BAB 2 TI JAUA PUSTAKA
2.1.Diabetes 2.1.1.Definisi
Diabetes adalah penyakit kronik yang terjadi diakibatkan kegagalan pankreas memproduksi insulin yang mencukupi atau tubuh tidak dapat menggunakan secara
efektif insulin yang diproduksi. Hiperglikemia, atau peningkatan gula darah adalah efek utama pada diabetes tidak terkontrol dan pada jangka waktu lama bisa
mengakibatkan kerusakan serius pada syaraf dan pembuluh darah WHO, 2010.
2.1.2.Epidemiologi
Prevalensi diabetes pada semua peringkat umur di seluruh dunia diperkirakan 2.8 pada 2000 dan 4.4 pada 2030. Ini bermakna jumlah penderita diabetes di
seluruh dunia dijangka meningkat dari 171 juta orang pada 2000 kepada 366 juta orang pada 2030. Angka ini jauh 11 lebih tinggi daripada yang dianggarkan yaitu
154 juta orang. Peningkatan ini dikaitkan dengan peningkatan jumlah penderita obesitas, pertambahan jumlah golongan usia lanjut dan perobahan gaya hidup
terutama pada negara industri Wild, Roglic, Green, Sicree dan King, 2004. Indonesia tidak terkecuali karena dengan makin majunya keadaan ekonomi
masyarakat Indonesia serta peningkatan jangka hayat, diperkirakan tingkat kejadian penyakit DM juga akan meningkat. Dari berbagai penilitian epidemiologis di
Indonesia didapatkan prevalensi sebesar 1.5 2.3 pada penduduk lebih besar dari 15 tahun. Pada 2000, diperkirakan sejumlah 8.4 juta orang yang menderita DM dan
dijangkakan akan meningkat pada tahun 2030 kepada 21.3 juta orang. Angka ini menyebabkan Indonesia merupakan negara keempat terbanyak penduduk yang
menderita DM dibelakang India, Cina dan Amerika.
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.Faktor resiko
Riwayat keluarga dengan DM, seperti orang tua dengan diabetes tipe 2, obesitas indeks massa tubuh ≥25kgm
2
, kurang aktivitas fisikal, ras, pernah ditemukan toleransi glukosa terganggu atau glukosa puasa terganggu, riwayat DM
gestasional atau melahirkan bayi dengan berat lahir 4kg, hipertensi tekanan darah ≥ 14090mmHg, kolesterol HDL 35mgdL dengan atau trigliserida 250 mgdL,
sindroma polisistik ovari atau akantosis nigricans dan riwayat penyakit vaskular American Diabetes Association, 2007.
2.1.4.Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association, 2007 Diabetes tipe 1 dekstruksi sel beta yang akhirnya defisiensi insulin absolut
Imun mediated idiopatik
Diabetes tipe 2 dengan dominan salah satu antara insulin resistensi atau defek sekresi insulin
Tipe lain diabetes yang spesifik: Defek genetik dari fungsi sel beta yang dikarakteristikkan oleh mutasi
pada: Faktor transkripsi nuklear hepatosit HNF 4α MODY1
Glukokinase MODY2 HNF 1 α MODY3
Faktor promoter insulin 1 IPF 1;MODY4 HNF 1β MODY5
Neuro D1MODY6 Mitokondria DNA
Subunit liang kalium sensitif ATP
Universitas Sumatera Utara
Proinsulin atau konversi insulin Defek genetik pada aksi insulin :
Resistensi insulin Tipe A Leprekaunism
Sindroma Rabson Mendenhall Sindroma lipodistrofi
Penyakit pada pankreas eksokrin – pankreatitis, pankreatektomi, neoplasia, sistik fibrosis, hernokromatosis, pankretopati fibrokalkulus
Endokrinopati –
akromegali, sindroma
Cushing, glukagonoma,
pheokromositoma, hipertiroid Induksi obat obatan atau kimiawi – Vacor, pentamidin, asam nikotik,
glukokortikoid, hormone tiroid, fenitoin, interferon α Infeksi– rubella kongenital, sitomegalovirus, coxsakie
Diabetes mediasi imun yang jarang – antobodi reseptor anti insulin Sindroma genetic yang lain – sindroma Down, sindroma Klinefelter,
sindroma Turner, ataksia Friedreich, korea Huntington Diabetes mellitus gestational
2.1.5.Kriteria diagnostik
Simptom diabetes dengan konsentrasi glukosa darah random ≥11.1 mmolL atau gula darah puasa ≥7.0mmolL atau gula darah dua jam ≥11.1 mmolL pada tes
toleransi glukosa oral American Diabetes Association, 2007.
