2.2.4. Cara Pengukuran Tekanan Darah
Dalam dunia klinis, tekanan darah diartikan sebagai tekanan di arteri dari ventrikel kiri ketika sistol dan tekanan yang kekal di arteri ketika ventrikel diastol.
Tekanan darah biasanya diukur di arteri brakial di lengan kiri. Alat yang digunakan untuk mengukur tekanan darah ialah sphygmomanometer. Alat ini terdiri daripada
rubber cuff yang dihubungkan dengan rubber bulb yang digunakan untuk menginflasi cuff, dan meteran yang menunjukkan tekanan pada cuff. Cuff dilingkarkan pada
lengan dengan lengan di atas meja yang sama arasnya dengan jantung. Cuff dipompa sehingga arteri brakial dikompres dan aliran darah terhenti, biasanya 30 mmHg lebih
besar dari tekanan darah sistolik normal. Pengukur meletakkan steteskop di bawah cuff, atas arteri brakial dan mengurangkan tekanan secara perlahan. Apabila arteri
terbuka, darah akan mengalir kembali, menyebabkan bunyi yang terdengar pada steteskop. Itulah tekanan darah sistolik. Apabila bunyi menjadi terlalu rendah untuk
didengar melalui steteskop, itulah tekanan darah diastole. Pelbagai bunyi yang didengar sewaktu pengukuran darah dikenali sebagai Korotkoff sounds.
Tenakan darah normal pada seorang laki-laki dewasa adalah kurang dari 120 mmHg sistolik dan kurang dari 80 mmHg diastolic. Pada perempuan muda yang
sehat, tekanan darah adalah 8 – 10 mmHg lebih rendah. Perbedaan antara tekanan darah sistol dan diastol ialah pulse pressure.
Tekanan ini, biasanya sekitar 40 mmHg, memberi informasi tentang kondisi system kardiovaskuler. Pada keadaan seperti artherosklerosis dan patent ductus arteriosus,
pulse pressure akan meningkat. Ratio normal antara tekanan darah sistol, diastole dan pulse pressure ialah sekitar 3 : 2 : 1 Tortora Derrickson, 2009.
Universitas Sumatera Utara
2.3. Hubungan Merokok dan Tekanan Darah
Tekanan darah ditentukan oleh Cardiac output dan resistensi perifer total. Terdapat pelbagai faktor yang mempengaruhi Cardiac outputdan resistensi perifer total
dan sekaligus berdampak terhadap tekanan darahTortora Derrickson, 2009; Sherwood, 2001. Antaranya adalah kebiasaan merokok.
Rokok dapat meningkatkan tekanan darah secara langsung dengan menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan frekuensi denyut jantung. Karbon
monoksia CO yang terdapat dalam asap rokok berperan dalam peningkatan tekanan darah. Afinitas CO terhadap hemoglobin adalah 200 kali lebih tinggi daripada afinitas
oksigen terhadap hemoglobin. Oleh itu, fungsi hemoglobin yaitu penghantaran oksigen ke jaringan tubuh akan terganggu. Akibat pasokan oksigen jaringan yang kurang, tubuh
akan berkompensasi dengan mekanisme spasme pembuluh darah untuk meningkatkan tekanan darah. Sekiranya berlangsung lama, spasme pembuluh darah ini dapat
menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah dan mempercepat proses arterosklerosis. Hal ini akan meningkatkan resistensi perifer total.
Nikotin yang terdapat dalam asap rokok bekerja sebagai agonis adrenergik yang menstimulasi pelepasan katekolamine lokal dan sistemik serta pelepasan
vasopressin American Heart Association. Selain vasokontriksi, katekolamine juga meningkatkan frekuensi dan intensitas denyut jantung. Oleh itu, cardiac output akan
meningkat. Kebiasaan merokok juga dapat memicu proses trombosis dengan
meningkatkan kadar thrombin dalam sirkulasi. Hal ini akan memperberat proses arterosklerosis dan lebih menyempit aliran darah. Selain itu, merokok juga
terbukti mengurangkan vasodilator dan meningkatkan vasokonstriktor dalam sirkulasi darah.
Efek-efek yang disebut di atas secara kumulatif meningkatkan tekanan darah pada perokok.
Universitas Sumatera Utara