Gulma dan Pengelolaan Gulma Pengertian gulma menurut Sembodo 2010, merupakan tumbuhan yang

herbisida yang terserap tanaman jagung juga rendah sehingga hasil jagung aman dikonsumsi Riadi, 2011. Glifosat memiliki rumus molekul C 3 H 8 NO 5 P. Glifosat adalah herbisida berspektrum luas yang dapat mengendalikan gulma semusim maupun tahunan di daerah tropis pada waktu pasca tumbuh post emergence. Cara kerja herbisida ini adalah dengan menghambat enzim 5-enolpiruvil-shikimat-3-fosfat sintase EPSPS yang berperan dalam pembentukan asam amino aromatik, seperti triptofan, tirosin, dan fenilalanin. Tumbuhan akan mati karena kekurangan asam amino yang penting untuk melakukan berbagai proses hidupnya. Glifosat dapat masuk ke dalam tumbuhan karena penyerapan yang dilakukan tanaman dan kemudian diangkut ke pembuluh floem Daud dan David, 2008. Ion glifosat dapat bereaksi dengan lebih dari satu ion COO- koloid organic tanah. Glifosat akan bereaksi dan diikat oleh dua gugus reaktif koloid organik tanah, mungkin oleh ion COO-, fenolat O-, kombinasi keduanya, atau kombinasi salah satu ion tersebut dengan radikal bebas. Semakin tinggi kandungan bahan organik tanah, semakin tinggi kandungan gugus reaktif yang dimilikinya, semakin tinggi jumlah herbisida yang terabsorbsi Herbicide Manual, 2005. Glifosat bersifat sistemik bagi gulma sasaran, seperti Imperatta cylindrica, Eleusine indica, Mimosa invsa, Cyperus iria, dan lain-lain. Penggunaan glifosat dapat diaplikasikan pada hampir seluruh jenis tanaman yang mengalami kompetisi dengan keberadaan gulma, hanya saja glifosat bersifat non-selektif yang artinya selain dapat mematikan gulma sasaran juga dapat mematikan tanaman utamanya jika tidak tepat cara dan waktu aplikasinya. Struktur kimia glifosat dapat dilihat pada Gambar 1 Herbicide Manual, 2005. Gambar 1. Struktur kimia glifosat Gambar 1. Struktur Kimia Glifosat Mesotrion memiliki rumus molekul C 14 H 13 NO 7 S dengan tatanan senyawa 2-[4- Methylsulfonyl-2-nitrobenzoyl cyclohexane-1,3-dione. Mesotrion telah didaftarkan di kota New York pada bulan Juni 2002 yang dapat dipergunakan untuk pengendalian gulma berdaun lebar pada tanaman jagung. Perkembangan herbisida ini dimulai pada tahun 1977 ketika seorang ahli biologi Zeneca mengamati bahwa sangat sedikit tanaman yang tumbuh dibawah tanaman botolnya Callistemon citrinus. Analisis sampel tanah dari bawah tanaman mengungkapkan senyawa alelopati dari tanaman botol dan kemudian diidentifikasi sebagai leptospermae Hahn dan Paul, 2012. Salah satu kelemahan dari herbisida mesotrion adalah herbisida ini mudah tercuci didalam tanah. Pencucian adalah gerakan herbisida dengan air biasanya ke bawah, namun tidak selalu ke bawah, yaitu ke strata tanah yang lebih dalam Tjitrosoedirdjo et al, 1984. Menurut Zimdahl 2007, proses pencucian materi tergantung dari interaksi serap antara herbisida dan tanah, kelarutan dalam air, semakin besar kekarutan herbisida oleh air maka semakin besar potensi pencucian, pH tanah, adsorpsi meningkat seiring penurunan pH dan pada pH yang rendah herbisida akan diserap dan percucian berkurang, jumlah air yang bergerak melalui permukaan tanah. Semakin banyak air yang bergerak karena curah hujan, atau irigasi, semakin besar kemungkinan pencucian akan terjadi, dan suhu pencucian akan lebih besar pada suhu