lainnya. Misalnya kata-kata dalam bahasa Indonesia seperti buaya, saya, dan dia. Bila diucapkan dengan dialek Betawi akan berakhiran dengan [ε], seperti [ayε], [buayε],
dan [diε]. Tata ucap Betawi juga tidak mengenal diftong, seperti [ay] dan [aw]. Jadi,
kata-kata dalam bahasa Indonesia yang menggunakan diftong diucapkan oleh masyarakat Betawi dengan akhiran [ε] dan [ᴐ ]. Misalnya, pulau dan pantai bila
dilafalkan dengan dialek Betawi akan menjadi [pul ᴐ ] dan [pantε].
45
Selain itu, Di dalam percakapan bahasa Betawi, mempunyai berbagai variasi. Khususnya di dalam
kata sapaan, maksudnya pronomina lu, gua, saya, kita, nama diri dan istilah kekerabatan yang digunakan sebagai sapaan, meskipun tidak ada ikatan
kekerabatan.
46
Ciri yang bersifat tata kalimat khususnya menonjol dengan munculnya berbagai kata pertikel kalimat seperti sih, kek, dong, deh, dan sebagainya, seperti Nyai kek
perawan sini kek
„Tidak peduli, apakah Nyai atau gadis dari sini’. Dua ciri lain dalam tata kalimat ialah 1 frasa milik yang dinyatakan dengan kata punya di antara
dua kata benda yang memiliki dan yang dimiliki, seperti amat punya rumah untuk „rumah Amat’. 2 urutan kata benda dengan kata ini dan itu yang berurutan terbalik
dengan bahasa Indonesia seperti ini rumah, itu anak, masing-masing untuk anak itu dan rumah itu.
47
F. Pantun dalam Acara Buka Palang Pintu
Buka palang pintu adalah salah satu acara dalam serangkaian acara perkawinan menurut adat Betawi. Acara ini dilakukan ketika mempelai pria dengan
rombongannya datang ke rumah mempelai wanita untuk duduk melaksanakan akad nikah. Rombongan mempelai pria dilengkapi dengan seorang juru pantun, seorang
jago silat dan seorang pembaca lagu sike. Sedangkan pihak mempelai wanita
45
Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI .op.cit., h.37-38.
46
C.D. Grijns. Kajian Bahasa Melayu Jakarta. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. 1991. h. 259.
47
Muhadjir. Bahasa Betawi Sejarah dan Perkembangannya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2000. h. 67.
dilengkapi juga dengan seorang juru pantun dan seorang jago silat. Dalam berpantun, si juru pantun mempelai pria berusaha menyatakan bahwa mempelai pria adalah
orang yang gagah, ganteng, hebat, dan dibandingkan dengan seorang artis beken yang terkenal. Sedangkan juru pantun mempelai wanita akan dapat ditaklukkan oleh si jago
silat pihak rombongan pria.
48
Secara umum, palang pintu merupakan sebuah aktivitas perkelahian atau main pukul simbolik, namun sesungguhnya memiliki makna yang dalam dan luhur
terutama saat dijadikan bagian dalam prosesi pernikahan adat Betawi. Sebagai salah satu rangkaian dari sebuah acara pernikahan, palang pintu merupakan sebuah
aktivitas pertarungan maen pukul yang bermakna simbolik yang di dalamnya calon mempelai pria harus menghadapi para jawara dari pihak mempelai wanita sebelum
dapat diterima oleh pihak keluarga mempelai wanita. Adegan pertarungan maen pukul ini bermakna bahwa pihak mempelai pria harus memiliki sifat berani, termasuk
dapat melindungi istri dan keluarganya kelak, dan hal tersebut harus dibuktikan di hadapan para jawara dan keluarga sang mempelai perempuan.
49
Seperti telah diuraikan di atas, sebelum rombongan pengantin pria diterima dan dipersilahkan masuk ke dalam rumah pengantin perempuan, terdapat prosesi khas
Betawi yang dikenal dengan nama Buka Palang Pintu. Prosesi ini diawali dengan adanya hadangan dari para jawara pihak pengantin perempuan terhadap rombongan
pengantin pria yang menanyakan maksud kedatangan rombongan tersebut. Tanya- jawab yang terjadi dikemas dalam bentuk berbalas pantun yang sekaligus meminta
dua syarat yang harus dilalui oleh pihak pengantin pria, yakni mengalahkan para jawara yang menghadangnya dan pertunjukkan kebolehannya dalam mengaji. Bila
para jawara pihak mempelai pria berhasil mengalahkan para jawara pihak mempelai perempuan. Maka pihak mempelai perempuan, meminta syarat kedua, yaitu
permintaan untuk melantunkan lagu yang berisi salawat kepada Nabi Muhammad
48
Abdul Chaer. op.cit.,h. 85.
49
Tim Peneliti Kebudayaan Betawi FIB UI. Betawi dalam Seni Sastra dan Seni Suara di DKI Jakarta. Jakarta: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya. 2010. h.78- 79.
SAW yang diiringi dengan rebana, marawis dan kecipring. Hal tersebut menandai bahwa sang calon suami telah memahami ilmu agama dan seorang yang ahli ibadah.
50
G. Sejarah Sanggar SABA
Sanggar SABA didirikan oleh Ahmad Darif, SE yang lahir di Cengkareng Timur Jakarta pada tanggal 14 Agustus 1975 yang terletak di kampung Pendongkelan
Jakarta Timur. Beliau adalah lulusan managemen perusahaan sarjana ekonomi di Universitas Mercu Buana tahun 1998. Beliau mulai mempelajari bela diri beksi pada
tahun 1991 di bangku Sekolah Menengah Atas oleh kakeknya bernama H. M. Aba Bin Naming sampai 1993. Setelah menguasai ilmu bela diri beksi, Darif diberikan
kepercayaan oleh kakeknya untuk mengajar bela diri tersebut untuk generasi berikutnya.
Pada tahun 1993 murid pertama Darif sebanyak sepuluh orang tapi dengan kegigihannya, beliau mengajar ilmu tersebut dari tahun ke tahun, sehingga murid
beliau menjadi seribu murid. Kemudian Darif dan muridnya mempunyai inisiatif mendirikan organisasi masyarakat Betawi yang diberi nama SABA Solidaritas Anak
Betawi Asli Solidaritas Anak Batavia yang diambil dari nama kakeknya Aba yang terletak di jalan Wijaya I Jakarta Barat.
Darif mengajarkan ilmu beksi yang merupakan pertahanan dari empat penjuru atau beksi juga berupa singkatan yang dapat diartikan berbaktilah engkau pada seruan
Illahi. Silat beksi merupakan kebudayaan Betawi yang hampir tidak terlihat dibandingkan kebudayaan Betawi lainnya, seperti ondel-ondel.
Adapun Jurus beksi Sanggar SABA terdiri dari sembilan jurus, yaitu: 1.
Jurus beksi dasar pembuka Jurus pembuka yang mengeluarkan teknik pukulan dan membuka pukulan dengan
tangan memotong. Disusul dengan pukulan tangan kiri dan tepak sikut ke depan.
50
Ibid., h.79-80.