Sebab menghindari pandangan dan memelihara kemaluan merupakan cermin kesucian dan bentuk ketaatan kepada Allah dalam mengikuti aturan-aturan Allah yang nantinya akan kembali kepada diri kita masing-masing. Hal tersebut merupakan salah satu jalan dari menjaga atau memelihara nasabketurunan dan memelihara kehormatan yang aturannya telah termaktub dalam maqasid as-Syari ’ah atau adh-dharuriyat 19 Juhaya S. Praja, Tafsir Hikmah Seputar Ibadah, Muamalah, Jin, dan Manusia, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000, hal, 321. 20 Al- Qur‟an surat an-Nur ayat 30. al-Khams yang bermakna lima hal inti. Maqasid as-Sya ri’ah itu berarti maksud atau tujuan disyari‟atkan hukum Islam. Maqasid as-Syari’ah sering juga disebut ‘illat 21 atau tujuan hukum yang pada prinsipnya adalah mengambil manfaat dan menolak kemudharatan. 22 Kelima hal inti yang perlu dijaga tersebut ialah: 1 perlindungan terhadap agama Hifzh ad-Din; 2 perlindungan terhadap jiwa Hifzh an- Nafs; 3 perlindungan terhadap akal Hifzh al- ‘Aql; 4 perlindungan terhadap nasab dan kehormatan Hifzh an-Nasl wa al- ‘Irdh; 5 perlindungan terhadap harta benda Hifzh al-Mal. 23 Dari kelima hal inti di atas, maka kemudian banyak cabang-cabang di bawahnya yang perlu ikut dijaga atau dipelihara, seperti perlindungan terhadap nasab keturunan dan kehormatan maka cara melindunginya ialah dengan menjauhkan diri dari perbuatan yang akan merusak nasab atau merusak nama baik atau kehormatan diri salah satunya yaitu seperti perbuatan zina, perbuatan lacur, serta perbuatan-perbuatan lain yang didasari oleh nafsu seksual sehingga dari perbuatan-perbuatan tersebut menimbulkan rusaknya nasab seorang anak sebab dilahirkan di luar nikah. Selain rusaknya nasab, kehormatan diri pun menjadi rusak atau dipandang 21 „illat ialah penyebab adanya hukum atau bisa juga diartikan sebagai alat untuk mengetahui makna dibalik suatu ketetapan yang ada, dan sama-sama juga memiliki fungsi sebagai landasan atau dasar bagi sebuah ketetapan hukum. 22 Jaenal Aripin dan Azharudin Latif, Filsafat Hukum Islam Tasyri’ dan Syar’i, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006, hal, 82. 23 Ahmad Al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah, Jakarta: AMZAH, 2009, hal, xiii. hina oleh orang lain sebab perbuatan tersebut karena zina merupakan perbuatan yang keji dan jalan yang tidak baik, jalan yang baik ialah dengan melalui pernikahan. 24 Untuk menghindari dari perbuatan zina, salah satunya ialah dengan menghindari perbuatan khalwat yaitu menyepi antara laki-laki dengan wanita ajnabi. Dengan tidak melakukan khalwat, maka berarti telah mengikuti aturan Allah yang terdapat dalam surah al- Isra‟ ayat 32 yakni “Janganlah kamu mendekati zina” sebab khalwat merupakan salah satu perbuatan mendekati zina. Menjauhi perbuatan khalwat juga dipandang sebagai kebutuhan tingkat “hajjiyatpelengkap” dalam menjaga atau memelihara nasab keturunan dan kehormatan. Karena menjauhi perbuatan khalwat ini menjadi jalan terhindarnya perbuatan zina, sehingga melengkapi tindakan dalam menjaga nasab dan keturunan. Adapun tingkatan “dharurriyatprimer” dalam menjaga atau memelihara nasab keturunan dan kehormatan itu sendiri ialah dengan melaksanakan hukuman hadd zina kepada pelaku zina. 25 Pada garis besarnya, dalam hukum Islam ada 3 tingkatan kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia, yaitu: 24 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, Jakarta:Bulan Bintang, 2003, hal, 39. 25 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, hal, 41. 