yang lebih tinggi. Selain karena pencucian, mesotrion juga mudah mengalami volatilisasi. Volatilisasi atau penguapan adalah peristiwa hilangnya suatu bahan kimia ke atmosfer dalam bentuk gas. Tendensi herbisida untuk menguap ditentukan oleh tekanan uapnya yang terutama dipengaruhi oleh suhu. Beberapa herbisida mempunyai tekanan uap yang tinggi yang berarti herbisida itu amat mudah menguap, misalnya triflutalin Tjitrosoedirdjo et al, 1984. Konsekuensi penguapan dapat baik atau justru merugikan. Penguapan menyebabkan hilangnya sebagian herbisida yang dipakai, jadi mengurangi jumlah yang diserap oleh gulma. Uap herbisida dapat juga bersifat racun terhadap tumbuhan lain yang bukan target atau bahkan terhadap hewan dan manusia. Sebaliknya penguapan dapat berpengaruh terhadap perkecambahan gulma yang dapat mengadsorpsi uap herbisida dari daun Tjitrosoedirdjo et al, 1984. Struktur kimia mesotrion dapat dilihat pada Gambar 2 Herbicide Manual, 2005. Gambar 2. Struktur kimia mesotrion Gambar 2. Struktur Kimia Mesotrion Metolaklor dengan rumus molekul C 15 H 22 CHNO 2 dengan tatanan senyawa 2[chloro-N-2-ethyl-6-methylphenyl-N-2methoxy-1-methyl-ethylaccetamide]. Metolaklor merupakan herbisida yang sering digunakan untuk mengendalikan gulma di pertanaman jagung, kedelai, kentang, dan kapas. Metolaklor sangat efektif mengendalikan gulma berdaun lebar, teki dan rumputan semusim karena herbisida ini bersifat sistemik dengan mekanisme kerja menghambat sintesa protein serta menghambat pembelahan dan pembesaran sel. Rao, 2000. Vencil et al 2002 menambahkan bahwa herbisida ini merupakan herbisida yang diaplikasikan ke tanah sebagai herbisida pra tumbuh berdasarkan tempat aplikasinya. Hal ini membuat metolaklor termasuk juga herbisida yang cepat dalam mengalami degradasi didalam tanah. Laju degradasi herbisida dalam tanah dipengaruhi oleh faktor tanah, iklim, tumbuhan, serta sifat kimia herbisida. Sifat herbisida yang dicirikan dengan sifat kimia akan bervariasi dalam hal daya larut dalam air, adsorpsi tanah, tekanan uap, dan kepekatan degradasi secara kimia dan mikroba. Dosis herbisida juga merupakan hal yang menjadi faktor yang mempengaruhi laju degradasinya. Laju degradasi herbisida proporsional dengan dosis yang diberikan. Hal itu dapat dijelaskan bahwa semakin sedikit dosis herbisida yang diberikan akan semakin cepat terdekomposisi melalui cahaya atau semakin cepat terdegradasi oleh mikroba Herbicide Manual, 2005. Laju degradasi herbisida dalam tanaman dapat juga dipengaruhi oleh kultivar tanaman pada suatu lahan. Seperti yang kita ketahui bahwa adanya kultivar tanaman yang memiliki sistem perakaran kompleks, arsitektur daun yang baik, dan sistem percabangan yang banyak akan mempertinggi proses pengambilan atau adsorpsi hara, air, dan termasuk herbisida yang diaplikasi melalui tanah. Fenomena ini akan memperlihatkan bahwa kultivar tanaman yang berkanopi luas akan mengakibatkan semakin cepat laju degradasi herbisida di dalam tanah. Ketersediaan herbisida bergantung pada jumlah herbisida dalam larutan tanah serta laju transportasi herbisida melalui aliran massa dan difusi ke akar atau bagian lain Riadi,2011. Struktur kimia metolaklor dapat dilihat pada Gambar 3 Herbicide Manual, 2005. Gambar 3. Struktur kimia metolaklor Gambar 3. Struktur Kimia Metolaklor

