Ta’ Marbutah Penulisan Huruf Kapital
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 4
Daerah.
10
Wewenang sebagaimana dimaksud diatas dipertegas dalam Pasal 10 ayat 1 UU No. 32 Tahun 2004, bahwa Pemerintah Daerah menyelenggarakan
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah. Urusan Pemerintah dimaksud diatur dalam
Pasal 10 ayat 3 meliputi: 1. Politik luar negeri, 2. Pertahanan, 3. Keamanan, 4. yustiti, 5. Moneter dan Fiskal Nasional, dan 6. Agama.
11
Otonomi daerah memberikan kewenangan penuh pada daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Mulai dari perencana, pelaksanaan dan
beberapa hal lain terkait dengan pengawasan atas pelaksanaan yang telah direncanakan sebelumnya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
12
Oleh karena itu dalam pengembangan pembangunan nasional Pemerintah memandang penting untuk mengembangkan kawasan pertumbuhan ekonomi di
luar Jakarta. Kawasan pertumbuhan ekonomi tersebut adalah kawasan Surabaya dengan pembangunan Jembatan Suramadu dan kawasan industrialisasi di kawasan
Gerbang Kerto Susilo Gersik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan yang dimulai pada Pemerintahan Presiden Soeharto tahun 1986-an.
13
Ide awal proses Pembangunan Jembatan Tol Suramadu diharapkan akan mendorong
10
Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
11
Pasal 1 ayat 10 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
12
Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor No. 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah
13
Mutmainnah,
Jembatan Suramadu: Respon Ulama Terhadap Industrialisasi
. Yogyakarta : LKPSM, 1998, 15.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 5
percepatan pengembangan sosial ekonomi dan tata ruang wilayah-wilayah tertinggal yang ada di Pulau Madura.
Sebagai tindak lanjut dari upaya tersebut diatas, maka Untuk mendorong percepatan dan pembangunan
industrialisasi di kawasan ini, Pemerintah mengeluarkan dasar hukum, yaitu Peraturan
Presiden Nomor 27 tahun 2008 PerPres No. 27 tahun 2008 mengenai Badan Pengembangan
Wilayah Suramadu BPWS sebagai pengelola Wilayah Pengembangan Kawasan
Industrialisasi di Madura.
14
Selanjutnya Badan Pelaksana BPWS Bapel BPWS, sesuai dengan amanah Perpres 27 Tahun 2008 di atas, memiliki tugas dan fungsi untuk melaksanakan
pengelolaan, pembangunan dan fasilitasi percepatan kegiatan pembangunan wilayah Suramadu..
15
Selain melaksanakan tugas dan fungsi di atas, Bapel BPWS juga bertugas untuk stimulasi pembangunan infrastruktur untuk wilayah Suramadu secara
keseluruhan. Dalam hal ini Bapel BPWS melakukan koordinasi perencanaan dan pengendalian pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan KementerianLPNK lain,
pemerintah daerah provinsi dan kabupatenkota, maupun swastamasyarakat di wilayah Madura.
16
Akan tetapi sejak awal pembentukan BPWS mendapat berbagai penolakan dari berbagai kalangan. Mulai dari yang mengatasnakan Lembaga Swadaya
Masyarakat, Kaukus Parlemen Daerah, Hingga Pemerintah Daerah seluruh Madura yang terdiri dari empat kabupaten mengajukan keberatannya atas keberadaan BPWS.
Akibat banyaknya penolakan di daerah, kinerja badan ini tidak maksimal dan hingga
14
Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2008
15
Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2008
16
Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2008
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 6
laporan penelitian ini disampaikan, belum banyak manfaat yang dapat dirasakan oleh daerah atas keberadaan BPWS.
Penolakan ini berdasarkan argumentasi bahwa 1 pemerintah daerah tidak dilibatkan; 2 terjadi pencaplokan oleh Pemerintah padahal pembangunan ini akan
dilaksanakan di daerah; 3 Daerah merasa lebih berhak dengan diterapkannya otonomi daerah. Penolakan ini didasarkan atas prinsip “Otonomi Daerahس. Daerah
beranggapan bahwa dengan diterapkannya desentralisasi, sebenarnya Pemerintah tidak berwenang mengeluarkan PerPres No. 27 tahun 2008 yang mendelegasikan
pengelolaan kawasan Suramadu kepada BPWS.
Dari uraian latar belakang di atas penulis sangat tertarik untuk lebih memahami dan ingin mengadakan penelitian tentang kewenangan kepala daerah
jawa timur terkait dengan kebijakan pengelolaan,pengembangan wilayah Suramadu, dengan topik: ͆Tinjauan Fiqih Siyasah Terhadap Kewenangan
Gubernur Jatim Dalam Mengarahkan Badan Pengembangan Wilayah Suramadu BPWS Dalam UU No 32 Tahun 2004 Dan Perpres No 27 Tahun 2008 Tentang
BPWS ͇
B. Identifikasi dan Batasan Masalah
Identifikasi masalah dilakukan untuk menjelaskan kemungkinan- kemungkinan cakupan masalah yang dapat muncul dalam penelitian dengan
melakukan identifikasi dan inventarisasi sebanyak-banyaknya kemudian yang
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 7
dapat diduga sebagai masalah.
17
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi masalah penelitian ini adalah:
1. Otonomi daerah menurut Undang-Undang No 32 tahun 2004
2. Peraturan Presiden No 27 tahun 2008 tentang Badan Pengembangan Wilayah
Suramadu BPWS. 3.
Penolakan intansi pemerintah daerah terhadap Peraturan Presiden No 27 tahun 2008
4. Wewenang Gubernur provinsi jawa timur dalam Otonomi daerah No 32 tahun
2004 5.
Wewenang Gubernur Jawa Timur dalam menjalankan Otonomi Daerah menurut UU No 32 Tahun 2004 dan Peraturan Presiden Perpres No 27 tahun
2008. . Agar lebih terarah dan pembahasan penelitian ini tidak melebar, maka
diperlukan adanya pembatasan masalah, masalah ini di batasi pada: 1.
Kewenangan gubernur provinsi jatim dalam mengarahkan Overlapping dalam UU No. 32 tahun 2004 dan Perpres No. 27 Tahun 2008 Tentang BPWS
2. Tinjauan Fiqh Siyasah terhadap kewenangan Gubernur Jatim dalam
mengarahkan Badan Pengembangan Wilayah Suramadu BPWS dalam UU No. 32 Tahun 2004 dan Perpres No. 27 Tahun 2008 Tentang BPWS
17
Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya,
Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi Edisi Revisi, cetakan III
, Surabaya: Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012, 8.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 8
C.
Rumusan Masalah
Untuk memudahkan proses penelitian dan penulisan, maka diperlukan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Kewenangan gubernur provinsi jatim dalam mengarahkan
Overlapping dalam UU No. 32 tahun 2004 dan Perpres No. 27 Tahun 2008 Tentang BPWS?
2. Bagaimana tinjauan Fiqih Siyasah terhadap kewenangan Gubernur Jatim
dalam mengarahkan Badan Pengembangan Wilayah Suramadu dalam UU No. 32 Tahun 2004 dan Perpres No. 27 Tahun 2008 Tentang BPWS?
D.
Kajian Pustaka
Otonomi daerah sebagai salah satu kebijakan yang memberikan kewenangan penuh pada daerah untuk mengatur rumah tangganya sendiri, kalau
kita kaitkan dengan kewenangan Gubernur jatim dalam mengarahkan BPWS, tentunya sangat menarik dan banyak peneliti yang telah membahas sebelum-
sebelumnya.
18
dari hasil pengamatan peneliti tentang kajian-kajian sebelumnya, peneliti temukan beberapa kajian di antaranya:
1. Skripsi yang di tulis oleh M. Satria yang berjudul “Implementasi undang-
undang Pemerintahan daerah serta prinsip-prinsip Good governance oleh
18
Ibid
, 9.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 9
kepala daerah Dalam penyelenggaraan hak otonomi ” skripsi ini membahas
tentang kewenangan otnomi daerah bagi eksekutif tidak hanya merumuskan dan menentukan arah pembangunan suatu daerah, tapi juga dapat mengatur
kebijakan melalui kewenangan legislatif yang ada padanya. Hal ini dikarenakan, potensi, peluang dan persaingan global, memberikan peluang
yang seluas-luasnya kepada daerah dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan
pemerintah, untuk
mempercepat terwujudnya
kesejahteraan masyarakat. Sehingga keinginan untuk memberikan hak otonomi dalam menjalankan sendiri pemerintahan di daerah, pemerintah pusat
berupaya secara maksimal untuk lebih memperhatikan lagi daerah-daerah yang ada, untuk menjaga keutuhan NKRI.
19
2. Skripsi yang di tulis oleh Hadrian Habas yang berjudul “Suatu perbandingan
undang-undang nomor 12 tahun 2008 Tentang perubahan kedua atas undang- undang no 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah dalam Mewujudkan
pemerintahan yang baik ” skripsi ini membahas tentang adanya dua undang-
undang Pemerintahan Daerah yaitu, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 merupakan perubahan dari Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 lahir karena adanya tuntutan
dari masyarakat kepada Pemerintah untuk membentuk Undang-Undang tentang
19
M. Satria,
Implementasi Undang-Undang Pemerintahan Daerah Serta Prinsip-Prinsip Good Governance Oleh Kepala Daerah Dalam Penyelenggaraan Hak Otonomi,
Skripsi, Yogyakarta: Fakultas Hukum Uninversitas Gajah Mada, 2011, 13
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 10
Pemerintahan Daerah yang berpihak kepada masyarakat. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dinilai tidak lagi mampu menjawab kebutuhan tentang
tugas dan wewenang serta kewajiban Wakil Kepala Daerah, Tugas dan wewenang DPRD, Ketentuan pidana pemilihan Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah, Untuk itu digantikan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008.
20
Skripsi-skripsi di atas lebih menekankan pada penerapan dari masing- masing pembiayaan, sementara itu, penelitian yang akan penulis lakukan ini
lebih menekankan pada kewenangan kepala daerah jawa timur terkait dengan kebijakan pengelolaan,pengembangan wilayah Suramadu yaitu,
“Tinjauan Fiqih Siyasah Terhadap Kewenangan Gubernur Jatim Dalam Mengarahkan Badan
Pengembangan Wilayah Suramadu BPWS Dalam UU No 32 Tahun 2004 Dan Perpres No 27 Tahun 2008 Tentang BPWS ͇
E.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah rumusan tentang tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti melalui penelitian yang dilakukannya.
21
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
20
Hadrian Habas,
Suatu Perbandingan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Dalam Mewujudkan
Pemerintahan Yang Baik
, Skripsi, Padang:Fakultas Hukum Reguler Mandiri Universitas Andalas.
21
Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya,
Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi Edisi Revisi, Cetakan III
, Surabaya: Fakultas Syariah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2012, 9.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 11
1. Untuk mengetahui Wewenang Gubernur Provinsi Jawa Timur dalam Undang-
undang No 32 tahun 2004 dan Peraturan Presiden No 27 tahun 2008 tentang Badan Pengembangan Wilayah Suramadu BPWS.