1 Dharuriyyatkeniscayaan, dapat pula disebut dengan kebutuhan tingkat primer yaitu sesuatu yang harus ada untuk keberadaan manusia atau tidak sempurna kehidupan manusia tanpa terpenuhinya kebutuhan tersebut. 26 Dharuriyyat juga harus diwujudkan dalam dua sisi, pada satu sisi kebutuhan tingkat dharuriyyat harus diwujudkan dan diperjuangkan, sedangkan di sisi satunya ialah bahwa segala hal yang dapat menghalangi pemenuhan dan terwujudnya kebutuhan dharuriyyat harus disingkirkan atau dicegah adanya. 27 2 Hajjiyatkebutuhan pelengkap, dapat pula disebut kebutuhan tingkat sekunder yaitu sesuatu yang dibutuhkan bagi kehidupan manusia, tetapi tidak mencapai kebutuhan tingkat dharuri. Seandainya kebutuhan hajjiyat ini tidak terpenuhi tidak akan meniadakan atau merusak kehidupan itu sendiri, tetapi keberadaannya dibutuhkan untuk melengkapi kebutuhan tingkat dharuri tersebut, sehingga mudahlah dalam memenuhi kebutuhan dharuri tadi. Dan dipandang sebagai aspek pendukung dalam menegakan kebutuhan tingkat dharuri. 28 26 Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur‟an, Tafsir Al-qur’an Tematik Hukum, Keadilan, dan Hak Asasi Manusia, Jakarta: 2010, hal, 37. 27 Wael B. Hallaq. Sejarah Teori Hukum Islam, Pengantar Untuk Ushul Fiqh Madzhab sunni, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, hal, 248. 28 Tafsir Al- qur’an Tematik Hukum, Keadilan, dan Hak Asasi Manusia, Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur‟an, 2010, hal, 37-38. 3 Tahsiniyatkeindahan, disebut juga sebagai kebutuhan tingkat tertier yaitu sesuatu yang dibutuhkan untuk memperindah kehidupan. Tanpa terpenuhinya kebutuhan tahsiniyat ini kehidupan tidak akan rusak dan juga tidak akan sulit, namun keberadaannya dimaksudkan untuk kemuliaan akhlak dan kebaiakan tata tertib pergaulan. Seperti menjaga jarak dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan, membatasi jam main atau kegiatan malam bagi wanita. Sehingga termasuk dalam “Hifzh an-Nasl wa al-‘Irdh” yaitu perlindungan terhadap nasab dan kehormatan. 29 Khalwat marak terjadi pada masa pacaran, sebab dengan menjalin hubungan pacaran biasanya timbul perasaan saling memiliki, ingin selalu bersama sehingga mencoba untuk meluapkan rasa sayangnya kepada pasangannya yang memungkinkan terjadinya tindakan yang berlebihan baik dari laki-laki maupun wanita dalam mengungkapkan kasih sayang. Padahal tindakan berlebihan dalam mengungkapkan kasih sayang tersebut dilaran g oleh syari‟at. Para ulama fiqh sepakat mengharamkan berkhalwat dalam masa pacaran ini yaitu kegiatan berduaan di tempat-tempat sepi yang memungkinkan mereka melakukan maksiat, karena pacaran tidak sama dengan ikatan perkawinan yang telah diberikan kebebasan dan merubah segala yang berstatus haram menjadi halal, berbeda dengan 29 Tafsir Al- qur’an Tematik Hukum, Keadilan, dan Hak Asasi Manusia, hal, 37-38. pacaran segala hal yang bersifat diperbolehkan dalam pernikahan, maka dalam hubungan pacaran masih berstatus haram. 30 Marak pula berbagai kasus perkosaan atau perzinahan terhadap pembantu wanita yang dilakukan oleh majikan laki-laki ataupun sebaliknya yang dilakukan oleh pembantu laki-laki terhadap majikan wanita. Hal tersebut kemungkinan dapatnya terjadi yakni sebab diawali dengan perbuatan khalwat, yakni bediam dirumah dengan tidak adanya orang lain selain sang majikan laki-laki dan pembantu. 31 Kemudian lemahnya iman juga memicu terjadi perbuatan keji dan munkar. Seseorang bertanya kepada Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsamin: “ Apa hukum berdiam di rumah bersama pembantu laki-laki tapi tanpa berkhalwat ?”