Analisis daya saing sektor pariwisata kota Bogor
ANALISIS DAYA SAING SEKTOR PARIWISATA
KOTA BOGOR
OLEH
ROCHMA AFRIYANI H14070025
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
(2)
RINGKASAN
ROCHMA AFRIYANI. Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Bogor (dibimbing oleh DENIEY ADI PURWANTO).
Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor strategis dalam pengembangan perekonomian nasional maupun daerah. Hal ini karena secara historis, pengembangan potensi sektor pariwisata adalah untuk menjadikan sektor pariwisata sebagai sumber penghasil devisa dan penerimaan negara setelah Tenaga Kerja Indonesia(TKI) dan minyak, serta mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Sektor pariwisata kota Bogor merupakan salah satu sektor potensial untuk dikembangkan yang dimaksudkan untuk memperluas lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan daerah. Pada tahun 2005-2009 PDRB pariwisata kota Bogor mengalami peningkatan dari tahun ke tahun walaupun bukan yang paling besar. Adapun jumlah kunjungan wisatawan ke kota Bogor tidak selalu mengalami peningkatan, sehingga harus lebih meningkatkan daya saing pariwisatanya.
Tidak dipungkiri pariwisata di Jawa Barat merupakan salah satu kawasan tujuan para wisatawan mancanegara maupun lokal mengunjungi objek-objek wisata dan akomodasi lain, artinya banyak juga tujuan wisata di Jawa Barat selain Kota Bogor. Keadaan ini akan menciptakan suatu daya saing pariwisata dimana terdapat tingkat kekuatan daya pikat/tarik berbagai aspek pariwisata yang selanjutnya akan membentuk daya saing industri pariwisata secara keseluruhan. Selain itu, karena industri pariwisata merupakan industri penting dalam hal penyumbang Gross Domestic Product (GDP) bagi suatu negara dan daerah sehingga hal ini yang menyebabkan setiap daerah berlomba-lomba untuk memper-kenalkan potensi pariwisata yang dimilikinya sehingga dapat menarik kunjungan wisatawan (turis) baik lokal maupun mancanegara.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis daya saing sektor pariwisata kota Bogor terhadap daerah sekitarnya dan kabupaten/kota lain di Jawa Barat. Kemudian menganalisis faktor-faktor yang menentukan daya saing sektor pariwisata kota Bogor dan yang terakhir menganalisis strategi kebijakan yang harus dilakukan pemerintah daerah untuk meningkatkan daya saing sektor pariwisata kota Bogor.
Pada penelitian ini untuk menganalisis daya saing pariwisata kota Bogor digunakan shift share, komposit indeks, analisis radar, dan analisis kuadran. Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer berupa jumlah objek wisata, jumlah tenaga kerja, jumlah wisatawan mancanegara, jumlah wisatawan nusantara, kondisi jalan baik, anggaran pemerintah, jumlah hotel, restoran, dan biro perjalanan wisata, serta data-data lain yang terkait penelitian.
Berdasarkan analisis shift share pada tahun 2005-2006 dan 2007-2008, sektor pariwisata kota Bogor mengalami pertumbuhan yang lamban dan berdaya saing kurang baik dibandingkan daerah lain di Jawa Barat. Kemudian, pada tahun 2006-2007 dan tahun 2008-2009 pertumbuhan sektor pariwisata kota Bogor tetap mengalami pertumbuhan lamban tetapi mampu berdaya saing lebih baik
(3)
dibandingkan daerah lain di Jawa Barat. Selanjutnya, sektor pariwisata tahun 2005-2006 dan 2007-2008 memiliki keunggulan yang tidak kompetitif namun berspesialisasi, sedangkan pada tahun 2006-2007 dan 2008-2009 memiliki keunggulan kompetitif dan berspesialisasi.
Sesuai dengan analisis shift share pada tahun 2008-2009, hasil penelitian dari komposit indeks menunjukkan bahwa memang sektor pariwisata kota Bogor berdaya saing cukup tinggi dibandingkan daerah sekitarnya yaitu berada di bawah kota Bandung dan kabupaten Bogor dan berada di atas kabupaten Cianjur, kota Depok, kota Bekasi, dan kota Sukabumi. Begitu juga dibandingkan seluruh kabupaten/kota Jawa Barat, cukup tinggi berada di peringkat empat dengan nilai indeks sebesar 36,92 dari rata-rata tertimbang keempat komponen pembentuk, yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan, strategi daerah, dan industri pendukung dan terkait.
Faktor-faktor yang dianggap unggul dalam menentukan daya saing pariwisata kota Bogor dilihat dari nilai komposit indeks yang tinggi adalah jumlah wisatawan nusantara, jumlah wisatawan mancanegara, jumlah restoran, jumlah biro perjalanan wisata, dan jumlah tenaga kerja. Sedangkan faktor yang dianggap kurang unggul dan menjadi tantangan bagi daya saing pariwisata kota Bogor adalah kondisi jalan baik, anggaran pemerintah, jumlah objek wisata, dan jumlah hotel.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut rekomendasi kebijakan pemerintah kota Bogor dalam peningkatan daya saing pariwisata antara lain: (1) perbaikan dan upaya-upaya peningkatan kualitas sistem drainase pada jalan dengan memperhatikan saluran dan kondisi drainase di sekitarnya. Selain itu, perlu peningkatan fungsi pengawasan terhadap kualitas pekerjaan sehingga pembangunan jalan dapat sesuai dengan perencanaan dan umur teknis jalan, (2) peningkatan anggaran pemerintah, dengan melihat potensi yang ditunjukkan pariwisata kota Bogor sehingga dapat menyediakan anggaran yang lebih besar dari sebelumnya tanpa menghilangkan prioritas kebutuhan daerah, (3) pengembangan potensi objek wisata. Cara pengembangan potensi tersebut harus ada kerja sama dari dua pihak, yaitu pemerintah dan masyarakat, (4) pengembangan sarana kepariwisataan, pemerintah kota Bogor harus lebih berkoordinasi dengan pihak swasta yang bergerak di bidang bisnis pariwisata khusunya bisnis hotel. Selain rekomendasi kebijakan tersebut, harus ada kerja sama antara dua pihak yaitu pemerintah dan masyarakat kota Bogor sendiri agar terjadi kesinambungan dalam pengembangan dan penigkatan daya saing pariwisata kota Bogor.
(4)
ANALISIS DAYA SAING SEKTOR PARIWISATA
KOTA BOGOR
Oleh:
ROCHMA AFRIYANI H14070025
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
(5)
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa : Rochma Afriyani
Nomor Register Pokok : H14070025
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Penelitian : Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Bogor
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Deniey Adi Purwanto, MSE NIP. 19771208 200912 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec. NIP. 19641022 198903 1 003
(6)
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juli 2011
Rochma Afiyani H14070025
(7)
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Rochma Afriyani lahir pada tanggal 21 April 1989 di Bogor, sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Penulis anak kedua dari tiga bersaudara, dari pasangan Wagino Tugiman dan Teti Djunaeti. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Taman Pagelaran, kemudian melanjutkan ke SMP Negeri 6 Bogor dan lulus pada tahun 2004. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMA Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2007.
Pada tahun 2007 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi. Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di beberapa kepanitian, baik di departemen maupun fakultas.
(8)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Bogor”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Berbagai pihak telah memberikan kontribusi secara langsung maupun tidak langsung bagi penyelesaian dan penyempurnaan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1) Deniey Adi Purwanto, MSE selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, motivasi, arahan, koreksi yang sangat berguna bagi penulis selama penyusunan skripsi ini.
2) Dr. Yeti Lis Purnamadewi selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan kritik demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini.
3) Deni Lubis, MA selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan masukan dan perbaikan terkait dengan tata bahasa dan penulisan skripsi ini.
4) Orang tua penulis, Bapak Wagino Tugiman dan Ibu Teti Djunaeti yang telah memberikan motivasi, pengorbanan, dan kasih saying yang tak terhingga. Semoga ini menjadi persembahan yang membanggakan untuk kalian.
5) Saudara-saudara penulis, Wahyu Oktaviani dan Robby Darmawanto yang selalu memberikan semangat selama penyelesaian skripsi ini.
6) Teman-teman satu bimbingan, Risa Pragari dan Muhammad Rinaldy Aulia Putra yang telah memberikan semangat dan berjuang bersama dalam penyelesaian skripsi ini.
7) Sahabat-sahabat penulis, yaitu Embang Maryana, Irma Nurdianti, Nurriska Hafni, Titania Aulia, Shinta Permatasari, Nurhidayah Ningsih, dan Shanti Dewi Komala Sari atas bantuan, motivasi, dan semangat yang sangat berarti selama penyelesaian skripsi ini.
