Dampak belanja daerah di sektor pertanian terhadap perekonomian Wilayah Kota Bogor
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negara-negara tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan sektor-sektor lainnya (Sadoulet dan de Janvry, 1995). Sektor pertanian memiliki peran yang strategis dan signifikan dalam perekonomian nasional. Beberapa peran yang dimaksud adalah (1) Kontribusi terhadap PDB, (2) penyedia pangan dan pakan, (3) sumber devisa, (4) penyedia bahan baku industri dan sumber bio-energi, (5) penyerapan tenaga kerja, (6) pengentasan kemiskinan, dan (7) peningkatan pendapatan masyarakat (Departemen Pertanian, 2009). Kontribusi sektor pertanian dalam PDRB indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pendapatan Domestik Bruto Indonesia atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut lapangan Usaha Tahun 2004-2009 (Milyar Rupiah) No Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010* 2011**
1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
262 402.8 271 509.3 284 619.1 295 883.8 304 736.7 313 727.8 2 Pertambangan
dan Penggalian 168 031.7 171 278.4 172 496.3 180 200.5 186 634.9 189 179.2 3 Industri
Pengolahan 514 100.3 538 084.6 557 764.4 570 102.5 597 134.9 634 246.9 4 Listrik, Gas &
Air Bersih 12 251.0 13 517.0 14 994.4 17 136.8 18 050.2 18 920.5 5 Konstruksi 112 233.6 121 808.9 131 009.6 140 267.8 150 022.4 160 090.4 6 Perdagangan,
Hotel & Restoran 312 518.7 340 437.1 363 818.2 368 463.0 400 474.9 437 250.7 7 Pengangkutan
dan Komunikasi 124 808.9 142 326.7 165 905.5 192 198.8 217 977.4 241 285.2 8 Keuangan, Real
Estate & Jasa Perusahaan
170 074.3 183 659.3 198 799.6 209 163.0 221 024.2 236 076.7 9 Jasa-jasa 170 705.4 181 706.0 193 049.0 205 434.2 217 782.4 232 464.6
Produk Domestik
Bruto 1 847 126.7 1 964 327.3 2 082 456.1 2 178 850.4 2 313 838.0 2 463 242.0 Produk Domestik
Bruto Tanpa Migas
1 703 422.4 1 821 757.7 1 939 625.9 2 036 685.5 2 171 010.3 2 321 793.0
Keterangan : *angka sementara **angka sangat sementara Sumber : BPS, 2012
(2)
2 Kondisi sektor pertanian saat ini mulai tergeser posisinya oleh sektor industri yaitu dimana sektor industri memberikan kontribusi terbesar dalam PDB Indonesia, peran sektor pertanian dalam PDB dapat dilihat pada Tabel 1. Sektor pertanian merupakan sektor ketiga terbesar setelah industri pengolahan dalam penyumbang PDRB di indonesia atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha. Pada sektor pertanian besaran jumlah PDRB selalu meningkat setiap tahunnya. Dengan adanya peningkatan di setiap tahunnnya maka diharapkan sektor pertanian dapat lebih berkontribusi dalam pembangunan.
Tabel 2. Laju Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2006-2012 No Lapangan Usaha 2006 2007 2008 2009 2010* 2011**
1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan
3.36 3.47 4.83 3.96 2.99 2.95 2 Pertambangan dan
Penggalian 1.70 1.93 0.71 4.47 3.57 1.36
3 Industri Pengolahan
4 Listrik, Gas dan Air
Bersih 4.59 4.67 3.66 2.21 4.74 6.22
5 Konstruksi 5.76 10.33 10.93 14.29 5.33 4.82 6 Perdagangan, Hotel
& Restoran 8.34 8.53 7.55 7.07 6.95 6.71 7 Pengangkutan dan
Komunikasi 13.38 12.76 14.23 14.04 16.57 15.85 8 Keuangan, Real
Estat dan Jasa Perusahaan
6.42 8.93 6.87 1.28 8.69 9.18 9 Jasa-jasa 14.23 14.04 16.57 15.85 13.41 10.69
Produk Domestik
Bruto 5.47 7.99 8.24 5.21 5.67 6.81
Produk Domestik
Bruto Tanpa Migas 6.16 6.44 6.24 6.42 6.01 6.74
*angka sementara **angka sangat sementara Sumber : BPS, 2012
Berdasarkan Tabel 2. dapat dilihat bahwa laju PDB sektor pertanian sempat kenaikan laju dari tahun 2006 sampai tahun 2008 kemudian terjadi penurunan dari tahun 2009 sampai tahun 2011. Pembangunan di sektor pertanian bukan suatu hal yang mudah karena terdapat permasalahan yang kompleks di dalamnya, seperti rendahnya tingkat pengetahuan petani akan kemajuan teknologi
(3)
3 maupun cara mengaksesnya. Masalah akses modal dapat berupa kurangnya investasi maupun pendanaan. Hal ini tentunya sangat kontras karena pertanian mendominasi hampir setiap segi perkonomian, misalnya dalam penyerapan tenaga kerja dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat terlihat dari pembangunan yang dilakukan. Pembangunan nasional merupakan sebuah upaya peningkatan kesejahteraan masayarakat. Pelaksanaan pembangunan tidak dapat dilakukan oleh satu pihak, melainkan perlu adanya dukungan dari berbagai pihak terkait. Semuanya perlu adanya kerja sama antara pihak pemerintah dan pemerintah daerah. Pemerintah harus mengetahui sejauh mana tingkat pembangunan yang ada seperti pembangunan yang ada di tingkat daerah. Jika pelaksanaan pembangunan daerah belum maksimal maka pemerintah pusat wajib melakukan koreksi terhadap kinerja yang telah dilakukan selama ini.
Pembangunan di tingkat daerah dapat berjalan dengan baik apabila mendapat dukungan dari pemerintahan pusat, misalnya dukungan dalam hal pendanaan. Pendanaan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah berupa pemberian anggaran belanja daerah yang digunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintahan di daerah. Pengelolaan APBD memerlukan keterkaitan antara tingkat pemerintah pusat dan manajemen wilayah daerah agar dana yang diberikan dapat tepat sasaran. Hal tersebut dapat dijelaskan dengan Gambar 1.
(4)
4 Sumber : Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Provinsi Jawa Barat, 2009
Gambar 1. Kerangka Sasaran Alokasi Dana Pembangunan dan Manajemen Pembangunan Daerah
Peranan APBD sebagai pendorong dan salah satu penentu tercapainya target dan sasaran makro ekonomi daerah diarahkan untuk mengatasi berbagai kendala dan permasalahan pokok yang merupakan tantangan dalam mewujudkan agenda masyarakat yang sejahtera dan mandiri. Kebijakan pengelolaan APBD difokuskan pada optimalisasi fungsi dan manfaat pendapatan, belanja dan pembiayaan bagi tercapainya sasaran atas agenda- agenda pembangunan tahunan. Di bidang pengelolaan pendapatan daerah, akan terus diarahkan pada peningkatan PAD. Untuk merealisasikan hal tersebut akan dilakukan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi dengan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan yang telah ada maupun menggali sumber-sumber baru.
Setiap daerah melakukan perkiraan dan proyeksi kebutuhan alokasi belanja daerah dalam jangka menengah untuk mencapai visi dan misinya. Perkiraan ini penting untuk menentukan langkah strategis penyediaan anggaran sekaligus kemungkinan alokasinya setiap tahun. Dalam penyusunan anggaran setiap tahun, setiap daerah harus mampu menyusun anggarannya dengan
(5)
prinsip-5 prinsip anggaran kinerja (budget performance), yaitu alokasi anggaran yang dikaitkan dengan hasil yang ingin dicapai. Untuk itu dalam proses penganggaran, pemerintah dituntut untuk menyertakan informasi tentang sasaran, tujuan, prioritas pada tahun fiskal tertentu. Dengan demikian anggaran kinerja disusun dengan menghubungkan pengeluaran dan hasil yang diinginkan.
APBD sektor pertanian berfungsi dalam pendanaan pelaksanaan program-program yang telah dirancang sebuah dinas untuk pembangunan sektor pertanian. Program pertanian yang dibuat diharapkan dapat membantu para petani dalam mengembangkan sektor pertanian di daerahnya. Program dirancang dan disesuaikan dengan kebutuhan akan suatu wilayah misalnya daerah perkotaan dan pedesaan.
Seiring dengan berjalannya waktu sektor pertanian kini terpinggirkan oleh sektor-sektor lain sehingga sektor pertanian perlu didukung oleh pihak-pihak terkait agar tetap memberikan PDRB yang besar di Kota Bogor. Sebagai suatu wilayah perkotaan, dalam pengembangan sektor pertanian Dinas Pertanian Kota
Bogor memiliki konsep “Pengembangan Agribisnis Perkotaan yang Berwawasan
Lingkungan dan Berkelanjutan”. Artinya bahwa dengan memanfaatkan
sumberdaya yang tersedia secara efektif dan efisien, diharapkan dapat menjawab berbagai tantangan yang dihadapi. (Dinas Pertanian Kota Bogor, 2011). Rincian PDRB yang dihasilkan oleh berbagai sektor di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 3.
(6)
6 Tabel 3. Produk Domestik Regional Bruto Kota Bogor Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha Tahun 2005-2009 (Juta Rupiah)
No Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008 2009 1 Pertanian 12 616.02 12 323.95 12 717.26 13 121.8 13 539.61 2 Pertambangan &
Penggalian
114.21 116.24 118.31 120.3 121.98 3 Industri
Pengolahan
1 002 371.58 1 059 336.89 1 126 541.95 1 197 768.2 1 273 762.00 4 Listrik, Gas &
Air Bersih
112 491.07 119 970.03 128 090.57 136 829.6 146 236.51 5 Bangunan 266 037.24 276 736.82 288 023.99 299 804.17 312 096.14 6 Perdagangan,
Hotel & Restoran
1 071 252.23 1 140 159.58 1 205 111.94 1 267 518.19 1 331 87.52 7 Pengangkutan &
Komunikasi
344 684.12 368 420.39 394 451.07 422 723.25 453 533.15 8 Keu. Persewaan,
& Jasa Perusahaan
489 525.23 522 979.72 560 780.48 602 517.87 648 625.82 9 Jasa-Jasa 268 139.21 282 230.09 296 907.60 312 418.61 328 811.32
PDRB dengan Migas
3 567 230.91 3 782 273.71 4 012 743.17 4 252 821.78 4 508 601.05 PDRB Tanpa
Migas
3 567 230.91 3 782 273.71 4 012 743.17 4 252 821.78 4 508 601.05
Sumber : Bappeda Kota Bogor, 2012
Berdasarkan Tabel.3 dapat dilihat bahwa kontribusi terhadap PDRB Kota Bogor adalah kedua terkecil setelah sektor pertambangan. Nilai PDRB yang kecil menggambarkan bahwa output dari sektor pertanian hanya sedikit sehingga belum cukup mampu dijadikan sumber input sektor lainnya seperti sektor agroindustri. Dengan lahan pertanian yang ada seperti saat ini diharapkan paling tidak sektor pertanian tetap dapat bertahan. Melihat kondisi yang demikian tentunya akan dibutuhkan suatu upaya pengoptimalan sumberdaya pertanian yang tersedia dengan program-program yang telah dirancang Dinas Pertanian Kota Bogor dengan sumber dana yang berasal dari APBD.