2.1.6.Patogenesa dan patofisiologi a Diabetes tipe 1
DM tipe 1 adalah hasil interaksi genetika, lingkungan dan faktor imunologik yang membawa kepada destruksi sel pankreas beta dan defisiensi insulin.
Kebanyakan orang dengan DM tipe1 disebabkan destruksi autoimun sel beta tetapi
Universitas Sumatera Utara
tidak pada sesetengah penderita yang tidak ditemui marker imunologis pada mereka. Proses mekanisme sebenar penyebab DM tipe 1 pada kelompok ini masih tidak
diketahui. Faktor yang mencetus terjadinya proses autoimun ini dipercayai adalah infeksi atau stimulus linkungan dan menetap dengan adanya molekul spesifik sel
beta. Secara majoriti, marker imunologik timbul setelah terdapat pencetus dan sebelum terjadinya dibetes. Penurunan massa sel beta menyebabkan terganggunya
sekresi insulin, walaubagaimanapun pada ketika ini toleransi glukosa masih dapat dipertahankan. Diabetes hanya bisa didapat setelah hampir 80 sel beta rusak. Kadar
kerusakan sel beta adalah bervariasi pada setiap individu. Secara patologi, dijumpai infiltrat limfosit pada pulau pankreas yang rusak
dan setelah keseluruhan sel beta rusak, pulau akan atrofi dan marker imunologik akan menghilang. Penelitian pada proses autoimun pada manusia dan hewan coba dijumpai
ketidak normalan pada berikut : autoantibodi pulau
limfosit teraktivasi,kelenjar getah bening peripankreas dan sistem sirkulasi limfosit T
sitokin Mekanisme yang tepat kematian sel beta adalah tidak diketahui tetapi
melibatkan formasi metabolit oksida nitrik, apoptosis dan sitotoksisitas direk dari CD8+ sel T Fauci et al., 2008.
b Diabetes tipe 2
DM tipe 2 sangat terkait dengan resistensi insulin dan sekresi insulin yang abnormal. Walaubagaimanapun defek primer masih lagi kontroversi, kebanyakan
penelitian menyokong resistensi insulin diikuti defek sekresi insulin dan diabetes hanya dapat berkembang sekiranya sekresi insulin adalah tidak adekuat. Secara
patofiolosinya, DM tipe 2 sangat berkait rapat dengan sekresi insulin yang terganggu, resistensi insulin, produksi glukosa hepar yang berlebihan dan metabolisme lemak
yang abnormal. Kejadian obesitas adalah sangat sering pada DM tipe2. Pada
Universitas Sumatera Utara
peringkat awal, toleransi glukosa masih normal walaupun telah terjadi resistensi insulin karena sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi situasi ini dengan
meningkatkan output insulin. Bagaimanapun, setelah kedua dua keadaan ini berterusan, pulau pankreas tidak dapat lagi mengkompensasi status hiperinsulinemi.
Toleransi glukosa terganggu dengan dikarakteristikkan oleh peningkatan glukosa post prandial. Penurunan sekresi insulin yang berterusan mengakibatkan peningkatan
kadar gula darah puasa. Akhirnya, gagal sel beta bisa terjadi. Resistensi insulin adalah penurunan keupayaan menggunakan insulin secara
efektif pada jaringan target yaitu otot, hepar dan lemak yang terhasil daripada kombinasi genetika dan obesitas. Resistensi insulin mengakibatkan terganggunya
utilisasi glukosa dan peningkatan output glukosa hepar. Mekanisme molekular yang menyebabkan terjadinya resistensi insulin masih kurang diketahui. Bagaimanapun,
defek post reseptor berperan penting dalam masalah ini yaitu defek dari fosforilasi yang diregulasi insulin contohnya : sinyal PI 3 kinase bisa mengakibatkan
penurunan translokasi GLUT 4 ke membran plasma. Selain itu, faktor lain yang mengakibatkan terjadinya resistensi insulin adalah penurunan jumlah reseptor insulin
dan aktivitas tirosin kinase, bagaimanapun perobahan ini adalah sekunder dari hiperinsulinemia. Pada kasus obesitas pula, peningkatan produk biologis seperti
adipokines akan memodulasi sensitivitas insulin sebaliknya terjadi pengurangan produksi adinopektin oleh adiposit, yaitu sejenis peptida sensitisasi insulin. Bukan itu
sahaja, akumulasi lipid pada miosit skeletal telah mengganggu fosforilasi oksidatif mitokondria dan pengurangan produksi ATP mitokondria yang distimulasi insulin.