(9)
8) Seluruh keluarga besar Ilmu Ekonomi angkatan 44 yang telah memberikan saran dan kritik pada saat pengerjaan skripsi dan seminar hasil penelitian. 9) Seluruh jajaran staf pengajar dan staf akademik Departemen Ilmu Ekonomi,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB atas segala bantuan dan kerjasama yang baik selama penulis menyelesaikan pendidikan di bangku perkuliahan. 10) Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Bogor, Juli 2011
Rochma Afriyani H14070025
(10)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... i
DAFTAR GAMBAR ... iii
DAFTAR LAMPIRAN ... iv
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 6
1.3. Tujuan ... 6
1.4. Manfaat Penelitian ... 7
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ... 7
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN ... 9
2.1. Tinjauan Teori dan Konsep ... 9
2.1.1. Pariwisata ... 9
2.1.2. Kontribusi Pariwisata terhadap Perekonomian ... 10
2.1.3. Teori Daya Saing ... 11
2.1.4. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing ... 15
2.2. Penelitian-Penelitian Terdahulu... 18
2.3. Kerangka Pemikiran ... 21
2.3.1. Alur Kerangka Penelitian ... 21
2.3.2. Kerangka Pikir Konseptual ... 23
III. METODE PENELITIAN ... 26
3.1. Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data ... 26
3.2. Faktor dan Variabel-Variabel Penelitian ... 26
3.3. Metode Analisis ... 27
3.3.1. Analisis Shift Share ... 27
3.3.2. Komposit Indeks ... 30
3.3.3. Analisis Radar ... 32
3.3.4. Analisis Kuadran ... 32
(11)
4.1. Gambaran Umum... 35
4.1.1. Kondisi Demografis ... 35
4.1.2. Kondisi Ekonomi ... 41
4.1.3. Kondisi Pariwisata ... 47
4.2. Kontribusi Pariwisata terhadap Perekonomian Kota Bogor ... 54
V. PEMBAHASAN ... 58
5.1. Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Bogor Berdasarkan Metode Shift Share ... 58
5.1.1. Rasio Pertumbuhan PDRB Jawa Barat dan PDRB Kota Bogor .. 58
5.1.2. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ... 60
5.1.3. Pertumbuhan Bersih dan Profil Pertumbuhan Sektor Pariwisata Kota Bogor ... 63
5.2. Daya Saing Pariwisata Kota Bogor Dibandingkan Daerah Sekitar dan Kabupaten/Kota di Jawa Barat ... 65
5.2.1. Kondisi Faktor ... 66
5.2.2. Kondisi Permintaan ... 69
5.2.3. Strategi Daerah ... 72
5.2.4. Industri Pendukung dan Terkait ... 76
5.2.5. Daya Saing PariwisataTotal ... 80
5.3. Faktor yang Menentukan Daya Saing Pariwisata Kota Bogor ... 87
5.4. Strategi Kebijakan yang Harus Dilakukan Pemerintah Kota Bogor ... 89
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 94
6.1. Kesimpulan ... 94
6.2. Saran ... 95
DAFTAR PUSTAKA ... 97
(12)
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1.1. PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha
Tahun 2007-2009 ... 3 4.1. Penduduk Kota Bogor Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Tahun 2009 ... 39 4.2. Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) per Kecamatan di Kota Bogor Tahun
2005- 2009 ... 40 4.3. Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Tahun
2005-2009 ... 42 4.4. Perkembangan Proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Bogor
Tahun 2005-2009 ... 43 4.5. Perkembangan Proporsi Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Total
Pendapatan Kota Bogor Tahun 2005-2009 ... 43 4.6. Proporsi Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Total Pendapatan Kota
Bogor Tahun 2005-2009 ... 44 4.7. Proporsi Belanja Modal terhadap Total Belanja Kota Bogor Tahun
2005-2009 ... 46 4.8. Proporsi Belanja Pegawai dan Belanja Barang dan Jasa terhadap Total
Belanja Kota Bogor Tahun 2005-2009 ... 47 4.9. Perkembangan Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Kota Bogor Tahun
2005-2009 ... 52 4.10. Perkembangan Jumlah Hotel di Kota Bogor pada Tahun 2005-2009 ... 53 4.11. Jumlah Restoran/Rumah Makan di Kota Bogor pada Tahun 2005-2009 .. 54 5.1. Rasio Pertumbuhan PDRB Provinsi Jawa Barat dan PDRB Kota Bogor
Tahun 2005-2009 (Nilai ri, Ri, Ra) ... 59 5.2. Analisis Shift Share Sektor Pariwisata di Kota Bogor Berdasarkan
Komponen Pertumbuhan Regional Tahun 2005-2009 ... 60 5.3. Analisis Shift Share Sektor Pariwisata di Kota Bogor Berdasarkan
(13)
5.4. Analisis Shift Share Sektor Pariwisata di Kota Bogor Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Tahun 2005-2009 ... 62 5.5. Analisis Shift Share Keunggulan Kompetitif dan Spesialisasi Sektor
Pariwisata Kota Bogor Tahun 2005-2009 ... 63 5.6. Pertumbuhan Bersih (PB) Sektor Pariwisata Kota Bogor Tahun 2005-2009
... 64 5.7. Nilai dan Peringkat Indeks Kondisi Faktor Daerah Sekitarnya Tahun 2009 ... 67 5.8. Nilai dan Peringkat Indeks Kondisi Faktor Jawa Barat Tahun 2009 ... 68 5.9. Nilai dan Peringkat Indeks Kondisi Permintaan Daerah Sekitarnya Tahun 2009 ... 70 5.10. Nilai dan Peringkat Indeks Kondisi Permintaan Jawa Barat
Tahun 2009 ... 71 5.11. Nilai dan Peringkat Indeks Strategi Daerah Daerah Sekitarnya Tahun 2009
... 73 5.12. Nilai dan Peringkat Indeks Strategi Daerah Jawa Barat Tahun 2009 ... 74 5.13. Nilai dan Peringkat Indeks Industri Pendukung dan Terkait Daerah
Sekitarnya Tahun 2009 ... 77 5.14. Nilai dan Peringkat Indeks Industri Pendukung dan Terkait Jawa Barat
Tahun 2009 ... 78 5.15. Nilai dan Peringkat Indeks Total Daerah Sekitarnya Tahun 2009 ... 80 5.16. Nilai dan Peringkat Indeks Total Jawa Barat Tahun 2009 ... 83 5.17. Tantangan dan Rekomendasi Kebijakan Peningkatan Daya Saing
(14)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 2.1. Bagan Porter’s Diamond ... 15 2.2. Kerangka Pikir Konseptual ... 25 3.1. Analisis Kuadran Posisi Perkembangan Daya Saing Pariwisata
Jawa Barat ... 34 4.1. Peta Administratif Jawa Barat dan Kota Bogor ... 35 4.2. Perkembangan Kontribusi Tenaga Kerja Sektor Pariwisata Kota Bogor Tahun
2006-2009 ... 55 4.3. Perkembangan Kontribusi PDRB Pariwisata Kota Bogor Tahun
2006-2009 ... 56 4.4. Perkembangan Kontribusi Retribusi Daerah Kota Bogor Tahun
2006-2009 ... 57 5.1. Profil Pertumbuhan Sektor Pariwisata Kota Bogor Tahun 2005-2009 ... 65 5.2. Analisis Radar Daya Saing Relatif Terhadap Daerah Sekitar Tahun 2009 .... 82 5.3. Posisi Perkembangan Daya Saing Pariwisata Jawa Barat Tahun 2009 ... 85
(15)
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1. PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan
Usaha Tahun 2005-2009 ... 99
2. PDRB Jawa Barat Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 ... 100
3. APBD Kota Bogor Tahun 2005-2009 ... 101
4. Jumlah Objek Wisata Jawa Barat Tahun 2009 ... 102
5. Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pariwisata Jawa Barat Tahun 2009 ... 103
6. Jumlah Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Nusantara Jawa Barat Tahun 2009 ... 104
7. Panjang Jalan Kondisi Baik Jawa Barat Tahun 2009 ... 105
8. Anggaran Pemerintah untuk Pariwisata Jawa Barat Tahun 2009 ... 106
9. Jumlah Hotel, Restoran, dan Biro Perjalanan Wisata Tahun 2009 ... 107
10. Pertanyaan Wawancara kepada Kepala Bidang Pariwisata Kota Bogor Tahun 2009 ... 108
(16)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan UU No. 22 tahun 1999 yang kemudian diganti dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang lebih luas untuk mengatur dan mengelola berbagai urusan penyelenggaran pemerintah bagi kepentingan dan kesejahteraan masyarakat daerah yang bersangkutan. Sedangkan dalam hal pembiayaan dan keuangan daerah diatur dalam UU Nomor 25 Tahun 1999 yang kemudian diganti dengan UU No. 33 tahun 2004 tentang PerimbanganKeuangan Antara Pusat dan
Daerah tidak hanya kesiapan aparat pemerintah saja, tetapi juga masyarakat untuk
mendukung pelaksanaan Otonomi Daerah dengan pemanfaatan sumber daya dan potensi yang dimiliki oleh daerahnya masing-masing secara optimal, salah satunya adalah sektor pariwisata.
Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor strategis dan potensial dalam pembangunan perekonomian nasional maupun daerah. Hal ini karena secara historis, pengembangan potensi sektor pariwisata adalah untuk menjadikan sektor ini sebagai sumber penghasil devisa dan penerimaan negara setelah Tenaga Kerja Indonesia(TKI) dan minyak, serta mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Selain itu, sektor pariwisata merupakan sektor yang bersifat dapat diperbarui kembali (renewable) dan terus dapat dikembangkan tanpa membawa dampak pengurasan sumberdaya alam dan konservasinya. Namun, akhir-akhir ini pemerintah menyadari bahwa potensi sektor pariwisata adalah
(17)
sebagai alat untuk membangun perekonomian suatu daerah karena sektor pariwisata tersebut berada di daerah masing-masing.
Kota Bogor yang memiliki potensi pariwisata harus memanfaatkan sumberdaya yang ada untuk membangun perekonomian daerahnya. Sesuai dengan misi satu kota Bogor yaitu “Mengembangkan Perekonomian Masyarakat yang Bertumpu pada Kegiatan Jasa dan Perdagangan” dimana didalamnya mengembangkan pariwisata daerah dengan sasaran meningkatkan kunjungan wisatawan, maka pemerintah daerah harus memiliki kemampuan untuk dapat mengembangkan potensi-potensi daerahnya tersebut secara lebih efektif dan efisien. Hal ini karena kota Bogor yang merupakan pintu gerbang provinsi Jawa Barat, berjarak 60 km dari Jakarta sebagai Ibu Kota Negara Republik Indonesia dan 120 km ke Bandung sebagai Ibu Kota Provinsi Jawa Barat menjadikan letak geografis kota Bogor yang stategis bagi para wisatawan di luar kota Bogor. Selain itu, dengan keberadaan Kebun Raya Bogor sebagai salah satu world haritage dan Istana Bogor membuat kota Bogor menarik wisatawan dari luar daerah untuk datang dan berkunjung ke kota Bogor.
Pengembangan sektor pariwisata kota Bogor dimaksudkan dalam rangka memperluas lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan daerah. Tenaga kerja yang terserap sektor pariwisata pada tahun 2009 sebanyak 5620 orang dari total tenaga kerja 360.505 orang. Kemudian, dapat dilihat pada Tabel 1.1 dari tahun 2005 sampai 2009 pendapatan yang disumbang sub sektor pariwisata yang terdiri dari sub sektor hotel, restoran, dan jasa hiburan rekreasi melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) selalu mengalami peningkatan, walaupun sektor
(18)
pariwisata bukan merupakan penyumbang terbesar PDRB Kota Bogor. Pada tahun 2008 sektor pariwisata menyumbang PDRB sebesar Rp. 246.53 milyar kemudian di tahun 2009 PDRB yang disumbang meningkat menjadi Rp. 255 milyar (BPS Kota Bogor, 2010).
Tabel 1.1 PDRB Kota Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) Tahun 2005-2009
Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009
Pertanian 12,62 12,32 12,72 13,12 13,54
Pertambangan 0,11 0,12 0,12 0,12 0,12
Industri Pengolahan 1.002,37 1.059,34 1.126,54 1.197,77 1.273,76 Listrik, Gas, dan Air
bersih 112,49 119,97 128,09 136,83 146,24
Bangunan 266,04 276,74 288,02 299,80 312,10
Perdagangan, Hotel,
dan Restoran 1.071,25 1.140,16 1.205,11 1.267,52 1.331,87 Pengangkutan dan
Komunikasi 344,68 368,42 394,45 422,72 453,53
Keuangan, Persewaan,
dan Jasa Perusahaan 489,53 522,98 560,78 602,52 648,63
Jasa- Jasa 268,14 282,23 296,91 312,42 328,92
Produk Domestik
Regional Bruto 3.567,23 3.782,27 4.012,74 4.252,82 4.508,71
Pariwisata 223,55 230,65 238,42 246,53 255
Sumber : BPS Kota Bogor, 2010
Sebagaimana diketahui, kota Bogor bukan daerah yang kaya akan keindahan alam sebagai daya tarik wisatanya, mengunjungi kota Bogor seperti memiliki berbagai kesan yang mendalam, serasa mengunjungi kota masa lampau karena ada banyak peninggalan masa lalu, seperti: prasasti batu tulis dan gedung-gedung peninggalan zaman penjajahan Belanda dulu. Tetapi, kondisi ini ternyata tidak lantas menyurutkan minat para wisatawan baik lokal maupun mancanegara untuk berkunjung dan berwisata ke kota Bogor. Walaupun pendapatan yang disumbang melalui PDRB bukan yang terbesar, namun dengan melihat
(19)
peningkatan PDRB dari tahun ke tahun, sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang berpotensi untuk dikembangkan. Selain itu, jika dilihat dari jumlah kunjungan wisatawan dari tahun 2005-2009, petumbuhannya berfluktuatif dengan kecenderungan meningkat. Pada tahun 2005, jumlah kunjungan wisatawan, baik mancanegara dan nusantara adalah sebanyak 1.856.991 orang, kemudian meningkat pada tahun 2006 menjadi 2.137.083 orang, namun pada tahun 2007 menurun drastis menjadi 1.766.009, hingga pada tahun 2009 kembali meningkat menjadi 2.985.266 orang (Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor, 2011). Berdasarkan Perda No 1 Tahun 2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (Tahun 1999-2009), fungsi kota Bogor adalah :
1. Sebagai Kota Perdagangan 2. Sebagai Kota Industri 3. Sebagai Kota Permukiman 4. Wisata Ilmiah
Dengan melihat kondisi di atas, maka fungsi kota Bogor sebagai kota wisata dapat terealisasikan.
