PENGARUH PERAN KEPEMIMPINAN DAN PERILAKU ORGANISASI TERHADAP PEMANTAPAN MILITANSI KADER PARTAI POLITIK :Studi Deskriptif Terhadap DPD Partai Golongan Karya Kota Bandung.

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR SKEMA ... xiii

DAFTAR GRAFIK ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 7

C. Batasan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 10

E. Manfaat Penelitian ... 10

F. Variabel Penelitian ... 11

G. Definisi Oprasional ... 12

H. Hipotesis... 19

I. Kerangka Berpikir ... 20

BAB II LANDASAN TEORI ... 24

A. Peran Kepemimpinan ... 24

1. Definisi Peran Kepemimpinan ... 24

2. Tipe Perilaku Mempengaruhi ... 26

3. Teori dan Model Kepemimpinan ... 29

4. Fungsi Kepemimpinan ... 32

B. Perilaku Organisasi ... 34

1. Definisi Perilaku Organisasi ... 34

2. Motivasi... 36

3. Evaluasi Kinerja ... 38

C. Militansi Kader Partai Politik ... 40

1. Militansi Kader... 40

2. Definisi Partai Politik ... 41

3. Fungsi Partai Politik ... 44

4. Hubungan Partai Politik dan Kader ... 47

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 51

A. Metode Penelitian ... 51

B. Pendekatan Penelitian ... 52

C. Teknik Pengumpulan Data ... 53

1. Kuisioner (Angket) ... 53

2. Studi Literatur ... 54


(2)

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 55

1. Populasi Penelitian ... 55

2. Sampel Penelitian ... 56

E. Operasional Variabel ... 58

F. Prosedur Penelitian ... 60

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 60

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 60

G. Pengujian Instrumen Penelitian ... 61

1. Uji Validitas Instrumen ... 63

2. Uji Realibilitas Instrumen ... 63

H. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 67

A. Gambaran Umum ... 67

1. Sejarah Partai Golkar ... 67

2. Visi dan Misi Partai Golkar ... 70

3. Doktrin Partai Golkar ... 71

B. Deskripsi Hasil Penelitian ... 72

C. Analisis Hasil Pengolahan Data ... 125

1. Gambaran Pendapat Kader Tentang Peran Kepemimpinan Ketua DPD Partai Golkar Kota Bandung... 125

2. Gambaran Pendapat Kader Tentang Perilaku Organisasi DPD Partai Golkar Kota Bandung ... 128

3. Gambaran Pendapat Kader Tentang Militansi Kader ... 129

D. Pengujian Instrumen ... 133

1. Uji Validitas Instrumen Penelitian ... 133

2. Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian ... 136

E. Pengujian Hipotesis ... 136

1. Korelasi Antara Variabel X1 (Peran Kepemimpinan) dengan Y (Militansi Kader) ... 135

2. Korelasi Antara Variabel X1 (Peran Kepemimpinan) dengan X2 (Perilaku Organisasi) ... 137

3. Korelasi Antara Variabel X2 (Perilaku Organisasi) dengan Y (Militansi Kader) ... 138

4. Korelasi Antara Variabel X1, X2 (Peran Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi) dengan Y (Militansi Kader) ... 140

F. Pembahasan dan Temuan Hasil Penelitian ... 142

1. Pembahasan Hasil Penelitian ... 142

2. Temuan Penelitian ... 150

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 156

A. Kesimpulan ... 152

1. Kesimpulan Umum ... 152


(3)

B. Saran ... 153

1. Bagi DPD Partai Golkar Kota Bandung ... 153

2. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 154

DAFTAR PUSTAKA ... 156

LAMPIRAN-LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP


(4)

BAB I PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Berakhirnya rezim orde baru yang dipimpin oleh Soeharto pada tahun 1998 menjadi sebuah babak baru dalam perjalanan kehidupan politik di Indonesia. Rezim orde baru yang selama ini menghegemoni bahkan cenderung merebut hak politik rakyat telah berhasil diakhiri melalui gerakan people power yang terjadi pada tahun 1998, di mana pada saat itu Mahasiswa menjadi aktor sentral dalam gerakan tersebut.

Keberhasilan mahasiswa mengakhiri hegemoni rezim orde baru telah mampu merubah kehidupan politik di Indonesia, hak politik yang selama ini cenderung sangat dibatasi, kini menjadi lebih mudah untuk didapatkan. Hal itu dibuktikan melalui penyampaian aspirasi yang lebih terbuka, baik dengan cara parlementer maupun ekstra parlementer.

Tuntutan untuk menerapakan sistem politik yang demokratis dan transparan nyatanya menjadi tujuan bersama pada awal-awal kejatuhan rezim orde baru, hal itu dapat dilihat melalui peningkatan penyampaian aspirasi, baik dengan cara parlementer maupun ekstra parlementer, yang kemudian telah berhasil membuka peluang bagi kelahiran beberapa partai politik baru, di mana hal tersebut merupakan fenomena yang cukup tabu di masa orde baru.


(5)

Rezim orde baru yang berakhir, telah mengakibatkan turunnya Soeharto dari jabatan Presiden Republik Indonesia, di samping itu, keruntuhan rezim orde baru juga telah menimbulkan citra negatif bagi Soeharto, mengingat masa kepemimpinan Soeharto yang terlalu lama dan sangat otoriter sehingga muncul beberapa anggapan bahwa Soeharto sebagai pemimpin yang korup, kolutif, dan nepotis.

Berkahirnya rezim orde baru tidak hanya melahirkan citra negatif bagi Soeharto, jatuhnya rezim orde baru juga turut memberikan citra negatif pada Golkar. Rusaknya citra Golkar seiring berakhirnya kekuasaan Soeharto akibat desakan yang begitu kuat dari masyarakat tentu sangat dapat dipahami, karena sulit terbantahkan bahwa pada saat itu Golkar adalah pendukung utama pemerintahan Soeharto yang tak lain adalah Ketua Dewan Pembina Golkar.

Golkar yang begitu superior di era orde baru, justru harus memperoleh suara yang menurun sangat drastis pascaberakhirnya orde baru. Berkaitan dengan hal itu, Rachman (2006: 1) mengungkapkan bahwa:

Hasil Pemilihan Umum 1999 menunjukkan bahwa Partai Golkar kalah hampir di semua daerah. Di lima provinsi di pulau Jawa, bahkan di DKI Jakarta yang dalam perolehan 5 besar partai peserta pemenang pemilu, Golkar hanya memperoleh (11,64%) di bawah PDIP (44,43%), PPP (19,37%), PAN (18,97%), dan hanya unggul dari PK (5,59%). Di Provinsi Jatim, Jateng, dan DIY Golkar berada pada urutan ketiga, dan hanya di Jabar yang memperoleh suara cukup banyak (26,95%), di bawah PDIP (38,56%). Apabila dibandingkan dengan Pemilu-Pemilu sebelumnya angka ini jelas sangat menurun.

Penurunan suara Partai Golkar pada pemilu 1999 yang sangat drastis tersebut jelas bukan tanpa sebab, runtuhnya era orde baru yang memberikan efek yang sangat


(6)

besar bagi peta politk nasional adalah faktor utama yang menyebabkan raihan suara Partai Golkar menurun drastis. Terlebih jika dipandang dari segi lumbung suara yang selama era orde baru dipegang oleh Golkar, yakni dukungan formal dari Birokrasi dan ABRI yang kemudian hilang pascaruntuhnya rezim orde baru. Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan Rachman (2006: 2) bahwa:

Gambaran tersebut memberikan peringatan bahwa apa yang selama ini menjadi andalan kemenangan Golkar sudah berakhir. Masyarakat sudah memahami situasi dan perkembangan politik di tanah air. Selain hilangnya dukungan formal dari birokrasi dan ABRI, juga rusaknya citra Golkar seiring dengan hancurnya citra orde baru.

