136
5.5 Pembahasan Umum
Guna mendukung pembangunan perikanan pantai yang responsif gender, Dislutkan tidak harus bekerja sendiri tetapi perlu bekerjasama dengan sektor
lainnya, antar-sektoral. Kerjasama antar sektoral tersebut dapat terjalin antara dinas teknis Dislutkan dengan instansi yang terkait dengan pemberdayaan
masyarakat yaitu BPMD Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Subang yang menjadi koordinator Forkom Gender yang melaksanakan program
pemberdayaan perempuan dan kesetaraan gender, dan Dinas Pendidikan Kabupaten Subang yang terkait dengan pengembangan SDM masyarakat. KUD
Mina yang mengelola TPI pun perlu dilibatkan dalam pelaksanaan program karena KUD Mina juga memperoleh keuntungan dari jerih payah nelayan.
Disamping itu, KUD dapat mengembangkan usaha baru dari pemasaran produk baru dari nelayan dan pengolah ikan, tidak seperti saat ini yang hanya
mengandalkan pelelangan ikan basah. Kerjasama terintegrasi ini diharapkan akan dapat memberikan hasil yang tepat sasaran efektif dan menekan biaya efisien,
karena program pengembangan SDM khususnya kepada masyarakat nelayan berkaitan pada upaya mengubah pola pikir dan perilaku yang membutuhkan usaha
jangka panjang dan bersinambung. Hal ini sesuai dengan pernyataan FAO 2005 dan Perpres No. 7 Tahun 2005 bahwa perencanaan dan proses kebijakan
terintegrasi antar sektoral akan berpengaruh untuk meningkatkan profil perikanan skala kecil dalam arena kebijakan. Selama ini perikanan skala kecil sering
ditinggalkan dari mekanisme perencanaan nasional dan proses pengambilan keputusan yang mengakibatkan perikanan skala kecil diabaikan dalam
pembangunan perdesaan atau program pengentasan kemiskinan. Menurut Charles 2001, empat aspek pembangunan perikanan yang
berkelanjutan meliputi aspek sosio-ekonomi, komunitas, kelembagaan dan ekologi. Tinjauan kesetaraan gender dalam pembangunan perikanan pantai juga
terkait dengan aspek pembangunan perikanan berkelanjutan menurut Charles, namun karena aspek ekologi tidak terkait secara langsung dengan isu gender,
maka dalam penelitian ini tidak dilakukan analisis ekologi. Analisis gender terkait langsung dengan aspek sosio-ekonomi, komunitas dan kelembagaan, sedangkan
137 dalam bahasan dalam aspek ekologi dikaitkan dengan perilaku nelayan sebagai
pemangku kepentingan dalam kegiatan perikanan pantai. Masyarakat nelayan mengandalkan sumberdaya ikan sebagai sumber
matapencahariannya, oleh karena itu kelestarian sumberdaya ikan menjadi sangat penting. Nelayan lokal melaut di wilayah pesisir utara Subang dan kadangkala
hingga ke pesisir Kabupaten Karawang, dengan waktu melaut satu hari masih dapat menangkap ikan. Untuk saat ini kondisi ekologi setempat masih
memungkinkan untuk habitat ikan, tetapi penggunaan jaring arad yang merusak lingkungan oleh nelayan lokal, cepat atau lambat, akan menghancurkan ekosistem
laut, yang berarti aspek ekologi yang berkelanjutan pun akan terancam. Untuk menjamin aspek ekologi berkelanjutan maka program pemerintah berupa
penggantian jaring arad dengan jaring yang tidak merusak lingkungan laut ramah lingkungan seperti jaring rampus modifikasi seyogyanya dilanjutkan dengan
berbagai kemudahan bagi nelayan kecil untuk memperolehnya, sesuai kebutuhan untuk melaut. Sosialisasi tentang kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh
penggunaan jaring arad sudah pernah dilakukan kepada nelayan, tetapi kesulitan memperoleh jaring pengganti menyebabkan jaring arad masih tetap digunakan
oleh para nelayan. Kesulitan memperoleh jaring yang ramah lingkungan dapat dilakukan melalui pelatihan pembuatan jaring. Pelatihan ini ditujukan kepada
nelayan dan perempuan nelayan. Pada umumnya perempuan nelayan banyak membantu suaminya untuk memperbaiki jaring yang rusak dan membuat jaring
baru. Pelatihan ini dapat menjadi salah satu upaya pengembangan SDM dan perekonomian bagi keluarga nelayan. Keluarga nelayan yang mampu membuat
jaring yang ramah lingkungan, selain untuk memenuhi kebutuhan sendiri juga dapat menjualnya. Dengan demikian, dapat menjadi sumber pendapatan baru bagi
keluarga nelayan. Kaum perempuan yang memasarkan ikan mengetahui tentang mutu ikan
yang diminta oleh pasar serta harga jualnya. Melalui pengetahuan akan mutu ikan ini, kaum perempuan akan mengingatkan kaum lelaki untuk menangkap ikan
secara selektif yaitu yang sesuai dengan permintaan pasar. Dengan demikian, nelayan akan berhati-hati dalam melakukan aktivitas penangkapan ikan, termasuk
dalam hal penggunaan jenis jaring ikan, mengingat hasil tangkapan ikan dengan
138 jaring ikan umumnya adalah ikan dengan mutu rendah yang dihargai rendah juga
oleh pasar. Aspek ekologi juga terkait dengan aspek sosio-ekonomi, khususnya dalam hal penggunaan alat tangkap. Perempuan yang beran sebagai penjual ikan
merupakan pengambil keputusan dalam hal produksi dengan menentukan jenis dan mutu ikan yang akan dijual.