2. Untuk mengetahui Wewenang Gubernur Provinsi Jawa Timur dalam Undang-
undang No 32 tahun 2004 dan Peraturan presiden No 27 tahun 2008 tentang Badan Pengembangan Wilayah Suramadu BPWS perspektif Fiqih Siyasah.
F.
Kegunaan Hasil Penelitian
Dari permasalahan di atas, penelitian dan penulisan ini diharapkan mempunyai nilai tambah dan manfaat baik untuk penulis maupun pembaca, yang
berguna dalam dua aspek yaitu: 1.
Dari segi teoritis
a. Diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
b. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan pemahaman studi
hukum Islam terhadap mahasiswa fakultas syariah pada umumnya dan mahasiswa jurusan Siyasah Jinayah pada khususnya.
2. Dari segi praktis
a. Dapat digunakan sebagai pertimbangan bagi peneliti berikutnya untuk
membuat skripsi yang lebih sempurna.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 12
b. Guna dijadikan pedoman dalam rangka penambahan refrensi tentang
Otonomi daerah menurut UU No 32 Tahun 2004 dan Peraturan presiden No 27 Tahun 2008.
G.
Definisi Operasional
Untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan tidak terjadi kesalah pahaman pembaca dalam memahami judul skripsi ini, maka penulis perlu
menjelaskan variabel-variabel dalam judul skripsi ini, yaitu : Tinjauan
: Pandangan atau pendapat yang diperoleh sesudah menyelidiki atau mempelajari suatu masalah.
22
Fiqih Siyasah al-Qadha : al- qadha dalam konteks fiqih siyasah adalah
kekuasaan yang mempunyai hubungan dengan tugas dan wewenang peradilan. Dalam rangka menegakkan
kebenaran dan menjamin terlaksananya keadilan serta tujuan menguatkan negara dan menstabilkan
kedudukan hukum kepala negara.
23
Otonomi Daerah :Hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
22
Poerwadarminta,
Kamus Umum Bahasa Indonesia
, Universitas Michigan: Balai Pustaka, 2003, 1078.
23
Abu A’la Al-Maududi, Sistem Politik Islam, Bandung : Mizan, 1993, Cet II. 247.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 13
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
24
Wewenang Gubernur :Gubernur atau kepala daerah dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah memiliki kewenangan tindakan pemerintahan sebagai kepala daerah otonom maupun
kepala wilayah.
Kepala daerah
dalam penyelenggaraan pemerintah daerah melaksanakan
kewenangan atribusi, delegasi dan mandat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
25
BPWS :adalah
Badan Pelaksana
yang dikeluarkan oleh pemerintah
sebagai pengelola Wilayah Pengembangan Kawasan
Industrialisasi di Madura. Yang memiliki tugas dan fungsi untuk melaksanakan pengelolaan,
pembangunan dan fasilitasi percepatan kegiatan pembangunan wilayah Suramadu. Dan juga bertugas
untuk stimulasi pembangunan infrastruktur untuk Wilayah Suramadu secara keseluruhan.
26
24
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
25
Ridwan HR,
Hukum Administrasi Negara
, Jakarta: Grafindo Persada, 2006, 102
26
Peraturan Presiden Nomor 27 tahun 2008 PerPres No. 27 tahun 2008.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 14
H.
Metode Penelitian
Metode penelitian ini meliputi: Metode penelitian skripsi ini merupakan penelitian kepustakaan
library research yaitu melalui serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data kepustakaan, membaca dan mencatat serta mengolah
bahan penelitian.
27
Dengan menggunakan metode deskriptif analisis 1.
Data yang Dikumpulkan
Agar dalam pembahasan skripsi ini nantinya bisa dipertanggung jawabkan dan relevan dengan permasalahan yang diangkat, maka data yang
peneliti kumpulkan di antaranya, yaitu: 1.
Data tentang wewenang gubernur provinsi jawa timur dalam Konteks otonomi daerah menurut UU No 32 tahun 2004.
2. Data tentang peraturan presiden No 27 tahun 2008 tentang badan
pengembangan wilayah suramadu BPWS. 3.
wewenang gubernur provinsi jawa timur dalam Konteks otonomi daerah menurut UU No 32 tahun 2004 peraturan presiden No 27 tahun 2008
tentang badan pengembangan wilayah suramadu BPWS perspektif Fiqh Siyasah.
2. Sumber Data
27
Mestika Zed,
Metode Penelitian Kepustakaan
, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2004, 3
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 15
Sumber data yang akan dijadikan pegangan dalam penelitian ini peneliti mendapatkan data yang konkrit serta ada kaitannya dengan masalah
kewenangan gubernur propinsi jatim dalam mengarahkan BPWS meliputi data primer dan data sekunder yaitu:
a. Sumber Primer 1.
Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor No. 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah
2. Peraturan Presiden No 27 Pasal 1 ayat 3 Tahun 2008
b. Sumber Sekunder Sumber data sekunder merupakan sumber pelengkap yang
diperoleh dari data kepustakaan yang ada hubungannya dengan pembahasan dalam penelitian ini yaitu:
1. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Universitas
Michigan: Balai Pustaka, 2003. 2.
Jimly Asshiddiqqie, Konstitusi dan Konstitusialisme Indonesia, Konstitusi Press, Jakarta, 2006.
3. Mutmainnah, Jembatan Suramadu :Respon Ulama Terhadap
Industrialisasi. Yogyakarta : LKPSM, 1998. 4.
Moch. Rifa’I, Ushul Fiqh, Bandung: PT Alma’ Arif, 1973. 5.
Abu A’la Al-Maududi, Sistem Politik Islam, judul asli “The Islamic Law and Constitution,س penerjemah Asep Hikmat. Bandung: Mizan, 1993.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 16
6. Mestika Zed, penelitian kepustakaan Jakarta: Yayasan Obor Indonesia ,
Cet. III, 2004. 7.
Lely J.Moleong, Metodologi penelitian Kualitatif, Bandung: Rosdakarya, Cet. VII, 2002
8. Restu Kartiko Widi, Asas Metodelogi Penelitian, Yogyakarta : Graha
Ilmu, 2010. 9.
Sukudin dan Mundir, Metode Penelitian: Menimbang dan Mengantar Kesuksesan Anda dalam Dunia Penelitian, Surabaya: Insan Cendikia,
2005. 10.
Sonny Sumarsono, Metode Riset Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004.
3.
Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan, maka upaya pengumpulan data yang dilakukan untuk menjawab masalah dalam penelitian
ini secara keseluruhan bersifat Library Research penelitian kepustakaan
yaitu menjadikan bahan pustaka sebagai sumber data utama. Penelitian ini juga termasuk dalam kategori historis-faktual, karena yang diteliti adalah
penelitian pustaka.
28
Teknik yang digunakan adalah mengumpulkan beberapa tulisan yang membahas tentang Otonomi
Daerah baik berupa buku maupun tulisan lepas.
28
Anton Bakker,
Metode-Metode Filsafat
, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984, 136
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 17
Pada kajian ini, ingin melihat bagaimana pandangan Fiqh Siyasah terutama pandangan
Fiqh Siyasah Imamah terhadap Otonomi daerah dengan adanya BPWS ini, dan Perpres No 27 Tahun 2008 tentang BPWS. Di
antaranya adalah: a.
Dokumentasi
Dokumentasi adalah alat pengumpul data yang berupa dokumen dan catatan dari sumber yang diteliti. Teknik ini dilakukan dengan cara
mencatat data, dokumen lembaga terkait dengan penelitian. Dokumentasi ini merupakan dalil konkrit yang bisa penulis jadikan acuan untuk menilai
seberapa besar peran Otonomi Daerah dalam kewenanagan Gubernur jatim dan Perpres No 27 tahun 2008 perspektif Fiqh siyasah.
4.
Teknik Pengolahan Data
Penulis akan memaparkan dan mendeskripsikan semua data yang penulis dapatkan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Organizing : Suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan,
pencatatan, dan penyajian fakta untuk tujuan penelitian.
29
b. Editing : Kegiatan memperbaiki kualitas data mentah serta
menghilangkan keraguan akan kebenaranketepatan data tersebut.
30
29
Sonny Sumarsono,
Metode Riset Sumber Daya Manusia,
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004, 66
30
Ibid,
97
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 18
c. Coding : Mengklasifikasi data-data. Maksudnya data-data yang telah
diedit tersebut diberi identitas sehingga memiliki arti tertentu pada saat analisis.
31
5. Analisa Data Data tentang ketentuan otonomi daerah menurut undang-undang
UU No 32 tahun 2004 dan PERPRES No. 27 tahun 2008 yang diperoleh dari pustaka dan dokumentasi, dianalisis dengan metode
Deskriptif Analisis, dan menganalisa data tersebut dengan pola pikir deduktif. Metode deskriptif
analisis yaitu membuat deskripsi atau menjelaskan secara sistematis tentang data Wewenang Gubernur Provinsi Jatim dalam Mengarahkan BPWS dalam
konteks Otonomi daerah menurut UU No. 32 tahun 2004 dan PERPRES No 27 tahun 2008 dengan analisa Perspektif Fiqh Siyasah.
32
Kerja dari metode Deskriptif-Analisis, yaitu dengan cara menganalisis Wewenang Gubernur
Provinsi Jatim dalam Mengarahkan BPWS dalam konteks Otonomi daerah menurut UU No. 32 tahun 2004 dan PERPRES No 27 tahun 2008 dengan
analisa Perspektif Fiqh Siyasah kemudian diperoleh kesimpulan.
33
Untuk mempertajam analisis, metode
Content analysis analisi isi juga penulis gunakan.
Content Analysis digunakan melalui proses mengkaji data yang
31
Ibid,
99
32
Moch Nazir,
Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal
, 2
33
Suharsimi Arikunto,
Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek,
Jakarta: Rineka Cipta, 1992, 210
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 19
diteliti. Dari hasil analisis isi ini diharapkan akan mempunyai sumbangan teoritik.
34
I.
Sistematika Pembahasan
Secara keseluruhan skripsi tersusun dalam lima bab dan masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab pembahasan, hal ini dimaksudkan untuk
mempermudah dalam pemahaman serta penelaahan, adapun sistematikanya adalah sebagai berikut:
BAB ke I Merupakan pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka, tujuan
penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode penelitian yang berisi data yang dihimpun, sumber data yang terdiri dari data primer dan
sekunder, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, dan sistematika pembahasan.
BAB ke II Memuat tentang Konsep Fiqh Siyasah yang berisi tentang
Definisi Fiqih Siyasah, Ruang Lingkup Pembahasan Fiqh siyasah. Dan Konsep Lembaga Negara dalam Islam, yang berisi Tentang definisi Sulthah al-
tasyri’iyyah kekuasaan
Legislatif, Sulthah al-thanfidziyah Kekuasaan
Eksekutif, Sulthah al- qadha’iyyah Kekuasaan Yudikatif, wewenang Sulthah al-
34
Noeng Muhadjir,
Metodologi Penelitian Kualitatif,
Yogjakarta: Rake Sarasin, 1996, 51
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 20
tasyri’iyyah, Sulthah al-thanfidziyah, dan Sulthah al-qadha’iyyah dalam ketatanegaraan.