Selain hilangnya lumbung suara Golkar yang didapat dari dukungan formal birokrasi dan ABRI, media massa juga memegang peranan penting pada saat itu dalam menyebabkan anjloknya raihan suara Partai Golkar. Pemberitaan-pemberitaan tentang Partai Golkar yang cenderung negatif sering kali muncul. Dan hal tersebut berimplikasi pada persepsi publik yang negatif tentang Partai Golkar. Berkaitan dengan hal itu Rachman (2006: 1) mengungkapkan bahwa:

Salah satu persoalan yang dihadapi Golkar adalah cukup menonjolnya isi pemberitaan media massa yang menghujat Golkar. Meskipun secara hukum Golkar adalah “sah”, berbagai tuduhan dan sindiran yang memojokkan, seperti “Golkar adalah warisan ORBA”, Golkar identik dengan Soeharto”, “Golkar partai yang penuh dengan KKN”, banyak muncul dalam pemberitaan media massa.

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pascakejatuhan rezim orde baru, Golkar yang kemudian berubah menjadi Partai Golkar mengalami krisis citra yang sangat kritis. Tuduhan-tuduhan seperti Partai Golkar sebagai warisan ORBA


(7)

atau sindiran sebagai partai yang penuh dengan KKN tentu menjadi ancaman yang sangat besar untuk eksistensi Partai Golkar.

Lebih lanjut, di masa transisi politik pascaberakhirnya orde baru banyak para ahli politik yang memprediksi bahwa masa kejayaan Golkar akan segera berakhir dan bahkan Golkar akan segera bubar. Berkaitan dengan hal tersebut, A.S Hikam (Tandjung, 2008: 10) menyebutkan:

Golkar menjadi besar dan solid pada masa Orde Baru karena tidak lepas dari dukungan militer, birokrasi, dan kendali mantan Presiden Soeharto yang bertindak sebagai Ketua Dewan Pembina, Golkar dengan sendirinya akan pecah dan hancur, kalau tidak nanti juga akan digulung rakyat dan zaman sendiri. Kalau pemilunya demokratis dan pelaksanaannya fair Golkar pasti akan kalah dan tidak lama akan bubar.

Tak cukup sampai disitu, hancurnya citra Golkar juga diperparah oleh kekompakan media dalam memberikan pemberitaan yang negatif tentang Golkar, sehingga publik diberikan gambaran yang sama tentang Golkar. Dalam kondisi seperti ini orang-orang yang simpatik terhadap Golkar pun akan menjadi kelompok minoritas yang kemudian hanya bisa diam tanpa mampu untuk mengungkapkan persepsi positif mereka tentang Golkar, kondisi seperti inilah yang disebut dengan the

spiral of silence (spiral kesunyian) sebagaimana yang diungkapkan oleh Elizabeth

Noelle-Neumann (Rachman, 2006: 3).

Penurunan raihan suara partai Golkar pada pemilu 1999 tentu merupakan sebuah pertanda negatif bagi eksistensi partai. Terlebih opini publik pada saat itu sangat tidak menguntungkan bagi partai Golkar. Dalam penelitian yang sebelumnya dilakukan oleh Ida Ayu & Associates (ISA), misalnya, ditemukan isu-isu yang


(8)

berkembang di masyarakat. Isu-isu tersebut adalah: Golkar adalah alat kekuasaan, identik dengan orde baru yang kolutif, korup, dan nepotis.

Namun perlahan tapi pasti, Golkar terus melakukan beberapa perubahan dalam internal organisasi, khususnya pasca Sidang Umum MPR 1999. Pertama, yang dilakukan Golkar adalah melakukan musyawarah nasional luar biasa pada tahun 1998 yang menghasilkan keputusan bahwa Golkar menjadi golongan proreformasi dan resmi menjadi partai politik, serta melakukan pemilihan Ketua Umum secara demokratis, yang kemudian mengantarkan Akbar Tandjung sebagai Ketua Umum terpilih mengalahkan Edi Sudrajat yang notabene berasal dari militer.

Pemilihan Ketua Umum Partai Golkar melalui proses yang demokratis tersebut nyatanya telah mampu sedikit memperbaiki citra Partai Golkar pada saat itu, hal tersebut dibuktikan melalui penelitian yang dilakukan Heriyandi Roni dengan fokus demokratisasi internal Golkar Pasca-orde baru. Penelitian tersebut memberikan kesimpulan bahwa apa yang telah dillakukan oleh Partai Golkar telah sesuai dengan tuntutan reformasi yang menyaratkan adanya perubahan yang mendasar baik secara kultural maupun struktural dalam internal Partai Golkar.

Tak hanya itu, setelah resmi menjadi partai politik, Partai Golkar menerima dengan lapang dada atas pengunduran diri B.J. Habibie sebagai calon presiden, meskipun apabila terus dipaksakan, secara konstitusional tidak salah. Hal kedua yang dilakukan Golkar adalah mundurnya Ketua Umum partai Golkar pada saat itu yakni,


(9)

Ir. Akbar Tanjung dari pencalonan Wakil Presiden, padahal jika Akbar Tanjung terus maju, peluang untuk menang cukup besar, dua fenomena inilah yang membantu pengikisan persepsi negatif tentang Golkar sebagai alat kekuasaan.

Apa yang telah dilakukan Partai Golkar telah membawa dampak positif bagi eksistensi partai ini. Hal itu terlihat dari raihan suara PartaiGolkar pada Pemilu 2004 yang meningkat sangat signifikan, bahkan partai Golkar mampu memenangi pemilu tersebut. Meskipun pada Pemilu 2009 Partai Golkar hanya mampu menduduki peringkat kedua dalam hasil raihan suara, namun kemampuan Partai Golkar dalam menghadapi „krisis citra‟ pada awal kejatuhan rezim orde baru sampai pada masa transisi politik pasca 1998, hingga kembali menjadi partai besar sangat menarik untuk diteliti, khususnya tentang peran kepemimpinan dan perilaku organisasi partai Golkar dalam melakukan pembinaan kader sehingga dapat terus mempertahankan eksistensi dalam kancah perpolitikan nasional.

Atas dasar latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang diberi judul “PENGARUH PERAN KEPEMIMPINAN DAN

PERILAKU ORGANISASI TERHADAP PEMANTAPAN MILITANSI

KADER PARTAI POLITIK” (Studi Kasus Terhadap Dewan Pimpinan Daerah


(10)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan paparan latar belakang di atas, maka terdapat beberapa rumusan masalah, yaitu:

1. Seberapa besar pengaruh peran kepemimpinan terhadap pemantapan militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung?

2. Seberapa besar pengaruh perilaku organisasi terhadap pematapan militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung?

3. Seberapa besar pengaruh peran kepemimpinan terhadap perilaku organisasi DPD Partai Golkar Kota Bandung?

4. Seberapa besar pengaruh peran kepemimpinan dan perilaku organisasi terhadap pemantapan militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung?

C.Batasan Masalah

Dalam penelitian ini peneliti akan melakukan pembatasan masalah sebagai beri kut:

1. Pengaruh

Pengaruh adalah kegiatan atau keteladanan yang baik secara langsung atau tidak langsung mengakibatkan suatu perubahan perilaku dan sikap orang lain atau kelompok. Pengaruh yang dimaksud dalam penelitian ini adallah pengaruh yang diberikan oleh pimpinan dan perilaku organisasi terhadap militansi kader partai politik khususnya Partai Golkar.


(11)

2. Peran Kepemimpinan

Menurut Rivai dan Mulyadi (2009 :2), “Definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam menetukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerjasama antar kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi.”

Peran kepemimpinan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan pimpinan Ketua DPD Partai Golkar Kota Bandung untuk melaksanakan berbagai fungsi kepemimpinan yang bermanfaat bagi kesuksesan pencapaian tujuan partai.

3. Perilaku Organisasi

Menurut Rivai dan Mulyadi (2009 :2), “Perilaku organisasi adalah suatu studi yang menyangkut aspek-aspek tingkah laku manusia dalam kelompok tertentu. Hal ini meliputi aspek yang ditimbulkan dari pngaruh organisasi terhadap manusia dan pengaruh manusia terhadap organisasi.” Sedangkan menurut Mangkunegara (2008 :2), “Perilaku organisasi adalah suatu studi yang dilakukan secara sistematik terhadap tindakan-tindakan dan sikap-sikap individu dan kelompok dalam organisasi.”

Perilaku Organisasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah, motivasi yang dimiliki oleh kader untuk mencapai tujuan Partai Golkar dan evaluasi kinerja yang


(12)

dilakukan dalam internal Partai Golkar yang bermanfaat untuk mendiagnosis perkembangan kesuksesan pencapaian tujuan itu sendiri.