Walaubagaimanapun, tidak semua jalur tranduksi insulin menjadi resisten, terdapat jalur protein kinase aktivasi mitogenik. Pada hiperinsulinemia, aktivitas insulin
melalui jalur ini dan akhirnya mengakibatkan aterosklerosis. Resistensi dan sekresi insulin adalah berkaitan. Pada DM tipe 2, sekresi
insulin pada awalnya mengalami kenaikan bagi mempertahan toleransi glukosa. Kemudian, diikuti penurunan sekresi insulin secara selektif yang distimulasi glukosa.
Universitas Sumatera Utara
Respons pada stimulasi non glukosa lainnya sepeti arginin masih dipertahankan. Lama kelamaan akan terjadi sekresi insulin yang tidak adekuat. Penyebab defek
sekresi insulin ini masih kurang diketahui. Antara penyebab yang diasumsi adalah defek genetika dan disfungsi pulau pankreas yang disebabkan oleh metabolik
linkungan toksisitas glukosa atau lipotoksisitas. Pada DM tipe 2, resistensi insulin adalah mencerminkan kegagalan
hiperinsulinemia untuk mensupresi glukoneogenesis. Hasil dari resistensi insulin pada jaringan adipos dan obesitas adalah peningkatan asam lemak bebas yang keluar
dari adiposit. Yang akan menyebabkan sintesa lipid trigliserida dan VLDL di hepatosit meningkat. Penyimpanan lemak ini akan mengakibatkan penyakit lemak
hepar non alkoholik. Keadaan ini juga menyebabkan dislipidemia pada pasien DM tipe2 Fauci et al., 2008.
2.1.7.Penatalaksanaan
Sebelum pasien DM diobati riwayat yang lengkap terkait masalah DM perlu diketahui termasuklah berat badan, riwayat penyakit DM dalam keluarga, ada atau
tidaknya faktor resiko seperti penyakit kardiovaskular, merokok dan kebiasaan olahraga. Perlu juga ditanyakan ada atau tidaknya simptom simptom hiperglikemi
seperti poliuri, polidipsi, kehilangan berat badan, lemah, frekuensi infeksi superfisial dan lambat penyebuhan dari lesi. Pemeriksaan fisik juga dianjurkan untuk menilai
indeks massa tubuh pasien, pemeriksaan retina, kaki, periodontal dan neurologis. Pada pasien diabetes, tekanan darah 130mmHg diklasifikasikan sebagai hipertensi.
Dengan maklumat yang didapat, pasien dapat diklasifikasikan kepada kelompok kelompok seperti telah dinyatakan di atas.
Karakteristik pada pasien DM tipe 1 adalah: onset sebelum usia 30 tahun
penampilan kurus perlu insulin sebagai terapi initial
Universitas Sumatera Utara
lebih rentan berkembang menjadi ketoasidosis meningkatnya resiko mendapat penyakit autoimun.
Pada DM tipe 2 pula, karakteristiknya berupa: onset diabetes setelah usia 30 tahun
selalunya obes tidak memerlukan insulin sebagai terapi initial
dapat disertai kondisi seperti insulin resisten, hipertensi, penyakit kardiovaskular dan dislipidemia.
Tidak lupa juga, pemeriksaan laboratorium perlu dilaksanakan bagi penegakan diagnosa diabetes bagi memenuhi kriteria diagnostik seperti di atas, bagi
tujuan menilai tahapan kontrol kadar gula darah dan melihat adakah telah terjadi komplikasi pada pasien. Pemeriksaan laboratorium termasuklah glukosa serum,
insulin serum, C peptida serum dan HbA1C. Secara keseluruhannya, prinsip pengobatan pada DM adalah untuk:
mengeliminasi simptom yang terkait masalah hiperglikemi mengurangkan atau eliminasi komplikasi jangka panjang DM pada mikro dan
makrovaskular membolehkan pasien menikmati kualitas hidup yang normal.