Ancaman terhadap perairan laut juga datang dari pencemaran air akibat pembuangan limbah. Pada umumnya masyarakat membuang sampah padat dan
limbah cair baik dari perumahan atau usaha perikanan ke sungai. Limbah ini dapat merusak habitat ikan, khususnya yang terletak di dekat pantai. Sampai saat ini
belum ada tindakan untuk mengurangi pembuangan limbah ke perairan umum. Dengan demikian, perlu ada pembinaan kepada masyarakat baik lelaki dan
perempuan tentang bahaya membuang limbah ke perairan lingkungan laut yang dapat mengakibatkan rusaknya habitat ikan karena akan mengganggu stok ikan
yang hidup di perairan sekitar pantai dan akhirnya akan merugikan kaum nelayan sendiri. Pembinaan kepada masyarakat baik lelaki dan perempuan tentang
lingkungan hidup diharapkan akan menumbuhkan kesadaran mereka terhadap pemeliharaan lingkungan hidup dan mampu meningkatkan partisipasi dalam
bertindak dan mempertahankan ekologi agar berkelanjutan, karena mereka sendiri yang akan terkena dampak. Pembinaan ini merupakan suatu upaya pendidikan
lingkungan hidup PLH kepada komunitas pesisir dan nelayan. Upaya pendidikan lingkungan lingkungan dapat dilakukan dengan menggunakan Kerangka Kerja
Komunikasi, Informasi dan Edukasi atau KIE lihat Subbab 2.3 disertai sosialisasi kesetaraan gender. Dengan demikian, keterlibatan pemangku
kepentingan dalam pembangunan perikanan pantai secara nyata ditujukan kepada komunitas pesisir, lelaki dan perempuan. Sikap dan perilaku komunitas pesisir
tidak akan dapat berubah tanpa adanya pembinaan dari pemerintah sebagai pihak pengambil keputusan dan pemegang otoritas pengelolaan kelautan dan perikanan.
Hal ini memperkuat pernyataan OECD 1996 bahwa melalui intervensi pembangunan maka posisi perempuan dapat diperkuat dan dapat membawa
kemajuan pembangunan yang lebih berkesetaraan dan pada gilirannya mempertinggi harapan untuk menyuarakan pengelolaan lingkungan yang
berkelanjutan.
139 Ditinjau dari aspek sosio-ekonomi, bidang perikanan laut di Kabupaten
Subang cukup baik, 50 persen dari produksi perikanan pada tahun 2005 adalah hasil penangkapan di laut. Pada tahun 2005 penyerapan tenaga kerja di bidang
penangkapan laut meningkat 0,5 persen dibanding tahun 2004, sedangkan penyerapan tenaga kerja bidang pengolahan hasil perikanan pada tahun 2005
meningkat 5 persen dibanding tahun 2004 lihat Subbab 4.2. Kaum nelayan jarang yang beralih profesi dan meninggalkan pekerjaan sebagai nelayan. Jika ada
yang beralih profesi, lingkup pekerjaan barunya tidak jauh dari usaha perikanan laut, seperti pedagang atau pengolah ikan. Dengan demikian, melihat
ketergantungan ini maka program pembangunan perikanan pantai seyogyanya memperhatikan kesejahteraan pelaku perikanan.
