bahan sandang. Selain itu batik juga dapat mengacu dalam dua hal, yang pertama adalah teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam untuk mencegah
pewarnaan sebagian dari kain, yang kedua kain yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan.
Selain itu Prasetyo 2012: 4 juga mengatakan bahwa: batik merupakan kerajinan yang memiliki nilai seni yang tinggi dan telah
menjadi bagian dari budaya Indonesia khususnya Jawa. Pada masa lalu batik dijadikan sebagai mata pencaharian oleh para perempuan-perempuan
Jawa, sehingga membatik merupakan pekerjaan eksklusif yang dilakukan oleh para perempuan.
Membatik pada dasarnya sama dengan melukis di atas sehelai kain.
Dimana canting sebagai alat untuk melukisnya, dan sebagai bahan pelukisnya dipakai cairan malam atau lilin. Setelah kain dibatik kemudian diberi pewarna,
kemudian lilin tersebut dihilangkan dengan menggunakan zat kimia atau dilorod, maka bagian yang tertutup lilin atau malam akan tetap putih, tidak menyerap
warna. Hal ini disebabkan karena lilin berfungsi sebagai perintang warna, proses inilah yang akan menghasilkan kain batik.
Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa batik merupakan hasil penggambaran corak atau motif di atas kain yang dihasilkan melalui proses
tutup celup atau melalui proses perintangan warna dengan lilin kemudian diproses dengan cara-cara tertentu.
2. Tinjauan Tentang Batik Jepara
Menurut sejarah, awal tercetusnya batik di Jepara yaitu pada masa atau jaman kepemimpinan Ratu Kalinyamat. Pada masa itu Ratu Kalinyamat yang
menjabat sebagai penguasa yang disegani di Jepara, beliau pernah memberikan sesembahan atau penghormatan kepada Joko Tingkir yang pada saat itu singgah
ke Jepara. Sesembahan yang diberikan oleh Ratu Kalinyamat kepada Joko Tingkir adalah selembaran kain yang berbentuk kain batik, tetapi pada masa itu namanya
sendiri bukan batik tetapi kaliaga tetapi proses pembuatannya sama dengan batik. Batik sendiri baru berjaya dan dikenal oleh masyarakat luas yang ada di
Jepara yaitu pada masa R.A Kartini. Beliau belajar membatik dari ibunya yang bernama ibu Ngasirah. Dulu kegiatan batik membatik dilakukan di pendopo
kabupaten. Setelah R.A Kartini mahir membatik, beliau kemudian mengajari penggowo atau abdi dalem yang ada di pendopo kabupaten untuk ikut membatik
juga. Selain itu juga R.A Kartini juga mengajari masyarakat sekitar khususnya para wanita untuk ikut membatik juga. Sejak saat itu para wanita memiliki mata
pencaharian tersendiri yaitu membatik. Motif-motif batik yang diciptakan oleh R.A Kartini merupakan motif-motif Mataram Priyanto, Hadi., 2014: 6.
Hingga pada tahun 1898 R.A Kartini dan kedua adiknya yaitu Rukmini dan Kardinah mengirimkan karya-karyanya untuk ikut Pameran Nasional Karya
Wanita atau
Nationale Tentoonstelling voor vrouwnarbeid
yang diselenggarakan di Den Haag Belanda Priyanto, dkk., 2013: 32. Karya-karya Kartini disana
sangat di kagumi dan mendapat perhatian khusus dari Sri Ratu Wilhelmina dan Ibu Suri Ratu Emma, yang sangat menghargai semua jerih payah R.A Kartini dan
kedua saudaranya tersebut. Untuk melestarikan budaya lokal yaitu batik, di setiap kesempatan R.A Kartini selalu memakai kain batik buatan sendiri, hal ini
dilakukan untuk mengenalkan budaya lokal yang ada di Jepara ke dunia luar.
3. Tinjauan Tentang Makna Simbolik