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan dan di Laboratorium Ilmu Gulma Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari bulan Maret hingga Juni 2016.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah benih jagung hibrida NK 22 , pupuk NPK Phonska, dan herbisida dengan merk dagang Optizon GT 525 ZC yang merupakan herbisida campuran Premix berbahan aktif Glfosat 250 gl, Mesotrion 25 gl dan Metolaklor 250 gl. Sedangkan alat yang digunakan adalah timbangan digital, gelas ukur, knapsack sprayer, ember plastik, pipet, ruber bulb, oven, sabit, kantong plastik, patok bambu, meteran, cangkul, dan amplop kertas.

3.3 Metode Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah dan untuk menguji hipotesis yang ada, perlakuan diterapkan pada petak percobaan dalam penelitian ini dengan menggunakan rancangan percobaan Rancangan Acak Kelompok RAK dengan 7 perlakuan dan 4 ulangan. Tabel 1. Perlakuan Herbisida Glifosat, Mesotrion dan Metolaklor No Perlakuan Dosis Bahan Aktif gha Dosis Formulasi lha 1 Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 250 g + 25 g + 250 g 1 lha 2 Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 500 g + 50 g + 500 g 2 lha 3 Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 750 g + 75 g + 750 g 3 lha 4 Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 1000g +100g +1000g 4 lha 5 Glifosat+Mesot rion+Metolaklor 1250g +125g +1250g 5 lha 6 Pengendalian Secara Mekanis - - 7 Kontrol Tanpa Pengendalian Gulma - - Herbisida yang diuji adalah herbisida campuran Glifosat, Mesotrion dan Metolaklor yang digunakan sebagai pembanding untuk melihat pengaruh herbisida terhadap tanaman jagung, digunakan perlakuan pengendalian mekanis pada 3 dan 6 minggu setelah aplikasi MSA. Untuk menilai pengaruh herbisida terhadap pertumbuhan gulma, maka digunakan kontrol tanpa pengendalian gulma. Untuk menguji homogenitas ragam digunakan uji Bartlett dan additifitas data diuji dengan menggunakan uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi, maka data akan dianalisis dengan sidik ragam dan uji perbedaan nilai tengah perlakuan akan diuji dengan uji Beda Nyata Terkecil BNT pada taraf 5. 3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Penentuan Petak Perlakuan Lahan pecobaan yang akan diaplikasi herbisida campuran Glifosat, Mesotrion dan Metolaklor dengan berbagai taraf dosis disiapkan dengan melakukan pembajakan sebanyak dua kali dan garu satu kali. Kemudian dibuat petak-petak percobaan sebanyak 28 petak perlakuan. Ukuran setiap petaknya adalah 4 m x 7,5 m dengan jarak antar petak adalah 0,5 m. Dibawah ini merupakan skema tata letak percobaan yang dilakukan: I II III IV Gambar 4. Tata Letak Percobaan Keterangan: P 1 : Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 250 g + 25 g + 250 g P 2 : Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 500 g + 50 g + 500 g P 3 : Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 750 g + 75 g + 750 g P 4 : Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 1000 g + 100 g + 1000 g P 5 : Glifosat+Mesotrion+Metolaklor 1250 g + 125 g + 1250 g P 6 : Pengendalian Mekanis P 7 : Kontrol Tanpa Pengendalian Gulma P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 P 3 P 4 P 5 P 6 P 7 P 1 P 2 P 5 P 6 P 7 P 1 P 2 P 3 P 4 P 7 P 1 P 2 P 3 P 4 P 5 P 6

3.4.2 Penanaman Sebelum dilakukan penanaman sebaiknya dilakukan pengolahan tanah terlebih

dahulu dengan cara membalik tanah dan memecah bongkah tanah agar diperoleh tanah yang gembur untuk memperbaiki aerasi. Tanah yang akan ditanami calon tempat barisan tanaman dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian diratakan. Penanaman benih jagung dilakukan setelah olah tanah yang kedua dan setelah dilakukan pengeplotan. Jarak tanam yang digunakan adalah 40 cm x 75 cm. Penanaman dilakukan dengan cara ditugal dengan dua benih per lubang. Kegiatan pemupukan dilakukan pada waktu tanam dengan dosis 45 kgha N + 45 kgha P 2 O 5 + 45 kgha K 2 O dan pada umur satu bulan dengan dosis 90 kgha N. 3.4.3 Aplikasi Herbisida Campuran Glifosat, Mesotrion dan Metolaklor Aplikasi herbisida campuran Premix dilakukan pada plot-plot yang ada sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebelum melakukan aplikasi, dilakukan kalibrasi untuk mengetahui volume semprot yang dibutuhkan dan dilakukan pengecekan terhadap sprayer yang akan digunakan. Herbisida diaplikasikan hanya sekali pada 21-28 hari setelah tanam HST dengan menggunakan knapsack spayer bernosel kuning, volume semprot setelah dilakukan kalibrasi yaitu 400 lha. Penyemprotan herbisida dilakukan pada pagi hari dengan mempertahankan nosel pada ketinggian 40-50 cm diatas permukaan tanah sehingga menghasilkan lebar bidang semprot 75 cm.