Dapat dikatakan kota Bogor merupakan kota yang cukup mewakili kota lain, baik di tingkat provinsi maupun nasional. Namun persaingan pariwisata dengan wilayah lain perlu diperhatikan agar perekonomian kota Bogor tetap terjaga dengan baik, tidak mengalami kemunduran. Letak geografis Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan ibukota negara Indonesia, DKI Jakarta, menjadikan Jawa Barat memiliki potensi yang strategis bagi pengembangan pariwisata. Selain merupakan pintu gerbang utama Indonesia, DKI Jakarta juga
(20)
merupakan sumber pasar wisatawan. Disamping itu, keragaman daya tarik wisata yang dimiliki kabupaten/kota di Jawa Barat memberikan alternatif pilihan berwisata yang lebih bervariasi bagi wisatawan sehingga tidak dipungkiri pariwisata di Jawa Barat merupakan salah satu kawasan tujuan para wisatawan mancanegara maupun lokal mengunjungi objek-objek wisata dan akomodasi lain, artinya banyak juga tujuan wisata di Jawa Barat selain kota Bogor. Keadaan ini akan menciptakan suatu daya saing pariwisata dimana terdapat tingkat kekuatan daya pikat/tarik berbagai aspek pariwisata yang selanjutnya akan membentuk daya saing industri pariwisata secara keseluruhan. Selain itu, karena industri pariwisata merupakan industri penting dalam hal penyumbang Gross Domestic Product
(GDP) bagi suatu negara dan daerah. Hal inilah yang meyebabkan daerah berlomba-lomba untuk memperkenalkan potensi pariwisata yang dimilikinya sehingga dapat menarik kunjungan wisatawan (turis) baik lokal maupun mancanegara. Berkembangnya sektor ini juga akan membawa dampak yang cukup besar pada industri-industri yang terkait.
Dengan melihat kondisi dan faktor-faktor apa saja yang mendukung pariwisata kota Bogor dibandingkan dengan sektor pariwisata kabupaten/kota lain di Jawa Barat, diharapkan pemerintah dapat mampu memanfaatkan potensi yang ada dan menetapkan strategi kebijakan yang efektif dan efisien agar pariwisata kota Bogor dapat terus meningkat dan mampu berdaya saing dengan kabupaten/kota lain di Jawa Barat. Oleh karena itu perlu studi untuk menganalisis daya saing sektor pariwisata kota Bogor dibandingkan dengan daerah sekitarnya dan kabupaten/kota lain di Jawa Barat.
(21)
1.2 Perumusan Masalah
Letak kota Bogor yang dekat dengan Ibu Kota Indonesia dan merupakan pintu gerbang Jawa Barat menjadikan kota Bogor cukup strategis bagi para wisatawan yang ingin mengunjungi objek wisata dan akomodasi lain. Namun demikian, karena Jawa Barat memiliki banyak sekali objek wisata di kabupten/kota lain membuat kota Bogor harus mampu berdaya saing dengan wilayah lain di Jawa Barat. Oleh karena itu, diperlukan strategi kebijakan yang tepat untuk lebih meningkatkan daya saing sektor pariwisata kota Bogor.
Dari uraian di atas, terdapat beberapa permasalahan yang dapat dirumuskan dari penelitian ini, yaitu:
1. Bagaimana daya saing sektor pariwisata kota Bogor terhadap daerah sekitarnya dan kabupaten/kota lain di Jawa Barat?
2. Faktor-faktor apa saja yang menentukan daya saing sektor pariwisata kota Bogor?
3. Strategi kebijakan apa yang perlu dilaksanakan pemerintah kota Bogor untuk meningkatkan daya saing sektor pariwisata kota Bogor?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini memiliki beberapa tujuan, yaitu untuk:
1. Menganalisis daya saing sektor pariwisata kota Bogor terhadap sektor pariwisata daerah sekitarnya dan kabupaten/kota lain di Jawa Barat.
(22)
2. Menganalisis faktor-faktor yang menentukan daya saing sektor pariwisata kota Bogor.
3. Menganalisis strategi kebijakan yang perlu dilaksanakan pemerintah daerah untuk meningkatkan daya saing sektor pariwisata kota Bogor.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi para pengambil kebijakan di tingkat daerah kota Bogor dalam peranannya untuk mengembangkan sektor pariwisata kota Bogor.
2. Sebagai bahan pustaka, informasi dan referensi bagi yang memerlukan serta sebagai bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian ini berjudul Analisis Daya Saing Sektor Pariwisata Kota Bogor difokuskan untuk melihat daya saing sektor pariwisata kota Bogor dibandingkan dengan sektor pariwisata daerah sekitarnya dan kabupaten/kota lain di Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan antara lain untuk menganalisis daya saing sektor pariwisata kota Bogor, menganalisis faktor-faktor apa saja yang menentukan daya saing pariwisata tersebut, dan menganalisis kebijakan apa yang perlu dilaksanakan oleh pemerintah daerah kota Bogor dalam meningkatkan daya saing sektor pariwisata setelah melihat faktor-faktor yang paling memengaruhi daya saing. Dalam penelitian ini periode waktu yang dipakai berkisar pada tahun 2005-2009,
(23)
karena pada umunya, jika ingin melihat tren yang terjadi, minimal periode waktu yang digunakan adalah lima tahun. Kemudian, kajian wilayah penelitian ini antara lain kota Bogor, daerah sekitar kota Bogor (kabupaten Bogor, kabupaten Cianjur, kota Depok, kota Sukabumi, kota Bekasi, dan kota Bandung), dan seluruh kabupaten/kota Jawa Barat.
(24)
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Teori dan Konsep 2.1.1 Pariwisata
Berdasarkan Undang-Undang No. 90 tentang kepariwisataan, pariwisata didefinisikan sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusaha objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di dalamnya. Selain batasan tersebut, pariwisata menurut Kodyat (1985) adalah perjalanan dari suatu tempat ketempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan atau kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagian dengan lingkungan dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu.
Selanjutnya, menurut Gromang (1992) pariwisata mengandung tiga unsur antara lain: manusia (unsur insani sebagai pelaku kegiatan pariwisata), tempat (unsur fisik yang sebenarnya tercakup oleh kegiatan itu sendiri) dan waktu (unsur tempo yang dihabiskan dalam perjalanan tersebut dan selama berdiam di tempat tujuan). Jadi, pariwisata adalah salah satu jenis industri baru yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktivitas lainnya. Sebagai sektor yang kompleks, pariwisata juga meliputi industri-industri klasik seperti kerajinan tangan dan cindera mata, penginapan, transportasi secara ekonomi juga dipandang sebagai industri.
Banyak negara yang menjadikan industri pariwisata ini sebagai sumber pajak dan pendapatan untuk perusahaan yang menjual jasa kepada wisatawan. Oleh karena itu, pengembangan industri pariwisata ini adalah salah satu strategi
(25)
yang dipakai oleh organisasi non-pemerintah untuk mempromosikan daerah tertentu sebagai daerah wisata untuk meningkatkan perdagangan melalui penjualan barang dan jasa kepadan wisatawan non-lokal.
2.1.2 Kontribusi Pariwisata Terhadap Perekonomian
Rahayu (2006) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa pariwisata merupakan suatu gejala sosial yang sangat kompleks, yang menyangkut manusia seutuhnya dan memiliki berbagai macam aspek yang penting, aspek tersebut diantaranya yaitu aspek sosiologis, aspek psikologis, aspek ekonomis, aspek ekologis, dan aspek-aspek yang lainnya. Diantara sekian banyak aspek tersebut, aspek yang mendapat perhatian yang paling besar dan hampir merupakan satu-satunya aspek yang dianggap sangat penting adalah aspek ekonomisnya. Bahkan sektor pariwisata memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perekonomian dunia. Sektor pariwisata telah menjadi pilar ekonomi bagi masing-masing di dunia. Pengeluaran wisatawan untuk keperluan akomodasi, makanan, minuman, belanja, transportasi, dan hiburan merupakan pemasukan bagi devisa suatu negara.
Pengembangan pariwisata harus tetap dilakukan dan ditingkatkan agar sektor pariwisata menjadi kegiatan ekonomi yang dapat diandalkan untuk terus memperbesar devisa atau pendapatan asli daerah, membuka lapangan kerja dan kesempatan berusaha terutama bagi masyarakat setempat. Pengembangan tersebut akan berhasil dengan baik apabila masyarakat ikut berperan secara aktif. Dengan peran masyarakat tersebut, maka mereka akan merasakan keuntungan-keuntungan apa yang akan diperoleh.
(26)
Menurut Hutabarat dalam Rahayu (2006), peranan pariwisata antara lain, pertama, yaitu sebagai penghasil devisa negara; kedua, peranan sosial yaitu sebagai penciptaan lapangan pekerjaan; ketiga, peranan budaya yaitu memperkenalkan kebudayaan dan kesenian. Yoeti (2005) menyebutkan kontribusi pariwisata terhadap perekonomian daerah lebih lanjut adalah sebagai berikut: 1. Memberikan kesempatan kerja dengan terbukanya lapangan pekerjaan.
2. Meningkatkan pendapatan daerah melalui Produk Domestik Regional Bruto (PDRB).
3. Meningkatkan penerimaan pajak dan retribusi daerah.
4. Memberikan efek multiplier dalam perekonomian Daerah Tujuan Wisata (DTW).
2.1.3 Teori Daya Saing
Daya saing sering diidentikkan dengan produktivitas (tingkat output yang dihasilkan untuk setiap unit input yang digunakan). Peningkatan produktivitas meliputi peningkatan jumlah input fisik (modal dan tenaga kerja), peningkatan kualitas input yang digunakan dan peningkatan teknologi. Pendekatan yang sering digunakan untuk mengukur daya saing dilihat beberapa indikator yaitu keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif, ada juga keunggulan absolut.
Pada awalnya, dalam hal perdagangan, setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan internasional apabila melakukan spesialisasi pada produk yang mempunyai efisiensi produksi lebih baik dari negara lain, dan melakukan perdagangan internasional dengan negara lain yang mempunyai kemampuan spesialisasi pada produk yang tidak dapat diproduksi di negara tersebut secara
(27)
efisien. Secara umum, teori absolut advantage (keunggulan mutlak) ini didasarkan kepada beberapa asumsi pokok antara lain: a) Faktor produksi yang digunakan hanya tenaga kerja saja; b) Kualitas barang yang diproduksi kedua negara sama; c) Pertukaran dilakukan secara barter atau tanpa uang; d) Biaya transpor ditiadakan.
Dengan kata lain, keunggulan absolut adalah keuntungan yang dimiliki oleh suatu negara atau daerah atas negara atau daerah lain dalam memproduksi suatu produk disebabkan oleh adanya keunggulan atau kelebihan yang dimilikinya yang tidak dimiliki oleh negara atau daerah lain tersebut misalnya karena faktor tenaga kerja yang melimpah dan murah, dan sumber daya alam.
