kelebihan produksi sel alga secara fagositosis Sara 1971, Vacelet 1971 dalam Sorokin 1993.
Simbion alga sangat berguna untuk spons tidak hanya sebagai sumber makanan, tetapi sebagaimana kelompok alga biru -hijau lainnya, simbion alga juga
mampu memfiksasi nitrogen dari atmosfir sehingga dapat meningkatkan keseimbangan nitrogen di dalam tubuh inangnya Wilkinson dan Fay 1979 dalam
Sorokin 1993. Alga mengkonsumsi pula nutrien anorganik dari perairan serta produk akhir metabolisme inang. Produk ini selanjutnya akan diasimilasi menjadi
biomas alga sebagai sumber makanan spons. Oleh sebab itu keberadaan alga di dalam simbiosis spons merupakan mekanisme daur ulang nutrien semi-tertutup
yang sangat penting pada perairan yang miskin nutrien. Spons dengan simbion alga dilaporkan memiliki laju pertumbuhan yang lebih tinggi di biotop dengan
intensitas pencahayaan tinggi daripada daerah yang terlindung Wilkinson dan Vacelet 1979 dalam Sorokin 1993.
Spons Demospongiae hidup bersimbiosis dengan berbagai organisme laut seperti gastropoda, kepiting hermit, udang, hidroid a, briozoa, ophiurid a,
Aeromonas, Pseudomonas, keong serta abalon. Simbiosis ini dapat bersifat mutualisma seperti yang terdapat pada simbiosis Suberites yang hidup pada
cangkang moluska yang dihuni oleh kep iting hermit. Pada saat spons tumbuh dewasa maka kepiting hermit secara tidak langsung akan hidup di dalam tubuh
spons sehingga terhindar dari predator. Sebaliknya spons dapat memperoleh makanan serta nutrien akibat adanya aliran air yang diakibatkan pergerakan
kepiting. Tetapi Cliona celata justru menyekresikan suatu senyawa kimia karbonik anhidrase sehingga mampu melubangi cangkang luar dari moluska dan
abalon yang ditempatinya. Akibat yang lebih jauh inang tersebut dapat mengalami kematian serta penurunan populasinya di alam Ruppert dan Barnes
1991.
2.5. Metabolit sekunder
Metabolit sekunder adalah senyawa-senyawa hasil biosintetik turunan dari metabolit primer yang umumnya diproduksi oleh organisme yang berguna untuk
pertahanan diri dari lingkungan maupun dari serangan organisme lain , sedangkan substansi yang dihasilkan oleh organisme melalui metabolisme dasar serta
digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan organisme yang bersangkutan disebut dengan metabolit primer. Perbedaan kondisi lingkungan seperti tingginya
kekuatan ionik pada air laut, intensitas cahaya yang kecil, rendahnya temperatur, tekanan dan struktur tubuh yang berbeda dengan organisme darat memungkinkan
spons menghasilkan metabolit yang mempunyai struktur kimia yang spesifik dan bervariasi yang sangat berpengaruh terhadap bioaktifitasnya Motomasa 1998
dalam Murniasih 2003. Pendapat yang senada dikemukakan oleh De Voogd et al. 2005 yang menyatakan bahwa senyawa bioaktif spons berbeda baik intra spesies
maupun inter spesies. Selain itu dinyatakan pula bahwa disamping kompetisi secara spasial, beberapa faktor ekologis turut pula menentukan produksi senyawa
bioaktif sehingga dapat dikatakan bahwa spons yang tumbuh pada lingkungan yang sangat tinggi tingkat kompetisi alaminya akan memiliki kandungan toksin
yang lebih tinggi daripada spons yang ditumbuhkan pada substrat buatan. Spons bersifat sesil oleh sebab itu spons sangat rentan dari predator seperti
ikan, penyu, gastropoda, ekinodermata serta nudibrankia. Selain itu spons juga tidak memiliki tangan dan kaki sehingga secara fisik tidak dapat melepaskan
hewan dan tumbuhan yang melekat pada permukaan dan di dalam saluran-saluran tubuh yang bersifat parasit. Faktor penyebab lainnya adalah spons tumbuh sangat
lambat serta tidak mampu berkompetisi dalam ruang dan sumberdaya hayati dibandingkan hewan dan tumbuhan seperti karang dan kelompok askidian.
Faktor-faktor pembatas tersebut menyebabkan spons mengembangkan suatu sistem pertahanan biologis yaitu dengan menghasilkan senyawa toksin dari dalam
tubuhnya yang kemudian dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber bahan baku obat-obatan
http:www.qmuseum.qld.gov.auorganisationsectionssessile marine invertebratessponge
. Spons memproduksi sejumlah besar metabolit sekunder melalui aktifitas
biologisnya. Beberapa senyawa bioaktif ini mengandung bahan yang bersifat antimitotik, sitotoksik, antibakteri, antifungi dan antivirus De Voogd et al. 2005.
Menurut Burkholder 1969 dalam Amir 1991 spons juga diketahui menghasilkan zat antimikroba, misalnya antibiotik ektionin yang diperoleh dari jenis Microciona
prolifera. Kemudian pada Ianthella sp. ditemukan suatu zat yang dapat menghambat pertumbuhan ragi merah muda, sedangkan ekstrak antibakteri dari
Haliciona viridis terbukti racun bagi ikan dan tikus. Salah satu antibiotik dari spons ini adalah 2,6-dibromo 4 acetamido-4 hydroxycyclohexadienone. Selain itu
spons juga mengandung berbagai macam pigmen karotenoid, sterol dan senyawa toksin Bakus 1985 dalam Amir 1991. Senyawa lain yang berhasil
diisolasi yaitu terpenoid, saponin, derivat asam amino dan makrolida Sarma et al. 1993, Faulkner 1995 dalam Pawlik et al. 1996.
Pigmen karotenoid seperti beta karoten merupakan senyawa antioksidan yang telah terbukti sangat baik untuk pencegahan kanker. Senyawa antioksidan
jenis ini berperan menangkal radikal bebas pemicu kanker tetapi tidak secara langsung membunuh sel-sel kanker, sedangkan steroidtriterpenoid adalah
senyawa yang sering digunakan sebagai komponen aktif obat. Berbagai hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa dari golongan tersebut bermanfaat
sebagai antikanker, antimikroba serta dalam pengobatan jantung kardiovaskular. Zat lain yang juga berperan sebagai antibakteri selain triterpenoid adalah alkaloid,
flavonoid, saponin, sterol dan tanin. Sebagian besar dari senyawa tersebut memiliki kerangka karbon yang
kaya akan nitrogen atau halogen Paul 1992, Faulkner 1995 dalam Pawlik et al. 1996. 2.4 berat kering spons Hyrtios erecta diketahui merupakan konsentrasi
dari metabolit sekunder Rogers dan Paul 1991 dalam Pawlik et al. 1996. Kompleksitas struktur dan tingginya konsentrasi tersebut memperlihatkan bahwa
sesungguhnya spons memilik i fungsi ekologis yang penting, diantaranya berimplikasi dalam interaksi allelopathic spons dan karang Sullivan et al. 1983,
Porter dan Targett 1988 dalam Pawlik et al. 1996 yaitu sebagai inhibitor pelekatan larva-larva organisme pengotor Davis et al. 1991, Henrikson dan
Pawlik 1995 dalam Pawlik 1996 dan sebagai pelindung spons dari mikroorganisme serta radiasi ultravio let Paul 1992 dalam Pawlik 1996.
2.6. Reproduksi spons 2.6.1. Reproduksi aseksual