. Dijelaskan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsamin bahwa permasalahan pembantu telah menjadi masalah sosial yang membahayakan. Berapa banyak telah terdengar peristiwa yang menakutkan atau pelanggaran syari‟at Islam dan pelanggaran berbagai HAM yang berhubungan dengan masalah pengadaan tenaga kerja baik itu laki-laki maupun perempuan. Telah jelas sekali dampak atau akibat yang besar dalam masyarakat, selain juga tidak ada kebutuhan mendesak untuk itu dan hanya menampakkan tingkat kehidupan yang sejahtera, namun di 30 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996, hal, 899. 31 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, hal, 899. dalamnya terdapat sebab-sebab timbulnya fitnah yang menjadikannya harus dilarang. 32 Adapun alasan pengharaman khalwat ialah hadis yang telah disebutkan dari Ibnu Abbas pada bab pertama, dan berdasarkan hadis di tersebut fukaha telah sepakat mengatakan haram perbuatan khalwat antara seorang pria dan seorang wanita ajnabi tanpa disertai dengan mahram, meskipun antara keduanya tidak melakukan hal-hal yang melanggar ajaran Islam, sebab larangan atau keharaman tersebut ditujukan kepada perbuatan khalwatnya. Larangan khalwat antara laki-laki dan teman lainnya adalah karena ada dugaan keras akan terjadinya maksiat atau hal-hal yang tidak diinginkan lainnya. Hal ini sesuai dengan penjelasan Nabi dalam sebuah hadits dari Amir bin Rabi‟ah, yaitu: ااطْيَشلا اامهاثلااث َ إاف ةاأارْ اب جار َ اولْخاي اَ اَاأ اور . با ا ح ن 33 “Ingatlah, janganlah salah seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita, karena sesungguhnya yang ketiga diantara mereka adalah setan”. HR. Ibnu Hibban. 34 32 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, hal, 899. 33 Muhammad bin Hibban ta‟lif Al-Amir „Alauddin „Ali bin Balban Al-Farisi ,Shahih Ibnu Hibban bi Tartib Ibnu Balban, Lebanon:Al-Resalah, 1997, juz 12 hal 399-400. 34 Muhammad Abduh Malik, Perilaku Zina Pandangan Hukum Islam dan KUHP, Jakarta:Bulan Bintang, 2003, hal, 9. Hadits Nabi tersebut menyatakan bahwa tidak halal atau jelasnya haram seorang lelaki berkhalwat atau menyepi atau menyendiri dengan seorang perempuan, sebab ketika dalam keadaan seperti itu maka yang ketiga dari mereka adalah setan. Dan setan memiliki peluang di dalamnya untuk merayu dan memperdayakan laki-laki dan perempuan tersebut untuk mengikuti nafsu yang ada pada diri, nafsu dijadikan sebagai jalannya setan. Akan tetapi di dalam hal tersebut terdapat pengecualian yakni adanya mahram yang mendampingi mereka. Maka dengan adanya mahram yang mendampingi dimaksudkan supaya bisa menutup peluang setan untuk merayu dan mengajak kepada perbuatan yang keji. 35 Berdasarkan hadits di atas, Al- Munawi berkata: “Bahwa syaitan menjadi penengah orang ketiga diantara keduanya orang yang berkhalwat dengan membisikkan mereka untuk melakukan kemaksiatan dan menjadikan syahwat mereka berdua bergejolak dan menghilangkan rasa malu dan sungkan dari keduanya serta menghiasi kemaksiatan hingga nampak indah dihadapan mereka berdua, sampai akhirnya syaitan pun menyatukan mereka berdua dalam kenistaan atau menjatuhkan mereka pada perkara-perkara yang lebih ringan dari zina yaitu perkara-perkara 35 Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1996, hal, 899. pembukaan dari zina yang hampir-hampir menjatuhkan mereka kepada perzinahan.” 36 Dari penjabaran di atas, sehingga dapat dikatakan bahwa menyendiri dengan wanita-wanita yang selain mahram maka hukumnya haram.