Pengelolaan APBD memerlukan keterkaitan antara pemerintah pusat dan manajemen wilayah daerah agar dana yang diberikan dapat tepat sasaran.
(7)
7 Anggaran belanja daerah terbagi menjadi dua bagian, yaitu anggaran belanja langsung dan anggaran belanja tidak langsung. Anggaran belanja daerah diberikan untuk mendukung pembangunan perekonomian dari beberapa sektor yang dapat memberikian kontribusi terhadap PDRB yaitu pada sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor industri pengolahan, restoran dan hotel.
Melihat pentingnya anggaran belanja di sektor pertanian terhadap kegiatan perekonomian, baik dari segi penyerapan tenaga kerja, tingkat pendapatan dan pertumbuhan ekonomi maka penting dilakukan penelitian mengenai dampak belanja daerah di sektor pertanian pada perekonomian wilayah di Kota Bogor agar hasil penelitian yang diperoleh dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi Pemerintah Kota Bogor dalam penentuan besaran proporsi dana yang harus dikeluarkan di sektor pertanian dan untuk merumuskan kebijakan lanjutan dalam perencanaan pembangunan yang lebih baik. Dengan adanya penelitian ini maka dapat dilihat besaran penambahan output yang dihasilkan dari pengeluaran pemerintah yang diberikan pada sektor pertanian secara langsung dan melihat dampak tidak langsungnya terhadap sektor-sektor lainnya.
1.2. Perumusan Masalah
Negara Indonesia merupakan negara agraris yaitu dimana sektor pertanian merupakan sektor yang penting dan di dalamnya terdapat konsep ketahanan pangan. Sektor pertanian dapat menjadi stabilitas politik dan sosial dari sebuah bangsa sejak dahulu kala. Selain itu, sektor pertanian dapat menyediakan lapangan pekerjaan dalam skala yang besar bagi suatu negara.
Perkembangan di sektor pertanian dapat dilihat dari ilmu dan teknologi yang digunakan. Semakin canggih teknologi yang digunakan maka dapat
(8)
8 dikatakan negara tesebut maju di bidang pertanian sehingga produktivitas dapat meningkat. Peningkatan produktivitas dapat dilakukan dengan adanya anggaran belanja di sektor pertanian. Melihat pentingnya sektor pertanian bagi pembangunan suatu negara maka diperlukan perhatian khusus dari berbagai pihak seperti pemerintahan pusat dan pemerintahan daerah.
Di Indonesia sektor pertanian belum dianggap sebagai sektor yang dapat memberikan profit yang tinggi dikarenakan hasil produksi sering mengalami fluktuasi harga. Gagal panen sering dialami petani akibat bencana alam dan musim kekeringan sehingga para petani berasumsi akan lebih menguntungkan jika lahan pertanian dijadikan lahan industri. Jumlah anggaran belanja yang dirasa masih kecil juga dapat menyebabkan tidak adanya insentif bagi para petani untuk bertahan di sektor pertanian sehingga akan terjadilah industrialisasi yaitu perubahan dari sektor primer ke sekunder.
Dilihat dari segi pendanaan, pemerintah belum tepat dalam mengalokasikan anggaran dan salah dalam menentukan skala prioritas guna mengentaskan kemiskinan. Indonesia sebagai negara agraris, anggaran pemerintah untuk sektor pertanian sangat sedikit, termasuk dalam hal subsidi untuk sektor pertanian. Mayoritas penduduk Indonesia adalah petani miskin, dari sekitar Rp 220 triliun subsidi dalam APBN, hanya belasan triliun yang diperuntukkan bagi sektor pertanian dan sisanya untuk subsidi BBM dan listrik. Pada kenyataannya yang menikmati subsidi BBM tersebut 50 persen adalah pengguna kendaraan mobil pribadi, 30 persen pengguna sepeda motor, dan hanya 15 persen untuk kendaraan umum. Jika ingin mengentaskan kemiskinan maka yang harus didukung dan didorong adalah sektor pertanian, karena kemajuan sektor pertanian berdampak
(9)
9 pada kesejahteraan hampir separuh penduduk yang ada. Ancaman pada produktivitas pertanian, selain karena penyusutan lahan pertanian juga disebabkan oleh tidak adanya keberpihakan dari pemerintah sehingga ribuan hektar lahan telantar tidak bisa dimanfaatkan para petani karena terbentur peraturan. 1
Konversi lahan pertanian akan menyebabkan menurunnya produktivitas pertanian dan menurunnya ketahanan pangan karena jumlah lahan pertanian yang pasti berkurang. Lahan pertanian seperti sawah saat ini sulit untuk ditemukan di Kota Bogor. Dari tahun ke tahun luas lahan pertanian kota Bogor semakin menyusut.
Menurut Dinas Pertanian Kota Bogor tahun 2011, lahan pertanian sawah di Kota Bogor menghilang sekitar 300 hektar, hal itu disebabkan adanya pembangunan perumahan dan para petani yang tidak lagi memanfaatkan lahannya. Sekitar 300 hektar lahan sawah menyusut, khususnya di daerah Bogor Selatan. Wilayah Bogor Selatan sebenarnya penghasil padi terbesar setelah Bogor Barat. Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Kota bogor menyatakan bahwa konversi lahan terbesar terjadi di daerah Bogor Selatan, Bogor Barat dan Tanah Sareal. Adanya penyusutan membuat jumlah hasil panen padi Kota Bogor semakin berkurang setiap tahunnya.
Menyusutnya lahan pertanian sawah Kota Bogor diperkuat dengan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor. BPS menyatakan pada tahun 2010 hingga tahun 2011 lahan pertanian sawah menurun drastis. Dari 100 persen luas Kota Bogor, lahan pertanian sawah hanya terdapat 3,46 persen saja dan lahan
1
Pikiran Rakyat Online. Pemerintah Dinilai Lakukan Misalokasi Anggaran.
http://Pemerintah%20Dinilai%20Lakukan%20Misalokasi%20Anggaran%20%20%20Pikiran%20
(10)
10 pertanian bukan sawah sekitar 10,74 persen. Sisanya adalah lahan non pertanian dari luas lahan secara keseluruhan Kota Bogor adalah 118,50 km2. Lahan yang sudah tidak dimanfaatkan oleh petani akan terkena penggusuran untuk pembangunan perumahan di Kota Bogor. Para petani yang mayoritas hanya pengguna lahan, tidak bisa berbuat banyak karena lahan yang mereka garap adalah lahan milik orang lain. Saat ini, mereka hanya bisa menggunakan lahannya sebelum terkena penggusuran.2
Pembangunan pertanian tidak sederhana, permasalahan yang paling krusial adalah bahwa pasar dan politik menganggap kurang pentingnya (undervalue) sektor pertanian dan sektor-sektor lain dengan basis sumberdaya (resources-based). Kebijakan ekonomi dan politik sering tidak bersahabat dengan sektor pertanian yang amat strategis, merupakan basis ekonomi rakyat pedesaan, menguasai hajat hidup sebagian besar penduduk, menyerap lebih separuh total tenaga kerja dan bahkan menjadi katub pengaman pada krisis ekonomi indonesia (Arifin, 2004).
Menurut Dinas Pertanian Kota Bogor (2011), isu-isu strategis yang menjadi fokus pembiayaan APBD Kota Bogor mengacu pada Rencana Strategis (Renstra) Tahun 2010-2014. Program dasar Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Dinas Pertanian Kota Bogor terdiri dari tiga program, yaitu :
1. Program peningkatan produksi pertanian
2. Program pencegahan dan penanggulangan penyakit ternak 3. Program peningkatan pemasaran hasil produk pertanian.
2
Kota Hujan. Menilik Sisa Lahan Pertanian Kota Bogor.
http://old.kotahujan.com/2011/10/menilik-sisa-lahan-pertanian-kota-bogor.html. Diakses pada
(11)
11 Keberadaan sektor pertanian di Kota Bogor diharapkan dapat tetap bertahan dengan lahan yang tersisa untuk mendukung sektor agroindustri yang sedang berkembang di Kota Bogor. Apabila output dari sektor pertanian mampu menjadi input dari sektor agroindustri, maka akan mampu mengurangi ketergantungan bahan baku dari daerah lain dan dapat membangun perekonomian daerah Kota Bogor.
Sektor pertanian merupakan sektor primer yang memiliki keterkaitan yang erat dengan sektor lainnya. Dilihat dari segi pendanaan sektor pertanian, besaran proporsi dana yang diberikan setiap tahunnya tergantung banyak dan jenis program. Dibandingkan dengan sektor yang lainnya sektor pertanian masih belum mendapatkan perhatian yang khusus dari pemerintah, padahal sektor pertanian merupakan sektor dasar yang penting dalam mewujudkan pembangunan perekonomian suatu wilayah.
Berdasarkan uraian di atas, maka didapatkan rumusan masalah sebagai berikut?
1. Bagaimana kontribusi sektor pertanian dalam mendukung sektor lainnya pada perekonomian Kota Bogor 2008?
2. Bagaimana pembiayaan pembangunan sektor pertanian Kota Bogor dalam struktur APBD?
3. Bagaimana keterkaitan sektor pertanian terhadap sektor hulu dan sektor hilirnya?
4. Bagaimana pengaruh APBD sektor pertanian terhadap perekonomian wilayah Kota Bogor?
(12)
12 1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis kontribusi sektor pertanian dalam perekonomian Kota Bogor Tahun 2008
2. Menganalisis pembiayaan sektor pertanian kota Bogor dalam struktur APBD
3. Menganalisis keterkaitan sektor pertanian terhadap sektor hulu dan sektor hilirnya
4. Mengetahui dampak belanja di sektor pertanian terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat pendapatan dan penyerapan tenaga kerja di Kota Bogor.
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Petani, sebagai informasi bahwa belanja daerah di sektor pertanian dapat menjadi insentif dan memberikan berkontribusi dalam pembangunan daerah.
2. Pemerintah, sebagai salah satu bahan masukan bagi para pembuat kebijakan dan para pengambil keputusan dalam merumuskan dan merencanakan arah pembangunan Kota Bogor
3. Masyarakat, sebagai informasi bahwa proporsi belanja daerah di sektor pertanian perlu mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah
(13)
13 4. Akademisi, khususnya untuk penelitian mengenai analisis dampak belanja daerah agar dapat dievaluasi guna perumusan kebijakan selanjutnya di masa mendatang dan sebagai bahan pustaka yang berkaitan dengan aplikasi penggunaan model Input-Output dalam menganalisis perekonomian suatu wilayah dan keterkaitan antar sektor dalam perekonomian tersebut.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
1. Penelitian ini tidak menganalisis rincian struktur biaya per program kegiatan pemerintah, melainkan hanya menganalisis struktur biaya keseluruhan dari program pemerintah.