4. Partai Politik

Menurut Carl J. Friedrich (Darmawan, 2008: 63), “partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan terhadap pemerintahan (bagi pimpinan partainya), di mana kekuasaan ini akan memberikan manfaat yang bersifat idiil dan materil kepada anggota partainya”. Partai Politik yang menjadi objek penelitian dalam penelitian ini, adalah Partai Golkar DPD Kota Bandung.

5. Kader

Yang dimaksud dengan kader adalah, anggota Partai Golkar yang secara struktural merupakan bagian dari pengurus Inti DPD Partai Golkar Kota Bandung.

6. Partai Golkar

Adalah nama dari partai politik di Indonesia yang merupakan transformasi dari Golkar sebagai kuasi partai politik di era Orde Baru.

7. Golkar

Adalah, golongan politik yang mewadahi kelompok Militer dan Birokrasi di era Orde Baru.


(13)

D.Tujuan Penelitian

Berdasarkan paparan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui:

1. Pengaruh peran kepemimpinan terhadap pemantapan militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung.

2. Pengaruh perilaku organisasi terhadap pemantapan militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung.

3. Pengaruh peran kepemimpinan terhadap perilaku orgasnisasi DPD partai Golkar Kota Bandung.

4. Pengaruh peran kepemimpinan dan perilaku organisasi terhadap pemantapan militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung.

E.Manfaat Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penelitian ini memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini bermanfaat bagi pengayaan konsep dan teori-teori yang berkaitan dengan peran kepemimpinan dan perilaku organisasi terhadap militansi kader partai politik.


(14)

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini akan sangat berguna bagi kader partai politik yang ingin mempelajari keberhasilan Partai Golkar dalam memantapkan militansi kader. b. Penelitian ini bermanfaat bagi para pimpinan organisasi untuk mengetahui

pengaruh peran kepemimpinan dalam menentukan eksistensi organisasi yang mereka pimpin.

c. Penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi pengembangan perilaku organisasi oleh anggota organisasi.

F. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono (2010 : 38), “variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya”

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel independen dan variabel dependen. “variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat)” (Sugiyono, 2010 : 39). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah peran kepemimpinan (X1) dan perilaku organisasi di DPD Partai Golkar Kota Bandung (X2).

Variabel kedua yang digunakan adalah variabel dependen atau variabel terikat. Variabel ini kebalikan dari variabel bebas yaitu variabel ini dipengaruhi oleh adanya


(15)

variabel bebas. Variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah Pemantapan Militansi Kader DPD Partai Golkar Kota Bandung.

Skema 1.1

Hubungan Antar Variabel Penelitian

Sumber: Diolah Penulis (2012)

G.Definisi Operasional

Untuk dapat memahami konsepsi mengenai kriteria kader partai politik secara komprehensif, maka peneliti merasa perlu untuk memaparkan beberapa konsep ilmiah yang berkaitan dengan kriteria kader partai politik. Bila dilihat dari sudut pandang korelasi dan implikasinya, maka konsep ilmiah mengenai perilaku organisasi

Peran

Kepemimpinan

(Variabel

Independen)

Perilaku

Organisasi

(Variabel

Independen))

Pemantapan

Militansi Kader

Partai Politik

(Variabel

Dependen)


(16)

dan peran pemimpin menjadi hal yang memiliki kaitan erat dengan eksistensi partai politik.

1. Peran Kepemimpinan a. Definisi Kepemimpinan

Konsep kepemimpinan selalu menjadi permasalahan yang penting untuk dibicarakan dalam ranah organisasi. Pentingnya kepemimpinan untuk dibahas adalah hal yang sangat wajar, sebab kemajuan organisasi sangat ditentukan oleh peran kepemimpinan seorang pemimpin. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa pemimpin memiliki tempat yang sangat strategis dalam usaha memajukan organisasi. Berkaitan dengan definisi kepemimpinan, Rivai dan Mulyadi (2009: 2) memberikan definisi kepemimpinan sebagai berikut:

Definisi kepemimpinan secara luas meliputi proses mempengaruhi dalam tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwa-peristiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan dukungan dan kerja sama dari orang-orang di luar kelompok atau organisasi.

Definisi di atas menunjukan bahwa, pemimpin menjadi tokoh penting dalam menentukan laju organisasi. Kemampuan pemimpin untuk memotivasi, memberikan pengaruh dalam hal interpretasi anggota terhadap suatu peristiwa, serta mengorganisir aktivitas untuk mencapai sasaran akan sangat berpengaruh pada kemajuan organisasi. Sementara itu, berkaitan dengan kemampuan pemimpin untuk menguasai berbagai indikator pimpinan yang baik coba dijelaskan melalui beberapa teori. Dalam hal ini, akan dibahas terlebih dahulu beberapa konsep yang relevan dengan kepemimpinan.


(17)

b. Teori dan Model Kepemimpinan

Terdapat beberapa teori yang berkaitan dengan kepemimpinan, pada dasarnya teori-teori ini mencoba untuk mendeskripsikan hubungan pemimpin yang efekktif berdasarkan ciri-ciri tertentu dengan keberhasilan berjalannya organisasi. Berikut ini merupakan beberapa macam teori kepemimpinan.

1). Teori Sifat

Rivai dan Mulyadi (2009: 6) mendefinisikan teori ini sebagai berikut:

Teori yang berusaha untuk mengidentifikasikan karakteristik khas (fisik, mental, kepribadian) yang dikaitkan dengan keberhasilan kepemimpinan. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa beberapa orang merupakan pemimpin alamiah dan dianugerahi beberapa ciri yang tidak dipunyai oleh orang lain seperti energi yang tiada habisnya, intuisi yang mendalam, pandangan terhadap masa depan yang luar biasa, dan kemampuan persusasi yang luar biasa.

Sementara itu, Sopiah (2008: 120) mendefinisikan teori sifat sebagai teori yang mempertanyakan sifat-sifat yang membuat seseorang menjadi seorang pemimpin. Dari teori ini dapat disimpulkan bahwa pemimpin adalah dilahirkan.

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kemampuan menjadi seorang pemimpin merupakan bakat alamiah yang dibawa sejak seseorang dilahirkan. Jika seperti itu maka kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki seorang pemimpin tidak datang dari proses belajar, melainkan dari proses genetika yang dibawa sejak lahir.


(18)

2). Teori Kepribadian Perilaku

Pada akhir tahun 1940 para peneliti mulai melakukan penelitian yang ditujukan untuk menemukan jawaban tentang bagaimana perilaku seseorang dapat menetukan efektifitas kepemimpinan seseorang. Dari berbagai penelitian yang dilakukan, terdapat dua penelitian yang menghasilkan teori-teori mengenai kepemimpinan. Penelitian pertama dilakukan oleh University of Michigan yang menghasilkan konsep dua gaya kepemimpinan, yaitu gaya kepemimpinan yang job-centered dan

employee centered. sementara itu, penelitian kedua yang dilakukan oleh Ohio State

University, penelitian ini menghasilkan dua faktor dari kepemimpinan yaitu membentuk strukur dan konsiderasi.

3). Teori Kepemimpinan Situasional

Rivai dan Mulyadi (2009: 9) mendefinisikan teori kepemimpinan situasional sebagai berikut:

Suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan suatu gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini mensyaratkan pemimpin memiliki kemampuan diagnostik dalam perilaku manusia.

Dari pendapat di atas, maka teori ini mengharuskan seorang pemimpin untuk memiliki pemahaman yang mumpuni mengenai kondisi organisasi yang di dalamnya terdapat kondisi dari anggota dan juga kondisi dari pemimpin itu sendiri. Kemampuan pemimpin untuk memahami kondisi tersebut akan sangat bermanfaat


(19)

untuk dijadikan pertimbangan dalam memilih gaya kepemimpinan yang akan diterapkan.

2.Perilaku Organisasi

Seperti yang telah telah dijelaskan di atas, bahwa perilaku organisasi memiliki hubungan yang sangat erat dengan keberhasilan tujuan-tujuan organisasi sehingga jalannya organisasi bisa berjalan efektif, dalam hal ini Nimran (Sopiah, 2008: 4), mengungkapkan bahwa:

Perilaku organisasional adalah bidang studi yang menyelediki pengaruh yang ditimbulkan oleh individu, kelompok, dan struktur terhadap perilaku manusia di dalam organisasi dengan tujuan untuk menerapkan pengetahuan yang didapat untuk meningkatkan efektivitas organisasi.

Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa keb erhasilan suatu organisasi atau efektivitas suatu organisasi sangat ditentukan oleh perilaku individu ataupun kelompok yang menjadi bagian dari organisasi. Singkatnya, Ketika perilaku individu sudah baik maka peluang untuk merealisasikan tujuan organisasi pun akan semakin besar dan begitu pula sebaliknya.

Keberhasilan untuk menjalankan organisasi secara efektif atau dengan kata lain keberhasilan untuk merealisasikan tujuan-tujuan dari organisasi tentu tidak mudah, hal ini dikarenakan organisasi merupakan sebuah sistem, yang di dalamnya terdiri dari individu dan kelompok yang memiliki karakter yang khas dan berbeda satu sama lain.


(20)

Perbedaan antar individu dapat muncul dalam hal perbedaan kebutuhan, keinginan, minat, keyakinan, persepsi, dan lain-lain. Sementara itu, secara naluriah individu yang memiliki perbedaan satu sama lain itu akan selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, jika perbedaan-perbedaan yang melahirkan kebutuhan bagi individu itu tidak dapat dikelola dengan baik, tentunya hal ini akan melahirkan konflik yang tidak sehat dalam organisasi yang berdampak pada rendahnya produktivitas sebuah organisasi.

Sementara itu, jika ditinjau dari heterogenitas kelompok yang menjadi bagian dari organisasi, analisis perilaku organisasi pada tataran kelompok juga penting untuk dilakukan. Meskipun kelompok merupakan kumpulan dari individu-individu yang ada dalam organisasi, namun penyimpulan bahwa perilaku kelompok merupakan akumulasi dari perilaku individu-individu adalah hal yang salah, berkaitan dengan hal tersebut, Sopiah (2008: 5) mengungkapkan bahwa:

analisis yang kedua dalam mempelajari perilaku organisasional adalah analisis tingkat kelompok. Meski kelompok merupakan kumpulan individu dalam suatu organisasi bukanlah hasil penjumlahan dari perilaku individu-individu yang ada dalam organisasi itu. Setiap kelompok mempunyai norma, budaya, sikap, keyakinan, etika dan berbagai hal lain sendiri-sendiri yang membentuk pola perilaku kelompok yang berbeda satu sama lain.

Melihat berbagai perbedaan yang ada pada kelompok dan individu yang merupakan bagian dari organisasi, maka peran pemimpin menjadi sangat penting, terutama untuk mengelola perbedaan-perbedaan tersebut agar tidak berkembang menjadi konflik yang dapat mengganggu efektifitas organisasi.


(21)

3. Partai Politik

Keberadaan partai politik selanjutnya disebut (parpol) merupakan sebuah keharusan dalam negara demokrasi seperti Indonesia. Dalam negara demokrasi partisipasi politik masyarakat adalah hal yang sanga penting untuk dibicarakan, sebab kualitas partisipasi politik masyarakat akan sangat menetukan keberhasilan demokrasi.

Seperti telah diketahui sebelumnya, partai politik merupakan salah satu elemen demokrasi yang mewadahi aspirasi masyarakat yang setidaknya memiliki fungsi sebagai sarana rekrutmen politik. Dengan fungsi rekrutmen politik itulah partai politik dapat dijadikan sarana untuk dapat mengatasi atau mempengaruhi kebijakan pemerintah.

Hal tersebut sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Fadjar (2008: 15) yang mendefinisikan Parpol sebagai suatu kelompok yang mengajukan calon-calon bagi jabatan publik untuk dipilih rakyat, sehingga dapat mengatasi atau mempengaruhi tindakan-tindakan pemerintah.

Sementara itu, Mark N. Hugopian (Fadjar, 2008: 15) mendefinisikan partai politik sebagai berikut:

Partai politik adalah organisasi yang dibentuk untuk mempengaruhi bentuk dan karakter kebijaksanaan publik dalam kerangka prinsip-prinsip dan kepentingan ideologis tertentu melalui praktek kekuasaan secara langsung atau partisipasi rakyat dalam pemilihan.

Di sisi lain, Sigmund Neumann (Fadjar, 2008: 16) mendefinisikan partai politik sebagai berikut:


(22)

Partai politik adalah organisasi artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada pengendalian kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat, dengan beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Dengan demikian parpol merupakan perantara yang besar yang menghubungkan kekuatan-kekuatan dan ideologi-ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan yang resmi dan yang mengaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat yang lebih luas. Dari beberapa definisi di atas, maka dapat diperoleh kesimpulan bahwa partai politik adalah wadah yang paling efektif untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan pemerintah baik jangka panjang maupun jangka pendek. Sebab partai politik adalah satu-satunya jalan yang bisa mengantarkan individu atau kelompok untuk menduduki jabatan-jabatan publik.

H.Hipotesis

Menurut Sugiyono (2011: 64), hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. Di sisi lain, Prasetyo dan Jannah (2010: 76) juga mengungkapkan bahwa yang dimaksud dengan hipotesis yaitu “proposisi yang akan diuji keberlakuannya, atau merupakan suatu jawaban sementara atas pertanyaan penelitian”.

Terdapat beberapa jenis hipotesis dalam penelotitan kuantitatif, yakni hipotesis deskriptif, hipotesis korelatif, dan hipotesis assosiatif. Berdasarkan jenis rumusan masalah penelitian yang akan dilakukan, maka dalam penelitian ini peneliti akan menggunakan hipotesis assosiatif. Pertimbangan ini diambil berdasarkan pada jenis rumusan masalah penelitian yang bersifat assosiatif, artinya mencari hubungan antara


(23)

variabel yang satu dengan variabel lainnya. Berdasarkan hal di atas, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara peran kepemimpinan dengan militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung.

2. Terdapat hubungan positif antara perilaku organisasi dengan militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung.

3. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara peran kepemimpinan dan perilaku organisasi DPD Partai Golkar Kota Bandung.

4. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara peran kepemimpinan dan perilaku organisasi secara bersama-sama dengan militansi kader partai politik

I. Kerangka Berfikir

Sekaran (Sugiyono, 2010: 60) mengemukakan bahwa „kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting‟. Kerangaka berpikir yang baik pada dasarnya akan dapat menjelaskan hubungan berbagai variabel dalam penelitian sehingga dapat melahirkan hipotesis yang baik.

Berdasarkan hal yang telah dikemukakan di atas, maka peneliti menyadari pentingnya membuat sebuah kerangka berpikir yang baik. Kerangka berpikir peneliti dalam penelitian ini adalah, “Jika peran kepemimpinan dan perilaku organisasi dalam sebuah organisasi berjalan dengan baik, maka kemampuan kader untuk memenuhi kriteria kader akan terwujud.”


(24)

J. Metode dan Pendekatan Penelitian

Dalam hal ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.

Secara etimologis, Nazir (1999: 64) mengartikan metode deskriptif sebagai metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian. Selanjutnya, Nazir (1999: 64) membagi penelitian deskriptif ke dalam beberapa jenis, seperti yang diungkapkannya:

Ditinjau dari jenis masalah yang diselidiki, teknik dan alat yang digunakan dalam meneliti, serta tempat dan waktu penelitian dilakukan, pendekatan deskriptif dapat dibagi atas beberapa jenis, yaitu:

 Metode survei,

Metode deskriptif berkesambungan (continuity descriptive),

 Penelitian studi kasus,

 Penelitian analisa pekerjaan dan aktivitas,

Penelitian tindakan (action research)

 Penelitian perpustakaan dan dokumenter.

Melihat jenis masalah serta tempat penelitian yang diyakini peneliti cenderung mengarah kepada metode survei, maka peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode survei. Hal ini berangkat dari tempat penelitian yang bertempat di DPD Partai Gollkar Kota Bandung yang memiliki populasi cukup besar dan bersifat institutif, hal ini senada dengan yang diungkapkan Nazir (1999: 65) bahwa “unit yang digunakan dalam penelitian survei cukup besar”. Nazir (1999: 65) juga mengemukakan definisi metode survei sebagai berikut:

Metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah.