C. ‘Uqubat Pelaku Khalwat dalam Hukum Pidana Islam

Larangan khalwat adalah pencegahan dini bagi perbuatan zina. s yari‟at Islam dengan tegas melarang melakukan zina, Sementara khalwatmesum merupakan washilah 37 atau jalanpeluang untuk terjadinya zina. Berkaitan dengan ini, terdapat kaidah fiqh yang sesuai, yaitu: لئااساوب رْ اا ءْيَشلاب رْ اَا “Perintah untuk melakukan sesuatu, maka termasuk kepada washilah nya jalannya”. 38 Maksudnya ialah sebuah perintah untuk melakukan sesuatu, maka diperintahkan pula untuk melakukan proses atau jalan untuk mencapai hal tersebut. Seperti perintah untuk shalat, maka mencakup perintah untuk melakukan hal-hal sebelum shalat seperti berwudhu, menutup aurat, dan lain sebagainya. Begitu juga dengan ال مْيراح او اا مْ ح ال مْيراحلا 36 Muhammad Abdurrauf Al-Manawi, Faidh Al-Qadir Syarh Al- Jami’ As-Shagiir Min Ahadis Al-Basyir An-Nadzir, Beirut: Darul Fikr, Jilid 3, hal, 78. 37 wasîlah yaitu jalan-jalanupayacara yang ditempuh menuju perwujudan suatu perkara tertentu, dan faktor-faktor yang mengantarkan kepadanya. 38 Beni Ahmad Saebani, Ilmu Ushul Fiqh, Bandung: Pustaka Setia, 2008, hal, 252. “Yang mengelilingi larangan hukumnya sama dengan yang dikelilingi”. Maksudnya ialah bahwa sesuatu yang mengelilingi larangan yang haram, maka hukumnya dianggap sama dengan yang dikelilingi tersebut atau hal yang dilarang tersebut. Seperti perbuatan khalwat yang berada disekitar zina atau dengan kata lain perbuatan yang mendekati zina, maka khalwat dihukumi sama seperti zina. Dasar dari kaidah diatas yakni hadits Nabi Muhammad Saw: ْعماس :لوقاي ،ريشاب انْب ا اامْع لا ْعماس :الااق ،ر ااع ْناع ،ءاَيراكا اا اثَداح ،مْياع وباأ اا اثَداح :لوقاي امَلاساو ْيالاع ه َلال َه الوسار نِياب ااراحلااو ،نِياب لاَاحلا َاش اامها ْياباو ، ااه يف ا اقاو ْنا او ، ضْرعاو يدل اأارْ ا ْسا ااهَ اشملا اقَ ا ناماف ،ساَ لا ان ريثاك ااهمالْعاي اَ اعقااوي ْ اأ كشوي ، امحلا الْواح اعْراي ااراك : ااه شلا . ملس و راخ لا اور 39 “Dari Nu‟man bin Basyir berkata saya mendengar Rasulullah bersabda: „yang halal telah jelas dan yang haram telah jelas, dan diantara keduanya ada masalah-masalah mutasyabbihaat yang tidak jelas hukumnya, yang kebanyakan orang tidak mengetahui hukumnya. Maka barangsiapa yang menjaga diri dari syubhat, berarti ia telah membersihkan agama dan dirinya; dan barangsiapa yang jatuh ke dalam syubhat berarti dia telah jatuh kepada keharaman, seperti seorang pengembala yang 39 Muhammad Bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Al-Bukhari, Sudan: al-Maktabah al- „Ashriyah, 1997, Juz 1, hal 41. mengembala di sekitar pagar dari larangan, dikhawatirkan akan melanggar memasuki ke dalam pagar‟.” HR. Bukhari Muslim. Jadi, berdasarkan kaidah-kaidah dan hadits di atas, maka dapat disimpulkan bahwa khalwat juga merupakan tindak pidana jarimah yang dapat dikenakan sanksi atas pelanggarannya, sebab khalwat berada dalam sekitar larangan zina, tidak mungkin berbuat zina jika tidak didahului oleh perbuatan khalwat. Maka khalwat diancam dengan ‘uqubat takzir. Sebab khalwat tidak termasuk dalam kategori hudud maupun qishash, yang aturan dan bentuk hukumnya telah ditetapkan oleh Q ur‟an dan hadits. Di dalam Hukum Pidana Islam, ada 3 kategori ‘uqubat untuk pelaku jarimah, yakni sebagai berikut: 1 Qishash dan Diyat Qishash dalam arti bahasa ثاا عبَ yakni menelusuri jejak. Pengertian itu digunakan untuk arti hukuman, sebab orang yang melakukan tindak pidana pembunuhan atau pelukaan berhak atas qishash, yakni hukuman yang diberikan sesuai dengan menelusuri jejak pelaku. Terkadang qishash juga diartikan dengan al-Mumatsalah, yang berarti keseimbangan dan kesepadanan. 40 Dari kata al-Mumatsalah ini kemudian muncul pengertian qishash secara istilah syara‟ لْعف ْثمب ي ا لا ةا ااج yakni yang artinya memberikan balasan kepada pelaku, sesuai dengan perbuatannya. 40 Ahmad Wardi Muslich, Hukum Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2005, hal, 148.