Sementara itu, teori comparative advantage (keunggulan komparatif) dikemukakan lebih mendalam lagi tentang keunggulan tiap negara atau daerah. Dalam teori Ricardo tersebut membuktikan bahwa apabila ada dua negara yang saling berdagang dan masing-masing negara mengkonsentrasikan diri untuk mengekspor barang yang bagi negara tersebut memiliki keunggulan komparatif, maka kedua negara tersebut akan beruntung. Dalam ekonomi regional, keunggulan komparatif suatu komoditi bagi suatu daerah adalah bahwa komoditi itu lebih unggul secara relatif dengan komoditi lain di daerahnya. Pengertian unggul dalam hal ini adalah dalam bentuk perbandingan dan bukan dalam bentuk nilai tambah riil. Dengan kata lain, Tarigan (2005) menyebutkan bahwa keunggulan komparatif adalah suatu kegiatan ekonomi yang menurut perbandingan lebih menguntungkan bagi pengembangan daerah.
(28)
Namun keunggulan komparatif ini memiliki keterbatasan sebagai suatu konsep statis berdasarkan kepemilikan faktor produksi yang diasumsikan memberikan tingkat pengembalian yang semakin menurun dan tingkat teknologi yang sama antar negara. Selain itu, peran pemerintah dalam peningkatan daya saing tidak dijadikan pertimbangan.
Dari keterbatasan-keterbatasan tersebut kemudian memunculkan pemikiran baru tentang keunggulan kompetitif yang dapat didefinisikan sebagai suatu komoditi atau sektor ekonomi terbentuk dengan kinerja yang dimilikinya, sehingga dapat unggul dari komoditi atau sektor ekonomi lainnya. Menurut
Sumihardjo (2008) keunggulan kompetitif adalah merujuk pada
kemampuan sebuah industri untuk memformulasikan strategi yang menempatkannya pada suatu posisi yang menguntungkan berkaitan dengan perusahaan lainnya. Keunggulan kompetitif muncul bila pelanggan merasa bahwa mereka menerima nilai lebih dari transaksi yang dilakukan dengan sebuah industri pesaingnya.
Konsep keunggulan kompetitif pertama kali dikembangkan oleh Porter (1990) dengan empat faktor utama yang menentukan daya saing yaitu kondisi faktor, kondisi permintaan, industri pendukung dan terkait, serta kondisi strategi, struktur perusahaan dan persaingan. Selain keempat faktor tersebut, ada dua faktor yang memengaruhi interaksi antara keempat faktor tersebut yaitu peran pemerintah dan peran kesempatan. Secara bersama-sama, faktor-faktor tersebut membentuk sistem dalam peningkatan keunggulan daya saing yang disebut
(29)
Lebih lanjut,daya saing menurut Porter (1995) dapat didefinisikan sebagai kemampuan usaha suatu perusahaan dalam industri untuk menghadapi berbagai lingkungan yang dihadapi. Daya saing ditentukan oleh keunggulan bersaing suatu perusahaan dan sangat bergantung pada tingkat sumber daya relatif yang dimilikinya atau biasa kita sebut keunggulan kompetitif. Konsep keunggulan kompetitif adalah suatu cara yang dilakukan oleh perusahaan untuk memperkuat posisinya dalam menghadapi pesaing dan mampu menunjukkan perbedaan-perbedaan dengan lainnya. Selanjutunya Porter menjelaskan pentingnya daya saing karena tiga hal berikut: (1) mendorong produktivitas dan meningkatkan kemampuan mandiri ; (2) dapat meningkatkan kapasitas ekonomi, baik dalam konteks regional ekonomi maupun entitas pelaku ekonomi sehingga pertumbuhan ekonomi meningkat ; (3) kepercayaan bahwa mekanisme pasar lebih menciptakan efisiensi.
Sementara dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses, dinyatakan bahwa daya saing adalah kemampuan untuk menunjukkan hasil yang lebih baik, lebih cepat atau lebih bermakna. Kemampuan yang dimaksud adalah (1) kemampuan memperkokoh pangsa pasarnya, (2) kemampuan menghubungkan dengan lingkungannya, (3) kemampuan meningkatkan kinerja tanpa henti, (4) kemampuan menegakkan posisi yang menguntungkan. Dengan menggunakan kinerja atau melihat indikator tertentu sebagai acuan, maka dapat diukur tingkat kuat lemahnya daya saing.
(30)
2.1.4 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Daya Saing
Tinggi rendahnya daya saing suatu industri/institusi tergantung kepada faktor-faktor yang memengaruhinya. Ruang lingkup daya saing pada skala makro menurut Sumihardjo (2008) meliputi: “(1) perekonomian daerah, (2) keterbukaan, (3) sistem keuangan, (4) infrastruktur dan sumber daya alam, (5) ilmu pengetahuan dan teknologi, (6) sumber daya alam, (7) kelembagaan,
(8) governance dan kebijakan pemerintah, dan (9) manajemen dan ekonomi
mikro.”
Sumber : Porter, 1995.
Gambar 2.1 Bagan Porter’s Diamond
Dalam hal ini, ruang lingkup penentu daya saing berdasarkan konsep
Porter’s Diamond. Adapun elemen-elemen daya saing yang dikaji dalam Porter’s
Diamond meliputi kondisi faktor, kondisi permintaan, kondisi strategi perusahaan
dan pesaing, serta industri pendukung dan terkait. Ada pula peran pemerintah dan Peran
Pemerintah
Kondisi Faktor
Kondisi Permintaan Kondisi Strategi
Perusahaan dan Pesaing
Peran Kesempatan Industri Pendukung dan
(31)
peran kesempatan yang tidak berpengaruh langsung terhadap daya saing. Hal ini dapat digambarkan pada Gambar 2.1 di atas.
Penjelasan tentang komponen-komponen Porter’s Diamond dalam bagan di atas adalah sebagai berikut (Daryanto dan Hafizrianda, 2010).
1. Kondisi faktor yaitu kondisi berdasarkan sumber daya alam, sumber daya manusia, modal, teknologi, serta berbagai infrastruktur. Semakin tinggi kualitas faktor input, maka semakin besar peluang industri untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas.
a. Sumber daya alam merupakan faktor yang berupa ketersediaan lahan, indikatornya kuantitas, kualitas, aksesibilitas, harga tanah, air, serta sumber daya alam lainnya.
b. Sumber daya manusia yang terdiri dari indikator jumlah tenaga kerja, kualitas tenaga kerja, dan tingkat upah serta standar jam kerja.
c. Teknologi yang merupakan faktor penting dalam persaingan agar tercipta keefektifan dan keefisienan.
d. Infrastruktur yang berupa ketersediaan jenis, mutu/kualitas sarana prasarana guna menunjang persaingan.
2. Kondisi permintaan merupakan kondisi dan sifat asal untuk barang dan jasa yang sangat penting untuk keunggulan kompetitif. Kondisi ini sangat penting dalam menciptakan keunggulan daya saing karena bagaimana perusahaan menerima, menginterpretasikan, dan memberi reaksi pada kebutuhan konsumen/pelanggan. Semakin maju suatu masyarakat dan semakin demanding
(32)
kualitas produk atau melakukan inovasi guna memenuhi keinginan pelanggan lokal. Namun, dengan adanya perdagangan internasional, kondisi permintaan tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga bersumber dari luar negeri.
3. Kondisi strategi dan struktur perusahaan meliputi strategi dan struktur perusahaan domestik, tujuan perusahaan dan individu serta persaingan domestik. Kondisi strategi ini penting karena akan mendorong perusahaan dalam industri untuk melakukan inovasi, produktivitas, efisiensi, efektivitas, dan kualitas produk yang dihasilkan. Dengan adanya persaingan yang ketat, perusahaan akan selalu mencari strategi baru yang cocok dan berupaya untuk selau meningkatkan efisiensi dan efektivitas.
4. Kondisi industri pendukung dan industri terkait yang mempunyai keunggulan daya saing akan memberikan potensi keunggulan bagi industri di suatu wilayah. Hal ini disebabkan industri pemasok menghasilkan input yang digunakan secara meluas dan penting bagi inovasi dan internasionalisasi. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama transaction cost, sharing technology, informasi maupun keahlian tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan lainnya. Manfaat lain industri pemasok dan terkait adalah akan terciptanya daya saing dan produktivitas yang meningkat.
5. Peran pemerintah merupakan faktor yang tidak berpengaruh langsung terhadap peningkatan daya saing akan tetapi berpengaruh terhadap faktor-faktor penentu daya saingnya. Pengaruh pemerintah dapat terjadi melalui kebijakan-kebijakan pemerintah. Pengaruh yang dapat diberikan pemerintah terhadap keempat faktor penentu keunggulan daya saing adalah sebagai berikut:
(33)
a. Kondisi faktor produksi dipengaruhi melalui kebijakan-kebijakan publik seperti subsidi dan kebijakan pendidikan.
b. Kondisi permintaan pasar dipengaruhi melalui penentuan standar produk lokal. c. Industri-industri terkait dan pendukung di dalam suatu wilayah dipengaruhi dengan melakukan pengontrolan terhadap media periklanan maupun melakukan regulasi yang diperlukan.
d. Strategi perusahaan, struktur, dan persaingan dipengaruhi melalui berbagai perangkat lunak seperti regulasi pasar modal, kebijakan pajak dan antitrust.
Selain itu, pemerintah memegang peranan dalam kemudahan akses birokrasi serta perbaikan kualitas infrastruktur.
6. Peran kesempatan/peluang berada diluar kendali perusahaan atau pemerintah yang akan menciptakan lingkungan bersaing dan memengaruhi tingkat daya saing, seperti penemuan baru, terobosan teknologi dasar, perkembangan politik eksternal, dan perubahan besar dalam permintaan pasar asing, peran kesempatan ini akan menciptakan atau menambah kekayaan tambahan.
2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu
Berkaitan dengan penelitian ini ada beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti lain sebelumnya yang permasalahannya hampir sama dengan penelitian yang dilakukan sekarang, diantaranya:
Maulida (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “ Analisis Sektor Basis dan Potensi Daya Saing Pariwisata Kabupaten Tasikmalaya Pasca Otonomi Daerah” dengan menggunakan alat analisis Loqation Quotient (LQ), metode Shift
(34)
Share, dan Porter’s Diamond menyatakan bahwa sektor pariwisata Kabupaten Tasikmalaya merupakan sektor basis selama tahun 2003-2004, tetapi pada tahun 2005-2007 menjadi sektor nonbasis. Berdasarkan analisis Shift Share dalam komponen pertumbuhan wilayah, sektor pariwisata termasuk ke dalam kelompok yang pertumbuhannya lambat dan kurang berdaya saing. Selain itu, potensi dan kondisi yang memengaruhi daya saing pariwisata kabupaten Tasikmalaya dengan menggunakan Porter’s Diamond menunjukkan kondisi yang kurang berdaya saing. Faktor yang menjadi keunggulan pariwisata kabupaten Tasikmalaya adalah sumber daya alam, sumber daya manusia, kondisi permintaan domestik, peranan pemerintah, persaingan, dan bisnis souvenir. Kelemahan pariwisata kabupaten Tasikmalaya adalah sumberdaya modal, infrastruktur, industri pendukung dan terkait, dan strategi pemasaran.
Yulianti (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor Penentu Daya saing dan preferensi Wisatawan Berwisata ke Kota Bogor” dengan menggunakan pendekatan Porter’s Diamond dan metode Probit menyebutkan bahwa potensi dan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing kepariwisataan kota Bogor menarik dan beragam namun tidak diiringi jumlah kunjungan wisatawan yang terus meningkat. Hal ini dikarenakan fasilitas kepariwisataan masih kurang mendukung baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Selain itu juga anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk pengembangan kepariwisataan kota Bogor masih sangat kurang untuk mebiayai peningkatan kualitas maupun kuantitas kepariwisataan kota Bogor.
