1.4 Kerangka Pemikiran Salah satu penyebab rendahnya produksi jagung di Indonesa adalah masalah
kompetisi gulma dengan tanaman yang budidaya. Gulma akan menjadi kompetitor utama dalam mendapatkan sarana tumbuh yang tersedia di lahan
pertanian seperti unsur hara, air, cahaya, dan ruang tumbuh. Perebutan ini akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan tanaman sehingga menyebabkan
menurunkan hasil dari tanaman jagung yang dibudidayakan. Untuk mengatasi masalah tersebut harus dilakukan suatu tindakan pengendalian terhadap gulma
sehingga tidak menyebabkan penurunan hasil pada tanaman jagung yang dibudidayakan. Metode pengendalian gulma secara kimia dengan
menggunakan herbisida dinilai lebih mudah dan lebih baik dalam mengendalikan gulma karena lebih efisien dalam penggunaan tenaga kerja,
lebih aman bagi tanaman budidaya serta tidak menyebabkan erosi karena tidak harus memindahkan lapisan tanah.
Penggunaan herbisida tunggal awalnya dinilai dapat mengenbdalikan gulma
secara total akan tetapi lama kelamaan penggunaan herbsiida tunggal memiliki kelemahan, yaitu gulma menjadi resisten terhadap bahan aktif tertentu dalam
waktu yang relatif singkat. Sehingga perlu dilakukan upaya untuk mengendalikan gulma secara total dengan melakukan pencampuran beberapa
bahan aktif herbisida untuk memperluas spektrum pengendalian serta meningkatkan efektifitas penggunaan herbisida.
Gangguan gulma pada awal pertumbuhan akan menyebabkan terganggunya
pertumbuhan dari tanaman jagung karena harus bersaing untuk memperoleh
sarana tumbuh yang tersedia. Sedangkan pada awal pertumbuhan tanaman masih sangat rentan terhadap gangguan. Pencampuran herbisida glifosat,
mesotrion dan metolaklor diaplikasikan sejak tanaman jagung memasuki fase awal pertumbuhan. Herbisida ini diaplikasi di tanah untuk kemudian akan
ditranslokasikan menuju daun melalui xylem setelah itu diserap oleh akar gulma dan menyebabkan kematian pada gulma tersebut.
Penggunanaan herbisidan campuran glifosat, mesotrion dan metolaklor dinilai
tidak akan meracuni tanaman jagung karena herbisida campuran ini bersifat selektif. Sehingga herbisida campuran ini dapat digunakan untuk
mengendalikan gulma pada tanaman jagung. Hal ini bertujuan agar nutrisi yang dibutuhkan pada awal pertumbuhan tanaman jagung dapat tersedia dengan baik.
1.5 Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah disusun, hipotesis yang dapat
disusun adalah sebagai berikut: 1. Pada dosis tertentu herbisida campuran bahan aktif glifosat, mesotrion dan
metolaklor mampu mengendalikan gulma pada pertanaman jagung 2. Pencampuran herbisida dengan bahan aktif glifosat, mesotrion dan
metolaklor tidak meracuni pertanaman jagung.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Informasi Umum Tanaman Jagung Menurut Rukmana 1997, tanaman jagung sangat bermanfaat bagi kehidupan
manusia dan hewan. Di Indonesia, jagung merupakan komoditi tanaman pangan kedua terpenting setelah padi. Berdasarkan urutan bahan makanan pokok di
dunia, jagung menduduki urutan ketiga setelah padi dan gandum. Di daerah Madura, jagung banyak dimanfaatkan sebagai makanan pokok. Akhir-akhir ini
tanaman jagung semakin meningkat penggunaaanya, antara lain dapat digunakan sebagai pakan ternak, pupuk hijau atau kompos, dan pulp bahan
kertas. Rendahnya produksi jagung di tingkat petani dapat mempengaruhi produksi
secara Nasional. Hal ini dimungkinkan ada kaitannya dengan penggunaan varietas, pengolahan tanah dan kepadatan tanaman persatuan luas yang tidak
sesuai untuk pertumbuhan tanaman jagung dan keragaman produktivitas tersebut diduga disebabkan adanya perbedaan penggunaan benih bersertifikat,
teknologi budidaya kurang memadai, pola tanam yang tidak sesuai, ketidaktersediaan air dan kondisi sosial ekonomi petani Rosalyne, 2010.
2.2 Gulma dan Pengelolaan Gulma Pengertian gulma menurut Sembodo 2010, merupakan tumbuhan yang
mengganggu atau merugikan kepentingan manusia. Sedangkan menurut Suprapto 1999, gulma merupakan tumbuhan yang sifatnya merugikan usaha
pertanian, penilaian tersebut muncul karena gulma tersebut tumbuh tidak pada tempatnya, merupakan tumbuhan yang tidak diinginkan keberadaannya, dan
termasuk tumbuhan yang bernilai negatif. Kerugian yang ditimbulkan oleh gulma diantaranya adalah dapat menurunkan kualitas dan kuantitas hasil
pertanian, mempersulit pengolahan tanah, dan mengganggu kelancaran irigasi. Dikatakan oleh Sukman dan Yakup 1995, gulma dalam agroekosistem
menimbulkan berbagai masalah, yaitu berkompetisi dengan tanaman budidaya, mempersulit pemeliharaan tanaman, sebagai inang hama dan penyakit,
menurunkan kualitas dan kuantitas hasil tanaman sehingga mengakibatkan kerugian secara finansial.
Selain itu, pengaruh negatif lain dari gulma terhadap tanaman budidaya adalah
dapat menjadi kompetitor terhadap sarana tumbuh, seperti nutrisi, air, cahaya, dan CO
2
; dapat menghasilkan senyawa alelopati, sebagai inang hama dan penyakit tanaman, serta dapat menurunkan kualitas hasil karena adanya
kontaminasi dari bagian gulma, misalnya biji Tjitrosoedirdjo dkk., 1984. Menurut Suprapto 1999, jenis gulma dominan pada pertanaman jagung
meliputi Digitaria sanguinalis, Cynodon dactylon, Echinochloa colona, Eleusine indica, Imperata cylindrica, Cyperus rotundus, Cyperus killingia,
Amaranthus spinosus, Ageratum conyzoides, dan Synedrella nodiflora.