Di lokasi penelitian tampak banyak orang yang mengandalkan hidup pada kegiatan perikanan. Secara individual, nelayan lokal masih hidup secara subsisten.
Pendapatan sehari-hari mereka hanya cukup untuk makan. Untuk menambah pendapatan keluarga, banyak perempuan nelayan yang menjadi buruh pengolahan
ikan. Pelatihan kepada perempuan nelayan dapat membantu meningkatkan SDM mereka; pembinaan tersebut harus ada pendampingan baik oleh aparat Pemda atau
lembaga lain seperti KUD Mina, agar tujuan pembinaan tercapai. Pelatihan tentang pengolahan ikan yang dapat dibarengi dengan pelatihan kewirausahaan.
Keterampilan yang diperoleh lewat pembinaan akan membuka kemungkinan bagi mereka untuk dapat mengolah hasil tangkapan ikan suami sehingga hasil produksi
ikan yang dijual sudah mempunyai nilai tambah. Tujuan dari pengembangan kewirausahaan adalah meningkatkan kesejahteraan keluarga nelayan yang
mungkin dapat menurunkan tekanan terhadap stok ikan dan mencegah kerusakan lingkungan alam karena mereka sudah menyeleksi jenis ikan yang diperlukan
untuk diolah yang berarti mereka harus menggunakan alat tangkap yang tertentu ukurannya dan yang dapat berarti alat tangkap ramah lingkungan. Namun kendala
yang mungkin dihadapi oleh pelaksana program adalah masyarakat pesisir umumnya berorientasi “hari ini” yaitu mereka cukup puas dengan hasil yang
diperoleh hari ini dan tidak terlalu memikirkan hari esok. Oleh karena itu, pembinaan tersebut perlu disertai oleh pendampingan karena pelaksanaannya
memerlukan waktu yang cukup lama dan bersinambung. Peran KUD Mina pun
140 menjadi penting, karena mereka harus mengembangkan usaha baru untuk menjual
hasil olahan ikan, tidak sekedar melelang ikan basah. SDM dari pengurus dan pegawai KUD Mina pun perlu ditingkatkan untuk keperluan pengembangan usaha
baru ini agar KUD pun dapat memetik keuntungan dari diversifikasi usaha mereka. Hal ini memperkuat pendapat Kusumastanto 2003 yang mengemukakan
bahwa di Indonesia sulit ditemukan koperasi yang sudah beroperasi pada peningkatan mutu produk, pengolahan hasil, dan pemasaran.
Aspek komunitas ini terkait dengan aspek sosio-ekonomi, karena pelaku kegiatan perikanan merupakan perseorangan yang menjadi anggota dari suatu
komunitas. Jika nelayan masih dapat hidup dari hasil menangkap ikan di laut maka keberadaan komunitas nelayan pun akan tetap ada. Kegiatan perikanan laut
di lokasi penelitian tertolong dengan adanya nelayan pendatang dengan armada perahu yang lebih moderen sehingga dapat menangkap ikan di wilayah yang jauh
dari pantai dan jauh dari wilayah Kabupaten Subang. Namun demikian, perlu adanya inovasi usaha dan pengembangan teknologi tepat-guna di bidang
perikanan laut dan pantai agar nelayan lokal yang banyak menganggur di musim paceklik ikan masih dapat menghidupi keluarganya, disamping itu waktu luang
tersebut dapat dimanfaatkan untuk penyelenggaraan acara pembinaan kepada masyarakat, lelaki dan perempuan.
Dalam rangka mencapai tujuan pembangunan perikanan yang berkelanjutan, pembinaan kepada masyarakat pesisir bertujuan untuk meningkatkan partisipasi
mereka dalam melestarikan lingkungan karena kehidupan mereka banyak tergantung pada sumberdaya ikan. Pembinaan kepada masyarakat harus
memperhatikan tiga unsur dalam pendidikan yaitu peningkatan pengetahuan kognitif, pengubahan sikap ke arah yang positif afektif dan pengubahan
perilaku ke arah yang lebih baik. Pembinaan masyarakat ini memerlukan waktu yang cukup panjang dan perlu dilaksanakan secara berkesinambungan. Oleh
karena itu, pelibatan lintas instansi secara terkoordinasi lebih memungkinkan untuk mencapai tujuan yang diinginkan yaitu perubahan perilaku masyarakat
pesisir. Pembinaan dan pengembangan SDM masyarakat pesisir, lelaki dan perempuan sebagai pemangku kepentingan, dapat menggunakan upaya KIE atau
komunikasi, informasi dan edukasi.