(35)
Kemudian faktor-faktor yang memengaruhi preferensi wisatawan dalam berwisata ke kota Bogor adalah variabel pendidikan, intensitas biaya, dan kenyamanan. Semua variabel signifikan pada taraf nyata 10 persen. Variabel yang berpengaruh positif yaitu intensitas, biaya, dan kenyamanan sehingga semakin besar variabel-variabel tersebut semakin besar pula peluang wisatawan yang preferensi wisatanya ke kota Bogor. Oleh karena itu, strategi yang dapat direkomendasikan adalah peningkatan anggaran dari pemerintah kota Bogor, yaitu harus lebih berkoordinasi dengan pihak swasta yang bergerak di bidang bisnis pariwisata dan gencar melakukan promosi tentang kepariwisataan kota Bogor.
Trisnawati, et al (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya Saing Industri Pariwisata untuk Meningkatkan Ekonomi Daerah (Kajian Perbandingan Daya Saing Pariwisata antara Surakarta dengan Yogyakarta)” dengan menggunakan alat analisis kuantitatif index composite menyatakan bahwa indeks daya saing pariwisata di Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Beberapa penyebab hal ini dapat terjadi karena dijelaskan pada setiap indikator yang membentuk indeks daya saing di sektor pariwisata.
Berdasarkan human tourism indicator, hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah turis baik domestik maupun mancanegara lebih banyak di Yogyakarta. Bidang kepariwisataan juga telah menyumbangkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang cukup besar bagi kota Yogyakarta dibandingkan Surakarta. Berdasarkan Price Competitiveness Indicator (PCI) menunjukkan bahwa indeks PPP lebih tinggi di kota Yogyakarta dibandingkan dengan kota Surakarta. Berdasarkan Infrastructure Development Indicator (IDI) menunjukkan bahwa
(36)
pendapatan perkapita di kedua destinasi tersebut adalah tidak berbeda secara nyata, namun pertumbuhan pendapatan perkapita Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan Surakarta.
Berdasarkan Environment Indicator (EI) menunjukkan bahwa tingkat kepadatan penduduk di kedua destinasi tersebut tidak berbeda secara nyata. Berdasarkan Technology Advancement Indicator (TAI) menunjukkan bahwa indeks teknologi di daerah destinasi Yogyakarta lebih tinggi. Berdasarkan Human
Resources Indicator (HRI) menunjukkan bahwa indeks pendidikan di destinasi
Yogyakarta lebih tinggi dibandingkan Surakarta. Berdasarkan Openess Indicator
(OI), daya saing pariwisata destinasi Yogyakarta juga menunjukkan angka lebih
tinggi. Terakhir, Berdasarkan Social Development Indicator (SDI) menunjukkan bahwa rata-rata masa tinggal turis di Yogyakarta lebih lama dibandingkan di Surakarta.
2.3 Kerangka Pemikiran
2.3.1 Alur Kerangka Penelitian
Analisis Shift-Share merupakan salah satu analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi sumber pertumbuhan ekonomi baik dari sisi pendapatan maupun sisi tenaga kerja pada suatu wilayah tertentu. Secara umum, terdapat tiga komponen utama dalam analisis Shift Share (Budiharsono, 2001), yaitu komponen Pertumbuhan Nasional (PN), komponen Pertumbuhan Proporsional (PP), dan komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW).
(37)
Pada penelitian ini, metode shift share digunakan untuk menganalisis apakah sektor pariwisata kota Bogor memiliki daya saing jika dibandingkan sektor yang sama di kabupaten/kota lain di Jawa Barat. Perhitungan berdasarkan nilai mencerminkan suatu sistem perhitungan semata dan tidak analitik, sehingga metode ini tidak dapat menganalisis perkembangan posisi daya saing sektor tersebut di Jawa Barat.
Selanjutnya, posisi daya saing sektor pariwisata kota Bogor dibandingkan daerah sekitar dan seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat dapat diukur dan dianalisis dengan komposit indeks yang telah diberi peringkat. Kemudian, dengan analisis radar akan membandingkan daya saing sektor pariwisata relatif terhadap daerah sekitar kota Bogor. Analisis radar ini memaparkan kesembilan komponen pembentuk daya saing tersebut sehingga dapat terlihat komponen variabel apa yang paling menentukan daya saing. Adapun variabel-variabel tersebut antara lain, jumlah objek wisata, jumlah tenaga kerja, jumlah wisatawan mancanegara, jumlah wisatawan nusantara, anggaran pemerintah, infrastruktur jalan, jumlah hotel, restoran, dan biro perjalanan wisata. Perkembangan posisi daya saing sektor pariwisata Jawa Barat dapat dijelaskan dengan analisis kuadran dimana analisis ini pada umumnya digunakan untuk memetakan suatu objek pada 2 kondisi yang saling berkaitan. Perkembangan posisi daya saing tersebut dibentuk dari dua kondisi yaitu sumbu X (peran kesempatan) dan sumbu Y (peran pemerintah).
Faktor-faktor penentu daya saing sektor pariwisata kota Bogor dapat dianalisis menggunakan metode komposit indeks karena metode ini dapat menormalisasikan berbagai keragaan faktor dan variabel dimana dapat terlihat
(38)
dari nilai indeks yang dibentuk. Kemudian dari faktor-faktor yang kurang unggul karena nilai indeksnya yang kecil, dapat dibuat strategi kebijakan yang harus dilakukan pemerintah kota Bogor dalam meningkatkan daya saing sektor pariwisata.
2.3.2 Kerangka Pikir Konseptual
Setiap daerah pasti memiliki potensi yang dimiliki untuk pembangunan perekonomiannya agar tidak tertinggal dengan wilayah lain. Pembangunan ekonomi tersebut merupakan hasil dari kinerja sektor-sektor ekonomi daerah yang potensial. Salah satu potensi yang dimiliki oleh kota Bogor adalah sektor pariwisata. Sektor ini merupakan sektor yang cukup memberikan pendapatan daerah yang tinggi melalui PDRB. Selain itu, sektor pariwisata kota Bogor mampu menarik perhatian para wisatawan, baik wisatawan lokal maupun mancanegara karena banyak jenis objek wisata dan akomodasi yang memiliki daya tarik tersendiri untuk para wisatawan tersebut.
Setiap daerah memiliki daya tarik sendiri menawarkan sektor pariwisatanya. Hal ini karena masing-masing daerah memiliki potensi pariwisata yang berbeda. Kota Bogor bukan satu-satunya daerah di Jawa Barat yang mempunyai potensi pariwisata yang baik, masih banyak kabupaten/kota lain yang mempunyai pariwisata yang menarik perhatian wisatawan. Untuk itu, perlu dikaji secara lebih mendalam terhadap potensi dan faktor-faktor apa saja yang dapat dijadikan kekuatan daya saing pariwisata kota Bogor dibandingkan kabupaten/kota lain di Jawa Barat.
(39)
Referensi dalam meningkatkan daya saing pariwisata kota Bogor dapat dilihat dari faktor-faktor yang menentukan daya saing tersebut yang terdiri dari kondisi faktor, kondisi permintaan, strategi daerah, dan industri pendukung dan terkait. Pada penelitian ini kondisi faktor terdiri dari variabel jumlah objek wisata dan jumlah tenaga kerja, kondisi permintaan terdiri dari jumlah wisatawan baik mancanegara maupun nusantara (wisman dan wisnus), sementara faktor strategi daerah terdiri dari variabel infrastruktur jalan dan anggaran pemerintah, kemudian faktor terakhir industri pendukung dan terkait terdiri dari jumlah hotel, restoran, dan biro perjalanan wisata. Komponen-komponen dari faktor tersebut dipilih karena beberapa penelitian terdahulu menggunakan komponen tersebut untuk menentukan daya saing dan memang dapat dijadikan indikator pariwisata.
Daya saing sektor pariwisata memberikan peranan yang cukup besar bagi pembangunan ekonomi suatu daerah. Daya saing tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap perekonomian daerah kota Bogor seperti meningkatkan penyerapan tenaga kerja, meningkatkan pendapatan daerah, dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Dengan demikian pemerintah kota Bogor dapat menetapkan strategi kebijakan agar pariwisata kota Bogor terus berkembang dan lebih mampu berdaya saing dengan daerah lain di Jawa Barat dan luar Jawa Barat.
(40)
Gambar 2.2 Kerangka Pikir Konseptual Keterangan:
= pengaruh
Daya saing pariwisata kota Bogor
KONDISI PERMINTAAN - Jumlah wisman - Jumlah wisnus STRATEGI DAERAH
- Anggaran pemerintah - Infrastruktur jalan
INDUSTRI PENDUKUNG - Jumlah hotel
- Jumlah restoran
- Jumlah biro perjalanan wisata - Jumlah objek wisata - Jumlah tenaga kerja
Penyerapan tenaga kerja
Peningkatan pendapatan daerah
Pertumbuhan ekonomi
(41)
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis, Sumber, dan Metode Pengumpulan Data
Data yang dipakai dan dibutuhkan sebagai bahan analisis penelitian ini adalah data sekunder dan data primer yang diperoleh dari hasil wawancara dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor. Data-data yang dikumpulkan tersebut antara lain data yang berkaitan dengan variabel penelitian ini yaitu faktor produksi, permintaan domestik dan mancanegara, strategi dan struktur perusahaan serta pesaing, dan industri terkait dan pendukung serta data-data lain yang terkait penelitian seperti dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Bogor. Data-data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bogor, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat, Badan Perencanaan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, dan instansi terkait lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini serta literatur dari internet.
3.2 Faktor dan Variabel-Variabel Penelitian
Dalam penelitian ini digunakan faktor-faktor daya saing, yaitu : kondisi faktor produksi, permintaan, strategi dan struktur perusahaan, serta industri terkait dan pendukung. Faktor-faktor tersebut dibangun melalui kombinasi sejumlah variabel melalui metode indeksasi.
1. Kondisi faktor produksi
Faktor ini terdiri dari sumber daya alam dan sumber daya manusia berupa objek wisata dan jumlah tenaga kerja yang bekerja di bidang kepariwisataan.
(42)
2. Kondisi permintaan
Faktor ini terdiri dari jumlah wisatawan yakni jumlah wisatawan mancanegara dan jumlah wisatawan nusantara, baik wisatawan ke objek wisata maupun ke hotel.
3. Strategi dan struktur perusahaan
Faktor ini terdiri dari infrasruktur jalan dan anggaran yang disediakan pemerintah untuk pariwisata.
4. Industri pendukung dan terkait
Faktor ini terdiri dari jumlah hotel, jumlah restoran, dan jumlah biro perjalanan.
3.3 Metode Analisis
Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk menjawab permasalahan-permasalahan adalah shift share, komposit indeks, analisis radar, analisis kuadran.
3.3.1 Analisis Shift Share
Secara umum, terdapat tiga komponen utama dalam analisis Shift Share
(Budiharsono, 2001). Ketiga komponen tersebut adalah komponen Pertumbuhan Nasional (PN), komponen Pertumbuhan Proposional (PP), komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW).
1. Komponen Pertumbuhan Nasional (PN)
Merupakan perubahan produksi/kesempatan kerja suatu wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi/kesempatan kerja nasional, perubahan
(43)
kebijakan ekonomi nasional atau perubahan dalam hal-hal yang mempengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah.