BAB ke III Memuat tentang Otonomi daerah yang Berisi tentang Desentralisasi,
Dekonsentrasi, Hubungan Pemerintah Pusat dan daerah, dan Otonomi daerah Menurut UU No. 32 tahun 2004. dan Badan Pengembangan Wilayah Suramadu
BPWS yang berisi tentang Tugas BPWS, Fungsitujuan BPWS, BPWS menurut Perpres No 27 Tahun 2008.
BAB ke IV Analisis kewenangan Gubernur Provinsi Jatim dalam mengarahkan BPWS dalam Perpres No. 27 Tahun 2008 Tentang BPWS, Analisis kewenangan
gubernur provinsi jatim dalam UU No. 32 tahun 2004, dan Analisis kewenangan Gubernur Jatim dalam mengarahkan BPWS dalamUU No. 32 Tahun 2004 dan
Perpres No. 27 Tahun 2008 Tentang BPWS Perspektif Fiqih Siyasah BAB ke V Pada bab ini merupakan bab terakhir yang berisikan kesimpulan dan
saran.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
20 BAB II
PEMIMPIN NEGARA PERSPEKTIF FIQH SIYASAH
A. Fiqh Siyasah
1. Definisi Fiqh Siyasah
Menurut J.J. Rousseau 1712-1778 M, secara Natural Law, setiap
individu melalui perjanjian bersama, mereka membentuk sebuah masyarakat
social contract. Dengan terbentuknya masyarakat ini, maka secara otomatis terbentuklah sebuah pemerintahan yang dapat mengatur
dan memimpin masyarakat tersebut.
1
Dalam pergaulan hukum Islam mencakup segala aspek kehidupan manusia. Karena terbukti hukum Islam
secara langsung mengatur urusan duniawi manusia.
2
Maka dari sinilah perlunya sebuah disiplin ilmu di dalam hukum Islam dapat mengatur
konsep pemerintahan. Karena pemerintahan sangat diperlukan di dalam mengatur kehidupan manusia. Disiplin ilmu tersebut adalah
Fiqh Siyâsah. Kata “
Fiqh Siyâsah” yang tulisan bahasa Arabnya adalah “ هقفلا
يسايسلا” berasal dari dua kata yaitu kata fiqh ه لا dan yang kedua adalah Al-Siyâsî
يساي لا. Kata Fiqh secara bahasa adalah paham. Secara istilah, menurut ulama usul, kata
fiqh berarti: م علا
ما حأاب ةيعر لا
ةي معلا ب ت ملا
م ن
1
Soehino, Ilmu Negara Yogyakarta: Liberty, 2000, 160.
2
Ibid., 20
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
ا تلدأ ةي ي تلا
yaitu mengerti hukum-hukum syariat yang sebangsa amaliah yang digali dari dalil-dalilnya secara terperinci.
3
Apabila digabungkan kedua kata fiqh dan al-siyâsî maka fiqh
siyâsah yang juga dikenal dengan nama siyâsah syar’iyyah. Secara istilah memiliki berbagai arti:
a. Menurut Imam al-Bujairimî: Memperbagus permasalahan rakyat dan
mengatur mereka dengan cara memerintah mereka untuk mereka dengan sebab ketaatan mereka terhadap pemerintahan.
4
b. Menurut Wuzârat al-Awqâf wa al-Syu’ûn al-Islâmiyyah bi al-Kuwait
Memperbagus kehidupan manusia dengan menunjukkan pada mereka pada jalan yang dapat menyelamatkan mereka pada waktu sekarang
dan akan datang, serta mengatur permasalahan mereka.
5
c. Menurut Imam Ibn Âbidîn Kemaslahatan untuk manusia dengan
menunjukkannya kepada jalan yang menyelamatkan, baik di dunia maupun di akhirat.
Siyâsah berasal dari Nabi, baik secara khusus maupun secara umum, baik secara lahir, maupun batin. Dari Segi lahir
siyâsah berasal dari para sultan pemerintah, bukan lainnya. Sedangkan secara batin,
siyâsah berasal dari ulama sebagai pewaris Nabi bukan dari pemegang kekuasaan”.
6
3
Ibid., 19.
4
Sulaimân bin Muhammad al-Bujairimî, Hâsyiah al- Bujairimî ‘alâ al-Manhaj Bulaq: Mushthafâ
al-Babî al-Halâbî, t.t., vol. 2, 178.
5
Wuzârat al-Awqâf wa al- Syu’ûn al-Islâmiyyah bi al-Kuwait, Al-Mausûât al-Fiqhiyyah Kuwait:
Wuzârat al-Awqâf al-Kuwaitiyyah, t.t. vol. 25, 295.
6
Ibn شÂbidîn, Radd al-Muhtâr ‘alâ al-Durr al-Mukhtâr , Beirut: Dâr Ihyâ` al-Turâts al-شArabî, 1987, vol. 3, 147.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, terdapat dua unsur penting dalam
Fiqh Siyâsah yang saling berhubungan secara timbal balik, yaitu:
a. Pihak yang mengatur.
b. Pihak yang diatur.
Melihat kedua unsur tersebut, menurut Prof. H. A. Djazuli, Fiqh
Siyâsah itu mirip dengan ilmu politik, yang mana dinukil dari Wirjono Prodjodikoro bahwa:
7
Dua unsur penting dalam bidang politik, yaitu negara yang perintahnya bersifat eksklusif dan unsur masyarakat.
8
Perbedaan tersebut tampak apabila disadari bahwa dalam menjalani politik di dalam hukum Islam haruslah terkait oleh kepastian
untuk senantiasa sesuai dengan syariat Islam, atau sekurang-kurangnya sesuai dengan pokok-pokok syariah yang
kullî. Dengan demikian, rambu- rambu
fiqh siyâsah adalah: 1. Dalil-dalil kullî, baik yang tertuang di dalam Alquran maupun hadis Nabi Muhammad SAW; 2.
Maqâshid al- syarî’ah; 3. Kaidah-kaidah usul fiqh serta cabang-cabangnya.
9
Oleh karena itu, politik yang didasari atas adat istiadat atau doktrin selain Islam, yang dikenal dengan
siyâsah wadl’iyyah itu bukanlah
fiqh siyâsah, hanya saja selagi siyâsah wadl’iyyah itu tidak bertentangan dengan prinsip Islam, maka ia tetap dapat diterima.
10
7
H. A. Djazuli, Fiqh Siyâsah, Jakarta: Kencana, 2007, 28
8
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Ilmu Negara dan Politik, Bandung: Eresco, 1971, 6
9
David Crystal, Penguin Encyclopedia, London: Penguin Books, 2004, 28-9.
10
Ibid., 29
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
2. Ruang Lingkup Fiqh Siyasah
Menurut Imam al-Mâwardî, seperti yang dituangkan di dalam karangan
fiqh siyâsah-nya yaitu al-Ahkâm al-Sulthâniyyah, maka dapat diambil kesimpulan ruang lingkup
fiqh siyâsah adalah sebagai berikut:
11
a. Siyâsah Dustûriyyah
b. Siyâsah Mâliyyah
c. Siyâsah Qadlâ`iyyah
d. Siyâsah Harbiyyah
e. Siyâsah `Idâriyyah
Salah satu dari ulama terkemuka di Indonesia, T. M. Hasbi, malah membagi ruang lingkup
fiqh siyâsah menjadi delapan bidang, yaitu:
12
a. Siyâsah Dustûriyyah Syar’iyyah kebijaksanaan tentang peraturan
perundang-undangan. b.
Siyâsah Tasyrî’iyyah Syar’iyyah kebijaksanaan tentang penetapan hukum.
c. Siyâsah Qadlâ`iyyah Syar’iyyah kebijaksanaan peradilan.
d. Siyâsah Mâliyyah Syar’iyyah kebijaksanaan ekonomi dan moneter.
e. Siyâsah `Idâriyyah Syar’iyyah kebijaksanaan administrasi negara.
f. Siyâsah DauliyyahSiyâsah Khârijiyyah Syar’iyyah kebijaksanaan
hubungan luar negeri atau internasional.
11
Alî bin Muhammad al-Mâwardî, al-Ahkâm al-Sulthâniyyah wa al-Wilâyât al-Dîniyyah, Beirut: Dâr al-Kutub al-
شAlamiyyah, 2006, 4; Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007, 13.
12
Djazuli, Fiqh Siyâsah, 30
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
g. Siyâsah Tanfîdziyyah Syar’iyyah politik pelaksanaan undang-
undang. h.
Siyâsah Harbiyyah Syar’iyyah politik peperangan. Dari sekian uraian tentang ruang lingkup
fiqh siyâsah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian pokok.
Pertama, politik perundang- undangan
Siyâsah Dustûriyyah. Bagian ini meliputi pengkajian tentang penetapan hukum
Tasyrî’iyyah oleh lembaga legislatif, peradilan Qadlâ`iyyah oleh lembaga yudikatif, dan administrasi pemerintahan
`Idâriyyah oleh birokrasi atau eksekutif.
13
Kedua, politik luar negeri Siyâsah DauliyyahSiyâsah Khârijiyyah. Bagian ini mencakup hubungan keperdataan antara warga
negara yang muslim dengan yang bukan muslim yang bukan warga negara. Di bagian ini juga ada politik masalah peperangan
Siyâsah Harbiyyah, yang mengatur etika berperang, dasar-dasar diizinkan
berperang, pengumuman perang, tawanan perang, dan genjatan senjata.
14
Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa fiqh siyâsah
mempunyai kedudukan penting dan posisi yang strategis dalam masyarakat Islam. Dalam memikirkan, merumuskan, dan menetapkan
kebijakan-kebijakan politik praktis yang berguna bagi kemaslahatan masyarakat muslim khususnya, dan warga lain umumnya, pemerintah
jelas memerlukan fiqh siyâsah. Tanpa kebijakan politik pemerintah,
sangat boleh jadi umat Islam akan sulit mengembangkan potensi yang
13
Iqbal, Fiqh Siyasah, 13.
14
Ibid., 14.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
mereka miliki. Fiqh siyâsah juga dapat menjamin umat Islam dari hal-hal
yang bisa merugikan dirinya. Fiqh siyâsah dapat diibaratkan sebagai akar
sebuah pohon yang menopang batang, ranting, dahan, dan daun, sehingga menghasilkan buah yang dapat dinikmati umat Islam.
15
Salah satu doktrin Islam adalah bahwa Islam yang diturunkan Allah melalui Nabi Muhammad telah menegaskan dirinya sebagai agama
sempurna
16
dan Nabi Muhammad diutus sebagai Nabi penutup.
17
Sementara itu, wahyu terbatas oleh ruang dan waktu dan Nabi Muhammad hidup serta wafat dalam satu fase masa tertentu, sementara
zaman terus berubah dan berkembang. Mungkinkah sesuatu ajaran yang terbatas dengan ruang dan waktu dapat menjawab kebutuhan hidup
manusia sepanjang zaman? Untuk hal ini para ulama memberikan jawaban. Kesempurnaan Islam mencakup dua makna yang berkaitan,
universal dan komprehenship atau Syumul dan Mutakaamil. Universalitas
Islam mengharuskan bahwa Islam kompatibel untuk setiap zaman dan tempat, sedang komprehensivitas Islam mengharuskan Islam dapat
menjawab dan menjadi solusi atas setiap permasalahan yang muncul dari segala aspek kehidupan.
