Metode Stepwise Multiple Linier Regression SMLR

25

B. Pendugaan Total Padatan Terlarut dan Kekerasan

1. Metode Stepwise Multiple Linier Regression SMLR

a. Pendugaan total padatan terlarut Persamaan kalibrasi untuk pendugaan total padatan terlarut dibangun dengan membuat hubungan antara total padatan terlarut dengan absorbansi pada proses regresi linier berganda. Pada regresi linier berganda dapat dianalisa secara serentak dua variabel atau lebih yang bersifat bebas terhadap sesamanya dan juga dapat menunjukkan adanya interaksi antar variabel. Untuk menseleksi panjang gelombang yang berkorelasi dengan total padatan terlarut digunakan metode stepwise, yang merupakan metode yang akan mengeluarkan variabel-variabel yang sesuai kriteria yang telah ditentukan yaitu nilai alpha atau nilai taraf nyata 0.05. Analsis regresi linier berganda metode stepwise terhadap total padatan terlarut menghasilkan persamaan kalibrasi yang dapat dibangun dengan 17 panjang gelombang terpilih dengan koefisien korelasi tertinggi 96.21 dengan koefisien determinasi 92.56 pada model regresi step 25. Hal ini menunjukkan terdapat hubungan yang erat antara nilai total padatan terlarut hasil dugaan NIR dengan total padatan terlarut hasil pengukuran refraktometer dan 92.56 variasi total padatan terlarut dapat dijelaskan oleh 17 panjang gelombang terpilih. Pemilihan panjang gelombang untuk pendugaan total padatan terlarut dengan metode Stepwise Multiple Linier Regression SMLR dapat dilihat pada lampiran Lampiran 2. Persamaan kalibrasi yang dapat dibangun adalah sebagai berikut: TPT = 15.6 + 54.7 [A1120] - 73.9 [A970] + 46.1 [A1110] + 104 [A1060] - 9.55 [A900] + 98.0 [A1000] - 96.2 [A1025] - 42.5 [A1115] - 65.8 [A1150] + 33.7 [A1175] - 24.2 [A1230] + 33.5 [A1315] + 32.8 [A935] - 54.4 [A1130] - 24.5 [A985] - 49.5 [A1010] + 30.2 [A1080] ........................ 9 dimana A adalah absorbansi pada panjang gelombang terpilih, A1120 berarti absorbansi pada panjang gelombang 1120 nm, A970 berarti absorbansi pada panjang gelombang 970 nm, dan seterusnya. 26 R 2 = 0.9256 8 9 10 11 12 13 14 8 9 10 11 12 13 14 Total padatan terlarut referensi Brix To ta l pa da ta n t e rl a rut d uga a n N IR B ri x Gambar 8. Grafik perbandingan TPT dugaan NIR dengan TPT referensi pada tahap kalibrasi log 1R dengan metode SMLR. Osborne et al 1993 menyatakan bahwa absorbsi pada panjang gelombang 900 nm berkorelasi dengan CH 3 , 970 nm dengan air, 1000 nm dengan senyawa aromatic, 1060 nm dengan RNH 2 , 1080 nm dengan benzene. Pada absorsi panjang gelombang 935 nm, 1010 nm, 1150 nm, 985 nm, 1230 nm tidak diperoleh informasi yang tepat, namun pada panjang gelombang yang berdekatan menurut Osborne et al 1993 yaitu 938 nm, 1015 nm dan 1152 nm berkorelasi dengan CH 3, 990 nm berkorelasi dengan pati, 1225 nm berkorelasi dengan CH. Sedangkan pada panjang gelombang 1110 nm, 1120 nm, 1115 nm, 1130 nm, dan 1315 nm tidak diperoleh informasi tentang penyerapan pada panjang gelombang tersebut. Tahap validasi dilakukan dengan memasukkan nilai absorbansi pada panjang gelombang terpilih kedalam persamaan yang telah dibangun pada tahap kalibrasi, sehingga diperoleh nilai total padatan terlarut dugaan NIR. Grafik perbandingan antara total padatan terlarut hasil dugaan NIR dan hasil pengukuran refraktometer dapat dilihat pada Gambar 9. Data total padatan terlarut hasil dugaan NIR dan hasil 27 pengukuran refraktometer pada tahap kalibrasi dan validasi dapat dilihat pada lampiran Lampiran 3. 