2. Penelitian ini dilakukan di Kota Bogor dengan menggunakan analisis data Tabel Input-Output Kota Bogor tahun 2008. Dampak belanja daerah terhadap perekonomian wilayah akan dianalisis melalui tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat pendapatan dan penyerapan tenaga kerja. 3. Tabel Input Output Kota Bogor Tahun 2008 dalam penyusunannya
menggunakan matriks koefisien teknis dari Tabel Input Output Kota Bandung Tahun 2003 sehingga pada saat perhitungan terdapat beberapa nilai yang ekstrem.
(14)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis
Tinjauan Teoritis yang digunakan dalam penelitian ini bersumber dari buku studi pustaka, internet serta penelitian-penelitian terdahulu. Tinjauan teoritis berisi mengenai teori-teori yang mendukung penelitian serta metode penelitian yang digunakan.
2.1.1. Dampak Pengeluaran Pemerintah
Pengeluaran aktual (actual expenditure) adalah jumlah uang yang dikeluarkan rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah atas barang serta jasa , yang sama dengan produk domestik bruto (GDP). Pengeluaran yang direncanakan (planned expenditure) adalah jumlah uang yang akan dikeluarkan rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah atas barang dan jasa (Mankiw, 2006). Pengeluaran pemerintah dalam fungsi konsumsi akan dijelaskan pada Gambar.2.
Sumber : Gregory, N. Mankiw, 2006
Gambar 2. Pengeluaran Yang Direncanakan Sebagai Fungsi Pendapatan
$1
MPC
Pendapatan, Output, Y Pengeluaran yang
(15)
15 Pengeluaran yang direncanakan tergantung pada pendapatan, karena pendapatan yang lebih tinggi menyebabkan konsumsi yang lebih tinggi, yang merupakan bagian dari pengeluaran yang direncanakan. Kemiringan fungsi pengeluaran yang direncanakan ini adalah kecendungan mengkonsumsi marjinal (MPC).
2.1.2. APBD sebagai Pengeluaran Pemerintah
Menurut Departemen Pertanian (2009), dalam rangka meningkatkan akselerasi dan penajaman prioritas, pembangunan sektor pertanian masih memerlukan dukungan keberpihakan dan komitmen dari para penentu kebijakan pembangunan, baik ditingkat pusat maupun daerah. Penajaman prioritas ini pada gilirannya harus tercermin dalam alokasi pendanaan yang besarnya sesuai dengan kebutuhan yang direncanakan. Dapat dikatakan bahwa alokasi anggaran merupakan vcerminan dari keberpihakan komitmen para pengambil kebijakan dalam memajukan sektor pertanian di daerah setempat.
Pendanaan yang relatif terbatas merupakan salah satu masalah serius pembangunan pertanian di daerah. Prioritas pembangunan sektoral dapat dilihat dari pangsa alokasi anggaran daerah terutama APBD untuk masing-masing sektor. Pangsa alokasi APBD juga merefleksikan keberpihakan politik dan komitmen dari pimpinan daerah. Dana pembangunan daerah, termasuk dialokasikan untuk pembangunan pertanian, berasal dari berbagai sumber, baik dalam negeri maupun luar negeri. Besarnya dana pembangunan pertanian yang bersumber dari APBD umumnya jauh lebih memadai, dan hal ini dapat menjadi bottle neck kemajuan pembangunan pertanian.
(16)
16 Pengeluaran, E
Pendapatan, output, Y
A B
E1 = Y1
E2= Y2 ∆Y
∆G
Pengeluaran aktual
Pengeluaran yang direncanakan
E1 = Y1 ∆Y E2= Y2
2.1.3. Dampak Pengeluaran Pemerintah terhadap Pendapatan dan Output Kenaikan dalam belanja pemerintah menggeser pengeluaran yang direncanakan ke atas, kenaikan belanja pemerintah sebesar ∆G meningkatkan pengeluaran yang direncanakan sebesar jumlah itu untuk semua tingkat pendapatan. Ekuilibrium bergerak dari titik A ke titik B, dan pendapatan meningkat dari Y1 ke Y2. Kenaikan dalam pendapatan ∆Y melebihi kenaikan belanja pemerintah ∆G, jadi kebijakan fiskal dapat memiliki dampak pengganda
terhadap pendapatan (Mankiw, 2006).
Sumber : Gregory, N. Mankiw 2006
Gambar 3. Dampak Kenaikan Belanja Pemerintah dalam Perpotongan Keynesian
2.1.4. Kebijakan Anggaran dan Peranan Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi
Menurut Hidayat (2012) APBD adalah suatu anggaran daerah. Definisi ini menunjukkan bahwa suatu anggaran daerah, termasuk APBD, memiliki unsur-unsur sebagai berikut :
(17)
17 2. Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya terkait aktivitas tersebut, dan adanya biaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran yang akan dilaksanakan;
3. Jenis kegiatan dan proyek yang dituangkan dalam bentuk angka; 4. Periode anggaran, biasanya satu tahun.
Penganggaran sektor publik terkait dengan proses penentuan jumlah alokasi dana untuk tiap-tiap program dan aktivitas dalam satuan moneter. Proses penganggaran organisasi sektor publik dimulai ketika perumusan strategi dan perencanaan strategik telah selesai dilakukan. Anggaran merupakan artikulasi dari hasil perumusan strategi dan perencanaan strategik yang telah dibuat. Tahap penganggaran menjadi sangat penting karena anggaran yang tidak efektif dan tidak berorientasi pada kinerja akan dapat menggagalkan perencanaan yang sudah disusun. Anggaran merupakan managerial plan for action untuk memfasilitasi tercapainya tujuan organisasi.
Pembuatan anggaran dalam organisasi sektor publik, terutama pemerintahan, merupakan sebuah proses yang rumit dan mengandung muatan politis yang cukup signifikan. Berbeda dengan penyusunan anggaran di perusahaan swasta yang muatan politisnya relatif lebih kecil. Bagi organisasi sektor publik seperti pemerintah, anggaran tidak hanya sebuah rencana tahunan tetapi juga merupakan bentuk akuntabilitas atas pengelolaan dana publik yang dibebankan kepadanya. Suatu organisasi sektor publik dikatakan mempunyai kinerja atau performa yang baik jika segala aktivitasnya berada dalam kerangka anggaran dan tujuan yang ditetapkan. Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya
(18)
18 kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolak ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayanan publik.
Melalui proses anggaran kinerja, pemerintah kota/kabupaten menetapkan keluaran dan hasil dari masing-masing program dan pelayanan. Kemudian pemerintah daerah membuat target pencapaiannya. Secara umum prinsip-prinsip anggaran berbasis kinerja didasarkan pada konsep Value for Money (Ekonomis, Efisiensi, dan Efektifitas) dan prinsip tata pemerintahan yang baik termasuk adanya pertanggungjawaban para pengambil keputusan atas penggunaan uang yang dianggarkan untuk mencapai tujuan, sasaran, dan indikator yang telah ditetapkan.
Pemerintah daerah diharuskan menetapkan anggaran kinerja karena memudahkan pengambilan keputusan dalam menentukan prioritas tujuan, sasaran, program, kegiatan dan belanja, memudahkan dalam mengkomunikasikan prioritas Pemerintah Daerah kepada masyarakat, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam proses pengambilan keputusan anggaran, dan mematuhi peraturan perundangan yang disyaratkan pemerintah pusat.
Menurut Rimaru (2012) Berbagai fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yaitu :
1. Fungsi Otorisasi
Anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
(19)
19 Anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan.
3. Fungsi Pengawasan
Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
4. Fungsi Alokasi
Anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian.
5. Fungsi Distribusi
Anggaran daerah harus mengandung arti/memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
6. Fungsi Stabilisasi
Anggaran daerah harus mengandung arti/ harus menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian.
Kebijakan anggaran tentunya akan berdampak besar pada sektor pertanian. Pertanian merupakan suatu kegiatan unit usaha uang meliputi budidaya tanaman bahan makanan, perkebunan, perikanan, kehutanan, dan peternakan (BPS,2003). Pertanian dianggap sebagai usaha untuk mengadakan suatu ekosistem buatan yang bertugas menyediakan bahan makanan bagi manusia. Pada mulanya pertanian di tanah air dilakukan sebagai usaha untuk menghasilkan keperluan sehari-hari petani dari tanah tempatnya berpijak, pertanian seperti itu disebut petani gurem dan hidup dalam suatu perekonomian tertutup (Nasoetion, 2005).
(20)
20 Menurut Mubyarto (1994), pertanian dalam arti luas mencakup :
1. Pertanian rakyat atau disebut pertanian dalam arti sempit
2. Perkebunan (termasuk didalamnya perkebunan rakyat dan perkebunan besar)
3. Kehutanan 4. Peternakan
5. Perikanan (dalam perikanan dikenal pembagian lebih lanjut yaitu perikanan darat dan perikanan laut)
Ditinjau dari segi ekonomi, pertanian rakyat sebagai pertanian keluarga (pertanian subsisten atau setengah subsisten), sedangkan perusahaann pertanian adalah perusahaan pertanian yang diusahakan sepenuhnya secara komersial.
Indonesia masih merupakan negara pertanian, artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukan dari banyaknya penduduk atau tenaga kerja yang hidup atau bekerja di sektor pertanian atau dari produk yang berasal dari pertanian. Lapangan pekerjaan sangat terbatas di bidang pertanian atau secara relatif berarti jumlah tenaga kerja lebih banyak daripada sumberdaya alam dan faktor produksi lainnya. Kebanyakan tenaga kerja pertanian menjadi setengah menganggur (disguised unemployment). Pentingnya sektor pertanian dapat dilihat dari besarnya nilai ekspor yang bersala dari pertanian (Mubyarto, 1994).
Permasalahan yang dihadapi petani baik yang berhubungan langsung dengan produksi dan pemasaran hasil-hasil pertaniannya maupun yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, seperti pada aspek ekonomi, aspek sosial budaya dan keagamaan serta aspek-aspek tradisi yang memiliki peranan penting dalan
(21)
21 tindakan-tindakan petani. Perbedaan yang jelas antara permasalahan-permasalahan ekonomi pertanian dan persoalan ekonomi diluar bidang pertanian adalah jarak waktu antara pengeluaran yang harus dilakukan para pengusaha pertanian dengan penerimaan hasil penjualan. Jarak waktu dalam bidang pertanian lebih besar jika dibandingkan dengan bidang industri.
