10. Belajar yang paling berguna secara sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu keterbukaan yang terus menerus
terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
3
Salah satu model pendidikan terbuka mencakuo konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun
1975 mengenai kemampuan para guru untuk menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik positif.
Carl Rogers menyatakan pentingnya penerimaan tanpa syarat, penghargaan dan hubungan yang nyaman antara terapis dan klien, hubungan dialogis yang
memberdayakan klien untuk mencapai aktualisasi diri siswa
4
dalam Palmer, 2003. Implikasi ajaran tersebut dalam bidang pendidikan adalah perlunya perilaku guru
yang menerima siswa sesuai potensinya, menciptakan hubungan yang saling percaya dan nyaman, hubungan dialogis yang memberdayakan siswa untuk mencapai
aktualisasi diri. Pengajaran yang baik adalah “proses yang mengundang siswa untuk melihat dirinya sebagai orang yang mampu, bernilai, dan mengarahkan diri sendiri,
dan pemberian semangat kepada mereka untuk berbuat sesuai dengan persepsi dirinya tersebut” Purkey Novak, dalam Eggen Kauchak, 1997.
Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya yang semata-mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk
pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers berpandangan bahwa orang
yang berfungsi sepenuhnya tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan bertanggung jawab di dalamnya.
C. Aplikasi teori belajar humanisme dalam pendidikan
1. Pendidikan Humanistik
3
Drs. Tadjab, M.A. Ilmu Jiwa Pendidikan. Surabaya : Karya Abditama. 1994. hal 82-83.
4
Palmer, J.A. editor. 2003. 50 Pemikir Pendidikan. Dari Piaget Sampai Masa Sekarang. terjemahan : Farid Assifa. Yogyakarta : Penerbit Jendela
Menurut Rogers dalam Palmer, 2003 dalam proses pendidikan dibutuhkan rasa hormat yang positif, empati, dan suasana yang harmonistulus, untuk mencapai
perkembangan yang sehat sehingga tercapai aktualisasi diri Salah satu cara untuk mendeskripsikan pendidikan humanistik adalah dengan
melihat apa yang terjadi di kelas. Kirchenbaum dalam Roberts, 1975 melihat ada 5 dimensi yang dapat dijadikan jalan untuk menjadi kelas yang humanis.
1. Pilihan dan kendali diri Dalam hidupnya siswa dihadapkan dengan proses menetapkan tujuan dan
membuat keputusan. Pendidikan humanistik memfasilitasi kemampuan tersebut dengan memberikan latihan mengambil keputusan terkait dengan tujuan sekolah
maupun aktivitas harian. Siswa dapat dilatih melalui aktivitas kegiatan siswa dan belajar yang memungkinkannya memiliki pilihan dan kendali dalam merancang,
menetapkan tujuan, memutuskan, dan mempertanggung jawabkan keputusan yang telah dibuatnya.
2. Memperhatikan minat dan perasaan siswa Kelas menjadi humanis ketika kurikulum dan pembelajaran menunjukan
perhatian pada minat dan perasaan siswa. Mengkaitkan materi pelajaran dengan minat, pengetahuan, dan pengalaman yang sudah dimiliki siswa dan meminta
tanggapan siswa merupakan contoh aktivitas yang dinilai siswa memperhatikan minat mereka.
3. Manusia seutuhnya Perlu perubahan orientasi pembelajaran dan penilaian dari orientasi aspek
kognitif menuju ke arah perhatian, penghormatan, dan penghargaan terhadap siswa sebagai manusia seutuhnya. Integrasi ketrampilan berpikir dengan
kecakapan hidup yang lain sangat penting agar lebih efektif menjadi individu. 4. Evaluasi diri
Pendidikan humanistik bergerak dari evaluasi yang dikontrol guru menuju evaluasi yang dilakukan oleh siswa. Siswa perlu difalitasi untuk memantau
kemajuan belajarnya sendiri baik melalui tes atau umpan balik dari orang lain. 5. Guru sebagai fasilitator
Guru perlu mengubah peran, yaitu berubah dari sebagai direktur belajar menjadi fasilitator atau penolong. Guru hendaknya lebih suportif daripada
mengkritisi, lebih memahami daripada menilai, lebih real dan asli daripada berpura-pura. Jika keadaan tersebut dapat dilakukan maka akan berkembang
hubungan menjadi resiprokal, yaitu guru sering menjadi pembelajar, dan siswa sering menolong dan mengajar juga.
Untuk mengembangkan pendidikan yang humanis maka diperlukan: 1. Pendidikan yang menghargai dan mengembangkan segenap potensi manusia;
tidak saja dimensi kognitif, namun juga kemampuan afektif, psikomotorik dan potensi unik lainnya. Siswa dihargai bukan karena ia seorang juara kelas
melainkan karena ia mengandung potensi yang positif. 2. Interaksi antara siswa dan guru yang resiprokal dan tulus
Tanpa hubungan yang saling percaya dan saling memahami maka pendidikan yang mengeksporasi segenap perasaan dan pengalaman siswa sulit untuk
dilaksanakan. 3. Proses pembelajaran yang mendorong terjadinya proses interaksi dalam
kelompok dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi pengalaman, kebutuhan, perasaannya sendiri sekaligus belajar memahami
orang 4. Pengembangan metode pembelajaran yang mampu menggerakkan setiap
siswa untuk menyadari diri, mengubah perilaku, dan belajar dalam aktivitas kelompok melalui permainan, bermain peran dan metode belajar aktif lainnya.
5. Guru yang peduli, penuh perhatian, dan menerima siswa sesuai dengan tertinggi setiap insan.
6. Mengembangkan sistem penilaian yang memungkinkan keterlibatan siswa misalnya dengan penilaian teman sebaya, dan siswa menilai kemajuan yang
telah dicapai sendiri melalui evaluasi diri.
2. Pendidik yang Humanistik