Para dokter perlu menentukan tahapan target bagi kontrol kadar gula darah setiap pasien, memberikan edukasi dan obat obatan yang diperlukan dan memonitor
kejadian komplikasi DM. Selalunya, simptom DM akan menghilang setelah glukosa plasma dapat dikurangkan 200mgdL, maka tatalaksana DM lebih terfokus pada
matlamat kedua dan ketiga. Matlamat dari tatalaksana pada pasien diabetes dewasa adalah :
kontrol kadar gula darah HbA1c 7.0
c
glukosa kapiler plasma pre prandial 90 130mgdL glukosa kapiler plasma post prandial 180mgdL
Universitas Sumatera Utara
tekanan darah 13080mmHg profil lipid
lipoprotein densitas rendahLDL 100mgdL lipoprotein densitas tinggiHDL 40mgdL
trigleserida 150mgdL. Pada peringkat edukasi pasien, antara topik yang penting adalah monitor
kadar gula darah secara mandiri, monitor keton urin pada pasien DM tipe 1, administrasi insulin, aturan tatalaksana sewaktu sakit, tatalaksana hipoglikemi,
perawatan kaki yang betul dan tatalaksana diabetes sebelum, semasa dan selepas olahraga. Pada masa yang sama, dilakukan terapi nutrisi medis medical nutrition
therapyMNT. MNT berarti koordinasi optimal konsumsi kalori dan terapi diabetes yang lain insulin olahraga, pengurangan berat badan. Terdapat tiga tipe dari MNT
yaitu pencegahan primer, sekunder dan tertier. Pencegahan primer adalah mencegah berlakunya onset diabetes pada individu yang beresiko tinggi obese, pencegahan
sekunder pula adalah usaha memperlambat terjadinya komplikasi diabetes dengan melakukan kontrol kadar gula darah dan pencegahan tertier adalah menatalaksana
komplikasi dari DM. Matlamat MNT pada pasien DM tipe 1 adalah menyesuaikan konsumsi kalori dan jumlah insulin yang ingin diberikan. Pada pasien DM tipe 2
pula, matlamat MNT adalah menurunkan berat badan terkait faktor resiko obesitas, reduksi kalori yang sederhana, konsumsi lemak yang berkurang, peningkatan
aktivitas fisik dan pengurangan hiperlipidemia dan hipertensi. Pasien DM juga dianjurkan aktivitas olahraga yang bersesuaian.
Pada DM tipe 1, dianjurkan tatalaksana secara intensif meliputi edukasi pasien, monitor kadar gula darah pasien, konsumsi nutrisi dan pemberian regimen
insulin yang bersesuaian dengan konsumsi glukosa yang akhirnya bertujuan mencapai kadar gula darah normal seperti yang dianjurkan ADA. Regimen insulin
yang digunakan ketika ini adalah hasil rekombinan teknologi DNA yang terdiri dari susunan asam amino dari insulin manusia. Insulin hewani tidak lagi digunakan.
Universitas Sumatera Utara
Insulin eksogenous ini dapat diklasifikasikan kepada dua kelompok yaitu insulin bekerja jangka masa pendek dan jangka masa panjang. Insulin jangka masa pendek
akan memenuhi keperluan insulin prandial, manakala insulin jangka masa panjang akan memenuhi keperluan insulin basal. Pasien DM tipe 1 juga dapat diberikan
regimen insulin komponen multiple yaitu hasil kombinasi basal insulin dan bolus insulin insulin jangka pendek pre prandial. Pengiraan dosis insulin preprandial
dapat menggunakan rumus rasio insulin: karbohidrat 1 1.5unit10g dari karbohidrat atau BB dalam kg x kadar gula darah – glukosa yang diinginkan dalam
mgdL1500. Agen lain yang bisa digunakan dalam mengawal kadar gula darah adalah analog amylin yang dapat menurunkan glikemi pre prandial. Selain itu, dapat
digunakan inhibitor glukosidase α. Secara umum, matlamat yang ingin dicapai pada tatalaksana DM tipe 2 adalah
kontrol kadar gula darah, tatalaksana kondisi yang terkait dengan DM tipe 2 obesitas, hipertensi, dislipidemia, penyakit kardiovaskular dan deteksi komplikasi
DM. Terapi DM tipe 2 diawali dengan MNT. Olahraga sangat bermanfaat dalam meningkatkan sensitivitas insulin dan pengurangan berat badan. Terapi farmakologi
bagi DM tipe 2 termasuklah agent pengurang glukosa oral, insulin dan lain lain. Agen pengurang glukosa oral diklasifikasikan menurut mekanisme masing masing obat
yaitu meningkatkan sekresi insulin, menurunkan produksi glukosa, meningkatkan sensitivitas insulin dan meningkatkan aksi GLP 1. Agen agen ini kecuali inhibitor
glukosidase α dan analog amilin adalah tidak efektif pada DM tipe 1. Peningkatan sekresi insulin dapat dicapai dengan interaksi liang kalium
sensitif ATP pada sel beta. Obat ini paling berkesan diberikan pada kurang 5 tahun onset dari diabetes tipe2 karena masih terdapat insulin endogenous residual. Nama
generik pada golongan ini adalah sulfoniluria generasi pertama dan kedua dan non sulfoniluria. Sulfoniluria dapat menurunkan kedua kadar gula darah puasa dan post
prandial, dan bisa menyebabkan hipoglikemi persisten. Efek samping dari penggunaan obat anti diabetes dari golongan ini adalah peningkatan berat badan.
