Gambaran Umum DPD I Partai Golongan Karya GOLKAR Provinsi Lampung

34. Zainab Pertiwi Wakil Bendahara 35. Lukse Tobing Wakil Bendahara 36. Sukawari Wakil Bendahara 37. Hj. Suharjinah Wakil Bendahara 38. Richard Ardiyanto, SPt Wakil Bendahara 39. A. Faanzir Zarami, S.Ag Ketua Biro Organisasi dan Daerah 40. Hendarto Nawawi Anggota Biro Organisasi dan Daerah 41. Indra Caya Anggota Biro Organisasi dan Daerah 42. Dhebuay Umpuse Hatang Ketua Biro dan Kaderisasi dan Keanggotaan 43. Djujun Djuansyah Anggota Biro dan Kaderisasi dan Keanggotaan 44. Citra Dewi Anggota Biro dan Kaderisasi dan Keanggotaan 45. H. Mas‟ad Wahyudi, SE Korpemwil Lampung I : Kabupaten Lampung Selatan 46. Drs. Samidar, MM Korpemwil Lampung I : Kabupaten Tanggamus dan Kabupaten Pringsewu 47. Legio, BP, SH Korpemwil Lampung I : Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran 48. Suminta, Ba Korpemwil Lampung II : Kabupaten Lampung Timur 49. H. Sabki Korpemwil Lampung II : Kabupaten Tulang Bawang 50. H. Daryanto Dahlir, SE Korpemwil Lampung II : Kabupaten Tulang Bawang Barat dan Kabupaten Mesuji 51. Drs. Rahmat Kartolo Korpemwil Lampung III : Kabupaten Way Kanan 52. Kartubi Korpemwil Lampung III : Kabupatejn Lampung Utara dan Kabupaten Lampung Barat 53. Drs. I Nyoman Suryana Korpemwil Lampung III: Kab. Lampung Tengah 54. Nurlela Korpemwil Lampung III : Kota Metro 55. Buchori Muzamil, SH Ketua Biro Infokom dan Penggalangan Opini 56. Jaya Dikari Anggota Biro Infokom dan Penggalangan Opini 57. Syahroni Yusuf Anggota Biro Infokom dan Penggalangan Opini 58. Dra. Kusmawati Ketua Biro Perempuan 59. Lusi Aprilia Anggota Biro Perempuan 60. Dian Novita Anggota Biro Perempuan 61. Slamet Rasyid Ketua Biro Kepemudaan 62. M. Rasyid Nawawi Anggota Biro Kepemudaan 63. Sulistiana Anggota Biro Kepemudaan 64. Novriwan Ismail Ketua Biro Pelajar, Mahasiswa dan LSM 65. Sudarmono Saputra Anggota Biro Pelajar, Mahasiswa dan LSM 66. Muklis Wertha Anggota Biro Pelajar, Mahasiswa dan LSM 67. Helida Heliyanti Sukri, SE Ketua Biro Pekerja, Tani dan Nelayan 68. Hanu Kuncoro Anggota Biro Pekerja, Tani dan Nelayan 69. Dani Suwira Anggota Biro Pekerja, Tani dan Nelayan 70. Ayu Kartika Puspa, S.Kom, M.T Ketua Biro UKM dan Besar 71. Siti Masitoh Anggota Biro UKM dan Besar 72. R. Hendro Martono Anggota Biro UKM dan Besar 73. Miraya Z. Besila, SH Ketua Biro Koperasi 74. Kusmedi Salim, SE Anggota Biro Koperasi 75. Helen Hitriyani Anggota Biro Koperasi 76. Iwan Zulfikar, SE Ketua Biro Keagamaan dan Seni Budaya 77. Laila Wati Anggota Biro Keagamaan dan Seni Budaya 78. H. H. Fachruddin Al Abidi, SH Ketua Biro Kesra dan Kerawanan Sosial 79. Drs. Sayuti Zuhri Anggota Biro Kesra dan Kerawanan Sosial 80. Fasni Bima Anggota Biro Kesra dan Kerawanan Sosial 81. Wiliyus Prayietno, SH, MH Ketua Biro Hukum dan HAM 82. Nazaruddin, SH Anggota Biro Hukum dan HAM 83. Bambang Handoko, SH, MH Anggota Biro Hukum dan HAM 84. Afdal, S.Pd.I Ketua Biro Diklat, Litbang, dan Kajian 85. Octavian Toro Dianto Anggota Biro Diklat, Litbang, dan Kajian 86 M. Riva‟i Anggota Biro Diklat, Litbang, dan Kajian Sumber : DPD I Partai Golongan Karya Provinsi Lampung 2015 Tabel 1 : Komposisi Dan Personalia Dewan Pimpinan Daerah Partai Golkar Provinsi Lampung Masa Bakti 2009-2015 Dewan Pimpinan Daerah DPD Partai Golongan Karya Provinsi Lampung dalam perkembangannya tentunya tidak selalu berjalan dengan lancar dan sesuai keingingan. Konflik internal Partai Golongan Karya di Dewan Pimpinan Daerah di Provinsi Lampung pun mewarnai perkembangannya di Provinsi Lampung. