5.1.3. Nilai Tambah Bruto Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa surplus usaha merupakan
komponen yang memiliki kontribusi paling besar terhadap nilai tambah bruto, yakni nilainya mencapai Rp 1,563 milyar atau sebesar 54,77 dari total nilai
tambah bruto. Kemudian upah dan gaji di urutan kedua dengan nilai Rp 903 milyar atau sebesar 31,63 dari total nilai tambah bruto. Penyusutan memiliki
kontribusi terhadap nilai tambah bruto di posisi ketiga, yakni sebesar Rp 262 milyar atau sebesar 9,20 dari total nilai tambah bruto. Pajak tak langsung
merupakan komponen yang memiliki kontribusi paling kecil diantara komponen- komponen lainnya, yakni sebesar Rp 125 milyar atau sebesar 4,40 dari total
nilai tambah bruto. Sektor pariwisata yang memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukkan
surplus usaha adalah sektor restoran yang memiliki kontribusi terhadap total surplus usaha sebesar Rp 68,6 milyar, diikuti oleh sektor jasa angkutan sebesar Rp
8,5 milyar kemudian sektor hotel yakni sebesar Rp 6 milyar. Cukup tingginya kontribusi yang disumbangkan oleh sektor restoran dan sektor jasa-jasa tersebut
menunjukkan cukup besarnya peranan kedua sektor tersebut dalam pembentukkan PDRB Kota Bogor dari sisi permintaan.
Sektor pariwisata yang memiliki kontribusi tertinggi terhadap komponen upah dan gaji adalah sektor restoran yang besarnya adalah Rp 52 milyar, diurutan
kedua adalah sektor jasa angkutan yaitu sebesar Rp 5 milyar, dan yang terakhir adalah sektor hotel dengan nilai yaitu sebesar Rp 4,6 milyar. Sektor pariwisata
yang memiliki kontribusi tinggi terhadap komponen penyusutan adalah sektor
restoran yaitu sebesar Rp 25,6 milyar, kemudian di posisi kedua adalah sektor sektor jasa angkutan dengan nilai sebesar Rp 4 milyar dan yang memiliki nilai
penyusutan terkecil adalah sektor hotel yaitu sebesar Rp 2 milyar. Pajak tak langsung dari sektor pariwisata terbesar dibentuk oleh sektor restoran Rp 15
milyar, sektor hotel Rp 1,3 milyar dan sektor jasa angkutan Rp 0,4 milyar. Hasil analisis rasio surplus usaha dan upah gaji, diperoleh surplus usaha
lebih besar dari upah dan gaji, hal ini menunjukkan distribusi pendapatan di Kota Bogor belum merata antara pemilik modal dan pekerja atau dengan kata lain
terjadinya eksploitasi tenaga kerja oleh produsen sehingga terjadi ketimpangan pendapatan. Pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi
kesenjangan ini. Kebijakan pemerintah dapat dilakukan dengan penetapan Upah Minimum Regional UMR yang sesuai dengan standar kehidupan di Kota Bogor.
Tabel 5.3. Kontribusi Nilai Tambah Bruto Sektor-Sektor Perekonomian di Kota Bogor Tahun 2002.
Nilai Tambah Bruto Sektor
UpahGaji UG
Juta Rp Surplus
UsahaSU Juta Rp
Rasio GUSU
Penyusutan Juta
Rupiah Pajak Tak
Langsung Juta Rp
Jumlah 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 13
Total 2,190
7,840 1,150
203,470 105,244
161,889 4,610
51,865 65,940
5,017 20,177
73,974 199,711
903,077 9,141
59,248 8,688
367,815 63,763
547,876 6,095
68,570 111,767
8,503 31,702
239,794 40,628
1,563,591 0,81
0,26 0,13
2,92 1,65
0,30 0,76
0,76 1,77
0,59 0,64
0,31 4,92
0,58 236
7,281 1,068
64,198 16,056
33,249 2,281
25,658 53,737
4,088 23,096
25,313 6,261
262,521 175
105 16
35,273 11,456
41,966 1,305
14,677 4,907
373 1,148
13,925 217
125,544 11,743
74,475 10,920
670,757 196,519
784,981 14,290
160,770 263,352
17,982 76,123
353,006 246,817
2,854,734 0,41
2,61 0,38
23,5 6,88
27,50 0,50
5,63 8,27
0,63 2,67
12,37 8,65
100,00 thd
NTB 31,63 54,77
9,20 4,40
100,00 Sumber: Tabel Input-Output Kota Bogor Tahun 2002.
5.1.4. Penyerapan Tenaga Kerja