Universitas Sumatera Utara
Terdapat isoform dari “channel kalium sensitive ATP” pada miokard dan otak menyebabkan peningkatan resiko penyakit kardiovaskular pada pasien yang
mengkonsumsi golongan obat ini. Golongan biguanida yang dipresentasi oleh metformin dapat menurunkan
produksi glukosa hepar dengan mekanisme yang masih belum diketahui dan juga dapat meningkatkan utilisasi glukosa perifer. Metformin dapat menurunkan kadar
gula darah puasa, memperbaiki profil lipid dan menurunkan berat badan. Golongan inhibitor glukosidase α pula mengurangkan hiperglikemi post prandial dengan
memperlambat absorpsi glukosa. Ia tidak mengganggu utilisasi glukosa atau sekresi insulin tetapi menginhibisi enzim yang memecahkan oligosakarida kepada gula
ringkas di lumen intestinal. Efek samping utama dari penggunaan obat ini adalah diare, distensi abdominal akibat peningkatan penghantaran oligosakarida ke usus
besar. Efek yang tidak diingini bisa dicegah dengan menggunakan dosis titrasi yang meningkat secara gradual. Obat dari golongan ini kurang poten jika dibandingkan
dengan agen oral yang lain dalam menurunkan HbA1C. Jika terjadi hipoglikemi pada pasien yang menggunakan obat dari golongan ini, pasien dianjurkan mengkonsumsi
glukosa karena penyerapan karbohidrat kompleks adalah dihambat. Terdapat juga golongan obat thiazolidinediones yang bekerja dengan
menurunkan resistensi insulin dengan berikatan pada reseptor PPAR γ. Reseptor ini banyak dijumpai pada adiposit dan agonis pada reseptor ini akan meningkatkan
diferensiasi adiposit, menurunkan akumulasi lemak pada hepar dan menurunkan resistensi insulin. Penurunan resistensi insulin ini didapat melalui peningkatan
penyimpanan lemak dan peningkatan adinopektin. Efek samping dari obat ini adalah edema perifer dan gagal jantung kongestif. Selain itu, prototipe dari golongan obat ini
juga ditarik dari pasaran Amerika Serikat karena sifatnya yang hepatotoksik. Pemberian terapi insulin diperkirakan pada pasien DM tipe2 yang mengalami
kehilangan BB yang berat, pasien dengan penyakit renal atau hepar penyerta atau pasien yang berada di rumah sakit. Terapi insulin juga dapat diberikan pada pasien
Universitas Sumatera Utara
yang mula terdapat defisiensi insulin akibat menderita diabetes jangka masa panjang. Seperti yang kita tahu, ciri dominan bagi pasien diabetes tipe2 adalah peningkatan
kadar gula darah puasa hasil peningkatan produksi glukosa hepar. Maka,terapi insulin yang dianjurkan adalah terapi insulin basal yang bisa juga dikombinasikan dengan
anti diabetes oral. Ini termasuklah, biguanide, inhibitor glukosidase α atau thiazolidinediones. Walaubagaimanapun, kombinasi thiazolidinediones dan terapi
insulin adalah kurang dianjurkan karena bisa menyebabkan kenaikan berat badan dan edema Fauci et al., 2008.
2.1.8.Komplikasi
Jika berbicara tentang diabetes, kita tidak dapat lari untuk berbicara tentang komplikasinya. Komplikasi akut pada kasus diabetes adalah ketoasidosis diabetes
diabetic ketoacidosisDKA dan hiperosmolaritas hiperglikemi hyperglycaemic hyperosmolarityHHS. DKA terjadi akibat defisiensi absolut atau relatif insulin yang
dikombinasi dengan regulatori kelebihan hormon glukagon, katekolamin, kortisol. Ketosis terjadi akibat peningkatan perlepasan asam lemak bebas dari adiposit, yang
akhirnya mengakibatkan sintesa badan keton di hepar. Penurunan insulin dikombinasi dengan peningkatan katekolamin dan growth factor, meningkatkan lipolisis dan
perlepasan asam lemak bebas. Secara normal, asam lemak bebas ini akan dikonversi menjadi trigliserida atau VLDL di hepar. Walaubagaimanapun, pada DKA.