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari harian online lampungekspresnews.com edisi Senin, 11 Januari 2010 pukul 10:57 WIB menyebutkan suatu berita yang berjudul Edi Sutrisno : Saya Sudah Cape : SEDIKITNYA tiga kali Ketua DPD II Partai Golkar Kota Bandarlampung Eddy Sutrisno mengucapkan kalimat “saya sudah cape” dalam jumpa pers yang digelar di kantor DPD II tersebut, Sabtu 91 lalu. Kalimat yang menggambarkan betapa dirinya sudah kesal berada dalam pusaran konflik antara DPD II dengan DPD I Partai Golkar Provinsi Lampung tersebut diucapkan datar saja, nyaris tanpa ekspresi. Bahkan secara terbuka Mas Tris, sapaan akrab walikota Bandarlampung itu, menyatakan dirinya siap keluar dari Golkar manakala memang terbukti telah melakukan pelanggaran terhadap aturan partai. Jauh sebelumnya Mas Tris juga mengatakan bagi dirinya diusung atau tidak oleh Partai Golkar dalam pemilihan walikota dan wakil walikota Bandarlampung mendatang, bukanlah sebuah persoalan. Sebuah „keputusan‟ yang penuh makna. Tentu saja tiga pernyataannya itu tidak bisa dilihat secara parsial bahwa dirinya menyerah sehingga legowo untuk keluar dari Golkar. Pernyataan itu justru menegaskan jika dirinya siap „bertarung‟ untuk membuktikan bahwa apa yang dilakukannya selama ini tidak melanggar aturan partai. “Selama ini saya diam saja. Saya sudah cape. Tetapi mereka DPD I, red terus mencari- cari kesalahan saya,” urai Mas Tris. Dalam jumpa pers yang diadakan sehari sebelum musda Partai Golkar Kota Bandarlampung versi DPD I digelar, Mas Tris menegaskan jika konflik saat ini bukan didasari adanya pelanggaran terhadap aturan partai seperti berulangkali disuarakan Ketua DPD I Partai Golkar Lampung M Alzier Dianis Thabranie. Konflik itu dipicu keinginan DPD I agar dirinya tidak lagi menjadi ketua DPD II dan tidak menggunakan perahu Partai Golkar dalam pilwakot “Awalnya saya dikatakan melanggar aturan partai hanya karena saya dicalonkan oleh Partai Demokrat. DPD I kemudian memecat saya. Karena tidak terbukti saya melanggar aturan partai, DPP kemudian menganulirnya dengan menerbitkan surat No B.145DPPGOLKARXII2009 yang dikeluarkan tanggal 24 Desember lalu. Surat itu secara tegas menyatakan saya tidak melanggar aturan partai. Disebutkan juga pada poin ketiga, DPD I tidak boleh membatasi para pengurusnya untuk membuat kesepakatan dengan partai lain sebelum penetapan bakal calon oleh Partai G olkar sendiri,” papar Mas Tris. Menurut Mas Tris, surat DPP itu sengaja tidak dibeberkan saat islah karena dirinya dipesan oleh Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie. Setelah dilakukan islah, DPD II kemudian menggelar musda sebagaimana diamanatkan DPP pada tanggal 29 Desember 2010. Seluruh tahapan musda pun telah dilakukan sesuai ketentuan partai. Namun lagi-lagi DPD I menganulirnya. Bahkan DPD II ganti memecat Sekretaris DPD II Khairul Bakti dengan alasan yang bersangkutan rangkap jabatan karena telah ditunjuk menjadi pengurus di DPD I. Mas Tris menilai, pemecatan Khairul Bakti juga tidak memiliki landasan yang kuat. “Mereka DPD I, red hanya ingin