18
Al-Quran dan Hadits Nabi mencakup esensi setiap permasalahan baik yang telah terjadi, sedang maupun yang akan terjadi. Sebagaimana
dikatakan oleh Imam Asy Syafii, “tidak ada sesuatu yang terjadi kepada
15
Djazuli, Fiqh Siyâsah, 36-8.
16
Surat Al-Maidah ayat 3
17
Surat Al-Ahzab ayat 40
18
Fakhruddin Arrazy, Mafâtihulghaib, Maktabah Syamilah, juz v,466
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
pemeluk agama Allah melainkan pada Kitabullah telah ada dalilnya melalui jalan petunjuk padanya.
19
Dengan kerangka berpikir di atas, setiap muslim berkeyakinan bahwa setiap permasalahan dalam hidupnya
adalah bagian dari ajaran Islam. Salah satu aktifitas kehidupan manusia dalam bermasyarakat adalah berpolitik atau siyasah. Karena Islam itu
mengatur setiap kehidupan termasuk berpolitik, maka berpolitik pun ada batasan-batasan syariatnya, sehingga melahirkan istilah
Siyasah Syariyah atau politik syariat.
Siyasah Syariyah adalah setiap kebijakan dari penguasa yang tujuannya menjaga kemaslahatan manusia, atau menegakan hukum Allah,
atau memelihara etika, atau menebarkan
keamanan
di dalam negeri, dengan apa yang tidak bertentangan dengan
Nash, baik Nash itu ada secara eksplisit ataupun tidak ada secara implisit.
20
Jadi esensi dari siyasah syariyah adalah kebijakan penguasa yang dilakukan untuk menciptakan kemaslahatan dengan menjaga rambu-
rambu syariat. Rambu-rambu syariat dalam siyasah adalah: 1 dalil-dalil kully, dari Al-Quran maupun Al-Hadits; 2
Maqâshid Syariah; 3 semangat ajaran Islam; 4 kaidah-kaidah
Kulliyah Fiqhiyah.
21
19
Muhanmmad Bin Idris Asy Syafii, Ar Risâlah, Tahqiq Ahmad Muhammad Syakir, Beirut: Dar el Fikr, tt, 20
20
Abdurahman Abdul Aziz Al Qasim, Al Islâm wa Taqninil Ahkam, Riyadh: Jamiah Riyadh, 177, 83
21
A. Djazuli, Fiqh Siyâsah, Edisi Revisi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003, 29
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
B. KONSEP LEMBAGA NEGARA DALAM ISLAM
Prinsip kedaulatan rakyat menjadi latar belakang terciptanya struktur dan mekanisme kelembagaan negara dan pemerintahan yang menjamin
tegaknya sistem hukum dan berfungsinya sistem demokrasi. Dari segi kelembagaan, prinsip kedaulatan rakyat itu biasanya diorganisasikan melalui
sistem pemisahan kekuasaan separation of power atau pembagian
kekuasaan distribution of power. Sedangkan dalam islam yang menjadi latar
belakang terciptanya struktur dan mekanisme kelembagaan negara dan pemerintahan adalah berdasarkan prinsip-prinsip tertentu yang di tetapkan
Al-Quran dan Al – Hadist Nabi Muhammad SAW. Prinsip pertama adalah bahwa seluruh kekuasaan di alam semesta ada pada Allah karena ia yang
telah menciptakannya. Prinsip kedua adalah bahwa hukum islam ditetapkan oleh Allah dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist nabi, sedangkan Hadist
merupakan penjelasan tentang Al-Qur’an.
22
Dalam sejarah Ketatanegaraan Islam, terdapat tiga badan kekuasaan, yaitu :
Sulthah al-tasyri’iyyah kekuasaan Legislatif, Sulthah al-thanfidziyah Kekuasaan Eksekutif,
Sulthah al-qadha’iyyah Kekuasaan Yudikatif. Jadi Tulisan singkat ini tidak mencoba merekam semua khazanah
ketatanegaraan yang pernah ada, namun akan mengkaji beberapa istilah lembaga pemerintahan yang pernah muncul dalam perjalanan sejarah politik
Islam di atas. Pembahasan ini antara lain tasyri’iyyah, tanfidziyah,
qadha’iyyah
22
Hakim Javid Iqbal, Masalah-masalah Teori Politik Islam, cet III,Bandung : Mizan , 1996, 57
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
1. Tasyri’iyyah
Dalam kajian fiqh siyasah, legislasi atau kekuasaan legislative disebut juga dengan al-sulthah al-tasyri’iyah, yaitu kekuasaan pemerintah
Islam dalam membuat dan menetapkan hukum. Dalam wacana fiqh siyasah, istilah al-sulthah al-tasyri’iyah digunakan untuk menunjukan
salah satu kewenangan atau kekuasaan pemerintah Islam dalam mengatur masalah kenegaraan, di samping kekuasaan eksekutif al-sulthah al-
tanfidzhiyah dan kekuasaan yudikatif al-sulthah al-qadha’iyah. Dalam konteks ini kekuasaan legislative al-sulthah al-tasyri’iyah berarti
kekuasaan atau kewenangan pemerintah Islam untuk menetapkan hukum yang akan diberlakukan dan dilaksanakan oleh masyarakatnya
berdasarkan ketentuan yang telah diturunkan Allah SWT dalam syari’at Islam.
23
Orang-orang yang duduk dalam lembaga legislative ini terdiri dari para mujtahid dan ahli fatwa mufti serta para pakar dalam berbagai
bidang. Ada dua fungsi lembaga legislative. Pertama, dalam hal-hal ketentuannya, sudah terdapat didalam nash Al-Qur’an dan Sunnah,
undang-undang yang dikeluarkan oleh al-sulthah al-tasyri’iyah adalah undang-undang Ilahiyah yang disyari’atkanNya dalam Al-Qur’an dan
dijelaskan oleh Nabi SAW. Kedua, melakukan penalaran kreatif ijtihad terhadap permasalahan yang secara tegas tidak dijelaskan oleh nash.
23
Muhammad Iqbal, Fiqih Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta: Gaya Media Persada2001, 62
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Kewenangan lain dari lembaga legislative adalah dalam bidang keuangan negara. Dalam masalah ini, lembaga legislative berhak mengadakan
pengawasan dan mempertanyakan pembendaharaan negara, sumber devisa dan anggaran pendapat dan belanja yang dikeluarkan negara
kepada kepala negara selaku pelaksana pemerintahan. Unsur-unsur legislasi dalam fiqh siyasah dapat dirumuskan
sebagai berikut : a. Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan untuk menetapkan hukum
yang akan diberlakukan dalam masyarakat Islam . b. Masyarakat Islam yang akan melaksnakan.
c. Isi peraturan atau hukum yang sesuai dengan nilai dasar syariat Islam.
24
2.
Tanfidziyah
Menurut al-Maududi, lembaga eksekutif dalam Islam dinyatakan dengan istilah
ul al-amr dan dikepalai oleh seorang Amir atau Khalifah. istilah
ul al-amr tidaklah hanya terbatas untuk lembaga eksekutif saja melainkan juga untuk lembaga legislatif, yudikatif dan untuk kalangan
dalam arti yang lebih luas lagi. Namun dikarenakan praktek pemerintahan Islam tidak menyebut istilah khusus untuk badan-badan di bawah kepala
negara yang bertugas meng-execute ketentuan perundang-undangaaan seperti
Diwan al-Khar āj Dewan Pajak, Diwan al-Ahdas ׂKepolisian,
wali untuk setiap wilayah, sekretaris, pekerjaan umum, Diwan al-Jund
24
Ibid., 65
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
militer, sahib al-bait al-m
āl pejabat keuangan, dan sebagainya yang nota bene telah terstruktur dengan jelas sejak masa kekhilafahan Umar
bin Khattab maka untuk hal ini istilah ul al-amr mangalami
penyempitan makna untuk mewakili lembaga-lembaga yang hanya berfungsi sebagai eksekutif. Sedang untuk Kepala Negara, al-Maududi
menyebutnya sebagai Amir dan dikesempatan lain sebagai Khalifah.
25
Berdasarkan al-Qur`an dan as-Sunnah, umat Islam diperintahkan untuk mentaatinya dengan syarat bahwa lembaga eksekutif ini mentaati
Allah dan Rasul-Nya serta menghindari dosa dan pelanggaran. 3.
Qadha’iyyah
Dalam kamus ilmu politik, yudikatif adalah kekuasaan yang mempunyai hubungan dengan tugas dan wewenang peradilan. Dan dalam
konsep Fiqh Siyasah, kekuasaan yudikatif ini biasa disebut sebagai
Sulthah Qadhaiyyah. Kekuasaan kehakiman adalah untuk menyelesaikan perkara-perkara perbantahan dan permusuhan, pidana dan penganiayaan,
mengambil hak dari orang durjana dan mengembalikannya kepada yang punya, mengawasi harta wakaf dan persoalan-persoalan lain yang
diperkarakan di pengadilan. Sedangkan tujuan kekuasaan kehakiman adalah untuk menegakkan kebenaran dan menjamin terlaksananya
keadilan serta tujuan menguatkan negara dan menstabilkan kedudukan hukum kepala negara.
25
Abu A’la Al-Maududi, Sistem Politik Islam, Bandung : Mizan, 1993, Cet II. 247
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Penetapan syariat Islam bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan. Dalam penerapannya syariat Islam memerlukan lembaga
untuk penegakannya. Karena tanpa lembaga al-Qadha tersebut, hukum-
hukum itu tidak dapat diterapkan. Dalam sistem pemerintah Islam, kewenangan peradilan
al-Qadha terbagi ke dalam tiga wilayah, yaitu
Wilayah Qadha, Wilayah Mazhalim, dan Wilayah Hisbah.
26
4. Wewenang tasyri’iyyah, tanfidziyah, dan qadha’iyyah
Dalam konteks ini kekuasaan legislative al-sulthah al-tasyri’iyah
berarti kekuasaan atau kewenangan pemerintah Islam untuk menetapkan hukum yang akan diberlakukan dan dilaksanakan oleh masyarakatnya
berdasarkan ketentuan yang telah diturunkan Allah SWT dalam syari’at Islam.
Tugas Al- Sulthah Tanfidziyah adalah melaksanakan undang-
undang. Disini negara memiliki kewewenangan untuk menjabarkan dan mengaktualisasikan perundang-undangan yang telah dirumuskan tersebut.
Dalam hal ini negara melakukan kebijaksanaan baik yang berhubungan dengan dalam negeri maupun yang menyangkut dengan hubungan sesama
negara hubungan internasional.
27
Adapun tugas
As–Sulthah al-qadhai’iyyah
adalah mempertahankan hukum dan perundang-undangan yang telah diciptakan
oleh lembaga legislatif. Dalam sejarah Islam, kekuasaan lembaga ini
26
Hakim Javid Iqbal, Masalah-masalah Teori Politik Islam, cet III,Bandung : Mizan , 1996, 65
27
Muhammad Iqbal, Fiqih Siyasah: Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta: Gaya Media Persada 2001, 62
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
biasanya meliputi wilayah al-hisbah lembaga peradilan untuk
menyelesaikan perkara-perkara pelanggaran ringan seperti kecurangan dan penipuan dalam bisnis,
wilayah al-qadha lembaga peradilan yang memutuskan perkara-perkara sesama warganya, baik perdata maupun
pidana, dan
wilayah al-mazhalim
lembaga peradilan
yang menyelesaikan perkara penyelewengan pejabat negara dalam
melaksanakan tugasnya, seperti pembuatan keputusan politik yang merugikan dan melanggar kepentinagn atau hak-hak rakyat serta
perbuatan pejabat negara yang melanggar hak rakyat.