Ciri khas kehidupan petani adalah perbedaan pola penerimaan pendapatan dan pengeluarannya. Pendapatan petani hanya diterima setiap musim panen, sedangkan pengeluaran harus dilakukan setiap hari, setiap minggu atau kadang-kadang dalam waktu yang sangat mendesak sebelum panen tiba. Hasil pertanian sangat rendah pada saat panen maka sebenarnya petani dua kali terpukul, yaitu pertama karena harga hasil produksinya yang rendah dan kedua karena ia harus menjual lebih banyak untuk mencapai jumlah uang yang diperlukannya. Untuk mengatasi permasalahan demikian maka salah satu tujuan utama kebijakan pertanian adalah mengusahakan stabilisasi harga dan pendapatan petani antara musim yang satu dengan musim yang lain dari tahun ke tahun (Mubyarto, 1994). 2.2. Pendekatan Input-Output
Menurut Daryanto (2010), salah satu model yang bisa memaparkan dengan jelas bagaimana interaksi antar pelaku ekonomi itu terjadi adalah model input-output(I-O) yang pertama kali dipetrkenalkan oleh Wassily Leontief pada tahun 1930-an, yang kemudian menndapatkan hadiah Nobel pada tahun 1973 (Miller dan Blair, 1985). Melalui model I-O dapat ditunjukan seberapa besar aliran keterkaitan antarsektor dalam suatu perekonomian. Input produksi dari sektor A meruapakn output dari sektor B, dan sebaliknya input dari sektor B
(22)
22 merupakan output dari sektor A, yang pada akhirnya keterkaitan antarsektor akan menyebabkan kesinambungan penawaran dan permintaan dalam perekonomian. 2.2.1. Konsep Dasar Input-output
Konsep dasar model I-O Leontief didasarkan atas: (1) struktur perekonomian tersusun dari berbagai sektor (industri) yang satu sama lain saling berinteraksi melalui transaksi jual beli, (2) output suatu sektor dijual kepada sektor lainnya untuk memenuhi permintaan akhir rumah tangga, pemerintah, pembentukan modal dan ekspor, (3) input suatu sektor dibeli dari sektor-sektor lainnya, dan rumah tangga dalam bentuk jasa dan tenaga kerja, pemerintah dalam bentuk pajak tidak langsung, penyusutan, surplus usaha dan impor, (4) hubungan input-output bersifat linier, (5) dalam suatu kurun waktu analisis, biasanya satu tahun, total input sama denfan total output dan (6) suatu sektor terdiri dari satu atau beberapa perusahaan. Suatu sektor hanya menghasilkan suatu output, dan output tersebut dihasilkan oleh suatu teknologi (Daryanto dan Hafizrianda 2010).
Dalam model Input-Output pengaruh interkasi ekonomi dapat diklasifikasikan kedalam tiga jenis yaitu : (1) pengaruh langsung (2) pengaruh tidak langsung, dan (3) pengaruh total. Pengaruh langsung atau direct effect merupakan pengaruh langsung yang secara langsung oleh suatu sektor yang outputnya digunakan sebagai input dari produksi sektor yang bersangkutan. Sementara pengaruh tidak langsung atau indirect effect menunjukan pengaruh tidak langsung yang dirasakan oleh suatu sektor yang outputnya tidak digunakan sebagai input dari sektor yang bersangkutan (Daryanto,A. 2010).
(23)
23 2.2.2. Struktur Tabel Input-Output
Tabel Input-Output adalah suatu uraian statistik dalam bentuk matriks yang menunjukan atau menggambarkan arus transaksi penggunaan barang dan jasa antar berbagai kegiatan ekonomi. Kolom pada tabel Input-Output menunjukan pemakaian input antara dan input primer yang disediakan oleh sektor lain untuk pelaksanaan proses produksi, sedangkan baris pada tabel input-output memperlihatkan bagaimana output suatu sektor dialokasikan untuk mememnuhi permintaan antara dan permintaan akhir (Arnella dalam Biro Pusat Statistik,1998).
Sebagai suatu model yang bersifat kuantitatif, I-O bisa juga memberikan gambaran menyeluruh mengenai (Arnella dalam BPS,1995):
1. Struktur perekonomian nasional atau regional yang mencakup struktur output dan nilai tambah masing-masing sektor.
2. Struktur input antara, yaitu penggunaan berbagai barang dan jasa oleh sektor-sektor produksi.
3. Struktur penyediaan barang dan jasa baik berupa produksi dalam negeri maupun barang-barang yang berskala impor.
4. Struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan antara oleh sektor-sektor produksi maupun permintaan akhir untuk konsumsi investasi dan ekspor.
Tabel Input-Output terbagi menjadi empat kuadaran, yaitu (1) kuadran antara; (2) kuadran permintaan akhir; (3) kuadran input primer; dan (4) kuadran input primer-permintaan akhir. Kuadran antara adalah matriks yang menunjukan transaksi antar sektor produksi dan perekonomian. Kuadaran ini menunjukan
(24)
24 keterkaitan antar sektor perekonomian sehingga penting untuk melihat pengaruh perubahan output suatu sektor terhadap sektor lainnya.
Kuadran permintaan akhir menunjukan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk permintaan akhir. Permintaan akhir ini terdiri dari beberapa komponen seperti pengeluaran rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan modal tetap, perubaha stok dan ekspor yang merupakan sisi pengeluaran dalam sistem perhitungan nasional. Komponen permintaan akhir merupakan komponen eksogenus yang berdiri sendiri dalam suatu sistem produksi. Namun beberapa komponen permintaan akhir dapat mejadi komponen eksogenus sehingga dapat dimasukan kedalam kuadran pertama.
Kuadran input primer menunjukan pembelian input oleh sektor-sektor dalam kuadran antara di luar sistem produksi. Komponen-komponen kuadran input primer adalah pendapatan rumah tangga seperti upah dan gaji, pembayaran kepada pemerintah seperti pajak tidak langsung dan subsidi, surplus usaha yang menyangkut penyusutan dan keuntungan serta impor. Jumlah keseluruhan nilai tambah ini akan menghasilkan produk domestik bruto yang dihasilkan daerah tersebut.
Kuadran input primer- permintaan akhir menunjukan transakasi langsung antara kuadran input primer dengan kuadran permintaan akhir. Transaksi yang terjadi dilakukan tanpa melalui kuadran antara.
Dengan demikian keempat kuadran dalam tabel input-output dapat dibedakan berdasarkan sifatnya. Kuadran I menunjukan keterkaitan antar sektor dalam perekonomian. Kuadran II dipengaruhi oleh kekuatan ekonomi dari luar sistem produksi. Kuadran III menunjukan penggunaan input primer. Kuadran IV
(25)
25 menunjukan transaksi yang tidak berhubungan dengan sisem produksi. Secara bersama-sama keempat kuadran tersebut merupakan klasifikasi transaksi yang logis dan konsisten dalam perhitungan nasional maupun regional serta merupakan dasar analisis ekonomi dengan menggunakan analisis input-output.
2.2.3. Ilustrasi Tabel Input-Output Alokasi Output
Struktur Input
Intermediate Demand
Final Demand
Total Output Production
Sectors
1 J N
Intermediate Input
Production Sector
1 X11 X1j X1n F1 X1
J Xj1 Xjj Xjn Fj Xj
N Xn1 Xjn Xnn Fn Xn
Primary Input V1 Vj Vn
Total Input X1 Xj Xn
Sumber : BPS, 2008
Gambar 4. Ilustrasi Tabel Input-Output
Hubungan sepanjang baris menunjukan alokasi output dari sektor i kepada intermediate sektor, yaitu sektor 1, j hingga sektor-n, serta kepada final demand (F). Keseluruhan output yang dihasilkan oleh sektor produksi ini ditunjukan oleh X1 hingga Xn. Maka dengan persamaan matematis, hubungan baris ini dapat dinotasikan sebagai berikut :
(26)
26 Dimana :
Xij : banyaknya output sektor i yang digunakan oleh sektor j sebagai input produksi
Fi : permintaan akhir terhadap sektor i (terdiri dari konsumsi rumah tangga, pengeluaran pemerintah, pembentukan nilai tambah bruto, perubahan stok dan ekspor.
I : 1, 2, 3,..., n
Xi : jumlah output total sektor i
Hubungan sepanjang kolom menunjukan pemakaian / penggunaan intermediate input dan primary input oleh masing-masing sektor ekonomi. Persamaan yang menyatakan hubungan sepanjang kolom dinotasikan sebagai berikut :
��=1�� + = � (2) Dimana :
Xij : banyaknya input yang digunakan sektor j yang berasal dari sektor i Vij : input primer terhadap sektor j (terdiri dari upah dan gaji, surplus usaha,
penyusutan, indirect taxes dan impor) J : 1, 2, 3,..., n
Berdasarkan kedua persamaan diatas , terlihat pada tabel angka-angka yang terdapat pada sel-sel tabel input output memperlihatkan suatu jalinan yang saling mengait dari berbagai kegiatan sektor ekonomi. Sebagai ilustrasi dapat dilihat pada tabel 1 dimana output X1 dialokasikan dan didistribusikan sepanjang baris sebesar X11, X1i, dan X1n, masing-masing untuk memenuhi permintaan antara sektor 1, i, dan n. Sedangkan sisanya sebesar F1 dialokasikan untuk
(27)
27 memenuhi permintaan akhir. Maka dalam bentuk persamaan, hubungan masing-masing output diatas dapat dinotasikan dengan :
X11 + Xij + Xin + F1 = X1
: : : : :
X1n + Xnj + Xnn + Fn = Xn
Sedangkan inputnya, dapat dibuat dengan persamaan sebagai berikut :
X11 + Xi1 + Xn1 + V1 = X1
: : : : :
Xn1 + Xin + Xnn + Vn = Xn
Input yang digunakan dalam suatu sektor merupakan fungsi tingkat output dalam sektor bersangkutan dan bersifat unik. Koefisien input dapat diperoleh dengan membandingkan antara output sektor i yang dipergunakan sebagai input sektor j (Xij) dengan jumlah total input sektor j, atau dapat dinotasikan dengan :
αij = ��� (3) Koefisen input menggambarkan hubungan antara output dan inputnya, atau lebih jelas menunjukan jumlah input yang dibutuhkan oleh setiap sektor untuk menghasilkan output senilai satu unit. Di dalam analisis input output, hubungan ini bersifat tetap. Besaran hubungan ini tidak berubah walaupun terdapat peningkatan-peningkatan output dalam perekonomian. Hal ini dikarenakan proses produksi didalam analisis input output mengikuti fungsi produksi Leontief yang bersifat return to scale. Fungsi produksi yang demikian menyatakan bahwa proses produksi yang optimal di sepanjang expansion path diperoleh dengan proporsi penggunaan input yang konstan. Di sepanjang isoquant
(28)
28 dari suatu proses produksi hanya terdapat satu titik optimal produksi (Bappeda Kota Bogor, 2012).
Menurut Daryanto (2010) dengan menggunakan model Input-Output dapat diketahui arah distribusi suatu output, dan input yang digunakan oleh sektor tesebut. Pada Gambar 5. akan dijelaskan mengenai distribusi output pada suatuu sektor jika dilihat dari sisi permintaan.