hiperglukagonemi merubah metabolism hepar untuk meningkatkan formasi bada keton dengan mengaktivasi enzim karnitin palmitotranferase I. Enzim ini penting
dalam regulasi transportasi asam lemak ke dalam mitokondria, di mana terjadi oksidasi beta dan konversi badan keton terjadi. Pada PH yang fisiologis, badan keton
wujud sebagai ketoasid yang dineutralisasi oleh bikarbonat. Setelah simpanan bikarbonat berkurang, berlakulah asidosis metabolik. Peningkatan asam laktat juga
menyumbang kepada terjadinya asidosis metabolik. Tanda tanda terjadinya DKA
Universitas Sumatera Utara
termasuklah mual, muntah, dahaga, poliuri, respirasi kussmaul, takikardi, takipnea, dehidrasi, hipotensi, nyeri abdomen dan sebagainya.
HHS sering terjadi pada lansia dengan DM tipe 2 dengan riwayat beberapa minggu sebelumnya, poliuri, penurunan berat badan yang akhirnya mengakibatkan
perobahan status mental. Beda HHS dan DKA adalah tiadanya simptom mual, muntah dan nyeri abdomen pada DKA. HHS sering diperberat oleh penyakit seperti
miokard infak atau strok, sepsis, pneumonia dan infeksi serius yang lain. Penyebab HHS adalah defisiensi insulin relatif dan konsumsi cairan yang inadekuat tanpa
adanya ketosis. Ketiadaan ketosis masih tidak dapat dijelaskan. Komplikasi kronik dari diabetes melibatkan berbagai sistem organ dan
berperan penting bagi morbilitas dan mortilitas dari penyakit ini. Komplikasi kronik DM dapat diklasifikasikan seperti berikut:
mikrovaskular penyakit mata retinopati atau edema makular
neuropati sensori, motor atau autonomik nefropati
makrovaskular penyakit arteri koroner
penyakit arteri perifer penyakit serebrovaskular
lain lain gastrointestinal gastroparesis,diare
genitourinari uropatidisfungsi seksual dermatologi
infeksius katarak
glaukoma penyakit periodontal
Universitas Sumatera Utara
Lamanya atau kronisitas hiperglikemi amat berperan penting dalam terjadinya komplikasi kronis DM dan sering ditemui pada dekade kedua penyakit DM.
Memandangkan DM tipe 2 didahului periode asimptomatik yang panjang, komplikasi kronik DM ditemui pada saat diagnosa. Terdapat empat hipotesa bagi menerangkan
bagaimana hiperglikemi bisa menyebabkan terjadinya komplikasi kronik DM. Salah satu teori adalah peningkatan glukosa intrasel mengakibatkan formasi
advanced glycosylation end products AGEs melalui gikosilasi non enzimatik protein intra dan ekstaseluler. AGEs mengakibatkan cross link protein, mempercepat
aterosklerosis, disfungsi glomerular, sintesa oksida nitrik menurun, disfungsi endothelial dan perobahan komposisi matriks dan stuktur ekstraseluler. Teori kedua
adalah hiperglikemi mengakibatkan peningkatan metabolisme glukosa melalui jalur sorbitol. Glukosa intraseluler secara dominan dimetabolisme dengan fosforilasi dan
glikolisis, tetapi apabila jumlahnya meningkat, sebahagian glukosa dikonversi menjadi sorbitol. Peningkatan konsentrasi sorbitol merobah potensial redoks,
meningkatkan osmolaritas intrasel, membentuk spesies oksigen reaktif dan akhirnya membawa kepada disfungsi seluler yang lain.
Hipotesa ketiga adalah hiperglikemi meningkatkan formasi diasilgliserol yang akhirnya mengakibatkan aktivasi protein kinase C PKC. Antara kesan aktivasi PKC
adalah perobahan transkripsi gene fibronektin, kolagen tipe IV, protein kontraktil dan protein matriks ekstrasel pada sel endothelial dan neuron. Hipotesa yang terakhir pula
adalah hiperglikemi meningkatkan fluks melalui jalur heksosamin. Jalur ini mengakibatkan perobahan fungsi melalui glikosilasi protein seperti sintase nitrik
oksida endothelial atau melalui perobahan ekspresi gene transforming growth factor β atau plasminogen activator inhibitor 1 Fauci et al., 2008.