28
28
Ridwan HR, fiqh Politik gagasan, harapan dan kenyataan, Yogyakarta: FH UII Press,2007, 273
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
33
BAB III BPWS DALAM KONTEK OTONOMI DAERAH
DI NEGARA KESATUAN RIPUBLIK INDONESIA
A. KONSEP OTONOMI DAERAH
1.
Definisi Otonomi Daerah
Otonomi daerah dalam Pasal 1 UU No. 32 tahun 2004 adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan undang-undang.
1
Daerah otonom itu sendiri adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang
mengurus kepentingan masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
2
Menurut Ateng Syafrudin, istilah otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian, bukan kemerdekaan. Kebebasan atau
kemandirian itu adalah wujud pemberian yang harus dipertanggung jawabkan. Dalam tanggung jawab yang diberikan tersebut terkandung unsur-unsur yaitu:
1. Pemberian tugas dalam arti sejumlah pekerjaan yang harus diselesaikan serta kewenangan untuk melaksanakannya. 2. Pemberian kepercayaan berupa
kewenangan untuk menetapkan sendiri bagaimana menyelesaikan tugas itu.
3
Beberapa pengertian otonomi daerah menurut beberapa pakar. Menurut F. Sugeng Istianto, adalah Hak dan wewenang untuk mengatur dan
mengurus rumah tangga daerah. Menurut Ateng Syarifuddin adalah Otonomi mempunyai makna kebebasan atau kemandirian tetapi bukan kemerdekaan
1
Pasal 1ayat 5 UU Otonomi Daerah No. 32 tahun 2004
2
Sugeng Priyanto,
Pendidikan Kewarganegaraan,
Semarang:Aneka Ilmu, 2008,40
3
Ateng Syafrudin.
Pasang Surut Otonomi Daerah
. Orasi Dies Natalis Universitas Para Hiangan Bandung, 1983, 24
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
melainkan kebebasan yang terbatas atau kemandirian yang harus dipertanggung jawabkan. Menurut Syarif Saleh, adalah Hak mengatur dan
memerintah daerah sendiri, hak tersebut merupakan hak yang diperoleh dari pemerintah pusat.
4
Di dalam otonomi daerah terdapat kebebasan yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk menentukan apa yang menjadi kebutuhan daerah.
Namun senantiasa harus disesuaikan dengan kepentingan nasional sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan Undang-Undang yang lebih
tinggi.
5
2.
Konsep Desentralisasi
Setelah negara di dunia mengalami perkembangan yang sedemikian pesat, dan kompleks, maka di beberapa negara dilaksanakan asas
dekonsentrasi, yaitu pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada daerah. Dan asas desentralisasi, yaitu penyerahan pemerintahan dari pusat
kepada daerah otonom menjadi urusan rumah tangganya. Pelaksanaan asas desentralisasi inilah yang melahirkan daerah-daerah otonom. Secara
etimologis istilah desentralisasi berasal dari bahasa latin, yaitu “De” yang berarti lepas dan “Centrum” yang berarti pusat. Sedangkan menurut
perkataannya desentralisasi adalah melepaskan dari pusat. Adapun definisi desentralisasi berdasarkan undang-undang No. 32 tahun 2004, desentralisasi
merupakan pembentukan daerah otonom dan atau penyerahan wewenang. tertentu oleh pemerintah pusat dalam kerangka negara kesatuan.
6
Otonomi Daerah di Indonesia dilaksanakan dalam rangka desentralisasi. Desentralisasi itu sendiri setidak-tidaknya mempunyai tiga
tujuan. Pertama, tujuan politik, yakni demokratisasi kehidupan berbangsa dan
4
Ibid
., 25
5
http:otonomidaerah.compengertian-otonomi-daerah.html
6
UU Otonomi Daerah No. 32 Tahun 2004 Pasal 1 Ayat 7
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
bernegara pada tataran infrastruktur dan superastruktur politik. Kedua, tujuan
administrasi, yakni efektivitas dan efisiensi proses-proses administrasi pemerintahan sehingga pelayanan kepada masyarakat menjadi lebih cepat,
tepat, transparan serta murah. Ketiga, tujuan sosial ekonomi, yakni meningkatnya taraf kesejahteraan masyarakat.
7
Untuk memenuhi kegunaan empirik di Indonesia, perlu diupayakan secara operasionalnya.
a. Desentralisasi, yaitu kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas
wilayah tertentu yang berwenang menetapkan dan melaksanakan kebijaksanaan bagi kepentingan sendiri, dan juga adanya penyerahan
wewenang tertentu oleh pemerintah pusat.
8
b. Pembentukan daerah otonom itu dilakukan dengan undang-undang dalam
arti formal c.
Desentralisasi berarti penyerahan wewenang
9
tertentu kepada daerah otonom yang telah dibentuk oleh pemerintah pusat, sehingga daerah dapat
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat sesuai dengan peraturan undang-undang, bukan merupakan kedaulatan tersendiri. Pelimpahan
wewenang kepada daerah adalah untuk melaksanakan pemerintah daerah berdasarkan ketentuan dan pengaturan pemerintah yang menjadi wewenang
pemerintah.
10
Dalam konsep desentralisasi mengandung makna yang berbeda dengan istilah pelimpahan wewenang. Dalam penyerahan wewenang
mencakup wewenang untuk menetapkan kebijakan maupun untuk
7
Sadu Wasistiono,
Esensi UU NO.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
, Jatinogoro: Bunga Rampai, 2001, 35
8
Logemann,
Het Staatsrecht Van Indonesia:Het Formale Systeem
Bandung: N.VU Tevrijk W. Van Hoeve, 1954, 158
9
Ibid
, 159
10
Ridwan Hr. Ridwaan HR,
Hukum Administrasi Negara
, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, 106
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
melaksanakan kebijakan. Sedangkan dalam pelimpahan wewenang hanya sebatas wewenang untuk melaksanakan kebijakan.
11
Wewenang untuk menetapkan kebijakan disebut wewenang pengaturan
Regeling sedangkan wewenang untuk melaksanakan kebijakan disebut wewenang pengurusan
Bestuur. Wewenang pengaturan adalah wewenang untuk menciptakan norma hukum tertulis yang bersifat umum dan
abstrak. Sedangkan wewenang pengurusan adalah wewenang untuk melaksanakan dan menerapkan norma hukum dan abstrak kepada situasi
konkret. Penyerahan pengaturan dan wewenang pengurusan dalam gatra kehidupan tertentu disebut penyerahan urusan pemerintahan.
12
Dalam penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dikenal dua macam cara:
a. Open-end Arrangement, Yaitu daerah otonom berwenang melakukan
berbagai fungsi sepanjang tidak dilarang oleh peraturan perundang- undangan atau tidak termasuk dalam yuridis pemerintah yang lebih tinggi.
penyerahan wewenang ini disebut universal Power atau Inhern
Competence. b.
Ultra Vires Doktrine atau penyerahan wewenang pemerintahan dengan rincian. Yaitu daerah otonom hanya berwewenang melakukan fungsi-fungsi
yang telah ditetapkan terlebih dahulu oleh pemerintah.
13
Irwan Soejito membagi bentuk desentralisasi ke dalam 2 macam, yaitu:
14
11
Bhenyamin Hoesien
Berbagai Faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Otonomi Daerah Tongkat Ii, Suatu Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Dari Segi Ilmu Administrasi Negara
disertasi doktor, Universitas Indonesia: Jakarta 1993, 13
12
Ibid
, 13-14
13
Suryanigrat Bayu,
Pemerintahan Dan Administrasi Desa
Bandung: PT. Mekar Djaja 1988, 229
14
Irwan Soejito,
Hubungan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah
Jakarta: Rineka Cipta, 1990, 29
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
a. Dekonsentrasi Amtelijke Decentralisatie, yaitu pelimpahan kekuasaan dari
negara yang lebih tinggi kepada bawahannya guna melancarkan pekerjaan dalam melaksanakan tugas pemerintahan, misalnya pelimpahan kekuasaan
dan wewenang menteri kepada gubernur b.
Desentralisasi ketatanegaraanDesentralisasi politik, yaitu pelimpahan kekuasaan perundangan dan pemerintahan kepada daerah otonom dalam
lingkungannya. Dalam desentralisasi ini, rakyat ikut serta dalam pemerintahan dengan batas wilayah daerah masing-masing. Kemudian
desentralisasi politik ini di bagi menjadi dua macam, yaitu: a.
Desentralisasi teritorial, merujuk pada pembagian wewenang kekuasaan atas dasar wilayah. Atau mewujudkan
Gebieds Corporaties yakni korporasi yang didasarkan atas wilayah tertentu
b. Desentralisasi fungsional, yaitu menciptakan Doel Corporatise, yakni
korporasi yang didasarkan atas tujuan dan fungsi tertentu.
15
3.
Dasar Dan Asas Pelaksanaan Otonomi Daerah
Berdasarkan UUD 1945, negara Indonesia adalah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Sesuai ketentuan pasal 4 ayat 1 UUD 1945,
dinyatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan.
Mengingat wilayah Indonesia yang sangat luas, UUD 1945 telah memberikan dasar konstitusional mengenai penyelenggaraan pemerintahan
daerah di Indonesia. Di antara ketentuan tersebut yaitu: a.
Prinsip pengakuan dan penghormatan negara terhadap kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sesuai dengan
15
Bhenyamin Hoesien
Berbagai Faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Otonomi Daerah Tongkat Ii, Suatu Desentralisasi Dan Otonomi Daerah Dari Segi Ilmu Administrasi Negara
disertasi doktor, Universitas Indonesia: Jakarta 1993, 65
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
16
b. Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
17
c. Prinsip menjalankan otonomi seluas-luasnya.
18
d. Prinsip mengakui dan menghormati pemerintahan daerah yang bersifat
khusus dan istimewa.
19
e. Prinsip pengakuan dan penghormatan negara terhadap satuan-satuan
pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa.
20
Adapun Asas Dalam Pelaksanaan Pemerintahan Daerah: a.
Asas Desentralisasi, adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia b.
Asas Desentralisasi Proporsional, adalah Pemerintah Daerah diberikan kewenangan yang sebesar-besarnya untuk mengurus, mengatur dan
memajukan sendiri daerahnya kecuali lima hal yang memang harus diatur oleh Pemerintah Pusat, antara lain politik luar negeri, pertahanan
keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama dengan dibeda-bedakan berdasarkan tingkat kemapanan daerah tersebut.