(25)

Setelah memiliki metode penelitian, maka selanjutnya peneliti memilih pendekatan penelitian yang akan digunakan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif atau positivistik. Peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dengan alasan bahwa DPD Partai Golkar Kota Bandung mempunyai populasi kader yang cukup banyak, sehingga peneliti membutuhkan sampel dari kader DPD Partai Kota Bandung tersebut untuk diambil datanya, hal ini sejalan dengan pendapat Sugiyono (2010: 23):

Bila peneliti ingin mendapatkan informasi yang luas dari suatu populasi. Metode penelitian kuantitatif cocok digunakan untuk mendapatkan informasi yang luas tapi tidak mendalam. Bila populasi terlalu luas, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut.

Pendapat Sugiyono tersebut menjadi landasan peneliti untuk menggunakan pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini.sementara itu, di lain pihak Bungin (2010: 36) memperkuat peneliti untuk menggunakan pendekatan kuantitatif ini lewat pendapatnya yang menyatakan:

Penelitian kuantitatif dengan format deskriptif bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun variabel tersebut.

Dari kedua pendapat tersebut peneliti meyakini, bahwa pendekatan kuantitatif akan sangat relevan dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, yaitu mengukur pengaruh dari peran kepemimpinan dan perilaku organisasi terhadap


(26)

pemantapan militansi kader Partai Golkar, khususnya DPD Partai Golkar Kota Bandung.


(27)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Penelitian ilmiah adalah penelitian yang dilakukan dengan prosedur ilmiah dan memiliki metode penelitian yang jelas. Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam hal ini peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif.

Secara etimologis, Nazir (1999: 64) mengartikan metode deskriptif sebagai metode penelitian untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian. Selanjutnya, Nazir (1999: 64) membagi penelitian deskriptif ke dalam beberapa jenis, seperti yang diungkapkannya:

Ditinjau dari jenis masalah yang diselidiki, teknik dan alat yang digunakan dalam meneliti, serta tempat dan waktu penelitian dilakukan, pendekatan deskriptif dapat dibagi atas beberapa jenis, yaitu:

 Metode survei,

Metode deskriptif berkesambungan (continuity descriptive),

 Penelitian studi kasus,

 Penelitian analisa pekerjaan dan aktivitas,

Penelitian tindakan (action research,

 Penelitian perpustakaan dan dokumenter.

Melihat jenis masalah serta tempat penelitian yang diyakini peneliti cenderung mengarah kepada maka peneliti dalam penelitian ini menggunakan metode survei. Hal ini berangkat dari tempat penelitian yang bertempat di DPD Partai Gollkar Kota Bandung yang memiliki populasi cukup besar dan bersifat


(28)

yang digunakan dalam penelitian survei cukup besar‖. Nazir (1999: 65) juga

mengemukakan definisi metode survei sebagai berikut:

Metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi, atau politik dari suatu kelompok ataupun suatu daerah.

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif atau positivistik. Peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dengan alasan bahwa DPD Partai Golkar Kota Bandung mempunyai populasi kader yang cukup banyak, sehingga peneliti membutuhkan sampel dari kader DPD Partai Kota Bandung tersebut untuk diambil datanya, hal ini sejalan dengan pendapat Sugiyono (2010: 23):

Bila peneliti ingin mendapatkan informasi yang luas dari suatu populasi. Metode penelitian kuantitatif cocok digunakan untuk mendapatkan informasi yang luas tapi tidak mendalam. Bila populasi terlalu luas, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Pendapat Sugiyono tersebut menjadi landasan peneliti untuk menggunakan pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini. Sementara itu, di lain pihak Bungin (2010: 36) memperkuat peneliti untuk menggunakan pendekatan kuantitatif ini lewat pendapatnya yang menyatakan:

Penelitian kuantitatif dengan format deskriptif bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi objek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi. Kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun variabel tersebut.


(29)

Dari kedua pendapat tersebut peneliti meyakini, bahwa pendekatan kuantitatif akan sangat relevan dengan tujuan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, yaitu mengukur pengaruh dari peran kepemimpinan dan perilaku organisasi terhadap pemantapan militansi kader Partai Golkar, khususnya DPD Partai Golkar Kota Bandung.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kuisioner (Angket)

Angket digunakan untuk mengetahui seberapa tinggi pengaruh peran kepemimpinan dan perilaku organisasi dalam meningkatkan kompetensi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung, maka peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan kuesioner atau angket.

Bungin (2010: 123) mendefinisikan angket sebagai ―serangkaian atau daftar

pertanyaan yang disusun secara sistematis, kemudian dikirim untuk diisi oleh responden. Setelah diisi, angket dikirim kembali atau dikembailkan ke petugas

atau peneliti‖. Jadi, peneliti membuat angket yang diberikan kepada responden

kemudian dikembalikan kepada peneliti untuk kemudian dianalisis dan dihitung menggunakan statistik. Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup, artinya responden hanya akan menjawab pertanyaan dengan jawaban yang telah tersedia.


(30)

2. Studi Literatur

Studi literatur dalam hal ini digunakan oleh peneliti sebagai upaya untuk mengadakan survei terhadap data yang telah ada, dengan kata lain peneliti mencari teori-teori yang berkembang dalam bidang ilmu yang berkenaan dengan penelitian ini, juga mencari metode dan teknik penelitian mana yang relevan dengan permasalahan yang sedang diteliti, dalam hal ini peneliti juga mencari referensi dari penelitian-penelitian lain yang berkaitan dengan penelitian ini.

Terkait dengan studi literatur, Nazir (1999: 112) mengungkapkan bahwa: Studi literatur, selain dari mencari sumber data sekunder yang akan mendukung penelitian, juga diperlukan untuk mengetahui sampai ke mana ilmu yang berhubungan dengan penelitian telah berkembang, sampai ke mana terdapat kesimpulan dan degenralisasi yang telah pernah dibuat, sehingga situasi yang diperlukan dapat diperoleh.

Berangkat dari pendapat Nazir tersebut maka peneliti melakukan studi literatur dari beberapa karya ilmiah yang diterbitkan yang mendukung teori atau pendapat yang berhubungan dengan konsep-konsep keterbukaan informasi publik.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi atau teknik dokumenter yang dimaksud dalam penelitian ini bermanfaat untuk menghimpun data dari beberapa dokumen yang berkenaan dengan masalah dalam penelitian ini secara selektif untuk kemudian dipergunakan di dalam landasan teori dan penyusunan hipotesis.

Berkaitan dengan hal tersebut, Zuriah (2006: 191) mengartikan teknik dokumenter sebagai ―cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis, seperti arsip, buku tentang teori, pendapat, dalil atau hukum dan lain-lain yang


(31)

4. Penelusuran Data Online

Media online seperti internet dalam hal ini peneliti jadikan sebagai media untuk mencari data ataupun informasi seperti informasi yang bersifat teoretis maupaun data-data empiris yang mendukung penelitian ini. Bungin (2010: 148) mengartikan metode penelusuran online sebagai berikut:

…metode penelusuran data online adalah tata cara melakukan penelusuran

data melalui media online seperti internet atau media jaringan lainnya yang menyediakan fasilitas online, sehingga memungkinkan peneliti dapat memanfaatkan data— informasi online yang berupa data maupun informasi teori, secepat atau semudah mungkin dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis.

Penggunaan media internet yang digunakan oleh peneliti sebagian besar berasal dari website Google, Wikipedia, Yahoo, website pemerintah dan

website-website lainnya dengan tetap memperhatikan pedoman penulisan supaya bisa

mempertanggungjawabkan penelitian ini secara akademis.

D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Mengenai populasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, maka terlebih dahulu akan dijelaskan definisi dari populasi. Menurut Sugiyono (2010:

80) ―populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: obyek/subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya‖.

Selanjutnya yaitu mengenai definisi populasi penelitian, Masyhuri dan Zainuddin (2008: 151) menyatakan bahwa:


(32)

Dalam metode penelitian kata populasi, digunakan untuk menyebutkan serumpun atau sekelompok objek yang menjadi masalah sasaran penelitian. Oleh karenanya, populasi penelitian merupakan keseluruhan (universum) dari objek penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, udara, gejala, nilai, peristiwa, sikap hidup, dan sebagainya, sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian.

Berdasarkan beberapa pengertian mengenai populasi penelitian di atas, maka yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pengurus DPD Partai Golkar Kota Bandung dengan pengambilan sampel pada populasi berdasarkan teknik simple random sampling, dengan memperhatikan homogenitas yang ada di DPD partai Golkar Kota Bandung.