Sumber: Daryanto A, 2010
Gambar 5. Model Sederhana Input-Ouput 2.2.4. Asumsi dan Keterbatasan Model Input-Output
Model I-O didasarkan atas beberapa asumsi. Asumsi itu dintaranya adalah: (1) homogenitas, yang berarti suatu komoditi hanya dihasilkan secara tunggal oleh suatu sektor dengan susunan yang tunggal dan tidak ada substitusi output diantara berbagai sektor, (2) liniearitas, ialah prinsip dimana fungsi produksi bersifat linier dan homogen. Artinya perubahan suatu tingkat output selalu didahului oleh perubahan pemakaian input yang proporsional, dan (3) aditivitas ialah suatu
Tenaga Kerja Input Primer
Lainnya Teknologi
Permintaan Antara
Permintaan Akhir
Total Permintaan
Permintaan akhir
Konsumsi Rumah tangga
(29)
29 prinsip dimana efek total dan pelaksanaan produksi diberbagai sektor dihasilkan oleh masing-masing sektor secara terpisah. Hal ini berarti bahwa semua pengaruh diluar sistem input-output diabaikan.
Berdasarkan asumsi tersebut, maka tabel I-O sebagai model kuantitatif memiliki keterbatasan, yakni bahwa koefisien teknis diasumsikan tetap (konstan), maka teknologi yang digunakan oleh sektor-sektor ekonomi dalam proses produksi pun dianggap konstan. Akibat perubahan kuantitas dan harga input akan selalu sebanding dengan perubahan kuantitas dan harga output (Daryanto A, Hafizrianda A, 2010).
2.2.5. Manfaat Analisis Input-Output
Kegunaan analisis input-output adalah sebagai berikut (Tarigan, 2005) 1. Menggambarkan keterkaitan antarsektor sehingga memperluas wawasan
terhadap perekonomian wilayah. Dapat dilihat bahwa perekonomian wilayah bukan lagi sebagai kumpulan sektor-sektor, melainkan merupakan satu sistem yang saling berhubungan. Perubahan pada salah satu sektor akan langsung memengaruhi keseluruhan sektor walaupun perubahan itu akan terjadi secara bertahap.
2. Dapat digunakan untuk mengetahui daya menarik (backward linkage) dan daya mendorong (forward linkage) dari setiap sektor sehingga mudah menetapkan sektor mana yang dijadikan sebagai sektor strategis dalam perencanaan pembangunan perekonomian wilayah.
3. Dapat meramalkan pertumbuhan ekonomi dan kenaikan tingkat kemakmuran, seandainya permintaan akhir dari beberapa sektor diketahui
(30)
30 akan meningkat. Hal ini dianalisis melalui kenaikan input antara dan kenaikan input primer yang merupakan nilai tambah (kemakmuran). 4. Sebagai salah satu alat analisis yang penting dalam perencanaan
pembangunan ekonomi wilayah karena bisa melihat permasalahan secara komprehensif.
5. Dapat digunakan sebagai bahan untuk menghitung kebutuhan tenaga kerja dan modal dalam perencanaan pembangunan ekonomi wilayah, seandainya input-nya dinyatakan dalam bentuk tenaga kerja atau modal. 2.2.6. Koefisien Input
Menurut Tambunan (2003) , semua barang, jasa dan faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan output dikategorikan sebagai input yang dibedakan menjadi input antara dan input primer. Dalam penyajian tabel input output, input antara berada di kuadran I dan input primer berada di kuadran III. Jumlah input adalah input antara ditambah dengan input primer.
Sesuai dengan prinsip penyusunan tabel input-output, jumlah input harus sama dengan jumlah outputnya. Relasi antara input antara dengan output disebut koefisien input antara (aij):
aij = Xij
Xj (4)
dan relasi antara input primer dengan output disebut koefisien input primer (Vij): Vij =
Vij
Xj (5)
(31)
31 2.2.7. Matriks Kebalikan
Matriks kebalikan yang diturunkann dari suatu tabel input output merupakan bilangan-bilangan pengganda (multiplier) yang dipakai untuk menghitung dampak dari suatu perubahan dari suatu variabel makro terhadap variabel makro lainnya. Matriks kebalikan dihitung dari koefisien input antara (A) dan merupakan bilangan pengganda antarsektor yang saling mempengaruhi secara beruntun dalam proses produksi.
Sesuai dengan jenis transaksi yang digunakan, matriks koefisien input antara ada dua jenis, yaitu matriks input antara untuk transaksi domestik atau matriks Ad.
Jika yang akan dihitung adalah matriks kebalikan untuk transaksi total maka rumus yang digunakan adalah I-A, sedangkan untuk transaksi domestik dipakai rumus I- Ad. I dalam kedua rumus tersebut adalah matriks identitas, yakni suatu matriks yang isinya 1 untuk sel-sel diagonal dan 0 untuk semua sel di luar diagonal.
Berdasarkan rumus diatas, maka matriks kebalikan yang dihitung adalah (I-A)-1 atau (I- Ad) -1. Secara matematis, matriks kebalikan (I- Ad) -1dalam model input output menunjukan koefisien arah yang menghubungkan output dan permintaan akhir domestik. (Tambunan, 2003)
2.2.8. Analisis Keterkaitan
Keterkaitan yang antar sektor dalam aliran input dan output akan mengakibatkan terjadinya dampak ekonomi. Dampak yang pertama adalah dampak terhadap penggunaan input. Jika sebuah sektor j outputnya meningkat, maka peningkatan output tersebut (atau untuk meningkatkan output tersebut)
(32)
32 dibutuhkan penggunaan input yang lebih banyak dari sektor ekonomi yang lain yang memproduksi output yang digunakan sebagai input antara oleh sektor tersebut. Dampak ini karena adanya hubungan dari sisi permintaan (demand side). Dampak yang kedua disebabkan karena adanya peningkatan output sektor j itu juga mengakibatkan alokasi output dari sektor j semakin banyak digunakan oleh sektor-sektor ekonomi lainnya yang menggunakan output sektor j sebagai input antara dalam kegiatan produksi. Dampak ini terjadi karena adanya hubungan dari sisi penawaran (supply side) (Bappeda Kota Bogor, 2012).
Ada suatu pemikiran bahwa sektor-sektor yang memiliki koefisien keterkaitan ke belakang dan ke depan paling tinggi dikatakan sebagai sektor-sektor yang memiliki basis domestik baik dari sisi input maupun output. Artinya sektor-sektor tersebut lebih banyak menggunakan input antara yang berasal dari produksi domestik, dan lebih banyak menjual outputnya untuk memenuhi kebutuhan input antara dari sektor produksi domestik. Dengan kata lain lebih sedikit menggunakan input yang berasal dari impor, dan lebih sedikit digunakan untuk memenuhi permintaan ekspor. Sektor-sektor semacam ini sangat dibutuhkan dalam pembangunan ekonomi wilayah yang berkelanjutan. Untuk menganalisis sektor yang dimaksudkan tersebut maka sebaiknya digunakan dua indeks keterkaitan Ramussen yaitu daya penyebaran dan derajat kepekaan. (Daryanto,A.2010).
2.2.9 Analisis Multiplier
Digunakan untuk mengetahui respon atau dampak dari stimulus ekonomi terhadap perekonomian secara keseluruhan. Di dalam tabel Input Output, stimulus
(33)
33 ekonomi umumnya merupakan perubahan/ peningkatan satu unit permintaan akhir suatu sektor, mencakup stimulus perubahan output, pendapatan dan tenaga kerja.
Di dalam model input-output, rumah tangga dapat diperlakukan sebagai aktor endogen atau eksogen. Dalam kondisi biasa, rumah tangga diperlakukan sebagai sektor yang eksogen dengan asumsi bahwa rumah tangga memiliki perilaku sendiri yang dapat memutuskan pengeluaran mereka. Namun dalam kondisi riil, perilaku pengeluaran rumah tangga dipengaruhi oleh pendapatan yang diperolehnya sebagai hasil bekerja dari sektor produksi. Dalam kondisi ini rumah tangga diperlakukan sebagai variabel endogen sehingga seakan-akan seperti posisi sektor produksi yang lain di dalam sektor antara (Bappeda Kota Bogor, 2012). 2.3. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang dampak pengeluaran pemerintah maupun tentang peranan sektor pertanian dalam perekonomian wilayah telah banyak dilakukan, baik dengan menggunakan analisis Input-Output maupun dengan analisis yang lain. Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut dapat dilihat peranan sektor pertanian masih memiliki peranan penting dalam upaya peningkatan perekonomian suatu wilayah.
Menurut Puspitawati (2000) dalam Tesis yang berjudul Analisis Peranan Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan terhadap Perekonomian Propinsi Kalimantan Timur (Berdasarkan Analisis Input- Output), hasil analisis menunjukan bahwa sektor pertanian yang menghasilkan output dan nilai tambah terbesar adalah sektor : kelapa sawit, padi,perikanan, pengeringan dan lain-lain, sayuran dan karet. Hal ini menunjukan bahwa sektor pertanian mempunyai peranan yang penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.
(34)
34 Sektor pertanian dan sektor ekonomi lainnya memiliki niolain keterkaitan yang relatif tinggi, hal ini menunjukan bahwa sektor pertanian mendukung sektor ekonominya dalam perekonomian Sumatera Utara. Dampak terbesar perubahan pengeluaran konsumsi pemerintahdan rumah tangga terhadap output sektor ekonomi, terdapat pada sayur-sayuran dan unggas dan peternakan lainnya. Sehingga sektor tersebut menjadi andalan bagi kebijakan pemerintah untuk meningkatkan PDRB Sumatera Utara.
Menurut Arnella (2001) dalam Disertasinya yang berjudul “Analisis Dampak Pengeluaran Pemerintah di Sektor Pertanian terhadap Kinerja Sektor Pertanian di Provinsi Jawa Barat” dijelaskan bahwa metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Input-Output dengan data diambil dari tabel Input-Output Provinsi Jawa Barat tahun 1999. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa alokasi dana pengeluaran pemerintah pada sektor pertanian berdampak langsung pada pembentukan total output, pendapatan, tenaga kerja dan nilai tambah secara absolut lebih besar dibandingkan sektor industri , pertambangan dan sektor perdagangan. Hal ini disebabkan alokasi dana pengeluaran pemerintah yang diberikan pada sektor pertanian jauh lebih besar dari ketiga sektor lainnya. Namun apabila dilihat secara proporsi terhadap nilai total, sektor pertanian menempati peringkat ketiga dari empat sektor yang diteliti. Pengeluaran pemerintah yang diberikan pada sektor pertanian ternyata kurang mendukung kinerja sektor pertanian. Karena dari analisis menghasilkan efek pengganda pendapatan yang relatif rendah jika dibandingkan dengan jumlah tenaga kerjanya. Selain itu, pembentukan output yang dihasilkan juga lebih rendah dibandingkan tiga sektor yang dianalisis.