2. Komponen Pertumbuhan Proposional (PP)
Komponen ini disebut juga dengan istilah Proportional Shift, timbul karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar sehingga ditunjukkan perubahan relatif (naik/turun) kinerja suatu sektor.
3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)
Komponen ini disebut juga dengan istilah Differential Shift, timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB/kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya sehingga dapat diketahui seberapa jauh daya saing industri daerah (lokal) dengan perekonomian yang dijadikan acuan.
Rumusan dari analisis shift share adalah sebagai berikut: a. ri (Laju pertumbuhan output sektor pariwisata kota Bogor)
Y’ij - Yij
ri = ………(3.1) Yij
Dimana:
ri = rasio output sektor i pada wilayah j.
Yij = output dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis. Y’ij = output dari sektor i pada wilayah j pada tahun akhir analisis. b. Ri (Laju pertumbuhan output sektor pariwisata Jawa Barat)
Y’i – Yi
Ri = ………..(3.2) Yi
(44)
Dimana:
Ri = rasio output/kesempatan kerja (provinsi) dari sektor i. Y’i = output (provinsi) dari sektor i pada tahun akhir analisis. Yi = output (provinsi) dari sektor i pada tahun dasar analisis c. Ra (Laju pertumbuhan output Jawa Barat)
Y’.. – Y..
Ra = ………..(3.3)
Y..
Dimana:
Ra = rasio output (provinsi).
Y’.. = output (provinsi) pada tahun akhir analisis. Y.. = output (provinsi) pada tahun dasar analisis. d. Komponen Pertumbuhan Nasional (PN)
PNij = (Ra)Yij ………(3.4) Dimana:
PNij = komponen pertumbuhan nasional sektor i untuk wilayah j. Yij = output kerja dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis. e. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)
PPij = (Ri – Ra)Yij ……….(3.5) Dimana:
PPij = komponen pertumbuhan proporsional sektor i untuk wilayah j. Yij = output dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis.
Apabila:
PPij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah j pertumbuhannya lamban. PPij > 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah j pertumbuhannya cepat. f. Komponen Pertumbuhan Pangsa wilayah (PPW)
(45)
Dimana:
PPWij = komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i untuk wilayah j. Yij = output dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis. Apabila:
PPWij > 0, berarti sektor i pada wilayah j mempunyai daya saing yang baik dibandingkan dengan sektor/wilayah lainnya untuk sektor i.
PPWij < 0, berarti sektor/wilayah j tidak dapat bersaing dengan baik dibandingkan dengan sektor/wilayah lainnya untuk sektor i.
g. Pertumbuhan Bersih (PB)
PB = PP + PPW ………(3.7) Apabila:
PB > 0, berarti sektor i pada wilayah j mengalami kemjuan ekonomi (progresif) PB < 0, berarti sektor i pada wilayah j mengalami perlambatan ekonomi
h. Keunggulan Kompetitif
Suatu sektor mempunyai keunggulan kompetitif apabila ri – Ri > 0. i. Spesialisasi
Suatu sektor mempunyai spesialisasi apabila variabel wilayah nyata lebih besar daripada variabel yang diharapkan ( Yij - Ŷij > 0).
Dimana : Ŷij = Yij(Yi/Y..)
3.3.2 Komposit Indeks
Indeksasi banyak digunakan sebagai metode menghitung tingkat daya saing. Keragaan faktor dan variabel kompleks, sumberdaya yang berbeda antar daerah, dapat pula dinormalisasikan dengan metode ini. Indeksasi dilakukan
(46)
dengan mentabulasikan data dan mengolahnya dengan metode normalisasi data. Keunggulan metode ini antara lain :
1. Prosesnya mudah atau sederhana untuk dilakukan;
2. Tidak memerlukan peralatan (software) tertentu maupun keahlian spesifik. Hanya membutuhkan operasi matematika sederhana;
3. Pergerakan data pada setiap kriteria, sub kriteria, dan variabel dengan mudah dapat ditelusuri, untuk keperluan analisis pada setiap kriteria maupun sub kriteria.
Tahapan analisis data yang dilakukan, yaitu:
1. Menghitung indeks pariwisata dari indikator-indikator (variabel) pembentuk indeks daya saing yang telah dijelaskan sebelumnya dengan formula :
Xij – Minj
X’ij = ………...(3.8) (Maxj – Minj)
Dimana:
X’ij = Nilai kabupaten/kota ke-i untuk variabel ke-j, yang distandarisasi Xij = Nilai data asal kabupaten/kota ke-i variabel ke-j
Minj = Nilai minimum variabel ke-j Maxj = Nilai maksimun variabel ke-j
2. Dari hasil standarisasi data tersebut kemudian dihitung rata-rata pada masing-masing kelompok variabel. Nilai dari rata-rata kelompok variabel tersebut menghasilkan indeks daya saing daerah. Karena satu faktor yang dianalisis menggunakan beberapa variabel, maka indeks untuk faktor yang dimaksud disusun berdasarkan rata-rata nilai indeks seluruh variabel pembentuknya. Rumusan indeks faktor daya saing yang dimaksud dapat dirumuskan secara metamatis sebagai berikut:
(47)
ivi,1 + ivi,2 + ivi,3 +…+ ivi,n
ifi,k = ………(3.9) n
Dimana:
ifi,k = Indeks faktor daya saing ke-k untuk daerah ke-i.
ivi,n = Indeks variabel ke-n (untuk masing-masing faktor daya saing k), untuk daerah ke-i.
n = Jumlah variabel untuk masing-masing faktor daya saing.
3. Setelah mengetahui nilai indeks tiap faktor, dapat membandingkan dan menentukan posisi daya saing industri pariwisata kota Bogor dengan kabupaten/kota lain di Jawa Barat dengan memberi peringkat pada tiap daerah.
3.3.3 Analisis Radar
Analisis yang digunakan untuk menjelaskan/menggambarkan bagaimana perbandingan beberapa objek terhadap ukuran. Dalam penelitian ini, akan membandingkan daya saing relatif terhadap daerah sekitar kota Bogor. Cara memetakan analisis ini yaitu perbandingan objek kota Bogor dan daerah sekitar (kabupaten Bogor, kabupaten Cianjur, kota Depok, kota Sukabumi, kota Bekasi, dan kota Bandung) terhadap ukuran daya saing yang terdiri dari sembilan komponen faktor sehingga dapat terbentuk radar tersebut.
3.3.4 Analisis Kuadran
Analisis kuadran umumnya digunakan untuk memetakan suatu objek pada dua kondisi yang saling berkaitan. Dengan demikian, melalui analisis kuadran ini dapat diketahui kondisi relatif satu objek terhadap objek lainnya dalam dua ukuran
(48)
yang saling berkaitan. Sementara itu untuk melakukan analisis kuadran, masing-masing objek dipetakan dalam satu Diagram Kartesius. Terdapat dua komponen penting dalam Diagram Kartesius. Pertama garis potong (garis tolak) sumbu X dan sumbu Y, serta kedua adalah empat kuadran yang dihasilkan dari perpotongan sumbu X dan sumbu Y. Untuk menentukan titik potong digunakan nilai rata-rata dari nilai X dan nilai Y seluruh objek (1,...,j), yaitu:
1 ∑ X(Y)j
j
X(Y) = ... (3.10) j
Dari kedua garis potong di atas akan dihasilkan empat kuadran. Kondisi yang interpretasi masing-masing kuadran akan sangat bergantung pada arah dan keterkaitan antara kedua ukuran yang digunakan. Dalam penelitian ini digunakan pendekatan analisis kuadran seperti yang digunakan Briguglio (2004). Empat kuadran yang dihasilkan diinterpretasikan sebagai empat skenario dimana masing-masing kuadran dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Kuadran 1, diintepretasikan dengan nilai pemerintah positif, tetapi peran kesempatan negatif sehingga pada posisi ini masih dapat keluar dari area kuadrannya.
2. Kuadran 2, diintepretasikan dengan nilai peran pemerintah dan peran kesempatan positif sehingga posisinya sudah baik.
3. Kuadran 3, diintepretasikan dengan nilai peran pemerintah negatif, tetapi peran kesempatan positif sehingga sama dengan kuadran 1, posisi ini masih dapat keluar dari area kuadrannya.
(49)
4. Kuadran 4, diintepretasikan dengan nilai peran pemerintah dan peran kesempatan negatif sehingga sulit untuk keluar dari area kuadrannya.
Secara grafik dapat dijelaskan seperti pada Gambar 3.1 di bawah ini. Pada tingkatan aggregatif Provinsi, analisis ini dapat diketahui tingkat perkembangan daya saing pariwisata seluruh daerah Jawa Barat.
Gambar 3.1 Analisis Kuadran Posisi Perkembangan Daya Saing Pariwisata Jawa Barat
Kuadran 3
• Nilai peran pemerintah
negatif, tetapi peran kesempatan positif
• Posisi cukup baik, dapat
keluar dari area ini
Peran kesempatan
Peran pemeri
ntah
Kuadran 2
• Nilai peran pemerintah dan
peran kesempatan positif
• Posisi baik
Kuadran 1
• Nilai peran pemerintah positif
tetapi peran kesempatan negatif
• Posisi cukup baik, dapat keluar
dari area ini
Kuadran 4
• Nilai peran pemerintah dan
peran kesempatan negatif
• Posisi kurang baik, sulit keluar
dari area ini
Average (Y)
(50)
IV. GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR
4.1 Gambaran Umum
4.1.1 Kondisi Demografis 4.1.1.1 Kondisi Geografis
Kota Bogor dengan luas 11.850 ha, terletak pada 106º 48’ Bujur Timur dan 6º 36’ Lintang Selatan, ± 56 Km Selatan dari Ibu Kota Jakarta dan ± 130 Km Barat Kota Bandung, Ibukota Provinsi Jawa Barat. Wilayah Administrasi Kota Bogor dibagi menjadi 6 kecamatan dan 68 kelurahan, 758 RW dan 3.392 RT.
Peta Jawa Barat
(51)
Wilayah Kota Bogor berbatasan dengan :
a. Sebelah Utara : Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor.
b. Sebelah Timur : Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.
c. Sebelah Barat : Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor.
d. Sebelah Selatan : Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor.
Kota Bogor berada di ketinggian 190 – 330 mdpl, dengan kemiringan lereng berkisar 0 – 2 persen sampai dengan > 40 persen, dengan luas menurut kemiringan lereng yakni 0 – 2 persen (datar) seluas 1.763,94 ha, 2 – 15 persen (landai) seluas 8.091,27 ha, 15 – 25 persen (agak curam) seluas 1.109,89 ha, 25 – 40 persen (curam) seluas 764,96 ha, dan > 40 persen (sangat curam) seluas 119,94 ha.
Suhu udara rata-rata setiap bulannya 26o C, dan kelembaban udara kurang lebih 70 persen. Kota Bogor disebut kota Hujan karena memiliki curah hujan rata-rata yang tinggi, yaitu berkisar 4.000 sampai 4.500 mm/tahun. Kota Bogor memiliki struktur geologi aliran andesit seluas 2.719,61 ha, kipas aluvial seluas 3.249,98 ha, endapan seluas 1.372,68 ha, tufa seluas 3.395,17 ha, dan lanau breksi tuf aan dan capili seluas 1.112,56 ha. Secara umum, kota Bogor ditutupi oleh batuan vulkanik yang berasal dari endapan (batuan sedimen) dua gunung berapi, yaitu Gunung Pangrango (berupa batuan breksi tupaan/kpal). Lapisan batuan ini
(52)
berada agak dalam dari permukaan tanah dan jauh dari aliran sungai. Endapan permukaan umumnya berupa alluvial yang tersusun oleh tanah, pasir, dan kerikil hasil pelapukan endapan, yang tentunya baik untuk vegetasi.