Eddy Sutrisno tidak lagi menjadi ketua Golkar Kota Bandarlampung dan tidak dicalonkan oleh Partai Golkar pada pemilihan walikota. Itu saja agendanya. Alasan bahwa saya melanggar aturan partai, saudara Khairul rangkap jabatan dan sebagainya hanya alasan yang dicari-cari untuk sebuah pembenaran atas sesuatu yang keliru. Masa kita mau mengikuti sesuatu yang tidak benar? Partai Golkar adalah partai milik masyarakat, bukan milik perorangan. Jangan dianggap semua yang dimaui DPD I dan saudara Alzier itu benar,” tegas Mas Tris. Kini dipastikan konflik di internal Golkar Lampung bakal makin panjang. Jika dicermati secara seksama, dipastikan Mas Tris tidak akan menyerah begitu. Sebab secara tersirat Mas juga mengatakan jika dirinya siap untuk f ight. “Saya memang sudah tua. Pada tahun 1971 saja saya sudah menjadi saksi untuk Sekber Sekretaris Bersama- cikal bakal Partai Golkar, red dalam pemilu. Tapi kalau melawan yang muda-muda, saya juga siap. Mungkin bahkan saya lebih siap bertarung dibanding yang muda- muda,” tegas Mas Tris. LE-yonbayu” http:www.lampung-news.comarticlePolitik52991print diakses pada Tanggal 4 Juli 2015 Pukul 08.17 WIB Selain pemberitaan diatas ada pemberitaan yang lain yang mengatakan bahwa konflik internal di Dewan Pimpinan Partai DPD Partai Golongan Karya Provinsi Lampung terjadi. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari harian online republika.co.id edisi Selasa, 17 Maret 2015 pukul 13:00 WIB menyebutkan suatu berita yang berjudul Konflik Golkar, Anak Kudeta Posisi Bapak. “Politik tak mengenal istilah kawan dan lawan. Yang ada hanyalah kepentingan. Kisruh di tubuh Partai Golkar antara kubu Ketua Umum DPP hasil Munas Bali, Aburizal Bakrie, dengan Ketua Umum DPP hasil Munas Ancol, Agung Laksono, turut berdampak kepada perseteruan Heru Sambodo dengan ayahnya, Dianis Thabranie. Heru merupakan Ketua Fraksi Partai Golkar di DPRD Kota Bandar Lampung. Sejak Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengeluarkan surat yang mengesahkan Golkar pimpinan Agung Laksono, Heru terpaksa meninggalkan pilihan politik bapaknya yang berkiblat kepada kubu Ical. Pilihan politik tersebut bertepuk kedua tangan. Agung Laksono menunjuknya untuk duduk di jabatan Ketua Umum DPD I Golkar Lampung Munas Ancol. Dia menjabat sebagai pelaksana tugas untuk menggantikan bapaknya, Alzier Dianis Tabranie. Cikal bakal perbedaan politik bapak-anak ini sudah terlihat menjelang pemilihan anggota legislatif lalu. Heru yang menjabat Ketua DPD II Golkar Lampung, selalu berseberangan dengan bapaknya selaku Ketua DPD I. Saat Munaslub DPD II Golkar Lampung dihelat, Heru terjegal. Posisinya digantikan Toni Eka Chandra. Namun, Heru masih duduk di kursi DPRD Kota Bandar Lampung, untuk periode yang kedua. Alzier yang dikenal sangat sayang kepada anak-anaknya, tidak terpengaruh dengan langkah politik mereka. Menurut dia, urusan politik adalah politik, bukan untuk memisahkan anggota keluarga. Dia tetap mendorong Heru untuk menuju dunia politik. Alzier ingin menyumbangkan pengalamannya yang sudah malang melintang di kancah politik, termasuk menjadi calon gubernur yang gagal dilantik di era Presiden Megawati Soekarnoputri pada Desember 2002. Meski demikian, sikap Alzier kukuh. Dia yakin, kader, pengurus, dan anggota DPRD se-Lampung tetap solid menyikapi