(35)
35 Menurut Putri (2008) dengan judul “Peran Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Provinsi Bangka Belitung (Analisis Input Output)” dijelaskan bahwa metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Input-Output dengan data diambil dari tabel Input-Output Provinsi Bangka Belitung tahun 2005. Hasil penelitian menunjukan bahwa berdasarkan analisis keterkaitan, dampak penyebaran, dan multiplier, sektor pertanian tidak dapat dijadikan sebagai Leading Sector meskipun sektor tersebut mempunyai kontribusi terbesar terhadap PDRB dan penyerapan tenaga kerja. Dari hasil analisis dalam studi ini, Leading Sector dimiliki oleh sektor industri pengolahan karena sektor tersebut memiliki keterkaitan dan multiplier efek yang paling besar diantara sektor-sektor lainnya.
Menurut Wibowo (2009), dalam skripsinya yang berjudul Analisis Peranan Sektor Pertanian dan Dampak Investasinya terhadap Perekonomian Provinsi Jawa Timur (Analisis Input-Output) menunjukan bahwa nilai keterkaitan ke depan terbesar ada pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran, sedangkan nilai keterkaitan ke depan sektor pertanian berada di urutan ketujuh dari sembilan sektor. Nilai keterkaitan ke belakang terbesar ada pada sektor listrik, gas, dan air minum, sedangkan nilai keterkaitan ke belakang sektor pertanian berada di urutan terakhir. Analisis dampak penyebaran menunjukkan bahwa sektor perdagangan, hotel, dan restoran mampu meningkatkan pertumbuhan sektor yang memakai input dari sektor ini karena nilai kepekaan penyebarannya lebih dari satu, sedangkan sektor pertanian tidak mampu meningkatkan pertumbuhan sektor yang memakai input dari sektor ini karena nilai kepekaan penyebarannya kurang dari satu. Sektor listrik, gas, dan air minum mampu mendorong pertumbuhan industri
(36)
36 hulunya karena nilai koefisien penyebarannya lebih dari satu, sedangkan sektor pertanian tidak mampu mendorong pertumbuhan industri hulunya karena nilai koefisien penyebarannya kurang dari satu. Sesuai dengan analisis multiplier menunjukkan bahwa sektor listrik, gas, dan air minum memiliki nilai multiplier output dan tenaga kerja terbesar. Sektor Lembaga Keuangan, Usaha Bangunan, dan Jasa Perusahaan memiliki nilai multiplier pendapatan terbesar, sedangkan sektor pertanian nilai multiplier output dan tenaga kerjanya berada di urutan terakhir, dan multiplier pendapatannya berada di urutan ke delapan dari sembilan sektor.
Perbedaan penelitian Dampak Belanja Daerah di Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Wilayah Kota Bogor dengan penelitian-penelitian terdahulu adalah dari segi lokasi yang mengambil sektor pertanian di perkotaan. Penelitian ini tidak hanya menganalisis mengenai peranan sektor pertanian, tetapi juga menganalisis dampak dari pengeluaran pemerintah berupa dana APBD.
(37)
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Operasional
Pada Bab ini akan dijelaskan mengenai konsep dan teori yang berhubungan dengan penelitian “Dampak Belanja Daerah di Sektor Pertanian
terhadap Perekonomian Wilayah Kota Bogor” yang menggunakan analisis Input
Output.
Sektor pertanian merupakan sektor primer yaitu dimana output dari sektor pertanian akan dijadikan input oleh sektor-sektor lain. Pertanian masih memiliki peranan penting dalam kontribusi PDRB sehingga keberadaan sektor pertanian perlu mendapat dukungan khusus dari setiap daerah yang memiliki lahan pertanian. Permasalahan yang dihadapi oleh sektor pertanian adalah output dari sektor pertanian memiliki harga yang berfluktuasi yang dapat menyebabkan petani sering mengalami kerugian sehingga pada umumnya kondisi ekonomi petani masih dibawah garis kemiskinan. Untuk mendukung sektor pertanian maka diperlukan program kegiatan pertanian yang menunjang agar dapat meningkatkan pendapatan petani.
Program kegiatan yang dapat dilakukan untuk sektor sektor pertanian misalnya seperti program intensifikasi pertanian, peningkatan produksi ternak, pembibitan kultur jaringan dan lain-lain. Dalam pelaksanaan program-program tersebut tentunya memerlukan dana dalam pelaksanaan operasional. Besaran proporsi dana yang dikeluarkan di sektor pertanian menggambarkan seberapa besar dukungan pemerintah terhadap sektor pertanian. Anggaran belanja di sektor pertanian sangat dibutuhkan oleh para petani karena dapat menjadi insentif para
(38)
38 petani agar tidak beralih ke sektor yang lainnya dan sektor pertanian masih tetap berperan penting dalam kegiatan perekonomian.(Mubyarto,1994)
3.2. Tahap-tahap Analisis
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menganalisis Tabel Input-Output Kota Bogor Tahun 2008. Data yang dianalisis dari Tabel Input-Output adalah data transaksi domestik atas dasar harga produsen. Dalam Tabel Input-Output Kota bogor Tahun 2008 nilai permintaan akhir yang mencakup pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap, perubahan stok, ekspor dan impor tidak memiliki rincian nilai per subyek melainkan hanya satu nilai yang berupa nilai total dari keseluruhan berupa final demand. Sehingga dalam perhitungan akan terjadi beberapa kesulitan.
Sektor yang akan dianalisis dalam penelitian ini lebih dititik beratkan kepada sektor pertanian. Aadapun tahap-tahap analisis pada penelitian ini secara garis besar adalah sebagai berikut :
1. Mengagregasikan sektor-sektor pada tabel transasksi domstik atas harga produsen. Agregasi adalah proses pengaabungan beberapa sektor Input-Output menjadi satu sektor yang lebih besar. Agregasi harus memperhatikan sifat masing-masing sektor. Dalam tabel Input Output Kota Bogor Tahun 2008 klasifikasi 28 sektor kemudian sektor-sektor tersebut diuagregasi menjadi sembilan dan dua belas sektor. Agregasi menjadi sembilan dan dua belas sektor dilakukan untuk melihat keterkaitan sektor pertanian , dampak penyebaran dan nilai multiplier nya.
(39)
39 2. Mengelompokan sektor-sektor yang telah diagregasi ke dalam tabel di Microsoft Excel dan memberi kode sesuai dengan buku panduan yang tersedia.
3. Melakukan proses input data dari tabel pada Microsoft Excel pada software IOAP 1.0.1 (Input Output Analysis for Practioners) untuk kemudian data diolah menggunakan software tersebut.
4. Selesai data diolah kemudian dilihat dampak pengeluaran pemerintah di sektor pertanian dengan melakukan injeksi terhadap sektor tersebut. Dari analisis tersebut akan terlihat dampaknya terhadap seluruh sektor perekonomian karena injeksi yang dilakukan terhadap suatu sektor tidak hanya akan berpengaruh terhadap sektor tersebut karena seluruh sektor perekonomian memiliki keterkaitan satu sama lain.
(40)
40 Gambar 3.3. Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Operasional Perekonomian Kota Bogor
Ditunjang Sektor Pertanian
APBD di Sektor Pertanian Kota Bogor
Analisis Input-Output Kota Bogor Tahun 2010
Analisis Keterkaitan
Analisis Multiplier Analisisis Dampak
Anggaran
Tenaga Kerja
Pendapatan Pembentukan
Output
Dampak Belanja Daerah Di Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Wilayah Kota Bogor
(41)
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Bogor Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan tujuan penelitian (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kota Bogor memiliki jumlah penduduk yang padat sehingga kebutuhan akan pangan meningkat sehingga perlu didukungnya sektor pertanian agar output dari sektor pertanian dapat mencukupi kebutuhan pangan Kota Bogor. Kegiatan penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Juni 2012.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur, instansi yang terkait. Tabel Input-Output Kota Bogor Tahun 2008 klasifikasi 28 sektor diperoleh dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Data APBD sektor pertanian diperoleh dari Dinas Pertanian Kota Bogor, Kota Bogor dalam Angka diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kota Bogor, data tenaga kerja diperoleh dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Bogor juga referensi lainnya dan penelitian-penelitian terdahulu yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan yang berhubungan dengan analisis dampak belanja daerah di sektor pertanian wilayah Kota Bogor.
(42)
42 Tabel 4. Jenis dan Sumber Data Penelitian Berdasarkan Tujuan
No Tujuan Jenis dan
Sumber Data Metode Analisis 1 Menganalisis pembiayaan sektor
pertanian kota Bogor dalam struktur APBD Data Sekunder Sumber Dinas Pertanian Kota Bogor Analisis Statistik Deskriptif
2 Menganalisis peranan sektor pertanian terhadap perekonomian Kota Bogor Tahun 2008
Data Sekunder Sumber Bappeda Kota Bogor
Analisis Input-Output
3 Menganalisis keterkaitan sektor pertanian terhadap sektor hulu dan sektor hilirnya
Data Sekunder Sumber
BAPPEDA Kota Bogor
Analisis Input – Output
4 Mengetahui dampak belanja di sektor pertanian terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi, tingkat pendapatan dan penyerapan tenaga kerja di Kota Bogor.
Data Sekunder Sumber Dinas Pertanian Kota Bogor
Analisis Input – Output
4.3. Metode Analisis Data
Data dan informasi yang telah didapat selanjutnya dilakukan pengolahan dengan menggunakan software Input-Output Analysis for Practioners dan microsoft excel 2007. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif.
4.3.1. Analisis Statistik Deskriptif
Tujuan dari penggunaan analisis statistik deskriptif adalah untuk mengetahui struktur Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) di sektor pertanian Kota Bogor dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2012. Dengan menggunakan grafik maka akan dapat dilihat secara jelas fluktuasi proporsi dana APBD sektor pertanian.
(43)
43 4.3.2. Analisis Keterkaitan (linkage)
Indeks keterkaitan langsung dan tidak langsung baik ke depan maupun ke belakang seperti yang diuraikan di muka belumlah memadai dipakai sebagai landasan pemilihan sektor kunci. Indikator-indikator tersebut tidak dapat diperbandingkan antarsektor karena peranan permintaan akhir setiap sektor tidak sama. Oleh karena itu, kedua indeks tersebut haruslah dinormalkan dengan cara membandingkan rata-rata dampak seluruh sektor. Analisis ini disebut dengan dampak penyebaran yang terbagi dua yaitu kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran (Priyarsono,et al, 2007).