Dokumen yang terkait

Implementasi Permenkes RI No. 1096/Menkes/Per/ VI/2011 tentang Higiene Sanitasi Jasaboga Terhadap Kelayakanan Fisik Jasaboga di Kota Sibolga tahun 2014

9 206 86

Hubungan Pengetahuan Keluarga Tentang Penyakit Stroke Dengan Dukungan Keluarga Dalam Merawat Pasien Stroke Di Ruang Rawat RA.4 RSUP HAM Medan Tahun 2012

14 163 91

Penerapan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika Terhadap Tindak Pidana Permufakatan Jahat Jual Beli Narkotika (Analisis Putusan Pengadilan Negeri No. 675/Pid.B/2010/PN.Mdn dan Putusan No. 1.366/Pid.B/2011/PN.Mdn)

3 76 145

Penyelenggaraan Pelaksanaan Syari’at Islam Tentang Khalwat Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (Studi Qanun Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat)

2 44 174

Penerapan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Berdasarkan Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kota Medan)

13 140 63

Implementasi Peraturan Daerah Kabupaten Nias Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Perusahaan Daerah Pasar Yaahowu Dalam Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah

6 93 138

Pelaksanaan qanun Nomor 14 Tahun 2003 tentang khalwat di Aceh: studi putusan Mahkamah Syar’iyyah Tahun 2010 di Provinsi Aceh

1 8 145

PENEGAKAN SYARIAT ISLAM DALAM PERSPEKTIF HAK ASASI MANUSIA DI MAHKAMAH SYARIAH ACEH TENGAH NANGGROE ACEH DARUSSALAM (QANUN NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT/PERBUATAN MESUM).

0 0 25

QANUN ACEH NO 14 TENTANG KHALWAT DALAM T

0 1 20

Penerapan Qanun Aceh Nomor 14 Tahun 2003 Tentang Khalwat (Mesum) (Studi Kasus Penerapan Syariat Islam di Kota Subulussalam)

1 4 30