Penyimpanan dan Pemeraman TINJAUAN PUSTAKA

11 Kuadrat terkecil parsial Partial Least Squares, PLS digunakan untuk memperkirakan serangkaian variabel tidak bebas respons dari variabel bebas prediktor yang jumlahnya sangat banyak, memiliki struktur sistematik linear atau nonlinear, dengan atau tanpa data yang hilang, dan memiliki kolinearitas yang tinggi. Metode ini membentuk model dari variabel-variabel yang ada untuk merangkai respons dengan menggunakan regresi kuadrat terkecil dalam bentuk matriks Lindblom, 2004 dalam Saragih, 2007.

D. Penyimpanan dan Pemeraman

1. Penyimpanan Untuk mendapatkan buah segar matang yang siap dikonsumsi dalam jumlah besar cukup sulit mengingat tingkat kematangan buah yang tidak serentak, yang disebabkan tingkat ketuaan panen buah-buahan tersebut tidak sama. Untuk mendapatkan buah yang matang dalam jumlah besar dan relatif seragam serta dalam waktu yang tepat diperlukan penyimpanan dan pemacuan kematangan yang disebut dengan pemeraman atau pematangan buatan. Penyimpanan merupakan suatu cara memelihara kualitas produk setelah pemanenan dalam jangka waktu tertentu sebelum dijual dan dikonsumsi. Penyimpanan bertujuan untuk mengontrol permintaan pasar tanpa menimbulkan banyak kerusakan dan penurunan mutu. Metode penyimpanan yang umumnya dilakukan adalah dengan suhu rendah, dimana suhu diset diatas titik beku dan kelembaban nisbi yang optimum agar produk tidak mengalami kekeringan. Pada Tabel 4 dapat dilihat rekomendasi berbagai kontrol penyimpanan buah. Tabel 4. Rekomendasi berbagai kontrol penyimpanan buah Jenis buah Temperatur o C Kelembaban Daya simpan minggu Alpukat, Pisang 13 85-90 2 Jeruk 9-10 90 2 Jambu 8-10 85-90 2-5 Pepaya 10 85-90 3 Rambutan 10 85-90 1-2.5 Sumber : Satuhu 1995 12 Menurut Pantastico 1986 pepaya yang dipanen saat buahnya berwarna kuning pada ujung atau antara geligir-geligirnya, dapat disimpan selama 4-5 hari dalam ruang tanpa perlakuan. Dan menurut Fitradesi 1999 dalam Pramudianti 2004 pepaya dengan perlakuan bahan pelapis dan disimpan pada suhu 18-20 o C dapat bertahan selama 19 hari setelah perlakuan. 2. Pemeraman Pemeraman secara komersial dilakukan untuk dapat memenuhi permintaan pasar yang terjadwal yaitu untuk mengatur waktu kematangan buah dalam artian mempercepat atau memperlambat proses pematangan tersebut. Beberapa faktor yang mempengaruhi mutu hasil pemeraman adalah tingkat kematangan buah, suhu dan kelembaban ruang pemeraman serta cara pemeraman. Tingkat ketuaan buah sangat berpengaruh terhadap penampilan, cita rasa, kandungan kimia dan gizi buah yang diperam. Suhu dan kelembaban ruang pemeraman sangat berpengaruh terhadap mutu buah yang diperam terutama terhadap warna dan tekstur. Pemeraman pada suhu rendah dapat menghasilkan warna lebih menarik dibandingkan pada suhu lebih tinggi. Buah yang diperam pada suhu tinggi menghasilkan warna kusam dan tidak cerah serta daging buah rusak. Semakin tinggi suhu ruang pemeraman semakin banyak kerusakan fisiologisnya. Kelembaban yang baik untuk pemeraman adalah 85-90, sedangkan kelembaban tinggi dapat memperlambat terbentuknya warna kuning pada kulit buah dan menghambat laju respirasi serta produksi etilen dari buah tersebut Satuhu,1995. Metode untuk mempercepat proses pemeraman, yang dalam hal ini adalah mempercepat proses respirasi, dapat dilakukan dengan jalan menaikkan suhu ruang