Kesimpulan Kesetaraan Gender Dalam Pembangunan Perikanan Pantai: Kasus Kabupaten Subang, Jawa Barat

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Tujuan pertama dari penelitian ini adalah menganalisis pelaksanaan program pembangunan kelautan dan perikanan pada saat ini apakah sudah responsif gender atau belum. Hasil analisis menunjukkan bahwa kebijakan dan program pembangunan kelautan dan perikanan di Kabupaten Subang belum responsif gender. Kesenjangan gender yang terjadi adalah karena pengabaian pentingnya kontribusi peran perempuan pada tahap pra- dan pasca penangkapan ikan seperti persiapan perbekalan, penyortiran dan penjualan ikan dimana pada tahap-tahap tersebut peran perempuan menonjol. Dalam hal pengelolaan keuangan, kontrol perempuan lebih besar daripada lelaki, hal ini disebabkan oleh stereotipi dalam komunitas setempat bahwa perempuan itu pelit dan pintar mengatur keuangan, sebaliknya lelaki itu boros dan tak dapat mengatur keuangan. Hal ini menunjukkan bahwa isu gender yang mengemuka adalah adanya bias gender dalam proses pencatatan peran produktif di kalangan komunitas nelayan dan dalam partisipasi masyarakat pada proses pengambilan keputusan yang tidak dilakukan berdasar data terpilah menurut jenis kelamin. Kaum perempuan menanggung beban lebih banyak dibandingkan dengan kaum lelaki dalam rumahtangga di lokasi penelitian. Hal tersebut tampak dari banyaknya tugas dan alokasi waktu yang harus disediakan kaum perempuan untuk mengerjakan kegiatan dalam lingkup rumahtangga, kegiatan produktif dan kegiatan kemasyarakatan. Namun dari segi pengambilan keputusan, suami merupakan pengambil keputusan yang dominan dalam urusan pekerjaan produktif dan kemasyarakatan yang bersifat politik, sedangkan istri lebih dominan sebagai pengambil keputusan dalam urusan rumahtangga, termasuk mengelola keuangan. Kebutuhan gender pada komunitas perikanan laut dan pantai saat ini masih ditekankan pada kebutuhan praktis gender KPG yaitu memperbaiki kondisi perempuan. Secara keseluruhan, perempuan terabaikan dari proses pembangunan karena: 1 kebijakan pembangunan tidak diperuntukkan bagi kaum perempuan. Kaum lelaki dianggap sebagai kepala rumahtangga dan berhak untuk jadi wakil 147 dalam komunitas; dan 2 menanggung beban ganda. Perempuan melakukan pekerjaan domestik dan sekaligus mencari nafkah. Tujuan kedua dari penelitian ini adalah menganalisis sikap masyarakat pesisir terhadap kesetaraan gender dalam kegiatan perikanan pantai. Hasil uji korelasi antara sikap dengan pendidikan formal, pekerjaan, status pekerja dan pendapatan menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan. Hal ini dapat terjadi akibat mutu sumberdaya manusia SDM lelaki dan perempuan komunitas pesisir yang relatif rendah umumnya berpendidikan akhir sekolah dasar, pekerjaan yang tergantung pada sumber yang sama yaitu perikanan laut dimana adanya pasokan tergantung musim menyebabkan adanya kesamaan sikap terhadap kesetaraan gender dalam kegiatan perikanan pantai. Hal-hal yang diduga dapat memberi pengaruh terbentuknya sikap responden terhadap kesetaraan gender dalam perikanan pantai adalah: 1 faktor budaya yang menekankan status suami yang lebih tinggi dari istri dan harus dipatuhi oleh istri. Hal ini tersosialisasikan melalui peran gender, dengan cara pendidikan informal dalam keluarga. Individu meniru perilaku orangtua mereka dalam pembagian tugas di lingkup keluarga dan rumahtangga. Sikap tidak setuju dari responden banyak dilatarbelakangi oleh faktor budaya ini; dan 2 faktor ekonomi berupa ada-tidaknya peluang kerja bagi lelaki dan perempuan. Semakin banyak tersedianya peluang kerja bagi lelaki dan perempuan maka sikap individu cenderung setuju terhadap kesetaraan gender dalam perikanan pantai. Sikap setuju dari responden banyak dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi ini. Tujuan ketiga dari penelitian ini adalah menyusun alternatif program pembangunan perikanan pantai yang responsif gender. Kondisi pembangunan perikanan pantai Kabupaten Subang saat ini ada pada posisi Strengths- Opportunies, pada kondisi ini sudah dapat dikembangkan program pembangunan perikanan pantai yang berbasis kesetaraan gender. Pelaku pembangunan perikanan pantai yang berperan penting dalam melaksanakan pembangunan yang berbasis kesetaraan gender adalah Pemda, disusul nelayan kemudian KUD Mina. Pelaksana program pembangunan yaitu Pemda dan KUD Mina. Pemda menekankan pentingya kebijakan yang berbasis kesetaraan gender untuk ditetapkan dahulu; sebaliknya, KUD Mina menekankan pentingnya ketersediaan 148 SDM karena umumnya pelaksanaan program bertempat di lingkup KUD Mina maka SDM pelaksana menjadi penting. Semua pelaku aparat Pemda, pengurus KUD Mina dan nelayan memilih mengutamakan program yang terkait pengembangan SDM masyarakat setempat yaitu: 1 program pembinaan kepada masyarakat lelaki dan perempuan untuk dilakukan terlebih dahulu; kemudian dilanjutkan dengan 2 program peningkatan pendidikan masyarakat lelaki dan perempuan.

6.2 Saran