2. Sampel Penelitian

Sampel menurut Zuriah (2006: 119) adalah sebagian dari populasi,

sedangkan menurut Arikunto (2006: 131) ―sampel penelitian adalah sebagian atau

wakil populasi yang diteliti.‖ Dengan demikian, sampel penelitian merupakan

sebagaian dari keseluruhan populasi penelitian.

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil dari teknik

simple random sampling, seluruh pengurus DPD Partai Golkar Kota Bandung

yang berjumlah 67 orang menjadi populasi dari penelitian ini, di mana dari keenam puluh tujuh pengurus tersebut akan diambil sampel secara acak dengan jumlah yang dianggap representatif.

Penentuan besarnya sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan rumus Slovin, yaitu:


(33)

Rumus 3.1 Rumus Slovin

(Arikunto, 2006: 116)

Keterangan:

n = Ukuran ssampel keseluruhan

N = Ukuran populasi e = Bound of Error

�= N

1 + Ne2

= 67

1+67 (0,1)2

= 67

1+67 (0,01)

= 40.1197605 = dibulatkan menjadi 41 orang

Setelah diketahui hasil penghitungan berdasarkan rumus Slovin tersebut. Maka jumlah sampel pada penelitian ini adalah 41 orang.

�= N


(34)

E. Operasionalisasi Variabel

Kata ‗variabel‘ menurut Bungin (2010: 59) adalah ―fenomena yang

bervariasi dalam bentuk, kualitas, kuantitas, mutu, standar dan sebagainya.‖ Sedangkan ‗variabel penelitian‘ didefinisikan Hatch dan Farhadi (Sugiyono, 2010: 38) sebagai ―atribut seseorang, atau obyek yang mempunyai variasi antara satu orang dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain.‖

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel independen dan satu variabel dependen. Terkatit dengan kedua jenis variabel tersebut, Sugiyono (2011: 39) mendefinisikan variabel independen sebagai

―variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen‖ sedangkan variabel dependen adalah ―variabel

terikat yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.‖

Dengan kata lain, penelitian ini menggunakan paradigma ganda dengan dua variabel independen. Mengenai paradigma ganda dengan dua variabel

penelitian, Sugiyono (2011: 44) menjelaskan bahwa ―dalam penelitian ini

menggunakan dua variabel indepennden dan satu variabel dependen.‖

Untuk mengetahui operasionalisasi variabel secara lebih jelas akan disajikan pada tabel di bawah ini:


(35)

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel Penelitian

No Variabel Dimensi Indikator

1 Peran

Kepemimpinan

A. Fungsi Tugas 1. Fungsi menciptakan kegiatan 2. fungsi mencari dan memberi

informasi

3. Fungsi memberi pendapat 4. Fungsi menjelaskan

5. Fungsi menngoordinasikan B. Fungsi

Pemeliharaan

1. Fungsi Partisipasi 2. Fungsi Pengendalian 2 Perilaku Organisasi A. Motivasi dan

Evaluasi Kinerja

1. Adanya promosi jabatan 2. Adanya penilaian kerja yang

baik

B. Pembinaan Kader

1. Pendidikan politik 2. Staffing kader

3 Militansi Kader Memperjuangkan

Tujuan Partai

1. Menegakkan doktrin partai 2. Memperjuangkan

kemenangan partai dalam pemilu


(36)

F. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu: tahap pertama dan tahap kedua.

1. Tahap Persiapan Penelitian

Penelitian yang baik adalah penelitian yang dipersiapkan sedemikian rupa sehingga memiliki prosedur yang jelas, persiapan yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi: memilih masalah, melakukan studi pendahuluan, merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, menentukan pendekatan dan metode penelitian, menentukan variabel penelitian, menentukan sumber data, membuat instrumen penelitian, mengumpulkan data, menganalisis data, menarik kesimpulan, memberikan saran-saran dan menyusun laporan penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

Tahap pelaksanaan penelitian merupakan kegiatan inti dalam penelitian, tahap ini berkenaan dengan kegiatan pengumpulan data. Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap pelaksanaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mendatangi Responden

Responden dalam hal ini adalah sebagai sampel penelitian yang telah ditentukan dengan metode penarikan sampel simple random sampling.


(37)

b. Membuat dan Menyusun Angket

Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan skala

Likert. Peneliti menggunakan pengukuran dengan skala Likert karena berdasarkan

pendapat Sugiyono (2011: 93) bahwa ―skala Likert digunakan untuk mengukur

sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena

sosial.‖ Hal ini menjadi dasar peneliti untuk menggunakan skala Likert karena

judul penelitian ini adalah mengenai persepsi masyarakat. Sistem penskoran untuk jawaban responden disajikan dalam tabel di bawah ini:

Tabel 3.2

Penskoran Jawaban Responden

Pilihan Jawaban Responden Skor

Sangat Setuju / Sangat Baik / Sangat Tinggi / Sangat Penting / Sangat

Benar / Selalu 5

Setuju / Baik / Tinggi / Penting / Benar / Sering

4 Kurang Setuju / Cukup Baik / Cukup Tinggi / Cukup Penting /

Cukup Benar / Kadang-kadang 3

Tidak Setuju / Kurang Baik / Rendah / Kurang Penting / Salah /

Jarang 2

Sangat Tidak Setuju / Tidak Baik / Sangat Rendah / Tidak Penting /

Sangat Salah / Tidak Pernah 1

Pengujian Instrumen Penelitia

G. Uji Validitas dan Reablitas

Pengujian instrumen penelitian yang dilakukan dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengukur dan menganalisis seberapa baik instrumen itu dibuat untuk kemudian diberikan kepada responden. Pengujian instrumen penelitian dalam hal ini ialah mengenai uji validitas dan uji reliabilitas intrumen.


(38)

1. Uji Validitas Instrumen

Uji validitas yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk mengukur apakah instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini valid atau tidak. Instrumen yang valid berarti instrumen yang berperan sebagai alat ukur adalah valid. Menurut Sugiyono (2008: 348) ―valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan

untuk mengukur apa yang hendak diukur.‖

Teknik uji validitas instrumen yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis daya pembeda, pengujian daya pembeda yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan t-test. Untuk menguji daya pembeda secara signifikan digunakan rumus t-test sebagai berikut:

Rumus 3.2 Rumus t-test

= � − �1 2

11+ 12

Di mana:

��

=

n1− 1 S21+ n2−1 S22

n1+ n2 − 2

(Sugiyono, 2010: 128)


(39)

2. Uji Reliabilitas Instrumen

Uji reliabilitas yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik

internal consistency. Sugiyono (2010: 131) menyatakan bahwa:

Pengujian reliabilitas dengan internal consistency, dilakukan dengan cara mencobakan instrumen sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengna teknik tertentu. Hasil analisis dapat digunakan untuk memprediksi reliabilitas instrumen.

Melihat pendapat Sugiyono tersebut maka peneliti menggunakan uji

reliabilitas instrumen dengan teknik ‗Rumus Alpha‘. Peneliti menggunakan

‗Rumus Alpha‘ karena dalam hal ini peneliti menggunakan angket dengan skala

Likert. Sebagaimana yang dikemukakan Arikunto bahwa ―Rumus Alpha

digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 1 dan 0,

misalnya angket atau soal bentuk uraian. ‗Rumus Alpha‘ yang digunakan peneliti

adalah sebagai berikut:

Rumus 3.3 Rumus Alpha

11=

�−1

.

1

Σ2

12

di mana:

r : reliabilitas instrumen

k : banyaknya butir pertanyaan atau banyaknya soal

Σ

2

:jumlah varian butir


(40)

H. Teknik Analisis dan Uji Hipotesis

Hipotesis assosiatif yang telah dirumuskan kemudian perlu diuji, uji hipotesis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggunakan uji korelasi

pearson product moment. Sugiyono (2011: 183) menyatakan bahwa ―hipotesis

assosiatif diuji dengan teknik korelasi, yaitu teknik korelasi pearson product moment (r) korelasi rasio (n), Korelasi spearmen Rank (Þ), korelasi poin

biserial...‖ uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji hipotesis

product moment. Sementara itu, hipotesis yang terdapat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara peran kepemimpinan dengan militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung

2. Terdapat hubungan positif antara perilaku organisasi dengan militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung.

3. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara peran kepemimpinan dengan perilaku organisasi DPD Partai Golkar Kota Bandung.

4. Terdapat hubungan positif dan signifikan antara peran kepemimpinan dan perilaku organisasi secara bersama-sama dengan militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung.

Untuk menguji hipotesis tersebut, peneliti menggunakan rumus korelasi


(41)

Rumus 3.4 Rumus Korelasi Ganda

Ryx

1

x

2 =

di mana:

Ryx

1

x

2 = Korelasi antara variabel X1 dengan X2 secara bersama-sama

dengan variabel Y

r

2yx1 = Korelasi Product Moment antara X1 dengan Y

r

2yx2 = Korelasi ProductMoment antara X2 dengan Y

r

x1x2 = Korelasi Product Moment antara X1 dengan X2

Sugiyono (2011: 191)

Rumus 3.5

Rumus Pearson Product Moment

� =

� �

Sugiyono (2011: 183)

1 - r

2x1x2

r

2 yx1

+ r

2


(42)

Sementara itu, untuk memberikan interpretasi koefisien korelasi, peneliti menggunakan pedoman untuk memberikan interpretasi korelasi yang dijelaskan oleh Sugiyono (2011: 184) yaitu sebagai berikut:

Tabel 3.3

Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Koefisien Korelasi

Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 0,20 – 0,399 0,40 – 0,599 0,60 – 0,799 0,80 – 1.000

Sangat rendah Rendah Sedang Kuat Sangat kuat


(43)

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab I, II, III, IV, dan V, serta setelah peneliti melakukan pengujian hipotesis mengenai korelasi antara peran kepemimpinan dan perilaku organisasi terhadap pemantapan militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesimpulan Umum

Kepemimpinan dan perilaku organisasi merupakan dua hal yang memiliki pengaruh dominan dalam menetukan sukses atau tidaknya sebuah partai politik dalam melakukan pemantapan militansi para kader, dalam penelitian ini DPD Partai Golkar Kota Bandung terbukti telah mampu melakukan pemantapan militansi kader dengan baik.

Kebehasilan DPD Partai Golkar Kota Bandung dalam melakukan pemantapan militansi kader tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan Ketua DPD Partai Golkar Kota Bandung dalam menjalankan peran kepemimpinan, serta keberhasilan partai dalam menjalankan perilaku organisasi dengan baik.

Adanya pemenuhan dimensi-dimensi kepemimpinan seperti fungsi tugas dan fungsi pemeliharaan dan pemenuhan dimensi-dimensi perilaku organisasi seperti dimensi motivasional, evaluasi kinerja yang baik, dan pembinaan kader


(44)

menjadi kunci sukses yang membuat militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung menjadi mantap.

2. Kesimpulan Khusus

1. Peran kepemimpinan memiliki pengaruh yang sedang terhadap pemantapan militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung. Jika diinterpretasikan dalam bentuk koefisien determinasi, maka dapat disimpulkan bahwa peran kepemimpinan memiliki pengaruh dalam memantapkan militansi kader sebesar 23%.

2. Perilaku organisasi DPD Partai Golkar Kota Bandung memberikan pengaruh yang kuat terhadap pemantapan militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung, jika diinterpretasikan dalam bentuk koefisien determinasi, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku organisasi memiliki pengaruh dalam memantapkan militansi kader sebesar 61%.

3. Peran kepemimpinan memberikan pengaruh yang sedang terhadap perilaku organisasi DPD partai Golkar Kota Bandung, jika diinterpretasikan dalam bentuk koefisien determinasi, maka dapat disimpulkan bahwa peran kepemimpinan memiliki pengaruh dalam membentuk perilaku organisasi DPD Partai Golkar Kota Bandung sebesar 19,36%.

4. Peran kepemimpinan dan perilaku organisasi DPD Partai Golkar Kota Bandung secara bersama-sama memiliki pengaruh yang kuat terhadap pemantapan militansi kader DPD partai Golkar Kota Bandung. Jika diinterpretasikan dalam bentuk koefisien determinasi, maka dapat


(45)

disimpulkan bahwa peran kepemimpinan dan perilaku organisasi memiliki pengaruh terhadap pemantapan militansi kader sebesar 63,04%, sementara faktor-faktor lain yang berada di luar penelitian ini memiliki pengaruh dalam memantapkan militansi kader sebesar 36,96%.

B. Saran

1. Bagi DPD Partai Golkar Kota Bandung

a. Peran kepemimpinan merupakan hal yang penting dalam menetukan keberhasilan partai politik untuk mencapai berbagai tujuan partai, salah satunya adalah tujuan untuk memantapkan militansi kader. Mengingat kontribusi peran kepemimpinan Ketua DPD Partai Golkar Kota Bandung dalam memantapkan militansi kader masih dalam kategori sedang, maka perlua adanya usaha yang lebih keras untuk mningkatkan peran kepemimpinan Ketua DPD.

b. Selain meningkatkan militansi kader, Ketua DPD partai Golkar juga harus melakukan optimalisasi peran kepemimpinan untuk meningkatkan kualitas perilaku organisasi DPD Partai Golkar Kota Bandung, peningkatan peran kepemimpinan tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan peran dalam menciptakan suatu sistem kerja yang dapat mendukung pelaksanaan dimensi-dimensi perilaku organisasi dalam internal partai.

c. DPD Partai Golkar Kota Bandung harus mampu mempertahankan atau bahkan meningkatkan kualitas perilaku organisasi yang sudah memiliki pengaruh yang kuat dalam memantapkan militansi kader, karena biar


(46)

bagaimanapun militansi kader akan sangat berpengaruh bagi usaha pemenuhan tujuan partai.

d. Peran kepemimpinan dan perilaku organisasi DPD Partai Golkar Kota Bandung harus lebih mampu melakukan sinergitas satu sama lain, mengingat hal ini akan bermanfaat bagi penguatan kelembagaann partai yang juga akan berdampak positif bagi pemantapan militansi partai.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Kelembagaan partai politik merupakan objek kajian yang penting untuk diteliti, mengingat partai politik memiliki peran yang cukup besar dalam pelaksanaan demokrasi di negara kita. Peneliti selanjutnya harus mampu memperdalam kajian mengenai peran kepemimpinan dan perilaku organisasi partai dengan melakukan penelitian dengan metode studi kasus, sehingga kajian mengenai militansi kader akan menjadi lebih mendalam.


(47)

DAFTAR PUSTAKA A.Buku

Alfian, M.A. (2009). Menjadi Pemimpin Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Budiardjo, Miriam. (2009). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Bungin, Burhan. (2009). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Dahlan. (2011). Kamus Ilmiah Populer Indonesia. Yogyakarta: Prestasi Utama.

Darmawan, Cecep. (2008). Pengantar Ilmu Politik. Bandung: Laboratorium PKn UPI.

Fadjar, Mukhtie. A, (2008). Partai Politik Dalam Perkembangan Sistem

Ketatanegaraan Indonesia. Malang: Institute of Strengthening Transition

Society Studies.

Firmanzah. (2011). Mengelola Partai Politik. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Mangkunegara, Anwar Prabu. (2008). Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung: Refika Aditama.

Masyhuri dan Zainuddin. (2008). Metodologi Penelitian-Pendekatan Praktis dan

Aplikatif. Bandung: Refika Aditama.

Nazir, Mohammad, (1999). Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia. Pasolong, Harbani, (2008). Kepemimpinan Birokrasi. Bandung: Alfabeta.

Rachman, A, Aulia. (2006). Citra Khalayak Tentang Golkar. Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradaban.

Rivai, Veithzal, dan Mulyadi, Deddy. (2009). Kepemimpinan dan Perilaku


(48)

Robbins, S.P dan Judge, T.A. (2008). Perilaku organisasi. Jakarta: Salemba Empat.

Sopiah, (2008). Perilaku Organisasional. Yogyakarta: C.V Andi Offset (Penerbit Andi).

Sugiyono. (2008), Statistika Untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kualitaif, Kuantitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kualitaif, Kuantitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Surbakti, Ramlan. (2010). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Tandjung, Akbar. (2008). The Golkar Way. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wajono, S.I. (2010). Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Graha Yukl, Gary. 2010.

Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: Indeks

Zuriah, Nurul. (2006). Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan, Teori-Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.

B. Sumber Internet

Arti Kata. Tersedia di: http://www.artikata.com [Online]. Diakses tanggal 14

Agustus 2012.

Parpol yang Ingin Berjaya Harus “Berguru” Pada Jaringan Teroris. Tersedia di: http://kompas.com[Online]. Diakses tanggal 14 Agustus 2012.

C. Sumber Dokumen

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Golongan Karya Tahun 2009.

Modul Pendidikan dan Latihan Kader Penggerak Teritorial Desa (KARAKTERDES) Partai Golongan Karya Tahun 2011.


(1)

BAB V PENUTUP

A.Kesimpulan

Berdasarkan uraian pada bab I, II, III, IV, dan V, serta setelah peneliti melakukan pengujian hipotesis mengenai korelasi antara peran kepemimpinan dan perilaku organisasi terhadap pemantapan militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung, maka ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Kesimpulan Umum

Kepemimpinan dan perilaku organisasi merupakan dua hal yang memiliki pengaruh dominan dalam menetukan sukses atau tidaknya sebuah partai politik dalam melakukan pemantapan militansi para kader, dalam penelitian ini DPD Partai Golkar Kota Bandung terbukti telah mampu melakukan pemantapan militansi kader dengan baik.

Kebehasilan DPD Partai Golkar Kota Bandung dalam melakukan pemantapan militansi kader tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan Ketua DPD Partai Golkar Kota Bandung dalam menjalankan peran kepemimpinan, serta keberhasilan partai dalam menjalankan perilaku organisasi dengan baik.

Adanya pemenuhan dimensi-dimensi kepemimpinan seperti fungsi tugas dan fungsi pemeliharaan dan pemenuhan dimensi-dimensi perilaku organisasi seperti dimensi motivasional, evaluasi kinerja yang baik, dan pembinaan kader


(2)

menjadi kunci sukses yang membuat militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung menjadi mantap.

2. Kesimpulan Khusus

1. Peran kepemimpinan memiliki pengaruh yang sedang terhadap pemantapan militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung. Jika diinterpretasikan dalam bentuk koefisien determinasi, maka dapat disimpulkan bahwa peran kepemimpinan memiliki pengaruh dalam memantapkan militansi kader sebesar 23%.

2. Perilaku organisasi DPD Partai Golkar Kota Bandung memberikan pengaruh yang kuat terhadap pemantapan militansi kader DPD Partai Golkar Kota Bandung, jika diinterpretasikan dalam bentuk koefisien determinasi, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku organisasi memiliki pengaruh dalam memantapkan militansi kader sebesar 61%.

3. Peran kepemimpinan memberikan pengaruh yang sedang terhadap perilaku organisasi DPD partai Golkar Kota Bandung, jika diinterpretasikan dalam bentuk koefisien determinasi, maka dapat disimpulkan bahwa peran kepemimpinan memiliki pengaruh dalam membentuk perilaku organisasi DPD Partai Golkar Kota Bandung sebesar 19,36%.

4. Peran kepemimpinan dan perilaku organisasi DPD Partai Golkar Kota Bandung secara bersama-sama memiliki pengaruh yang kuat terhadap pemantapan militansi kader DPD partai Golkar Kota Bandung. Jika diinterpretasikan dalam bentuk koefisien determinasi, maka dapat


(3)

disimpulkan bahwa peran kepemimpinan dan perilaku organisasi memiliki pengaruh terhadap pemantapan militansi kader sebesar 63,04%, sementara faktor-faktor lain yang berada di luar penelitian ini memiliki pengaruh dalam memantapkan militansi kader sebesar 36,96%.

B. Saran

1. Bagi DPD Partai Golkar Kota Bandung

a. Peran kepemimpinan merupakan hal yang penting dalam menetukan keberhasilan partai politik untuk mencapai berbagai tujuan partai, salah satunya adalah tujuan untuk memantapkan militansi kader. Mengingat kontribusi peran kepemimpinan Ketua DPD Partai Golkar Kota Bandung dalam memantapkan militansi kader masih dalam kategori sedang, maka perlua adanya usaha yang lebih keras untuk mningkatkan peran kepemimpinan Ketua DPD.

b. Selain meningkatkan militansi kader, Ketua DPD partai Golkar juga harus melakukan optimalisasi peran kepemimpinan untuk meningkatkan kualitas perilaku organisasi DPD Partai Golkar Kota Bandung, peningkatan peran kepemimpinan tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan peran dalam menciptakan suatu sistem kerja yang dapat mendukung pelaksanaan dimensi-dimensi perilaku organisasi dalam internal partai.

c. DPD Partai Golkar Kota Bandung harus mampu mempertahankan atau bahkan meningkatkan kualitas perilaku organisasi yang sudah memiliki pengaruh yang kuat dalam memantapkan militansi kader, karena biar


(4)

bagaimanapun militansi kader akan sangat berpengaruh bagi usaha pemenuhan tujuan partai.

d. Peran kepemimpinan dan perilaku organisasi DPD Partai Golkar Kota Bandung harus lebih mampu melakukan sinergitas satu sama lain, mengingat hal ini akan bermanfaat bagi penguatan kelembagaann partai yang juga akan berdampak positif bagi pemantapan militansi partai.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Kelembagaan partai politik merupakan objek kajian yang penting untuk diteliti, mengingat partai politik memiliki peran yang cukup besar dalam pelaksanaan demokrasi di negara kita. Peneliti selanjutnya harus mampu memperdalam kajian mengenai peran kepemimpinan dan perilaku organisasi partai dengan melakukan penelitian dengan metode studi kasus, sehingga kajian mengenai militansi kader akan menjadi lebih mendalam.


(5)

DAFTAR PUSTAKA A.Buku

Alfian, M.A. (2009). Menjadi Pemimpin Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Budiardjo, Miriam. (2009). Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Bungin, Burhan. (2009). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Dahlan. (2011). Kamus Ilmiah Populer Indonesia. Yogyakarta: Prestasi Utama.

Darmawan, Cecep. (2008). Pengantar Ilmu Politik. Bandung: Laboratorium PKn UPI.

Fadjar, Mukhtie. A, (2008). Partai Politik Dalam Perkembangan Sistem

Ketatanegaraan Indonesia. Malang: Institute of Strengthening Transition

Society Studies.

Firmanzah. (2011). Mengelola Partai Politik. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.

Mangkunegara, Anwar Prabu. (2008). Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung: Refika Aditama.

Masyhuri dan Zainuddin. (2008). Metodologi Penelitian-Pendekatan Praktis dan

Aplikatif. Bandung: Refika Aditama.

Nazir, Mohammad, (1999). Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia. Pasolong, Harbani, (2008). Kepemimpinan Birokrasi. Bandung: Alfabeta.

Rachman, A, Aulia. (2006). Citra Khalayak Tentang Golkar. Jakarta: Pusat Studi Agama dan Peradaban.


(6)

Robbins, S.P dan Judge, T.A. (2008). Perilaku organisasi. Jakarta: Salemba Empat.

Sopiah, (2008). Perilaku Organisasional. Yogyakarta: C.V Andi Offset (Penerbit Andi).

Sugiyono. (2008), Statistika Untuk Penelitian, Bandung: Alfabeta

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Kualitaif, Kuantitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kualitaif, Kuantitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Surbakti, Ramlan. (2010). Memahami Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Tandjung, Akbar. (2008). The Golkar Way. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Wajono, S.I. (2010). Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Graha Yukl, Gary. 2010.

Kepemimpinan dalam Organisasi. Jakarta: Indeks

Zuriah, Nurul. (2006). Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan, Teori-Aplikasi. Jakarta: Bumi Aksara.

B. Sumber Internet

Arti Kata. Tersedia di: http://www.artikata.com [Online]. Diakses tanggal 14

Agustus 2012.

Parpol yang Ingin Berjaya Harus “Berguru” Pada Jaringan Teroris. Tersedia di:

http://kompas.com[Online]. Diakses tanggal 14 Agustus 2012.

C. Sumber Dokumen

Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Golongan Karya Tahun 2009.

Modul Pendidikan dan Latihan Kader Penggerak Teritorial Desa (KARAKTERDES) Partai Golongan Karya Tahun 2011.