Tanah yang ada di seluruh wilayah kota Bogor umumnya memiliki sifat agak peka terhadap erosi, yang sebagian besar mengandung tanah liat (clay), dengan tekstur tanah yang umumnya halus hingga agak kasar, kecuali di Kecamatan Bogor Barat, Tanah Sareal dan Bogor Tengah yang terdapat tanah yang bertekstur kasar. Wilayah kota Bogor dialiri oleh 2 sungai besar yaitu Sungai Ciliwung dan Sungai Cisadane dan anak-anak sungai, yang secara keseluruhan anak-anak sungai (Sungai Cipakancilan, Sungai Cidepit, Sungai Ciparigi, dan Sungai Cibalok ) itu membentuk pola aliran pararel-sub pararel sehingga mempercepat waktu mencapai debit puncak (time to peak) pada 2 sungai besar tersebut. Kota Bogor memanfaatkan kedua sungai ini sebagai sumber air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum.
Sumber air bagi kota Bogor diperoleh dari sungai, air tanah, dan mata air. Kedalaman air tanah bervariasi sek itar 3-12 m, kedalaman muka air tanah dalam keadaan normal (musim hujan) berkisar 3-6 m, sedangkan pada musim kemarau kedalaman muka air tanah mencapai 10-12 m. Kualitas air tanah di kota Bogor terbilang cukup baik. Sumberdaya alam lainnya berupa flora dan f auna juga ditemukan di Kota Bogor. Sejumlah tanaman tropis yang langka dapat ditemui di Kebun Raya Bogor yang dikenal memiliki koleksi tanaman tropis yang terlengkap di dunia. Selain itu, tanaman sayuran dan buah - buahan serta tanaman hias dan tanaman obat-obatan masih banyak diusahakan oleh masyarakat terutama di
(53)
Kecamatan Bogor Selatan dan Bogor Barat. Kawasan rawan bencana di kota Bogor adalah kawasan yang sering mengalami bahaya longsor dan kawasan yang rawan banjir. Daerah yang sering longsor umumnya di sekitar tebing sungai, sedangkan daerah yang rawan banjir hanya merupakan titik genangan yang tersebar pada beberapa kecamatan.
Dengan kondisi geografis yang relatif lebih baik dibandingkan dengan wilayah lainnya di kawasan Jabodetabek, maka kota Bogor mempunyai potensi yakni menjadi tujuan utama bermukim para pekerja di DKI Jakarta, serta tujuan wisata penduduk DKI Jakarta dan sekitarnya. Pertumbuhan yang cepat ini harus diiringi dengan upaya mempertahankan ruang terbuka hijau seluas 30 persen dari luas kota, pembangunan sumur resapan dan kolam retensi untuk meningkatkan penyerapan air ke dalam tanah dan mencegah tingginya debit drainase yang ada yang dapat menimbulkan banjir. Perkuatan kepada sempadan sungai maupun tebing yang sewaktu -waktu dapat menimbulkan bencana longsor juga penting untuk dilakukan.
4.1.1.2 Kondisi Penduduk
Jumlah penduduk kota Bogor terus mengalami pertumbuhan sehingga menimbulkan tingkat kepadatan yang makin tinggi pula. Angka pertumbuhan penduduk ini dipengaruhi oleh faktor alamiah (kelahiran dan kematian) dan faktor migrasi masuk dan keluar. Jumlah penduduk kota Bogor pada tahun 2009 adalah 895.596 jiwa dengan luas wilayah 118,50 km2 kepadatan penduduk kota Bogor tahun 2009 adalah 7.951 jiwa/km2 (Bogor Dalam Angka 2010).
(54)
Pada tahun 2009 jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur dan jenis kelamin, paling banyak pada umur 20-24 tahun yaitu 107.588 jiwa, dengan proporsi perempuan 55.435 jiwa dan laki-laki 52.153 jiwa. Sedangkan paling sedikit pada umur 60-64 tahun yaitu 20.650 jiwa..
Tabel 4.1 Penduduk Kota Bogor Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2009
Kelompok
Umur Laki-Laki Perempuan
Laki-laki + Perempuan
Rasio Jenis Kelamin
0-4 43.645 43.855 87.500 100
5-9 42.845 46.158 89.003 93
10-14 42.710 43.477 86.187 98
15-19 42.837 44.618 87.455 96
20-24 52.153 55.435 107.588 94
25-29 49.707 48.953 98.660 102
30-34 46.943 43.271 90.214 108
35-39 38.487 35.190 73.677 109
40-44 33.118 29.321 62.439 113
45-49 27.244 22.003 49.247 124
50-54 20.825 16.591 37.416 126
55-59 12.812 10.223 23.035 125
60-64 11.519 9.491 20.650 118
65+ 17.074 16.059 33.133 106
Sumber : BPS Kota Bogor, 2010
4.1.1.3 Kondisi Pendidikan dan Kesehatan
Indikator yang digunakan untuk melihat pembangunan sektor pendidikan salah satunya dengan melihat Rata-Rata Lama Sekolah (RLS). RLS pada tahun 2009 adalah adalah 9,74 tahun meningkat dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini setara dengan SMA tahun pertama. Distribusi RLS antar kecamatan di kota Bogor berbeda, sebagaimana tertuang pada Tabel 4.2.
(55)
RLS diperoleh dengan membandingkan jumlah murid dengan jumlah sekolah pada suatu jenjang pendidikan tertentu baik Sekolah Dasar hingga Sekolah Menengah Atas yang dari tahun ke tahun. Hal ini menandakan bahwa tingkat kepadatan sekolah di kota Bogor makin tinggi, sehingga upaya penanganannya lebih dipusatkan pada peningkatan daya tampung setiap sekolah. Tabel 4.2 Rata-Rata Lama Sekolah (RLS) per Kecamatan di Kota Bogor
Tahun 2005-2009
Kecamatan 2005 2006 2007 2008 2009
Bogor Selatan 8,74 8,78 8,80 8,83 8,85
Bogor Timur 9,63 9,67 9,70 9,73 9,76
Bogor Utara 9,93 9,97 10,00 10,03 10,06
Bogor Tengah 10,11 10,15 10,18 10,21 10,24
Bogor Barat 10,05 10,09 10,12 10,15 10,18
Tanah Sareal 9,25 9,29 9,31 9,34 9,37
Kota Bogor 9,61 9,65 9,68 9,71 9,74
Sumber : Rencana Induk Pembangunan Pendidikan Kota Bogor, 2010
Sarana dan prasarana sanitasi belum mampu menopang kesehatan masyarakat kota Bogor secara keseluruhan. Jamban memiliki peranan cukup signifikan dalam kesehatan masyarakat. Rumah yang memiliki jamban keluarga hanya 74,13 persen. Ini berarti masih sangat banyak masyarakat yang menggunakan sungai sebagai pengganti jamban. Rumah yang memiliki sarana air bersih adalah 91,43 persen. Upaya meningkatkan tingkat kesehatan masyarakat masih perlu mendapat perhatian pada dua hal tersebut.
Program promosi kesehatan lainnya yang dilaksanakan pemerintah kota Bogor adalah bekerjasama dengan LSM yakni Plan Indonesia melalui kegiatan FRESH ( Focussing Resources on Effective School Heatlh) bertujuan untuk meningkatkan efektifitas PHBS di sekolah melalui suatu pendekatan “Anak untuk Anak” atau Sekolah Ramah Anak. Sejak tahun 2004 pemerintah kota Bogor
(56)
menaruh perhatian khusus tentang bahaya merokok dalam upaya mewujudkan PHBS di masyarakat. Dalam implementasinya pemerintah kota Bogor telah menetapkan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) pada tanggal 21 Desember 2009.
4.1.2 Kondisi Ekonomi
Keadaan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kota Bogor, baik atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan 2000 dalam kurun waktu tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 mengalamai peningkatan. PDRB atas dasar harga berlaku sebesar Rp. 6.191,92 milyar dan meningkat menjadi Rp. 11.904,60 milyar di tahun 2009. Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan pada tahun 2005 sebesar Rp. 3.567,23 milyar dan meningkat pada tahun 2009 menjadi Rp. 4.508,71 milyar (BPS Kota Bogor, 2010). Hal ini menggambarkan bahwa dalam kurun waktu lima tahun belakangan ini telah terjadi peningkatan riil yang walaupun tidak terlalu besar tetapi cukup menunjukkan bahwa peningkatan yang terjadi bukan hanya peningkatan yang disebabkan oleh harga yang jauh meningkat atau tingkat inflasi yang terjadi.
Laju pertumbuhan ekonomi kota Bogor dalam kurun waktu lima tahun mengalami pertumbuhan yang fluktuatif, dapat dilihat pada Tabel 4.3 di tahun 2005 laju pertumbuhan ekonomi mencapai 6,12 kemudian turun pada tahun 2006 menjadi 6,03, naik kembali menjadi 6,09 pada tahun 2007, hingga akhirnya pada tahun 2009 laju pertumbuhan mencapai 6,01 Pertumbuhan ekonomi tersebut didukung oleh sembilan sektor lapangan usaha yaitu sektor pertanian, sektor
(57)
industri pengolahan, sektor pertambangan, sektor listrik, gas, dan air, sektor bangunan, sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan, serta sektor-sektor jasa-jasa.
Tabel 4.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009
Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009
Pertanian 4,32 -2,32 3,19 3,18 3,19
Pertambangan dan Pengolahan 1,95 1,78 1,78 1,88 1,2
Industri Pengolahan 6,63 5,68 6,34 6,32 6,34
Listrik, Gas, dan Air bersih 7,05 6,65 6,77 6,82 6,87
Bangunan 4,24 4,02 4,08 4,09 4,1
Perdagangan, Hotel, Restoran 4,10 6,43 5,7 5,18 5,08
Pengangkutan dan Komunikasi 6,85 6,89 7,07 7,17 7,29
Keuangan, Persewaan, dan Jasa
Perusahaan 10,86 6,83 7,23 7,44 7,65
Jasa- Jasa Lainnya 4,88 5,26 5,2 5,22 5,25
Produk Domestik Regional
Bruto 6,12 6,03 6,09 5,98 6,01
Sumber : BPS Kota Bogor, 2010
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, dan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa pengelolaan keuangan daerah dituangkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang terdiri atas struktur pendapatan, struktur belanja dan struktur pembiayaan daerah, yang dilaksanakan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab.
Struktur pendapatan daerah kota Bogor terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Pendapatan lain-lain, dan Pendapatan dari dana perimbangan.
(58)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) terdiri atas kelompok Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Bagian Laba Usaha Daerah dan Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah. Dana Perimbangan yang meliputi Bagi Hasil Pajak, Bagi Hasil Bukan Pajak, Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK).
Tabel 4.4 Perkembangan Proporsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Total Pendapatan Kota Bogor Tahun 2005-2009
Tahun Pendapatan Asli Daerah (Juta Rupiah)
Proporsi PAD terhadap Pendapatan (%)
2005 57.789,38 14,68
2006 60.262,95 12.01
2007 68.509 11,36
2008 75.793 11,69
2009 89.223 12,54
Rata-Rata Per
Tahun 12,45
Sumber : Departemen Keuangan, 2011 (diolah)
Dalam kurun waktu lima tahun, anggaran pemerintah kota Bogor untuk Pendapatan Asli Daerah mengalami peningkatan. Namun demikian, proporsi PAD terhadap total pendapatan relatif masih kecil dengan rata-rata sebesar 12,45 %, hal ini menggambarkan bahwa tingkat ketergantungan pemerintah daerah pada dana perimbangan masih tinggi.
