Sistem Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia
MacQuail menaruh perhatian terhadap gagasan normatif media. Gagasan normatif tersebut memunculkan urgensitas keberadaan media
sebagai bagian dari masyarakat dalam sistem politik demokrasi. Media menyediakan ranah publik melalui informasi yang bebas dari
intervensi sehingga memicu partisipasi dan kontrol publik terhadap kebijakan politis dan setrategis dalam rangka membangun tatanan
masyarakat sosial yang baik. MacQuail juga berbicara mengenai pendekatan media sebagai pilar
keempat penopang demokrasi. Ini merupakan salah satu bentuk kekuatan dari media. Dimana keberadaan pers dengan menunjukkan
kemampuannya dalam memberikan atau menahan publisitas serta dari kapasitas informasinya. Keberadaan pers yang diperhitungkan pada
waktu itu terjadi di Inggris. Sebagaimana dikemukakan Edmund Burk MacQuail, 2010: 186 bahwa keberadaan pers setara dengan ketiga
pilar penopang demokrasi yaitu Tuhan, Gereja, dan Majelis Rendah Lord, Church, and commons.
Demokrasi dapat diwujudkan dengan keberadaan media yang bebas
dalam berekspresi dan memberikan informasi. Informasi yang dimaksud adalah informasi yang benar, relevan, dan objektif bagi
masyarakat sampai pada fungsi pengawas kekuasaan. Pengertian kekuasaan dalam demokrasi tidak saja diartikan sebagai kekuasaan
dalam bidang pemerintah tetapi juga bidang lainnya seperti bidang ekonomi, sosial, hukum, dan pendidikan. Menurut Shieck 2003: 6
keberadaan media yang independen akan membuat media menjalankan perannya sebagai watch dog dan sarana pendidikan bagi
masyarakat melalui informasi yang disajikan. Gagasan normatif MacQuail ialah bahwa media berfungsi
menyebarluaskan informasi kepada publik seharusnya bekerja berdasarkan prinsip-prinsip kebebasan, kesetaraan, keberagaman,
kebenaran, dan kualitas informasi, mempertimbangkan tatanan sosial, dan solidaritas, serta akuntabilitas. Selain itu, media yang
mengutamakan kepentingan publik juga memiliki kriteria sebagai berikut, yaitu kebebasan publikasi, pluralitas kepemilikan, jangkauan
yang luas, dan Keberagaman saluran dan bentuk. Kebebasan publikasi memungkinkan bagi media untuk menyalurkan
informasi tanpa adanya intervensi dari pihak manapun. Pluralitas kepemilikan, memungkinkan agar media dimiliki oleh lebih dari satu
orang guna menghindari adanya kepentingan pribadi yang terafiliasi kedalam media. Jangkauan luas, mengandung pengertian media bisa
diakses oleh masyarakat luas. Terakhir adalah Keberagaman saluran dan bentuk, merujuk pada konten yang disajikan oleh media sehingga
masyarakat dapat memilih variasi konten sesuai dengan kehendaknya. Tanggung jawab sosial menempatkan masyarakat sebagai obyek yang
mendapatkan pengaruh dari keberadaan media. Setiap informasi yang diberikan kepada masyarakat akan berdampak kepada sikap dan
perilaku masyarakat. Sebagai contoh dalam pelaksanaan pemilihan
kepala daerah. Para calon berusaha menampilkan citra terbaik dirinya melalui pemberitaan dan juga iklan politik. Sebagaimana diungkapkan
Walter P. Lippmann Aisyah, 2015: 14 bahwa media melalui berita merupakan sumber utama yang membentuk alam pikir kita terhadap
persoalan publik yang lebih luas yang berada di luar jangkauan dan pandangan kebanyakan masyarakat biasa.
Selain teori tanggung jawab sosial, pandangan konstruktivis
melahirkan adanya teori konstruksi media. Hal tersebut dikarenakan realitas yang terjadi dalam kehidupan memunculkan adanya
kesenjangan antara gagasan normatif dengan kenyataan yang ada. Media menjadi alat untuk melancarkan kepentingan politik sehingga
keberadaan suatu berita tidak menceritakan kenyataan sebenarnya, melainkan hanya rekayasa. Sebagaimana diungkapkan oleh Peter L
Berger dan Thomas Paine melalui buku The Social contruction of Reality: The Reastise in The Sociological of Knowledge:
Menurut Berger realitas adalah: Tidak dibentuk secara ilmiah. Tidak juga sesuatu yang diturunkan
oleh tuhan. Tetapi dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman dan realitas berwujud gandaplural. Setiap orang mempunya
konstruksi yang berbeda-beda terhadap suatu realitas berdasarkan pengalaman, preferensi, pendidikan dan lingkungan pergaulan atau
sosial tertentu akan menafsirkan realitas dengan konstruksinya masing-masing Eriyanto, 2004: 30
Menurut pandangan kaum konstruktivis fakta adalah konstruksi. Keberadaan suatu realitas bersifat subyektif tergantung dari
pemahaman pembuatnya. Keberadaan suatu realitas pada akhirnya tidak menunjukkan perwajahan asli dari suatu fakta tetapi sebaliknya