perbedaan yang terjadi di tubuh partai berlambang beringin tersebut, baik nasional maupun lokal. Menurutnya, semua kader, pengurus, dan anggota dewan tetap mendukung kepemimpinan Aburizal Bakrie Ical sebagai ketua umum. “Sampai saat ini, kami, kader dan pengurus, termasuk anggota dewan dari Golkar masih solid mendukung ARB,” kata Alzier Dianis Thabranie kepada Republika, Senin 163. Ia mengatakan, surat Menkumham bukan surat keputusan, apalagi penetapan kubu Agung Laksono yang sah. “Jangan seolah-olah surat Menkumham itu sudah mendapat pengesahan dari pemerintah kubu Agung Laksono,” katanya. Apalagi, kata dia, DPP PG sudah mengajukan gugatan hukum ke pengadilan negeri terkait persoalan ini. Heru mengambil pilihan berbeda. Atas sikapnya itu, Agung Laksono pun menghadiahi Heru kursi empuk DPD I Lampung. Menurut DPP versi Agung, ujarnya, Ketua Umum DPD I PG Lampung Alzier, tidak mampu menjalankan roda organisasi dengan baik. “Mungkin DPP melihat DPD I tidak ada program dan grand desain untuk membesarkan partai, yang ada memecat kader berprestasi,” katanya. Dia mengaku akan memperkuat kepengurusan DPD I setelah keluarnya surat Menkumham. Ia mengatakan, nama-nama yang akan masuk kepengurusan DPD I masih dalam pembahasan. Yang jelas, ungkap dia, nama-nama koordinator daerah kabupatenkota akan masuk dalam jajaran pengurus. “Sudah banyak yang ingin m erapat ke kubu Agung,” katanya.” http:www.republika.co.idberitakoranpolitik-koran150317nlcfqz- konflikgolkar-anak-kudeta-posisi-bapak diakses pada tanggal 4 Juli 2015 Pukul 08.45 WIB. Berdasarkan pemberitaan yang ada diatas, pemeberitaan tersebut memberikan gambaran bahwa dinamika di Dewan Pimpinan Daerah DPD Partai Golongan Karya Provinsi Lampung dalam hal mengalami konflik internal partai. Dalam hal ini membuktikan bahwa konflik internal yang terjadi di Dewan Pimpinan Daerah DPD Partai Golongan Karya Provinsi Lampung bukan baru pertama kali terjadi. Konflik internal Partai Golongan Karya di Dewan Pimpinan Daerah DPD di Provinsi pada Tahun 2009 merupakan konflik internal antara Dewan Pimpinan Daerah DPD Provinsi Lampung yakni DPD I Partai Golongan Karya Provinsi Lampung dengan Dewan Pimpinan Daerah DPD Kota Bandar Lampung yakni DPD II Partai Golongan Karya Kota Bandar Lampung. Dalam hal ini merupakan konflik yang ditimbulkan di daerah, yang dalam penyelesaiannya melibatkan Dewan Pimpinan Pusat DPP Partai Golongan Karya. Berbeda dengan konflik internal yang terjadi pada tahun 2009. Pada tahun 2014 Dewan Pimpinan Daerah DPD Partai Golongan Karya mengalami konflik internal kembali. Akan tetapi konflik internal yang terjadi sekarang ini merupakan dampak yang diberikan dari Dewan Pimpinan Pusat DPP Partai Golongan Karya kepada Dewan Pimpinan Daerah DPD Partai Golongan Karya Provinsi Lampung. Dalam konflik internal ini merupakan konflik internal perpanjangan tangan dari Dewan Pimpinan Pusat DPP agar dapat memberikan kekuatan terhadap kelompok yang berkonflik di pusat. Jadi, konflik internal di Dewan Pimpinan Daerah DPD Partai Golongan Karya Provinsi Lampung bukanlah konflik internal yang pertama kali menimpa partai ini. Meskipun konflik internal yang terjadi pada saat ini merupakan konflik internal yang terlama dan panjang serta memberikan dampak buruk yang besar terhadap Partai Golongan Karya sendiri.