Tabel 4.5 Perkembangan Proporsi Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Total Pendapatan Kota Bogor Tahun 2005-2009
Tahun Dana Alokasi Umum
(Juta Rupiah)
Proporsi DAU terhadap Total Pendapatan (%)
2005 214.806 54,56
2006 302.515 60,30
2007 355.776 59,02
2008 397.367 61,26
2009 439.254 61,72
Rata-Rata per
(59)
Sumber pendapatan lain yaitu Dana Alokasi Umum (DAU) yang dalam kurun waktu lima tahun mengalami peningkatan. Proporsi DAU terhadap total pendapatan cukup besar dengan rata-rata sebesar 59,37 persen. Dengan peningkatan dan proporsi yang besar tersebut menunjukkan bahwa kemampuan fiskal kota Bogor belum dikategorikan mampu atau mandiri sehingga diperlukan dana alokasi yang besar dari pemerintah pusat.
Tabel 4.6 Proporsi Dana Alokasi Khusus (DAK) terhadap Total Pendapatan Kota Bogor Tahun 2005-2009
Tahun Dana Alokasi Khusus
(Juta Rupiah)
Proporsi DAK terhadap Total Pendapatan (%)
2005 4.000 1,02
2006 7.620 1,52
2007 7.820 1,30
2008 14.056 2,17
2009 21.019 2,95
Rata-Rata per
Tahun 1,79
Sumber : Departemen Keuangan, 2011
Dana perimbangan kota Bogor selain DAU adalah Dana Aliran Khusus (DAK) yang tujuan utamanya adalah mengurangi kesenjangan pelayanan public antar daerah. yang mengalami peningkatan pada tahun 2005-2009. Namun, proporsi DAK terhadap total pendapatan sangat kecil dengan rata-rata sebesar 1,79 persen. Di satu sisi sebagai bagian dari dana perimbangan, DAK memang memberikan kontribusi terkecil daripada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH). Sisi lain menandakan bahwa kota Bogor cukup mandiri dalam hal peningkatan penyediaan sarana dan prasarana fisik karena pemerintah pusat tidak begitu besar menyediakan DAK. Selain DAU dan DAK, dana perimbangan juga terdiri dari dana bagi hasil pajak dan dana bagi hasil bukan pajak. Pada tahun
(1)
Lampiran 5. Jumlah Tenaga Kerja Sektor Pariwisata Jawa Barat Tahun 2009
NO. KABUPATEN/KOTA
Tenaga Kerja Objek Wisata
Tenaga Kerja Hotel
Tenaga Kerja Restoran
Total Tenaga
Kerja
1. Kabupaten Bogor 6.614 4.857 1.770 13.241
2. Kabuapten Sukabumi 151 1.450 82 1.683
3. Kabupaten Cianjur 430 2.594 1.724 4.748
4. Kabupaten Bandung 172 190 1.715 2.077
5. Kabupaten Garut 537 716 807 2.060
6. Kabupaten Tasikmalaya
54 71 219 344
7. Kabupaten Ciamis 60 288 436 784
8. Kabupaten Kuningan
253 475 561 1.289
9. Kabupaten Cirebon 70 301 242 613
10. Kabupaten Majalengka 185 65 179 429
11. Kabupaten Sumedang 477 521 883 1.881
12. Kabupaten Indramayu 17 167 383 567
13. Kabupaten Subang 900 888 551 2.339
14. Kabupaten Purwakarta 79 456 837 1.372
15. Kabupaten Karawang 157 396 1.220 1.773
16. Kabupaten Bekasi 10 667 818 1.495
17. Kabupaten Bandung Barat
254 512 466 1.232
18. Kota Bogor 1.470 1.410 2.740 5.620
19. Kota Sukabumi 18 251 657 926
20. Kota Bandung 320 8.855 2.621 11.796
21. Kota Cirebon 118 961 893 1.972
22. Kota Bekasi 0 613 848 1.461
23. Kota Depok 1.108 472 - 1.580
24. Kota Cimahi 0 29 - 29
25. Kota Tasikmalaya 117 416 741 1.274
26. Kota Banjar 4 44 85 133
JUMLAH 13.575 27.665 21.478 62.718
(2)
Lampiran 6. Jumlah Wisatawan Mancanegara dan Wisatawan Nusantara Jawa Barat Tahun 2009
NO. KABUPATEN/KOTA Jumlah Wisman Jumlah Wisnus
1. Kabupaten Bogor 98.707 3.185.619
2. Kabuapten Sukabmi 36.609 2.339.586
3. Kabupaten Cianjur 113.352 2.388.219
4. Kabupaten Bandung 77.572 3.966.547
5. Kabupaten Garut 13.239 2.187.239
6. Kabupaten Tasikmalaya 3.462 747.507
7. Kabupaten Ciamis 8.253 1.107.802
8. Kabupaten Kuningan 551 648.447
9. Kabupaten Cirebon 151 422.084
10. Kabupaten Majalengka 0 36.829
11. Kabupaten Sumedang 15.637 543.126
12. Kabupaten Indramayu 215 403.626
13. Kabupaten Subang 81.293 5.681.954
14. Kabupaten Purwakarta 4.848 87.147
15. Kabupaten Karawang 17.016 302.976
16. Kabupaten Bekasi 0 54.272
17. Kabupaten Bandung Barat 278.515 316.946
18. Kota Bogor 135.933 2.849.335
19. Kota Sukabumi 303 43.508
20. Kota Bandung 216.780 3.830.577
21. Kota Cirebon 3.993 1.449.601
22. Kota Bekasi 6.450 9.951
23. Kota Depok 7.812 1.870.548
24. Kota Cimahi 0 2.400
25. Kota Tasikmalaya 589 392.594
26. Kota Banjar 75 46.868
(3)
Lampiran 7. Panjang Jalan Kondisi Baik Jawa Barat Tahun 2009
NO. KABUPATEN/KOTA Kondisi Baik (Km)
1. Kabupaten Bogor 757,63
2. Kabuapten Sukabumi 170,05
3. Kabupaten Cianjur 41,61
4. Kabupaten Bandung 130,92
5. Kabupaten Garut 273,82
6. Kabupaten Tasikmalaya 459,6
7. Kabupaten Ciamis 286,87
8. Kabupaten Kuningan 323
9. Kabupaten Cirebon 154,11
10. Kabupaten Majalengka 362,08
11. Kabupaten Sumedang 124,32
12. Kabupaten Indramayu 602,42
13. Kabupaten Subang 252
14. Kabupaten Purwakarta 311,19
15. Kabupaten Karawang 874,55
16. Kabupaten Bekasi 39,46
17. Kabupaten Bandung Barat 100,81
18. Kota Bogor 220,78
19. Kota Sukabumi 82,03
20. Kota Bandung 898,6
21. Kota Cirebon 142,91
22. Kota Bekasi 337,52
23. Kota Depok 388,98
24. Kota Cimahi 83,49
25. Kota Tasikmalaya 285,45
26. Kota Banjar 100,94
(4)
Lampiran 8. Anggaran Pemerintah untuk Pariwisata Jawa Barat Tahun 2009
NO. KABUPATEN/KOTA Pariwisata dan Budaya
Total Belanja
Persentase Proporsi Anggaran Pariwisata
1. Kabupaten Bogor 11.755 2.277.690 0,005161133 2. Kabuapten Sukabumi 4.348 1.320.448 0,003293115 3. Kabupaten Cianjur 1.267 1.230.945 0,001028884 4. Kabupaten Bandung 24.987 1.704.132 0,014662597 5. Kabupaten Garut 4.770 1.345.088 0,003546078 6. Kabupaten
Tasikmalaya 3.172 1.176.168 0,00269702
7. Kabupaten Ciamis 17.839 1.236.607 0,014425808 8. Kabupaten Kuningan 4.137 849.687 0,004868707
9. Kabupaten Cirebon 4.185 1.190.594 0,003515112 10. Kabupaten
Majalengka 2.224 922.246 0,002411504
11. Kabupaten Sumedang 3.392 926.169 0,003662066 12. Kabupaten Indramayu 6.276 1.270.389 0,004939989 13. Kabupaten Subang 5.653 1.045.615 0,005406673 14. Kabupaten Purwakarta 831 773.963 0,001073533 15. Kabupaten Karawang 4.928 1.356.594 0,003632546 16. Kabupaten Bekasi 3.320 2.038.392 0,001628597 17. Kabupaten Bandung
Barat 5.994 837.568 0,007156778
18. Kota Bogor 4.090 818.430 0,004997707
19. Kota Sukabumi 634 521.106 0,001215968
20. Kota Bandung 5.130 2.453.724 0,002090846
21. Kota Cirebon 4.719 613.963 0,007685454
22. Kota Bekasi 2.511 1.517.825 0,001654341
23. Kota Depok 1.313 959.840 0,001368358
24. Kota Cimahi 384 607.497 0,000632513
25. Kota Tasikmalaya 5.641 623.745 0,009043204
26. Kota Banjar 143 385.563 0,000370886
(5)
Lampiran 9. Jumlah Hotel, Restoran, dan Biro Perjalanan Jawa Barat Tahun 2009
NO. KABUPATEN/KOTA Jumlah
Hotel JumlahRestoran
Jumlah Biro Perjalanan
1. Kabupaten Bogor 125 117 53
2. Kabuapten Sukabumi 104 50 2
3. Kabupaten Cianjur 78 236 9
4. Kabupaten Bandung 29 532 0
5. Kabupaten Garut 85 89 2
6. Kabupaten Tasikmalaya
11
28 2
7. Kabupaten Ciamis 73 140 3
8. Kabupaten Kuningan 37 78 0
9. Kabupaten Cirebon 12 25 10
10. Kabupaten Majalengka 9 20 1
11. Kabupaten Sumedang 19 136 14
12. Kabupaten Indramayu 22 78 2
13. Kabupaten Subang 2 148 3
14. Kabupaten Purwakarta 15 73 9
15. Kabupaten Karawang 27 129 3
16. Kabupaten Bekasi 14 93 32
17. Kabupaten Bandung Barat
37
78 2
18. Kota Bogor 42 225 79
19. Kota Sukabumi 28 79 5
20. Kota Bandung 252 432 176
21. Kota Cirebon 49 63 11
22. Kota Bekasi 16 235 113
23. Kota Depok 4 121 26
24. Kota Cimahi 5 33 2
25. Kota Tasikmalaya 32 124 7
26. Kota Banjar 10 23 1
(6)
Lampiran 10. Pertanyaan Wawancara kepada Kepala Bidang Pariwisata Kota Bogor
1. Bagaimana kondisi objek wisata kota Bogor?
2. Apakah objek wisata yang ditawarkan menarik dan beragam? 3. Bagaimana kualitas tenaga kerja pada sektor pariwisata kota Bogor?
4. Hal-hal apa yang sudah dilakukan untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja sektor pariwisata?
5. Apa peran pemerintah dalam menyebarkan informasi kepariwisataan kota Bogor?
6. Apa pula peran masyarakat kota Bogor sendiri dalam mengembangkan pariwisata?
7. Apakah ada hambatan dari pemerintah daerah dalam pengembangan bisnis pariwisata di kota Bogor?
8. Bagaimana sarana dan prasarana kepariwisataan kota Bogor, apakah sudah lengkap?