21
c. Asas Dekonsentrasi, adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah danatau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu
16
UU Otonomi Daerah No 32Tahun 2004 Pasal 18 B Ayat 2
17
UUD 1945 Pasal 18 ayat 2 Perubahan Kedua
18
UU Otonomi Daerah No 32Tahun Pasal 18 Ayat 3
19
UU Otonomi Daerah No 32Tahun Pasal 18 Ayat 1
20
UU Otonomi Daerah No 32Tahun Pasal 18 Ayat 1
21
Hardjosoekarto Sudarsono,
Hubungan Pusat dan Daerah Dalam Kerangka Kebijakan Desentralisasin dan Otonomi Daerah
”, http:khibran.wordpress.com
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Sedangkan Asas yang digunakan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, adalah
a. Asas Otonomi, adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
b. Asas PembantuanMadebewind, adalah penugasan dari Pemerintah kepada
daerah danatau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupatenkota kepada desa untuk melaksanakan tugas tertentu
B. NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA
1.
Definisi
Menurut Syaukani Hasan Rais, dan M. Ryaas Rasyid,
22
ada dua bentuk negara, yaitu negara kesatuan dan negara serikat. Istilah Kesatuan
adalah bentuk susunan organisasi negara. Dalam istilah yang dipakai adalah Persatuan.
23
Menurut C. F. Strong,
24
bentuk Negara yang dianut oleh negara dituangkan dalam konstitusi negara yang bersangkutan. Negara kesatuan
dapat pula disebut sebagai negara Unitaris. Negara ini dari segi susunannya
bersifat tunggal, maksudnya adalah negara yang tidak tersusun dari beberapa negara, melainkan hanya terdiri atas satu negara, sehingga tidak ada negara di
dalam negara. Dengan demikian dalam negara kesatuan hanya ada satu pemerintahan, yaitu pemerintah pusat yang mempunyai kekuasaan,
wewenang, dan menetapkan kebijaksanaan pemerintahan negara baik di pusat maupun di daerah-daerah.
25
22
Ibid.
, 77.
23
Jimly Asshidiqqie,
Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia
, Jakarta: Kompress 2005, 13
24
Astim Riyanto,
Negara Kesatuan; Konsep, Asas, Dan Aktualisasinya
, Bandung:Yapemdo, 2006, 75
25
Soehino ,
Ilmu Negara
, Edisi. Ketiga, Liberty,Yogyakarta, 2000, 224.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Indonesia beberapa kali mengalami pergantian bentuk dan sistem pemerintahan, mulai dari negara kesatuan hingga ke negara federal, dari
pemerintahan Parlementer hingga ke Presidensial. Sistem parlementer hubungan antara eksekutif dan badan perwakilan sangat erat. Ini disebabkan
adanya tanggung jawab para menteri terhadap parlemen. Setiap kabinet harus memperoleh dukungan suara dari parlemen. Dan kebijaksanaan
pemerintahkabinet tidak boleh menyimpang dari kehendak parlemen.
26
Sedangkan sistem presidensial kedudukan eksekutif tidak tergantung kepada badan perwakilan rakyat. Dasar hukum kekuasaan eksekutif dikembalikan
kepada pemilihan rakyat. Dan Presiden menunjuk kabinet departemennya masing-masing, dan hanya bertanggung jawab kepada presiden, karena
pembentukan kabinet tidak memerlukan dukungan suara dari badan perwakilan .
27
Dalam Undang- Undang 1945 sila ketiga berbunyi “Persatuan
Indonesia pada dasarnya mementingkan nilai rasa persatuan dalam bernegara Bhinika Tunggal Ika berbeda-
beda namun tetap satu”.
28
Dalam Undang- Undang 1945 juga dijelaskan bahwa Negara Indonesia adalah Negara
Kesatuan yang berbentuk Republik,
29
Berdasarkan UUD 1945 susunan organisasinya berbentuk negara kesatuan
Unitary State.. Artinya, ketentuan Pasal 1 ayat 1 UUD 1945 mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia NKRI tidak dapat diubah dan sudah ditentukan oleh UUD 1945.
30
Oleh karena itu, setiap ancaman terhadap prinsip NKRI itu selalu mengundang emosi kecemasan, ketakutan, ataupun kemarahan di kalangan
26
Moh. Kusnadi S.H., Harmaily Ibrahim S.H.,
Hukum Tata Negara Indonesia,
Cet. IV Jakarta Selatan: Pusat Studi Hukum UI dan CV Sinar Bakti 1981, 172
27
Ibid
., 176
28
http:one.indoskripsi.comnode11407
29
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 1 Ayat 1.
30 30
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 1Ayat 1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
rakyat yang memiliki patriotisme untuk membela prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan UUD Tahun 1945. Dengan demikian dapat
dilihat beberapa pengertian. Pertama, Negara yang diatur dalam UUD ini
bernama Negara Indonesia. Kedua, Negara Indonesia adalah negara kesatuan.
Ketiga, Negara Indonesia berbentuk Republik. Karena itu negara Indonesia dan UUD 1945 tidak dapat dilepaskan dari eksistensi Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Dalam Undang-Undang otonomi Daerah No. 32 Tahun 2004 Negara
dijelaskan pertama, Indonesia adalah Kesatuan Republik Indonesia yang
terbagi atas provinsi, provinsi dibagi ke dalam daerah-daerah yang lebih kecil, yang dinamakan daerah kabupaten dan kota.
Kedua, dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, ada daerah-daerah yang disebut daerah yang bersifat
otonom dan daerah yang bersifat administratif. Ini diatur dalam undang- undang.
Ketiga, daerah yang bersifat otonom, harus diadakan badan perwakilan rakyat, karena di daerah-daerah itu juga berlaku prinsip kedaulatan
rakyat. Keempat, dalam NKRI terdapat daerah-daerah yang bersifat istimewa,
kurang lebih ada 250 daerah, bahkan bisa lebih banyak dari yang diperkirakan. 2.
Hubungan Wewenang Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah
Mengingat wilayah Indonesia yang sangat luas, UUD 1945 telah memberikan dasar konstitusional mengenai penyelenggaraan pemerintahan
daerah di Indonesia. Di antaranya mengenai Prinsip hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
31
Hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memiliki empat dimensi penting untuk dicermati, yaitu meliputi hubungan
kewenangan, kelembagaan, keuangan, dan pengawasan. Pertama, pembagian
31
MPR RI,
Bahan Tayangan Materi Sosialisasi Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2010, 17
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
kewenangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan tersebut akan sangat mempengaruhi sejauh mana Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
memiliki wewenang untuk menyelenggarakan urusan-urusan Pemerintahan, karena wilayah kekuasaan Pemerintah Pusat meliputi Pemerintah Daerah,
maka dalam hal ini yang menjadi obyek yang diurusi adalah sama, namun kewenangannya yang berbeda.
Kedua, pembagian kewenangan ini membawa implikasi kepada hubungan keuangan, yang diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Ketiga, implikasi terhadap hubungan kelembagaan antara Pusat dan Daerah
mengenai besaran kelembagaan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas- tugas yang menjadi urusan masing-masing.
Keempat, hubungan pengawasan merupakan konsekuensi yang muncul dari pemberian kewenangan, agar terjaga keutuhan negara Kesatuan.
Kesemuanya itu, selain diatur dalam UU No. 32 Tahun 2004 tersebut, juga tersebar pengaturannya dalam berbagai UU sektoral yang pada kenyataannya
masing-masing tidak sama dalam pembagian kewenangannya.
32
Pengaturan yang demikian menunjukkan bahwa tarik menarik hubungan tersebut
kemudian memunculkan apa yang oleh Bagir Manan disebut dengan spanning.
33
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dan dalam UU otonomi Daerah No. 32 Tahun 2004, pembagian
hubungan kewenangan, Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan
32
Kerangka Acuan Penelitian Studi Hubungan Pusat Dan Daerah Kerjasama DPD RI Dengan Perguruan Tinggi Di Daerah, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia, Jakarta 2009, 6
33
Bagir Manan,
Hubungan Antara Pusat Dan Daerah Menurut UUD 1945
, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1994, 22-23 .
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras.
34
Sebagai pelaksanaan lebih lanjut dari dasar konstitusional dalam UUD 1945, dalam UU No. 32 Tahun 2004 satuan pemerintahan di bawah
pemerintah pusat yaitu daerah provinsi dan kabupatenkota memiliki urusan yang bersifat wajib dan pilihan.
35
Provinsi memiliki urusan wajib dan urusan pilihan.
36
Selain itu ditetapkan pula kewenangan pemerintah Pusat menjadi urusan Pemerintahan yang meliputi:
37
a. Politik luar negeri.
b. Pertahanan.
c. Keamanan.
d. Yustisi.
e. Moneter dan Fiskal Nasional
f. Agama.
Urusan pemerintah pusat sebagaimana disebutkan dalam Pasal 10 ayat 3 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah meliputi
38
: politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal, dan agama. Sedangkan urusan bersama meliputi urusan Pemerintah
Pusat, Provinsi, Kabupaten Kota. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi dengan
memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah, yang
diselenggarakan berdasarkan kriteria di atas terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan.
34
UU Otonomi Daerah No 32 Tahun 2004 Pasal 2 Ayat 6
35
UU Otonomi Daerah No 32 Tahun 2004 Pasal 13 Ayat 1
36
UU Otonomi Daerah No 32 Tahun 2004 Pasal 13 Ayat 2
37
UU Otonomi Daerah No 32 Tahun 2004 Pasal 10 Ayat 3
38
UU Otonomi Daerah No 32 Tahun 2004 Pasal 10 Ayat 4
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Urusan wajib yang tidak dapat diselenggarakan oleh Kabupatenkota menjadi tugas provinsi untuk menyelenggarakannya. Kemampuan daerah
provinsi menyelenggarakan urusan wajib dievaluasi oleh pemerintah pusat. Sama seperti daerah kabupatenkota, daerah provinsi baru dapat
menyelenggarakan urusan pilihan, apabila paling tidak, sebagian besar urusan wajib telah dapat dilaksanakan dengan efektif oleh daerah otonomi yang
bersangkutan.
39
Urusan wajib antara lain meliputi: kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup dan perhubungan.
40
Sedangkan urusan pilihan antara lain pertanian, kelautan, industri dan pariwisata.
Walaupun dengan ketentuan pemberlakuan otonomi seluas-luasnya dalam UUD 1945,
41
ada juga pengaturan dalam Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 yang membagi urusan pemerintahan antara pemerintah,
pemerintahan daerah provinsi, dan pemerintahan daerah kabupatenkota. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah
provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi 16 buah urusan. Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi urusan
pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan dan potensi daerah
yang bersangkutan.
42
3. Wewenang Pemerintah Daerah
Menurut Kamus Praktis Bahasa Indonesia yang disusun oleh A. Waskito, kata kewenangan memiliki arti hak dan kekuasaan yang dipunyai
untuk melakukan sesuatu. Istilah kewenangan tidak dapat disamakan dengan
39
Ibid
.,
40
Penelitian Pola Hubungan antara Pusat Dan Daerah Kerja Sama Antara Pusat Studi Kajian Negara Fakultas Hukum Universitas Pajajaran Bandung dengan DPR RI Jakarta 2009, 76
41
Pasal 18 ayat 5 Perubahan Ke Dua UUD 1945
42
http:id.wikipedia.orgwikiPemerintahan daerah di Indonesia.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
istilah urusan karena kewenangan dapat diartikan sebagai hak dan atau kewajiban untuk menjalankan beberapa fungsi manajemen atas objek tertentu
yang ditangani oleh pemerintahan.