1. Koefisien Daya Penyebaran (Backward Linkage)
Konsep ini berguna untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input. Konsep ini juga sering diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Sektor j dikatakan mempunyai kaitan ke belakang yang tinggi apabila BLj mempunyai nilai lebih besar dari 1, sebaliknya jika nilai BLj lebih kecil dari satu. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai koefisien penyebaran adalah:
BLj =
n ij
i1
n
i1
n
ijj1
n
(6)Dimana :
BLj = koefisien penyebaran sektor j αij = unsur matriks kebalikan Leontief
(44)
44 2. Kepekaan Penyebaran (Forward Linkage)
Konsep ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. Konsep ini sering juga diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan produksi sektor-sektor lain yang memakai input dari sektor ini. Sektor i dikatakan mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi apabila nilai FLi lebih besar dari satu. Sebaliknya, jika nilai FLi lebih kecil dari satu. Rumus yang digunakan untuk mencari nilai kepekaan penyebaran adalah :
FLi =
n ij
i1
n
i1
n
ijj1
n
(7)Dimana :
FLi = kepekaan penyebaran sektor i
αij = unsur matriks kebalikan Leontief 4.3.3 Analisis Multiplier
Analisis multiplier bertujuan untuk melihat adanya dampak perubahan permintaan akhir dari suatu sektor ekonomi terhadap semua sektor yang ada tiap satu satuan perubahan jenis multiplier.
1. Multiplier Output
Multiplier output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek awal (multiplier effect), yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Setiap elemen dalam matriks kebalikan Leontief (matriks invers)
α menunjukan total pembelian input baik tidak langsung maupun langsung dari
(45)
45 unit satuan moneter ke permintaan akhir. Matriks invers dirumuskan dengan persamaan :
Α = ( I – A )-1= [ αij ] (8) Matriks α mengandung informasi penting tentang struktur perekonomian yang dipelajari dengan menentukan tingkat kaitan antarsektor dalam
perekonomian suatu wilayah atau negara. Koefisien dari matriks invers ini [ αij ] menunjukan besarnya perubahan aktivitas dari suatu sektor yang akan mempengaruhi tingkat output dari sektor-sektor lain.
2. Multiplier Pendapatan
Multiplier pendapatan mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya perubahan output dalam perekonomian. Dalam Tabel I-O, yang dimaksud dengan pendap atan adalah upah dan gaji yang diterima oleh rumah tangga. Pengertian pendapatan disini tidak hanya mencakup beberapa jenis pendapatan yang umumnya diklasifikasikan sebagai pendapatan rumah tangga, tetapi juga dividen dan bunga bank (Jensen,1979 dalam Priyarsono.et al. 2007). Angka pengganda pendapatan dapat diperoleh dari rumus :
MIj i1
n
an1Dijan1,j
(9)
Dimana :
MIj = pengganda tipe II
Dij = unsur matrik kebalikan leontif tertutup
(46)
46 3. Multiplier Tenaga Kerja
Menunjukan perubahan tenaga kerja yang disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output. Multiplier tenaga kerja tidak diperoleh oleh elemen-elemen dalam tabel I-O, seperti pada multiplier output pendapatan karena dalam tabel I-O tidaik mengandung elemen-elemen yang berhubungan tenaga kerja. Besaran multiplier tenaga kerja dapat diperoleh dengan rumus :
MLj i1
n
wn1Dijwn1,j
(10)
Dimana :
MLj = pengganda tenaga kerja tipe II
Dij = unsur matrik kebalikan leontif tertutup Wn+i,j = koefisen tenaga kerja sektor j
Wn+1,i = koefisien tenaga kerja sektor i
Berdasarkan matriks kebalikan Leontief terbuka (αij) maupun tertutup (α*ij) dapat ditentukan nilai-nilai dari multiplier output, multiplier pendapatan dan multiplier tenaga kerja berdasarkan rumus-rumus yang tercantum pada Tabel 4.1 berikut.
Tabel 5. Rumus Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja
Nilai Multiplier
Output Pendapatan Tenaga Kerja
Efek Awal 1 hi ei
Efek Putaran Pertama ∑aij ∑aijhi ∑aijei
Efek Dukungan Industri ∑iαij -1-∑iaij ∑iαijhi-hj-∑iaijhi ∑iαij e ij – ei - ∑iaij ei Efek Induksi Konsumsi ∑iα*ij -1-∑iaij ∑iα*ijhi-hj-∑iaijhi ∑iα*ij e i – ei - ∑iaij ei Efek Total ∑iα*ij ∑iα*ijhi ∑iα*ij ei
Efek Lanjutan ∑iα*ij– 1 ∑iα*ijhi - hi ∑iα*ij ei - ei Sumber : Daryanto, 1990 dalam Priyarsono.et al. 2007
(47)
47 Keterangan :
aij = Koefisien Output
hi = Koefisien Pendapatan Rumah tangga ei = Koefisien Tenaga Kerja
αij = Matriks kebalikan Leontief model terbuka α*ij = Matriks kebalikan Leontief model tertutup
Melihat hubungan antara efek awal dan efek lanjutan per unit pengukuran dari sisi output, pendapatan dan tenaga kerja maka dihitung dengan menggunakan rumus multiplier tipe I sebagai berikut.
Tipe I
Efek Awal + Efek Putaran Pertama + Efek Dukungan Industri Efek Awal
4.3.4. Analisis Dampak Pengeluaran Pemerintah
Melihat dampak pengeluaran pemerintah di sektor pertanian terhadap perekonomian wilayah kota Bogor digunakan analisis input output dengan rumus sebagai berikut (Miller dan Blair dalam Manaf, 2007) :
1) Dampak terhadap pembentukan output
ΔX = (I-A)-1ΔG (11)
2) Dampak terhadap pembentukan pendapatan
ΔI= �n+1(I-A)-1ΔG (12)
3) Dampak terhadap pembentukan tenaga kerja
ΔL = wn+1(I-A)-1ΔG (13) dimana:
ΔX = dampak terhadap pembentukan output
(48)
48
ΔL = dampak terhadap penyerapan terhadap tenaga kerja
ΔG = pengeluaran pemerintah
(I-A)-1 = matriks kebalikan Leontief terbuka
�n+1 = koefisien pendapatan wn+1 = koefisien tenaga kerja 1. Koefisien Pendapatan (�n+1)
Menurut Daryanto dan Hafizrianda dalam Mulyani (2007), koefisien pendapatan merupakan suatu bilangan yang menunjukkan besarnya jumlah pendapatan yang diterima oleh pekerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien pendapatan diperlukan untuk mencari dampak perubahan input primer terhadap pembentukan pendapatan. Rumusnya adalah:
�n+1
=
��� (14)
dimana:
�n+1 = koefisien pendapatan sektor i Ui = jumlah upah dan gaji
Xi = jumlah input total sektor i 2. Koefisien Tenaga Kerja (wn+1)
Menurut Daryanto dan Hafizrianda dalam Mulyani (2007),koefisien tenaga kerja merupakan suatu bilangan yang menunjukkan besarnya jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien tenaga kerja diperlukan untuk mencari dampak perubahan i primer terhadap pembentukan tenaga kerja. Dirumuskan sebagai berikut:
(49)
49 wn+1
=
��
�� (15)
dimana:
βi= koefisien tenaga kerja sektor i Li= jumlah tenaga kerja sektor i Xi= jumlah input
(50)
V. GAMBARAN UMUM WILAYAH
5.1. Kondisi Geografis
Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu Kecamatan Bogor Selatan, Kecamatan Bogor Timur, Kecamatan Bogor Utara, Kecamatan Bogor Tengah, Kecamatan Bogor Barat, Kecamatan Tanah
Sareal, yang meliputi 68 Kelurahan. Kota Bogor terletak diantara 106043’30”BB – 106051’00”BT dan 6030’30”LS – 6041’00”LU serta mempunyai ketinggian
rata-rata minimal 190 meter, maksimal 350 meter dari permukaan laut dengan jarak dari ibukota kurang lebih 60 km. Batas wilayah Kota Bogor adalah :
Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin Kabupaten Bogor.
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor.
Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja, Kecamatan Bojong Gede, dan Kecamatan Kemang Kabupaten Bogor. Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Kemang dan Kecamatan
Dramaga Kabupaten Bogor.
Kota Bogor memiliki udara yang sejuk dengan suhu udara rata-rata setiap bulannya adalah 260 C dan suhu udara terendah 210 C, dengan kelembaban udara kurang lebih 70% disebut sebagai Kota Hujan, Kota Bogor dialiri beberapa sungai yang permukaan airnya jauh dibawah permukaan kota, yaitu sungai Ciliwung, Cisadane, Cipakancilan, Cidepit, Ciparigi, dan Cibalok, maka secara umum Kota
(51)
51 Bogor aman dari bahaya banjir. Banyaknya hujan dengan jumlah terbesar umumnya terjadi pada bulan Desember dan Januari.
Kemiringan Kota Bogor berkisar antara 0 – 15 derajat dan sebagian kecil daerahnya mempunyai kemiringan antara 15 – 30 derajat. Sebagian besar jenis tanah adalah Lotosit coklat kemerahan dengan kedalaman efektif tanah lebih dari 90 cm dengan tekstur tanah yang halus serta bersifat agak peka terhadap erosi. Jenis tanah ini sebagian besar mengandung tanah liat (clay) serta bahan-bahan yang berasal dari letusan gunung berapi, sehingga kekuatan tanah di daerah ini bisa mencapai 2 sampai 5 kg per cm2, sedangkan pada tempat yang tidak berbatu masih menahan 1,50 kg per cm2.
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor, 2011
(52)
52 5.2. Kondisi Kependudukan Kota Bogor
Jumlah penduduk dan perubahannya menjadi bagian penting dalam kependudukan. Jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2008 tercatat sebanyak 942 204 jiwa terdiri dari laki-laki 476 476 jiwa dan perempuan sebanyak 465 728 jiwa. Dengan kepadatan penduduk 7 951 jiwa per km2. Adapun komponen perubahan penduduk rendah di daerah ini kemungkinan disebabkan karena letak daerah ini berdekatan dengan ibukota negara yang mempunyai pola fertilitas yang rendah. Jumlah penduduk terbesar berada di Kecamatan Bogor Barat sebanyak 205 123 jiwa (21.77 persen dari seluruh penduduk), sedangkan kecamatan dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kecamatan Bogor Timur sebanyak 94 329 jiwa (10.01 persen).
Banyak karakteristik penduduk yang menarik untuk dikaji, diantaranya yang paling pokok adalah struktur umur dan jenis kelamin. Dari jumlah penduduk di Kota Bogor, bila dilihat komposisinya menurut jenis kelamin adalah 476 476 laki-laki dan 465 728 perempuan atau lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan. Indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui komposisi pendudu menurut jenis kelamin dapat dilihat dari rasio jenis kelamin (sex ratio), yaitu angka yang menyatakan perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki dengan jumlah penduduk perempuan di suatu daerah pada waktu tertentu. Rasio jenis kelamin laki-laki terhadap perempuan di Kota Bogor adalah 102 yang berarti untuk setiap 100 penduduk perempuan rata-rata terdapat 102 penduduk laki-laki. Komposisi jumlah penduduk menurut jenis kelamin di tiap-tiap Kecamatan ternyata tidak berbeda jauh dari 102.