penyimpanan pada suatu tingkat tertentu tanpa menimbulkan kerusakan buah-buahan yang bersangkutan Tucker, 1993. Sedangkan metode lainnya adalah dengan jalan memberikan suatu bahan kimia tertentu yang memiliki efek fisiologi terhadap buah-buahan misalnya adalah etilen. Menurut Abeles 1973 dalam Puteh 2003 etilen adalah gas hidrokarbon dengan ikatan rangkap dan memiliki berat molekul 13 28.05, merupakan suatu gas tidak berwarna dengan bau manis seperti eter, mudah terbakar dengan batas ambang antara 2.75-28.60 di udara. Pemeraman buah dengan menggunakan gas dapat dilakukan secara cepat, sedang, atau lambat. Pemeraman secara cepat dapat dilakukan pada suhu 25 o C selama 24 jam dengan menggunakan gas etilen atau gas asetilen. Pemeraman sedang dilakukan pada suhu 17.8 o C dan pemeraman lambat dilakukan pada suhu 15-16 o C. Cara ini tergolong rumit dan mahal karena memerlukan pendingin udara dan pengatur suhu serta ruangan dengan sirkulasi udara yang bagus sehingga berkesan tidak ekonomis. Akan tetapi bagi pedagang buah dalam jumlah besar seperti eksportir atau grosir cara ini sangat tepat Satuhu, 1995. Pantastico 1986 menyatakan bahwa gas etilen adalah salah satu jenis bahan yang banyak digunakan sebagai proses pematangan, dimana jumlah dan waktu yang tepat dalam pemberiannya juga sangat khas untuk tiap jenis buah-buahan. Pada hakikatnya etilen merupakan pembangkit kematangan buah, dimana peranannya tidak dapat digantikan oleh gas lain. Menurut Winarno et al. 1981 etilen adalah suatu gas yang digolongkan sebagai hormon yang aktif dalam proses pematangan. Etilen disebut hormon karena dapat memenuhi syarat sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh tumbuhan, bersifat mobil dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik. Menurut Terai et al. 1972 dalam Pantastico 1986 pemberian etilen setempat pada pisang dalam keadaan hijau tetapi sudah tua mengakibatkan perkembangan kematangan secara gradual dari bagian yang diberi C 2 H 4 ke bagian yang tidak diperlakukan, bila dilihat dari segi menghilangnya warna hijau dan meningkatnya kadar gula dalam daging buah. Von Loesecke 1950 dalam Simmonds 1966 dalam Vanani 2002 menunjukkan bahwa etilen berguna untuk menyeragamkan pematangan buah pisang yang masih hijau, dengan melakukan dua hingga tiga kali percobaan dengan interval 12 atau 24 jam pemberian 1 ppm etilen. Konsentrasi yang lebih tinggi diperbolehkan, namun tidak akan banyak berpengaruh dalam percepatan pematangan. Peneliti lain seperti Kayudin 14 1995 dan Aini 1996, telah membuktikan bahwa konsentrasi etilen lebih dari 50 ppm atau asetilen lebih dari 2500 ppm tidak banyak berpengaruh dalam pematangan sirsak dan pisang. Menurut Salunkhe 1976 dalam Vanani 2002 konsentrasi CO 2 yang tinggi 15 atau lebih dapat menghambat daya pemicuan etilen terhadap pematangan, juga biasanya dihasilkan rasa yang tidak dikehendaki atau menyimpang pada buah arbe, pisang, jeruk manis, apel, dan komoditi- komoditi lain. Dalam beberapa hal, bau dan rasa yang tidak dikehendaki ini disebabkan oleh penimbunan etanol. Soundain 1972 dalam Pantastico 1986 menyatakan bahwa kandungan CO 2 yang tinggi di dalam sel akan mengarah ke perubahan-perubahan fisiologi seperti penurunan reaksi- reaksi sintetis, meghambat beberapa kegiatan enzimatis dan mengganggu metabolisme asam-asam organik. 15

III. METODOLOGI PENELITIAN