43
Sebagai konsekuensi dari negara hukum, dalam menyelenggarakan urusan pemerintah berdasarkan asas legalitas. Asas legalitas sebagai prinsip
utama dalam penyelenggaraan pemerintah dalam setiap negara hukum, harus legitimasi, yakni kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang.
44
Pemerintahan menurut undang-undang pemerintah mendapat kekuasaan yang diberikan kepadanya oleh undang-undang atau undang-undang dasar.
45
Wewenang pemerintah yang didasarkan kepada ketentuan perundang- undangan memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk mengetahui,
sehingga masyarakat dapat menyesuaikan dengan keadaan.
46
Wewenang adalah kekuasaan untuk melakukan sesuatu tindakan hukum publik.
47
Dan secara teoritis, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-
undangan diperoleh melalui tiga cara, yaitu: a.
Atribusi,
48
adalah pemberian wewenang pemerintah oleh pembuat undang- undang kepada pemerintah.
49
pembuat undang-undang menciptakan wewenang pemerintahan yang baru dan menyerahkannya kepada lembaga
pemerintah. Ini bisa berupa lembaga pemerintahan yang telah ada, atau lembaga pemerintahan baru yang diciptakan pada kesempatan tersebut.
Dalam hal atribusi, penerima wewenang dapat menciptakan wewenang
43
Agus salim,
Pemerintahan Daerah Kajian Politik Dan Hukum
Bogor: Ghalia Indonesia, 2007, 95
44
Ridwaan HR,
Hukum Administrasi Negara
, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, 100-101
45
Lukman Hakim,
Filosofi Kewenangan Organ Dan Lembaga Daerah:Perspektif Teori Otonomi Dan Desentralisasi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Hukum Dan Kesatuan
, Malang: Setara Press, 2012, 121.
46
Indroharto,
Usaha Memahami Undang-Undang Tentang Peradilan Tata Usaha Negara 1
Jakarta: Sinar Harapan, 1993, 83
47
Prajudi Atmosudirdjo,
Hukum Administrasi Negara
, Cet 10, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994, 78
48
Lukaman Hakim, ,
Filosofi Kewenangan Organ Dan Lembaga Daerah:Perspektif Teori Otonomi Dan Desentralisasi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Hukum Dan Kesatuan
, 126
49
Ibid
, 131
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
baru atau memperluas wewenang yang sudah ada dengan tanggung jawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang distribusikan sepenuhnya
berada pada penerima wewenang atributaris.
50
b. Delegasi, adalah penyerahan wewenang pemerintah dari badan atau pejabat
pemerintah kepada badan atau pejabat yang lain. Kemudian dijelaskan lebih lanjut bahwa delegasi hanya dapat dilakukan apabila badan yang
melimpahkan wewenang sudah memiliki wewenang melalui atribusi.
51
dalam delegasi tidak ada penciptaan wewenang baru, namun hanya ada pelimpah wewenang dari pejabat satu kepada pejabat lainnya. Tanggung
jawab yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi melainkan telah beralih pada penerima delegasi
Delegataris.
52
c. Madat, Adalah penyerahan wewenang untuk melakukan sendiri
wewenangnya apa bila menginginkan dan memberi petunjuk kepada mandataris mengenai apa yang diinginkannya, bertindak untuk dan atas
nama pemberi mandat Mandans, dan tanggung jawab akhir keputusan
yang diambil mandataris tetap berada pada Manidans. Hal ini karena pada
dasarnya, penerima mandat ini bukan pihak lain dari pemberi mandat.
53
Pemerintahan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 3 adalah pemerintahan daerah provinsi, DPRD provinsi, dan pemerintahan
daerah kabupatenDPRD kabupatenkota. Dan dalam Pasal 24 ayat 1 Setiap daerah dipimpin oleh kepala pemerintah daerah yang disebut kepala daerah.
Kepala daerah sebagaimana dimaksud pada ayat 1 untuk provinsi adalah Gubernur, dan kabupaten adalah bupatiwalikota.
54
50
Ridwan HR.
Hukum Administrasi Negara
, 108
51
Lukman Hakim, ,
Filosofi Kewenangan Organ Dan Lembaga Daerah:Perspektif Teori Otonomi Dan Desentralisasi Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Hukum Dan Kesatuan
, 127
52
Ridwan HR,
Hukum Administrasi Negara
, 107
53
Ibid
, 109
54
UU Otonomi Daerah No 32 Tahin 2004 Pasal 24 Ayat 2
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Dan menurut UU Otonomi Daerah No. 32 Tahun 2004 Pasal 25 Ayat Gubernur Kepala Daerah mempunyai tugas dan wewenang:
55
a. Memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan kebijakan
yang ditetapkan bersama DPRD. b.
Mengajukan rancangan Perda. c.
Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD. d.
Menyusun dan mengajukan rancangan Perda tentang APBD kepada DPRD untuk dibahas dan ditetapkan bersama.
e. Mengupayakan terlaksananya kewajiban daerah.
f. Mewakili daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk
kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan peraturan perundang- undangan.
g. Melaksanakan tugas dan wewenang lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Dan menurut UU Otonomi Daerah No 32 Tahun 2004 pasal 27 ayat
1 Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Gubernur kepala Daerah kepala dan dibantu wakil Gubernur mempunyai kewajiban, yaitu:
56
a. Memegang teguh dan mengamalkan Pancasila, melaksanakan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta mempertahankan dan memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia. b.
Meningkatkan kesejahteraan rakyat. c.
Memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat. d.
Melaksanakan kehidupan demokrasi. e.
Menaati dan menegakkan seluruh peraturan perundang-undangan.
55
UU Otonomi Daerah No. 32 Tahun 2004 Pasal 25
56
UU Otonomi Daerah No 32 Tahun 2004 Pasal 27 Ayat 1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
f. Menjaga etika dan norma dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
g. Memajukan dan mengembangkan daya saing daerah.
h. Melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik.
i. Melaksanakan dan mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan
daerah. j.
Menjalin hubungan kerja dengan seluruh instansi vertikal di daerah dan semua perangkat daerah.
k. Menyampaikan rencana strategis penyelenggaraan pemerintahan daerah di
hadapan Rapat Paripurna DPRD. l.
Memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Pemerintah, dan memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban
kepada DPRD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada masyarakat.
57
C. BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURAMDU BPWS
1.
Sejarah Berdirinya BPWS
Pemerintah memandang penting untuk mengembangkan kawasan pertumbuhan ekonomi di luar Jakarta. Kawasan pertumbuhan ekonomi
tersebut adalah kawasan Surabaya dengan pembangunan Jembatan SURAMADU dan kawasan industrialisasi di kawasan Gerbang Kertosusilo
Gersik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan yang dimulai pada Pemerintahan Presiden Soeharto tahun 1986-an.
58
Untuk mewujudkan pembangunan Jembatan SURAMADU tersebut dilakukan
penelitian untuk menganalisa kelayakan proyek pembangunan. Pembangunan SURAMADU ini dilakukan bekerja sama dengan Jepang. Kerja sama ini
57
UU Otonomi Daerah No 32 Tahun 2004 Pasal 27 Ayat 2
58
Mutmainnah,
Jembatan Suramadu :Respon Ulama Terhadap Industrialisasi
, Yogyakarta: LKPSM, 1998, 15.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
diwujudkan melalui
Japan-Indonesia Forum
JIF. pembangunan
SURAMADU direncanakan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan industri baru di luar Jakarta.
59
Secara ekonomi, pembangunan SURAMADU sangat strategis karena merupakan koridor pertumbuhan ekonomi kelima di kawasan Asia Tenggara.
Guna mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi tersebut, di samping pembangunan Jembatan SURAMADU akan dikembangkan
konsep Twin City kota kembar Bangkalan-Surabaya-Gresik. Berdasarkan konsep ini, maka
rencana pembangunan jembatan yang menghubungkan pulau Madura dan Jawa tidak hanya satu jembatan yang menghubungkan Surabaya-Bangkalan.
Tapi juga akan dibangun satu jembatan lagi yang menghubungkan Gresik- Bangkalan.
60
Konsep pembangunan menurut Rostow merupakan konsep pembangunan dari sudut ekonomi dan sosial. Kenaikan pendapatan penduduk
dalam Negara merupakan sebuah realita dan perwujudan pembangunan. Menurut Rostow yang dikutip oleh Budiman, pembangunan tersebut meliputi
masyarakat tradisional, prakondisi lepas landas, tinggal landas, bergerak ke kedewasaan dan konsumsi massa tinggi.
61
Dalam proses perubahan sosial masyarakat terdapat faktor pendorong dan penghambat. Beberapa faktor
pendorong dalam perubahan sosial menurut Soekanto meliputi: a.
Kontak dengan budaya lain. b.
Sistem pendidikan yang maju. c.
Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju. d.
Toleransi terhadap perubahan-perubahan yang menyimpang.
59
Proposal Madura Island,
Japan-Indonesia Forum Japan Indonesia Consultant Association
, 1986, 12
60
Ibid
., 13
61
Budiman. Arief,
Teori Pembangunan Dunia Ketiga,
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995, 26
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
e. Sistem terbuka dalam lapisan-lapisan.
f. Penduduk yang heterogen.
g. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu.
h. Orientasi ke masa depan.
i. Nilai bahwa manusia selalu berikhtiar untuk memperbaiki hidup.
62
Menurut Kodoatie dampak pembangunan transportasi jalan dengan perubahan ekonomi. Secara umum, tidak ada satu teori pun yang menyatakan
tentang hubungan antara pembangunan transportasi jalan dengan perubahan ekonomi masyarakat. Akan tetapi, keberadaan jalan dan fasilitas transportasi
lainnya pada tingkat tertentu secara esensial merangsang dan memberi peluang pertumbuhan ekonomi.
63
Menurut Thengsen yang dikutip oleh Kodoatie, Investasi pada jaringan jalan utama di negara berkembang hanya akan mengarah pada
mereduksi biaya operasi kendaraan dan waktu tempo perjalanan saja, tetapi jarang berpengaruh terhadap pembangunan ekonomi secara signifikan. Kecuali
untuk daerah-daerah terisolir dengan jalan utama. Investasi pada jalan penghubung pedesaan yang membuka daerah terisolir, mampu mereduksi
biaya transportasi secara dramatis sering memiliki peluang lebih besar membangkitkan pembangunan ekonomi.
64
Pembangunan SURAMADU membawa dampak yang cukup besar terhadap perkembangan ekonomi di Pulau Madura. Rencana pengembangan
ekonomi Kabupaten Bangkalan dan wilayah kepulauan lainnya di Pulau Madura diprediksi semakin terbuka dan meningkat. Hal ini mengarahkan
Kabupaten Bangkalan mempunyai interaksi kuat dengan wilayah sekitarnya.
62
Soekanto, Soerjono,
Sosiologi Suatu Pengantar
, Jakarta: Rajawali Press, 1987, 20
63
Kodoatie, J. Robert,
Pengantar Manajemen Infrastruktur,
Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005, 268
64
Ibid
., 269
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Interaksi ini dapat mendorong sektor sekunder manufaktur dan tersier jasa dan industri jasa yang selama ini hanya berkembang di wilayah Surabaya
dapat mengarah ke Kabupaten Bangkalan.