Universitas Sumatera Utara
2.2.Bawang putih 2.2.1.Terapi komplementori atau alternatif
Selain terapi konvensional, terapi komplementori atau alternatif juga kian meningkat popular di kalangan masyarakat. Menurut 0ational Institute of Health
NIH, terapi komplementori dan alternatif complementary and alternative medicineCAM adalah kelompok dari sistem kesehatan, praktis dan produk yang
masih belum dianggap sebagai terapi konvensional. Antara penyebab yang dikenalpasti oleh NIH yang menjadi penyebab orang ramai memilih perawatan CAM
adalah faktor terapi konvensional memakan belanja yang tinggi dan lebih se perempat dari responden mengatakan tidak mempercayai terapi konvensional dapat
menyelesaikan masalah medis mereka. CAM diklasifikasikan kepada lima kelompok mayor oleh NIH yaitu praktis berbasis biologis, terapi energi, praktis manipulatif
menggunakan badan, terapi badan minda dan terapi keseluruhan sistem. Sejak ribuan tahun dahulu, tumbuhan telah digunakan seantero dunia bagi
tujuan medis dan kini, ia digunakan oleh satu dari lima orang Amerika dengan kurang separuh darinya memaklumkan praktisi konvensional. Lebih 70 persen menyatakan
akan tetap mengkonsumsi suplemen kegemaran mereka walaupun pihak kerajaan mendapati ianya tidak efektif. Maka, penelitian perlu dilakukan dalam mengkaji
efikasi dan tingkat keamanan penggunaannya McPhee dan Papadakis, 2007.
2.2.2.Bawang putih
Bawang putih allium sativum termasuk genus afflum atau di Indonesia lazim disebut bawang putih. Bawang putih termasuk klasifikasi tumbuhan ternak berbentuk
labu dan berulas. Bawang putih tumbuh secara berumpun dan berdiri tegak setinggi 30 75 cm, mempunyai batang palsu yang terbentuk dari pelepah pelepah daun.
Helaian daunnya mirip pita, berbentuk pipih dan memanjang. Akar bawang putih terdiri dari serabut serabut kecil yang bejumlah banyak dan setiap labu bawang putih
terdiri dari sejumlah anak bawang ulas yang setiap ulasnya terbungkus kulit tipis
Universitas Sumatera Utara
berwarna putih. Bawang putih yang secara semulajadinya merupakan tumbuhan daerah dataran tinggi, sekarang di Indonesia, telah mula ditanam di dataran rendah.
Bawang putih berkembang baik pada ketinggian tanah berkisar 200 250 meter di atas permukaan laut. Variasi nama bagi bawang putih adalah “Garlic” Inggris, Bawang
Putih Indonesia, Bawang Jawa, Bawang Bodas Sunda, Bawang handak Lampung, Kasuna Bali, Lasuna pute Bugis, Bhabang pote Madura, Bawa
bodudo Ternate, Kalfeo foleu Timor Syamsiah dan Tajudin, 2003.
2.2.3.Manfaat bawang putih
Herba ini memang tidak asing lagi bagi penggemar obat obatan tradisional. Bawang putih bukan sahaja digunakan secara meluas sebagai makanan tetapi juga
obatan. Buktinya, pada Perang Dunia I dan II, ia digunakan para tentera bagi mencegah kejadian gangrene University of Maryland Medical Center UMMC,
2011. Kini, bawang putih digunakan dalam mencegah penyakit jantung, termasuklah aterosklerosis, hipertensi, hiperkolesterolemia dan meningkatkan sistem imun.
Bawang putih juga dapat berperan sebagai anti kanker dan anti diabetes. Manfaat bawang putih pada kasus hiperlipidemia dan aterosklerosis tidak
dapat disangkal lagi. Buktinya, Agensi Kesehatan Federal Jerman Komisi E dan Kooperasi Saintifik Eropa pada Fitoterapi telah menyetujui penggunaan bawang putih
dalam menanggulangi hiperlipidemia dan aterosklerosis. Penelitian yang telah dijalankan mendapati tahapan pembuktian pada indikasi bawang putih pada
kolesterol adalah sedang yaitu bukti dari penelitian randomisasi dengan batasan penting atau bukti yang sangat kuat dari bentuk yang lain. Bagi indikasi kasus
hipertensi dan penyakit arteri koroner, tahapan pembuktiannya adalah rendah yaitu bukti studi observasional atau penelitian randomisasi dengan kelemahan metodologi
yang serius McPhee dan Papadakis, 2007. Menurut penelitian yang dijalankan di Universitas Adelaide 2010, bawang
putih dapat diberikan sebagai suplemen obat konvensional pada pasien hipertensi. Ini
Universitas Sumatera Utara
berikutan, dari penelitian yang dijalankan pada 50 pasien selama 12 minggu mendapati pasien dengan tekanan darah sistolik melebihi 140mmHg yang
mengkonsumsi kapsul “aged garlic extract’ menjadi rata rata tekanan darah sistolik 10.2mmHg kurang berbanding kelompok kontrol yang mengkonsumsi plasebo.