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan oleh penulis, maka dapat penulis simpulkan bahwa: Konflik internal Partai Golongan Karya yang berada di Dewan Pimpinan Pusat DPP terjadi karena syarat kepentingan pribadi, perbedaan kepentingan, ambisius pribadi, perbedaan pendapat, rasa tidak puas, keinganan kelompok kepentingan, gaya kepempinan yang tidak baik, pemanfaatan keadaan, prestasi yang hilang dan berkurang, sehingga hal tersebut dapat memicu untuk terjadinya konflik internal partai. Konflik yang terjadi di Dewan Pimpinan Daerah DPD Provinsi Lampung yang merupakan dampak yang nyata dari konflik internal yang terjadi di Dewan Pimpinan Pusat. Selain merupakan implikasi dari konflik internal di Dewan Pimpinan Pusat DPP, konflik yang terjadi di Dewan Pimpinan Daerah DPD Provinsi Lampung juga dilatar belakangi oleh beberapa hal yaitu perbedaan kepentingan, ambisius pribadi, perbedaan pendapat, rasa kekecewaan, keinganan, gaya kepempinan yang tidak baik, pemanfaatan keadaan, yang berakibat terjadinya konflik internal partai Partai Golongan Karya di Provinsi Lampung. Dalam hal ini penulis menggunakan teori eksistensi partai politik yang dikemukakan oleh Randall dan Svansand dalam teori ini memiliki empat kriteria untuk mengetahui eksistensi partai politik yaitu: 1. Derajat Kesisteman; Berdasarkan hasil yang diperoleh penulis mengenai derajat kesisteman, terkena dampak dari konflik internal yang terjadi karena dalam terjadinya konflik terjadinya pemecatan-pemecatan kepada kader yang tidak sesuai dengan aturan yang ada, dan ADART tidak digunakan dalam hal pemecatan. Akibat dari terjadinya pemecatan terhadap kader. Hal tersebut memicu untuk timbulnya perpecahan. 2. Identitas Nilai; Berdasarkan hasil yang diperoleh penulis mengenai identitas nilai, terkena dampak dari konflik internal yang terjadi karena dalam terjadinya konflik. Dalam hal identitas nilai Partai Golongan Karya juga terkena dampak yaitu citra buruk yang diciptakan dihadapan masyarakat. Selain itu dari konflik yang terjadi merusak hubungan dengan kader yaitu orang-orang pendukung partai. Hal yang memberikan penguatan yaitu Pancasila yang dijadikan sebagai pedoman dan acuan partai itu tidak dijalankan sebagaimana mestinya. 3. Derajat Otonomi; Berdasarkan hasil yang diperoleh penulis mengenai derajat otonomi. Derajat otonomi Partai Golongan Karya pun terkena dampak dari konflik internal yang ada, yaitu dengan adanya pihak luar yang ikut campur dalam konflik internal ini. 4. Pengetahuan Publik. Berdasarkan hasil yang diperoleh penulis mengenai pengetahuan publik. Apabila mengenai pengetahuan publik sudah jelas bahwa konflik internal Partai Golongan Karya telah diketahui banyak orang, hal ini juga didukung dengan pemberitaan yang ada baik melalui media cetak ataupun media elektronik. Berdasarkan dari empat kriteria yang dikemukakan oleh Randall dan Svansand, dari empat kriteria yang ada, semuanya terkena dampak dari konflik internal partai. Oleh sebab itu, Partai Golongan Karya untuk kedepannya dalam hal menunjukan eksistensinya akan terganggu. Meskipun partai ini partai besar dan sudah banyak prestasi yang diraih akan tetapi eksistensinya tetap terganggu. Jadi, konflik internal yang terjadi di Partai Golongan Karya memilki dampak terhadap Dewan Pimpinan Daerah DPD Partai Golongan Karya Provinsi Lampung. Selain itu juga memberikan implikasi yang buruk dalam menjaga eksistensi Partai Golongan Karya.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis mengenai implikasi konflik internal Partai Golongan Karya terhadap Dewan Pimpinan Daerah DPD Partai Golongan Karya Provinsi Lampung terjadi karena adanya perbedaan yang mendasar yaitu perbedaan kepentingan, perbedaan pendapat, ataupun perbedaan yang lainnya serta adanya pemanfaatan momentum. Selain itu yang tak kalah penting adalah dari sikap dan gaya kepemimpinan dari partai golongan karya baik yang memimpin di Dewan Pimpinan Pusat DPP maupun Dewan Pimpinan Daerah DPD baik yang berada tingkat Provinsi ataupun yang berada tingkat Kabupaten atau Kota. Dalam hal ini penulis memberikan beberapa saran yang dianggap penting untuk penulis sampaikan. 1. Perlunya demokrasi yang lebih ditingkatkan dan ditegaskan kembali di dalam internal partai yang bertujuan untuk kepentingan bersama, bukan kepentingan pribadi yang mengatas namakan kepentingan bersama. 2. Pemimpin yang harus bertindak dan berperilaku sebagai pemimpin, bukan memanfaatkan kursi jabatan dan kekuasaannya untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu saja, karena dalam hal ini pemimpin yang akan dijadikan patokan dan pemimpin juga yang akan membawa kemajuan untuk partai. 3. Aturan yang ada di dalam Partai harus ditegakkan dan dijunjung tinggi dalam segala hal yang menyangkut kepartaian, karena dalam hal ini aturanlah yang dijadikan pedoman untuk berindak dalam kehidupan partai sehari-hari. 4. Dalam hal terjadinya konflik internal, apabila internal dapat menyelesaikannya jangan melibatkan pihak luar bagaimanapun pihak luar tentunya memiliki tujuan yang berbeda juga dalam hal melakukan dukungan ataupun bantuannya.