8 9 10 11 12 13 14 8 9 10 11 12 13 14 Total padatan terlarut referensi Brix T o ta l p a da ta n t e rl a rut du ga a n N IR B rix Gambar 9. Grafik perbandingan TPT dugaan NIR dengan TPT referensi pada tahap validasi log 1R dengan metode SMLR. Rangkuman hasil analisis data untuk pendugaan NIR dengan metode Stepwise Multiple Linier Regression SMLR dapat dilihat pada Tabel 5. Evaluasi standar error saat kalibrasi menunjukkan nilai yang baik karena dihasilkan nilai yang kecil dan mendekati nol, sedangkan evaluasi standar error validasi memberikan nilai yang lebih kecil dibandingkan SE kalibrasi. Hal ini menunjukkan model hasil kalibrasi dikatakan baik. Tabel 5. Hasil analisis data total padatan terlarut dengan metode Stepwise Multiple Linier Regression SMLR. Diskripsi Statistik Tahap Kalibrasi Validasi Jumlah sampel buah Maksimum Birix Minimum Brix Rata-rata Brix Standar Deviasi Brix Standar Error Brix 66 13.20 8.40 9.92 1.09 0.29 26 11.60 8.40 10.01 0.77 0.25 28 b. Pendugaan kekerasan Analisis SMLR untuk pendugaan kekerasan buah pepaya pada tahap kalibrasi menggunakan 70 sampel dan pada panjang gelombang 900-1400 nm dengan interval 5 nm, terpilih 17 panjang gelombang sehingga diperoleh persamaan kalibrasi sebagai berikut: KGF = - 2.46 + 46.0 [A1235] - 94.3 [A1175] - 69.8 [A1260] + 71.2 [A1230] - 98.1 [A1160] + 84.4 [A1215] - 50.2 [A1340] + 26.4 [A900] - 29.1 [A925] + 32.0 [A1270] + 106 [A1040] - 78.0 [A1080] + 29.6 [A1325] - 33.4 [A945] + 38.2 [A1025] + 40.3 [A1210] - 18.8 [A1185] ................... 10 dimana A adalah absorbansi pada panjang gelombang terpilih, A1120 1235 berarti absorbansi pada panjang gelombang 1235 nm, A1260 berarti absorbansi pada panjang gelombang 1260 nm, dan seterusnya. Menurut Winarno dan Aman 1979 biasanya buah yang telah masak akan menjadi lunak, hal ini disebabkan perubahan komposisi dinding sel yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa, zat pektin dan lignin. Pada persamaan tersebut di atas panjang gelombang yang berkorelasi positif dengan kekerasan buah adalah 1235 nm, 1230 nm, 1215 nm, 900 nm, 1270 nm, 1040 nm, 1325 nm, 1025 nm, dan 1210 nm. Menurut Osborne et al 1993 absorbsi NIR pada panjang gelombang 1215 nm berkorelasi dengan ikatan CH 2 , 900 nm berkorelasi dengan CH 3 , sedangkan panjang gelombang yang lain tidak diperoleh informasi yang tepat, namun absorbsi NIR pada panjang gelombang 1210 nm berdekatan 1207 nm berkorelasi dengan selulosa, 1270 nm berdekatan dengan 1274 nm berkorelasi dengan pati. Pemilihan panjang gelombang untuk pendugaan kekerasan buah pepaya dengan metode Stepwise Multiple Linier Regression SMLR dapat dilihat pada lampiran Lampiran 4. Gambar 10 dibawah ini menunjukkan perbandingan kekerasan buah papaya hasil pengukuran rheometer dengan hasil dugaan NIR pada tahap kalibrasi. Tahap kalibrasi ini diperoleh nilai koefisien 29 determinasi sebesar 96.47, sehingga nilai koefisien korelasinya adalah sebesar 98.21. Hal ini berarti terdapat hubungan yang erat antara kekerasan buah papaya hasil dugaan NIR dengan hasil pengukuran rheometer. R 2 = 0.9647 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 Kekerasan referensi kgf Ke k e ra s a n d u g a a n NI R k g f Gambar 10. Grafik perbandingan kekerasan dugaan NIR dengan kekerasan referensi pada tahap kalibrasi log 1R dengan metode SMLR. Tahap validasi dilakukan dengan memasukkan nilai absorbansi pada panjang gelombang yang terpilih kedalam persamaan kalibrasi sehingga diperoleh kekerasan buah dugaan NIR. Data perbandingan kekerasan buah papaya hasil dugaan NIR dengan hasil pengukuran rheometer pada tahap kalibrasi dan validasi dapat dilihat pada lampiran Lampiran 5. Standar error yang didapat pada tahap validasi adalah sebesar 0.35, dengan grafik perbandingan antara kekerasan buah pepaya hasil dugaan NIR dan hasil pengukuran rheometer seperti pada Gambar 11. 30 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 Kekerasan referensi kgf K e k e ra s a n d uga a n N IR k gf Gambar 11. Grafik perbandingan kekerasan dugaan NIR dengan kekerasan referensi pada tahap validasi log 1R dengan metode SMLR. Tabel 6 dibawah ini merupakan rangkuman dari hasil analisis data untuk pendugaan kekerasan buah papaya pada tahap kalibrasi dan validasi dengan metode Stepwise Multiple Linier Regression SMLR. Tabel 6. Hasil analisis data kekerasan buah pepaya dengan metode Stepwise Multiple Linier Regression SMLR. Diskripsi Statistik Tahap Kalibrasi Validasi Jumlah sampel buah Maksimum kgf Minimum kgf Rata-rata kgf Standar Deviasi kgf Standar Error kgf 70 5.34 0.12 2.18 1.48 0.28 26 3.56 0.17 1.14 0.85 0.35

2. Metode Principal Component Regression PCR