65
Sebagai tindak lanjut dari upaya tersebut di atas, maka Pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2008 tentang Pembentukan
Badan Pengembangan Wilayah Surabaya-Madura BPWS, yang secara struktural terdiri atas Dewan Pengarah dan Badan Pelaksana. Peraturan
perundang-undangan ini kemudian disempurnakan dengan Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2009 tentang Pembentukan Badan Pengembangan Wilayah
Surabaya-Madura BPWS untuk lebih mendukung peningkatan kinerja BPWS di dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya sebagaimana dimaksud
dalam peraturan perundangan tersebut.
66
2.
BPWS Menurut PERPRES No. 27 Tahun 2008
Sesuai dengan UU 1945 pasal 5 ayat 2 Presiden mempunyai wewenang menatapkan peraturan pemerintah.
67
Dalam penetapan peraturan pemerintah, presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk menjalankan
Undang-undang sebagaimana mestinya. Karena peraturan pemerintah diadakan untuk melaksanakan Undang-undang, maka tidak mungkin bagi
Presiden untuk menetapkan peraturan pemerintah sebelum ada Undang- undang.
68
Dan keputusan Presiden sebagai bentuk Peraturan yang baru, ditetapkan oleh MPR untuk melaksanakan ketentuan Undang-Undang Dasar
65
http:digilib.its.ac.idpublicITS-Master-23559-3210203341-Chapter1.pdf.
66
http:digilib.its.ac.idpublicITS-Master-23559-3210203341-Chapter1.pdf.
67
UU 1945 pasal 5 ayat 2
68
Moh. Kusnadi S.H., Harmaily Ibrahim S.H.,
Hukum Tata Negara Indonesia,
Cet. IV, Jakarta Selatan: CV Sinar Bakti 1981, 48
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
1945 dalam bidang eksekutif, atau peraturan pemerintah, dan bersifat sekali Einmahlig.
69
Dan Pembentukan BPWS oleh PERPRES No. 27 Tahun 2008 dalam Pasal 1 ayat 3 ditegaskan, bahwa BPWS merupakan lembaga pemerintah
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
70
dan dalam pasal 2 ayat 1 Badan Pengembangan SURAMADU berkedudukan di
Surabaya. Dan dalam pasal 2 ayat 2 Dalam hal diperlukan, Badan Pengembangan SURAMADU dapat membuka perwakilan di Jakarta atau di
tempat lain
71
Dalam PERPRES No 27 Tahun 2008 Pasal 12, BPWS mempunyai tugas:
72
a. Menyusun rencana induk dan rencana kegiatan pengembangan sarana dan
prasarana serta kegiatan pengembangan wilayah SURAMADU. b.
Melaksanakan pengusahaan Jembatan Tol SURAMADU dan Jalan Tol Lingkar Timur Simpang Juanda-Tanjung Perak melalui kerja sama
dengan badan usaha pemenang pelelangan pengusahaan jembatan tol dan jalan tol dimaksud.
c. Melaksanakan pengusahaan pelabuhan peti kemas di Pulau Madura.
d. Membangun dan mengelola:
a Wilayah kaki Jembatan Surabaya - Madura, yang meliputi:
Wilayah di sisi Surabaya + 600 Ha enam ratus hektar
Wilayah di sisi Madura + 600 Ha enam ratus hektar.
69
Ibid
., 49
70
PERPRES No 27 Tahun 2008, Pasal 1Ayat 3
71
oleh PERPRES No. 27 Tahun 2008 Pasal 2 Ayat 1
72
PERPRES No 27 Tahun 2008 Pasal 12 Huruf b.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
b Kawasan khusus di Pulau Madura seluas + 600 Ha enam ratus hektar
dalam satu kesatuan dengan wilayah pelabuhan peti kemas dengan perumahan dan industri termasuk jalan aksesnya.
e. Menerima dan melaksanakan pelimpahan sebagian wewenang dari
Pemerintah Pusat danatau Pemerintah Daerah; f.
Menyelenggarakan pelayanan satu atap untuk urusan perizinan di wilayah SURAMADU
g. Melakukan fasilitasi dan stimulasi percepatan pertumbuhan ekonomi
Masyarakat Jawa Timur, antara lain dalam: a
Pembangunan jalan akses menuju Jembatan Tol SURAMADU, baik di wilayah sisi Surabaya maupun di wilayah sisi Madura
b Pembangunan jalan pantai utara Madura Bangkalan-Sumenep
c Pembangunan jalan lintas selatan Madura Bangkalan-Sumenep
d Pembangunan jalan penghubung pantai utara Madura dengan lintas
selatan Madura e
Pembangunan infrastruktur perhubungan antarwilayah kepulauan f
Pengembangan sumber daya manusia dalam rangka industrialisasi di Pulau Madura
g Penyediaan infrastruktur air baku, air minum, sanitasi, energi, dan
telekomunikasi di wilayah Suramadu. h
Melakukan tugas lain terkait dengan pengembangan wilayah Suramadu yang ditetapkan lebih lanjut oleh Dewan Pengarah.
3. Tugas Dan Wewenang Gubernur Jatim Menurut PERPRES No. 27 Tahun
2008.
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
Dan dalam Pasal 5 PERPRES No 27 tahun 2008 susunan organisasi terdiri dari dua, 1. Dewan Pengarah dan 2. Dewan Pelaksana. Dan dalam
struktur PERPRES No. 27 Tahun 2008 Pasal 5 tersebut adalah:
73
Dewan Pengarah terdiri dari:
74
a. Ketua
:Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; b.
Ketua Pelaksana Harian :Menteri Pekerjaan Umum; merangkap anggota c.
Sekretaris :Sekretaris Jenderal Departemen Pekerjaan
Umum. d.
Anggota : a Menteri Keuangan
b Menteri Perhubungan c Menteri Perindustrian
d Menteri Komunikasi dan Informatika e Menteri Perdagangan
f Menteri Dalam Negeri g Menteri Negara Perencanaan Pembangunan
NasionalKepala Bappenas h Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara
i Kepala Badan Pertanahan Nasional j Kepala Badan Koordinasi Penanaman
Modal k Gubernur Provinsi Jawa Timur
Dalam Pasal 4 ayat 1, Dewan pengarah mempunyai tugas:
75
a. Menetapkan kebijakan umum, memberikan arahan dan melakukan
pembinaan terhadap pelaksanaan kebijakan pengembangan dan pengendalian pembangunan dan pengelolaan wilayah SURAMADU.
73
PERPRES No 27 Tahun 2008, Pasal 5 Ayat 1, 2, 3,4
74
PERPRES No 27 Tahun 2008 Pasal 5 Huruf a
75
PERPRES No 27 Tahun 2008, Pasal 4 Ayat 1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
b. Menggabungkan kebijakan instansi-instansi Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah yang berhubungan dengan pengembangan wilayah SURAMADU.
c. Memberikan petunjuk pelaksanaan kepada Badan Pelaksana mengenai
pengembangan wilayah SURAMADU sesuai dengan kebijakan umum Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
d. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan pengembangan
wilayah SURAMADU yang dilakukan oleh Badan Pelaksana. Dan dalam pasal 4 ayat 2 tersebut Dewan Pengarah melaporkan
perkembangan pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan wilayah SURAMADU secara berkala setiap 6 enam bulan kepada Presiden.
76
Pasal 6 Ayat 1 Untuk membantu kelancaran pelaksanaan tugasnya, Dewan Pengarah dapat membentuk Sekretariat. Dan dalam pasal 6 ayat 2
Rincian tugas, susunan organisasi dan keanggotaan Sekretariat sebagaimana dimaksud pada ayat 1, ditetapkan oleh Ketua Dewan Pengarah
Dan Dalam melaksanakan tugasnya, dalam Pasal 7 Ayat 1 Dewan Pengarah berwenang untuk:
77
a. Meminta penjelasan kepada Badan Pelaksana terhadap segala hal yang
berkaitan dengan pelaksanaan pengembangan wilayah SURAMADU. b.
Meminta masukan danatau mengadakan konsultasi dengan pihak lain yang dipandang perlu.
Dan dalam PERPRES No 27 Tahun 2008 Pasal 8 1 Susunan organisasi Badan Pelaksana, terdiri dari:
78
a. Kepala Badan Pelaksana;
b. Sekretaris Badan Pelaksana;
76
PERPRES No. 27 Tahun 2008 Pasal 4 Ayat 2
77
PERPRES No. 27 Tahun 2008 Pasal 7 Ayat 1
78
PERPRES No 27 Tahun 2008 Pasal 8 Ayat 1
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
c. Deputi Bidang Perencanaan; dan
d. Deputi Bidang Pengendalian.
Dalam ayat 2 Kepala Badan Pelaksana diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usulan Ketua Dewan Pengarah. Dan dalam ayat 3
Sekretaris Badan Pelaksana dan Deputi diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Badan Pelaksana setelah mendapat persetujuan Dewan Pengarah.
Dalam PERPRES No. 27 Tahun 2008 Pasal 10 ayat 1 Kepala Badan Pelaksana diangkat untuk masa jabatan 5 lima tahun dan dapat diangkat
kembali untuk paling lama 1 satu kali masa jabatan. Dan dalam pasal 10 ayat 2 Kepala Badan Pelaksana dapat diberhentikan dari jabatannya sebelum
masa jabatan berakhir oleh Presiden, apabila: a.
berhalangan tetap b.
berdasarkan penilaian kinerja tidak mampu menjalankan tugas dengan baik c.
terbukti secara hukum dan telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap melakukan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme serta tindak pidana
lainnya d.
mengundurkan diri. Dalam PERPRES No. 27. Tahun 2008 Pasal 11 Remunerasi, hak
keuangan dan fasilitas lainnya bagi Kepala Badan, Pelaksana, Sekretaris Badan Pelaksana, Deputi serta pejabat lain pada Badan Pelaksana
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, ditetapkan oleh Ketua Dewan Pengarah setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan dan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara. Dalam PERPRES No. 27 Tahun 2008 Pasal 13 ayat 1 Badan
Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b,berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Dewan Pengarah. Dan ayat 2 Dalam
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
melaksanakan tugasnya, Badan Pelaksana dapat berkonsultasi kepada Dewan Pengarah sewaktu-waktu bila diperlukan.
79
Dalam PERPRES No 27. Tahun 2008 Pasal 14 Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12,Kepala Badan Pelaksana:
a. Berkoordinasi dengan Menteri, Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen, Pimpinan Pemerintah Daerah dan Pimpinan Lembaga lainnya yang terkait
b. Melibatkan secara langsung Pemerintah Provinsi Jawa Timur dan
Pemerintah KabupatenKota terkait c.
Memperhatikan aspirasi dan masukan dari masyarakat. Dalam PERPRES No 27. Tahun 2008 Pasal 16 Dalam melaksanakan
tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Badan Pelaksana berpedoman pada Rencana Tata Ruang yang berlaku pada wilayah SURAMADU.
80
79
PERPRES No. 27 Tahun 2008 Pasal 13 ayat 1
80
PERPRES No 27 Tahun 2008 Pasal 26
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id
59