(53)
53 Tabel 6. Jumlah Penduduk Menurut Umur Tunggal per Kelurahan Tahun
2008
Kecamatan Laki-Laki Perempuan Rasio Jenis
Kelamin
(1) (2) (3) (4)
Kota Bogor Selatan
91 850 87 644 105
Kota Bogor Timur 47 185 47 144 100
Kota Bogor Utara 83 485 82 760 101
Kota Bogor Tengah
56 450 55 502 102
Kota Bogor Barat 103 874 101 249 101
Tanah Sareal 93 632 91 429 102
Kota Bogor 476 476 465 728 102
Sumber : BPS Kota Bogor, 2008
Tabel 7. Jumlah Penduduk Menurut Rasio Ketergantungan Tahun 2008 Kecamatan Rasio Ketergantungan S Rasio Ketergantungan Penduduk Muda Rasio Ketergantungan Penduduk Tua
(1) (2) (3) (4)
Kota Bogor Selatan 52.53 46.98 5.55
Kota Bogor Timur 46.93 41.75 5.18
Kota Bogor Utara 46.12 42.16 3.96
Kota Bogor Tengah 40.27 33.20 7.08
Kota Bogor Barat 45.23 40.17 5.06
Tanah Sareal 48.52 43.53 4.99
Kota Bogor 46.92 41.72 5.20
Sumber : BPS Kota Bogor, 2008
Angka ketergantungan penduduk tidak produktif (umur 0-14 tahun dan 65 tahun lebih) terhadap penduduk produktif usia 15-64 tahun pada tahun 2008 adalah 46.92 yang berarti setiap 100 penduduk usia produktif menanggung sekitar 47 penduduk tidak produktif. Keadaan ini mengindikasikan kondisi yang cukup baik dengan asumsi secara rata-rata seorang yang tidak produktif ditanggung oleh 2 orang penduduk produktif.
Angka ketergantungan penduduk muda dan ketergantungan penduduk tua di Kecamatan Bogor Tengah agak berbeda dengan yang terdapat di Kecamatan lainnya. Angka ketergantungan penduduk muda di Kecamatan Bogor Tengah ini
(1)
111
Lanjutan Lampiran 14
Kegiatan APBD Kota Bogor, APBD Provinsi Jawa Barat dan APBN Tahun 2011
APBD KOTA BOGOR
NO
Nama Kegiatan
Biaya Anggaran
(Rp)
APBD KOTA BOGOR
II
Belanja Langsung
Program Pelayanan Administrasi Perkantoran
292.586.000
1 Pengelolaan rumah tangga SKPD
216.146.000
2 Pembayaran gaji tenaga kontrak
76.440.000
Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur
198.966.000
3 Pemeliharaan rutin/berkala inventaris kantor
113.716.000
4 Pengadaan barang inventaris kantor
85.250.000
Peningkatan dan pengembangan sistim pelaporan capaian kinerja dan keuangan
25.000.000
5 Penyusunan, perencanaan, pelaporan dan capaian kinerja SKPD
25.000.000
Program peningkatan produksi pertanian
2.427.000.000
6 Peningkatan pelayanan rumah potong hewan
1.600.000.000
7 Peningkatan sarana dan prasarana TPH
50.000.000
8 Pengembangan usaha pengolahan hasil TPH
75.000.000
9 Peningkatan kualitas bibit, penyebaran dan pengembangan ternak
67.000.000
10 Pengembangan usaha tanaman hias
75.000.000
11 Pengembangan sumberdaya perikanan berkelanjutan
75.000.000
12 Teknologi penganganan dan pengolahan pindang garam dan cue
360.000.000
13 Peningkatan mutu olahan dan nilai tambah produk hasil perikanan secara higienis
75.000.000
14 Intensifikasi tanaman pangan dan hortikultura
50.000.000
(2)
112
15 Pengembangan kemitraan dan informasi pemasaran sentra perikanan yang dinamis
75.000.000
16 Peningkatan mutu pangan asal hewan yang aman sehat utuh halal
100.000.000
17 Sosialisasi bogor kota halal
100.000.000
18 DAK bidang kelautan dan perikanan dan dana pendamping
3.491.620.000
19 Biaya umum DAK dan kelautan dan perikanan
300.000.000
Program pencegahan dan penanggulangan penyakit tanaman, ternak dan ikan
75.000.000
20 Peningkatan pelayanan dan pengendalian penyakit hewan menular zoonosis
75.000.000
(3)
113
Lanjutan Lampiran 14
Kegiatan APBD Kota Bogor, APBD Provinsi Jawa Barat dan APBN Tahun 2012
No
Nama Kegiatan
Anggaran
1 Pengelolaan rumah tangga SKPD
432.109.600
2 Pemeliharaan rutin/berkala inventaris kantor
409.270.000
3 Pengadaan barang inventaris kantor
402.690.000
4 Penyusunan, perencanaan, pelaporan, dan capaian kinerja SKPD
25.000.000
5 Evaluasi permohonan hibah dan bantuan sosial
20.000.000
6 Peningkatan pelayanan rumah potong hewan
500.000.000
7 Intensifikasi pertanian tanaman pangan dan hortikultura
300.000.000
8 Pengembangan sumberdaya perikanan berkelanjutan
100.000.000
9 Peningkatan produksi ikan hias unggulan di kota Bogor
150.000.000
10 Peningkatan pelayanan produksi peternakan
200.000.000
11 Dana pendamping pengembangan usaha agribisnis perkotaan
100.000.000
12 DAK kalautan dan perikanan dan dana pendamping
4.175.471.425
13 Peningkatan mutu pangan asal hewan yang aman sehat utuh halal
175.000.000
14 Optimalisasi STA rancamaya
37.650.000
15 Optimalisasi RPH bubulak
640.000.000
16 Biaya umum DAK 2012
350.000.000
17 Penunjang pelaksanaan kegiatan pengembangan usaha mina pedesaan perikanan budidaya
50.000.000
18 Optimalisasi kultur jaringan
60.910.000
19 Peningkatan pelayanan pengendalian penyakit hewan menular zoonosis
200.000.000
20 Sosialisasi Bogor menuju kota halal
125.000.000
21 Pengembangan usaha pengolahan hasil dan pemasaran TPH
150.000.000
(4)
114
23 Optimalisasi sumberdaya pertanian
175.000.000
24 Pengembangan mutu produk pertanian
150.000.000
25 Pengembangan promosi produk perikanan
50.000.000
26 Penguatan kelembagaan kelompok pembudidaya perikanan
50.000.000
27 Pembuatan profil usaha pertanian kota Bogor
145.250.000
28 Jaringan pemasaran dan jejaring bisnis hasil perikanan
150.000.000
29 Pembebasan lahan untuk pembangunan pasar hewan modern
2.200.000.000
(5)
RINGKASAN
MAFIA SARTIKA DEWI. Analisis Dampak Belanja Daerah di Sektor Pertanian terhadap Perekonomian Wilayah Kota Bogor. Dibimbing Oleh ADI HADIANTO.
Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Jawa Barat. Sektor pertanian masih memegang peranan strategis sebagai sektor yang terbanyak menyerap tenaga kerja dan memberikan kontribusi PDRB di Jawa Barat seperti halnya di Kota Bogor. Sektor pertanian merupakan sektor primer yang berperan pening dalam mewujudkan visi Kota Bogor sebagai “ Kota Perdagangan dengan Sumberdaya Manusia yang Produktif dan Pelayanan Prima”. Kontribusi sektor pertanian di Kota Bogor dapat ditingkatkan dengan adanya dukungan kebijakan , termasuk dalam kebijakan anggaran untuk pelaksaan program pembangunan di Kota Bogor. APBD berperan sebagai pendorong dan salah satu penentu tercapainya target dan sasaran makro ekonomi daerah
Sektor pertanian dapat menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan kontribusi PDRB, namun saat ini ironisnya lahan pertanian Kota Bogor selalu menyusut setiap tahunnya. Alih fungsi lahan terjadi karena petani tidak memiiliki insentif untuk tetap mempertahankan lahannya dan tetap bertahan pada sektor pertanian. APBD di sektor pertanian sangat berperan dalam pembangunan pertanian dan menjadi insentif bagi para petani agar tetap mempertahankan lahan pertanian yang tersisa untuk menunjang perekonomian wilayah Kota Bogor.
Penelitian ini bertujuan menganalisis pembiayaan pertanian dalam struktur APBD, kemampuan sektor pertanian dalam mendorong pertumbuhan ekonomi sektor hulu dan sektor hilirnya serta dampak belanja daerah di sektor pertanian terhadap perekonomian wilayah Kota Bogor. Metode yang digunakan adalah analisis Input-Output dengan mengguanakan program IOAP (Input Output Anlysis for Practioners)dan Microsoft Excel.Data yang digunakan adalah data sekunder yang berasal dari Tabel Input-Output Kota Bogor tahun 2008, klasifikasi 28 sektor. Analisis yang dilakukan terdiri dari analisis keterkaitan, analisis multplier dan analisis dampak pengeluaran pemerintah di sektor pertanian dari APBD Kota Bogor.
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan dapat diketahui bahwa sektor pertanian dalam Tabel Input-Output Kota Bogor tahun 2008 memiliki kemampuan untuk meningkatkan permintaan output sektor lain yang yang akan dijadikan input dalam kegiatan ekonominya yang berarti bahwa sektor pertanian lebih mendorong pertumbuhan hulunya. Sektor hulu dari sektor pertanian adalah industri pupuk, mesin pertanian, bibit dan tenaga kerja. Output dari sektor pertanian habis dikonsumsi secara langsung sehingga belum mampu mendorong pertumbuhan ekonomi sektor hilirnya. Sektor hilir sektor pertanian adalah sektor perdagangan, industri pengolahan dan sektor jasa. Berdasarkan analisis dampak pengeluaran, pengeluaran pemerintah di sektor pertanian sebesar Rp 11.67 milyar yang berasal dari APBD tahun 2012, injeksi anggaran di sektor pertanian akan berdampak besar pada sektor perdagangan, industri pengolahan dan jasa yang merupakan sektor hilir dari sektor pertanian dilihat dari segi pembentukan output, tingkat pendapatan rumah tangga dan penyerapan tenaga kerja.
(6)
Kontribusi sektor pertanian di Kota Bogor dapat berperan dalam membangun perekonomian wilayah dan mewujudkan visi Kota Bogor sebagai
″Kota Perdagangan dengan Sumberdaya Manusia Produktif dan Pelayanan
Prima“, untuk itu diharapkan sektor pertanian menjadi perhatian pemerintah Kota Bogor seperti memperhatikan rencana tata ruang wilayah dengan menetapkan peraturan mengenai lahan abadi, meningkatkan nilai produk tambah pertanian dan membantu perluasan akses permodalan, pola kemitraan dengan perusahaan swasta sekaligus memperbanyak jejaring pasar sehingga sektor pertanian tidak hanya mengandalkan dana dari pemerintah Kota Bogor.