Penurunan ini dianggap signifikan karena penurunan tekanan darah sistolik sebanyak 5mmHg dapat menurunkan resiko penyakit kardiovaskular sebanyak 8 20. Bawang
putih dipercayai mempunyai efek anti hipertensif karena ia dapat menstimualsi produksi bahan kimiawi seperti nitrik oksida NO dan hidrogen sulfida H2S, yang
dapat membantu vasodilatasi. Terdapat dua kandungan bawang putih yang berperan penting dalam efek
medis yaitu allicin dan diallyl disulfida. Allicin adalah mekanisme pertahanan bawang putih terhadap serangan makhluk perusak yang akhirnya membawa kepada
perannya sebagai anti jamur, anti mikroba dan bersifat toksik kepada serangga. Apabila diserang, enzim alliinase akan menukar alliin kepada allicin
Phytochemicals.info. Diallyl disulfia juga berperan dalam mekanisme anti jamur dengan mengakibatkan kematian sel populasi C.albicans Lemar et al., 2007. Peran
bawang putih sebagai antimikroba pula dipercayai hasil reaksi kimiawi allicin kelompok thiol pada berbagai enzim. Fitokimia ini dapat menghambat bakteri dan
virus, dan juga jamur seperti candida. Studi secara in vitro mendapati aktivitas antimikroba pada berbagai patogen, termasuklah Helicobacter pylori, Staphylococcus
aureus, Echerichia coli dan group B streptococcus Phytochemicals.info. Selain itu, bawang putih juga dikatakan mempunyai efek hipoglikemik.
Antara penelitian yang yang mendukung fakta ini adalah Augusti dan Sheela 1995 yang mendapati bawang putih berperan sebagai sekretagogue insulin pada tikus
diabetes. Mekanisme lain yang mungkin berperan adalah insulin tambahan dari kelompok sulfidril Jain dan Vyas, 1975 mencadangkan bawang putih bertindak
sama ada meningkatkan sekresi insulin oleh pankreas atau meningkatkan pelepasan ‘bound insulin’.
Universitas Sumatera Utara
2.2.4.Farmakokinetika bawang putih
Terdapat multipel formulasi bawang putih yang terdapat di pasaran termasuklah dalam bentuk kering, bumbu atau minyak dengan kebanyakan produk
distandardisasi untuk mengandung 0.6 allicin. Penelitian dahulu, mempercayai manfaat bawang putih dalam medis adalah bergantung kepada komponen aktifnya,
yaitu allicin. Walaubagaimanapun, penelitian kini menyatakan sebaliknya. Ini karena, allicin adalah bersifat tidak stabil karena sifatnya yang tidak tahan asam dan suhu.
Penelitian yang dijalankan mendapati bioavailabilitas allicin adalah sangat rendah, selain enzim alliinase bersifat tidak tahan asam lambung telah menyebabkan peran
sebenar allicin pada efek medis masih dalam tanda tanya. Ditambah, bawang putih dalam sediaan “aged garlic extract’ masih memberikan efek medis yang diinginkan
walaupun mengandung jumlah allicin yang kurang signifikan Allicin.com. Penelitian terhadap tiga komposisi bawang putih yaitu alliin, alicin dan
vinyldithiines telah dijalankan terhadap tiga kelompok tikus. Tahap aktivitas di dalam darah telah dipantau selama 72 jam. Bagi allicin dan vinyldithiines, ekskresi di urin,
feses udara ekshalasi juga diukur. Aktivitas di dalam darah berbeda pada alliin berbanding alicin dan vinyldithiines karena absorpsi dan eliminasinya yang lebih
cepat. Alliin mencapai konsentrasi maksimum di dalam darah setelah 10 menit pertama dan eliminasi komplit setelah 6 jam. Sebaliknya, pada alliin dan
vinyldithiines, konsentrasi maksimum darah tidak tercapai sehingga menit ke 30 60 alicin dan menit ke 120 vinyldithiines dan masih terdapat di dalam darah setelah
72 jam Lachmann, Lorenz, Radeck dan Steiper, 1994. Penelitian tentang sifat farmakokinetika bawang putih masih kurang dan membutuhkan penelitian yang lebih
lanjut.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERA GKA KO SEP DA DEFE ISI OPERASIO AL