E. Pantun Betawi
Sebagai bagian dari masyarakat Melayu, masyarakat Betawi juga mengenal bentuk-bentuk puisi, yang disebut pantun. Pada pantun Betawi baris pertama dan
kedua disebut sampiran, baris ketiga dan keempat baru berupa isi pantun itu. Pola persajakan bunyi akhir baris adalah a-b-a-b dan ada pola yang berpola a-a-a-a. simak
kedua pantun berikut dan perhatikan pola persajakan bunyi akhir setiap baris. Ujan gerimis aje
Ikan bawal diasinin Lu ngape nangis aje
Bulan syawal nanti dikawinin Pantun di atas berpola persajakan akhir a-b-a-b
Indung-indung kepale lindung Ujan di sono di sini mendung
Anak siapa pake kerudung Mate melirik kaki kesandung
Pantun di atas berpola persajakan bunyi akhir baris a-a-a-a
Dari keterangan dan contoh di atas dapat disimpulkan bahwa pantun Betawi agak berbeda dengan pantun dari daerah Melayu lain. Pantun dari daerah Melayu lain
selalu berpola persajakan bunyi akhir a-b-a-b, sedangkan pantun Betawi ada yang berpola persajakan bunyi akhir a-a-a-a, di samping yang berpola a-b-a-b.
40
Pantun Betawi juga mempunyai jenis yang beragam, antara lain pantun agama, pantun nasihat, pantun teka-teki, pantun nelayan, pantun remaja, dan pantun anak-
anak. Akan tetapi, ada juga pantun Betawi yang terdiri atas tiga baris dan banyak baris. Pantun tiga baris umumnya ada dalam permainan anak-anak. Pantun tiga baris
ini dibawakan dalam bentuk bernyanyi sambil bermain. Biasanya, dua baris pertama menjadi sampiran, satu baris terakhir menjadi isi. Selain pantun empat baris dan tiga
baris, pantun Betawi juga memiliki jenis yang lain, yakni pantun banyak baris. Sama seperti pantun tiga baris, pantun banyak baris digunakan dalam permainan anak-anak.
40
Abdul Chaer. Folklor Betawi Kebudayaan dan Kehidupan Orang Betawi. Jakarta: Masup Jakarta. 2012. h.73-74.
Bedanya, pada pantun banyak baris agak sulit membedakan mana sampiran mana isi karena mirip dengan mantra yang dinyanyikan dengan riang oleh anak-anak. Selain
jenis-jenis tersebut di atas, Betawi memiliki jenis pantun yang lain, yakni pantun berkait atau rancag. Dinamakan pantun berkait karena antarbaitnya memiliki
keterkaitan isi. Biasanya, jenis pantun ini menyajikan sebuah cerita, semisal cerita Pitung. Pada praktiknya, pantun berkait ini dibawakan sambil bernyanyi diiringi
musik gambang sehingga masyarakat Betawi mengenalnya sebagai gambang rancag.
41
Pantun Betawi termasuk folklor dalam masyarakat Betawi. Pantun sebagai folklor menjadi karya seni tradisional karena adanya “kegemaran” bagi masyarakat Betawi
untuk menyampaikan suatu pendapat atau suatu pikiran yang diungkapkan selalu melalui “sampiran” atau juga dengan menggunakan kekuatan adanya persamaan
bunyi atau persajakan.
42
Pantun kerap digunakan dalam sastra lisan bahkan dalam percakapan sehari-hari. Pantun menyimpan pesan yang penting untuk membangun
karakter individu dalam masyarakat, membangun karakter bangsa, yaitu membangun, memakaikan, dan meningkatkan budi bangsa agar menjadi orang mulia dalam
pergaulan.
43
Bahasa yang digunakan oleh orang Betawi adalah dialek Melayu Jakarta. Dialek itu tumbuh dari bahasa Melayu yang digunakan sebagai lingua franca antar penduduk
yang mempunyai latar belakang etnis dan bahasa yang beraneka ragam. Oleh karena itu struktur dan perbendaharaan kata dialek Melayu Jakarta banyak mengandung
unsur-unsur bahasa kelompok etnis pemakainya. Sistem fonologi dialek ini mempunyai kekhususan yang tidak terdapat pada dialek-dialek Melayu lainnya,
antara lain tampilnya vokal e pada suku kata terakhir.
44
Ciri menonjol ini dapat memudahkan pendengar untuk membedakan bahasa Betawi dengan dialek Melayu
41
Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI. op.cit.,h. 13-19.
42
Abdul Chaer .op.cit., h. 199.
43
Adriyetti Amir. Op.cit., h. 22.
44
Anwarudin Harapan. Sejarah, Sastra, dan Budaya Betawi. Jakarta: Asosiasi Pelatih Pengembangan Masyarakat. 2006. h. 120.
lainnya. Misalnya kata-kata dalam bahasa Indonesia seperti buaya, saya, dan dia. Bila diucapkan dengan dialek Betawi akan berakhiran dengan [ε], seperti [ayε], [buayε],
dan [diε]. Tata ucap Betawi juga tidak mengenal diftong, seperti [ay] dan [aw]. Jadi,
kata-kata dalam bahasa Indonesia yang menggunakan diftong diucapkan oleh masyarakat Betawi dengan akhiran [ε] dan [ᴐ ]. Misalnya, pulau dan pantai bila
dilafalkan dengan dialek Betawi akan menjadi [pul ᴐ ] dan [pantε].
45
Selain itu, Di dalam percakapan bahasa Betawi, mempunyai berbagai variasi. Khususnya di dalam
kata sapaan, maksudnya pronomina lu, gua, saya, kita, nama diri dan istilah kekerabatan yang digunakan sebagai sapaan, meskipun tidak ada ikatan
kekerabatan.
46
Ciri yang bersifat tata kalimat khususnya menonjol dengan munculnya berbagai kata pertikel kalimat seperti sih, kek, dong, deh, dan sebagainya, seperti Nyai kek
perawan sini kek
„Tidak peduli, apakah Nyai atau gadis dari sini’. Dua ciri lain dalam tata kalimat ialah 1 frasa milik yang dinyatakan dengan kata punya di antara
dua kata benda yang memiliki dan yang dimiliki, seperti amat punya rumah untuk „rumah Amat’. 2 urutan kata benda dengan kata ini dan itu yang berurutan terbalik
dengan bahasa Indonesia seperti ini rumah, itu anak, masing-masing untuk anak itu dan rumah itu.
47
F. Pantun dalam Acara Buka Palang Pintu
Buka palang pintu adalah salah satu acara dalam serangkaian acara perkawinan menurut adat Betawi. Acara ini dilakukan ketika mempelai pria dengan
rombongannya datang ke rumah mempelai wanita untuk duduk melaksanakan akad nikah. Rombongan mempelai pria dilengkapi dengan seorang juru pantun, seorang
jago silat dan seorang pembaca lagu sike. Sedangkan pihak mempelai wanita
45
Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI .op.cit., h.37-38.
46
C.D. Grijns. Kajian Bahasa Melayu Jakarta. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. 1991. h. 259.
47
Muhadjir. Bahasa Betawi Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2000. h. 67.