141 Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pembinaan kepada masyarakat
nelayan dan pesisir, lelaki-perempuan, adalah sulitnya memotivasi mereka untuk bersedia hadir sebagai peserta pembinaan. Masyarakat perlu dimotivasi bahwa
tujuan kegiatan pembinaan adalah untuk pengembangan diri mereka. Selama ini ini masyarakat setempat banyak memperhitungkan keuntungan apa yang akan
diperoleh jika hadir dalam acara pembinaan dibanding dengan perolehan pekerjaan mereka sebagai bakul atau pengolah ikan yang sehari-hari mereka
lakukan dan keuntungan tersebut langsung diperoleh atau tidak. Oleh karena itu, penyelenggaraan pembinaan kepada masyarakat nelayan sebaiknya dilakukan
pada saat paceklik dimana mereka banyak menganggur sehingga mereka bersedia hadir pada acara pembinaan tersebut. Selain itu, pembinaan kepada kaum
perempuan sebaiknya diselenggarakan tidak jauh dari tempat tinggal mereka, karena umumnya para suami melarang istri mereka pergi jauh meninggalkan
keluarga dan rumah. Media lain untuk pembinaan adalah melalui kegiatan keagamaan. Ketaatan
masyarakat dalam menjalankan perintah agama membuat mereka rajin menghadiri pengajian atau majelis taklim setiap minggu. Untuk memotivasi masyarakat untuk
meningkatkan kemampuan diri sendiri, ustadz guru lelaki atau ustadzah guru perempuan dapat berperan dalam penyampaian informasi atau pengetahuan
knowledge baru kepada masyarakat sehingga menimbulkan kesadaran atau sikap attitude baru yang diharapkan dapat mengubah perilaku mereka yang
berorientasi hari ini menjadi berorientasi ke masa depan. Interaksi yang intensif antara guru agama dengan muridnya melalui upaya KIE diharapkan akan dapat
memotivasi masyarakat untuk mengembangkan SDM mereka sendiri. Temuan ini memperkuat hasil penelitian Prawoto 2001 yang menyatakan bahwa salah satu
motivator di perdesaan adalah ulama atau pemuka agama. Usaha untuk meningkatkan pengembangan diri masyarakat, khususnya usia
dewasa, juga dapat dimulai dengan upaya KIE. Upaya KIE ini bertujuan untuk menyadarkan mereka akan pentingnya pendidikan bagi pengembangan SDM,
sehingga mereka bersedia untuk mengikuti paket Kejar dan upaya pembinaan lainnya serta dapat mendorong atau memotivasi anak-anak mereka untuk
melanjutkan sekolah ke tingkat yang lebih tinggi.
142 Ditinjau dari aspek kelembagaan, pengelolaan perikanan pantai di
Kabupaten Subang berada dalam kewewenangan Dinas Kelautan dan Perikanan Dislutkan. Oleh karena perempuan nelayan berperan aktif dalam kegiatan
perikanan laut dan pantai maka diperlukan reformulasi program dan kegiatan Dislutkan agar lebih responsif gender.
Dalam rangka pembinaan kepada masyarakat, Dislutkan perlu meningkatkan kemampuan SDM tenaga penyuluh kelautan dan perikanan baik
dari segi kualitas dan kuantitas lihat Subbab 4.3.3, disamping itu petugas lapangan pun perlu dipilah berdasarkan gender. Berhubung masyarakat pesisir
umumnya taat beragama maka akan lebih baik jika pengajar dari acara pembinaan berjenis kelamin yang sama dengan peserta didiknya sehingga interaksi antara
pengajar dan peserta akan berlangsung dalam kondisi yang lebih kondusif atau lebih santai dan terbuka.
Kerjasama antar-sektoral, seperti BPMD dan Dinas Pendidikan serta lembaga lain seperti KUD Mina dan perguruan tinggi diperlukan untuk tujuan
pengembangan SDM masyarakat pesisir. Kerjasama ini disesuaikan dengan kebutuhan di lapangan, sehingga dalam pelaksanaannya program dapat berjalan
efektif dan efisien. Kerjasama dengan BPMD dan Dinas Pendidikan banyak terkait dengan upaya peningkatan pengetahuan, sehingga masyarakat termotivasi
untuk maju dan mensejahterakan diri. Dalam hal pengembangan teknologi perikanan laut dan pantai berbasis lokal, Dislutkan dapat bekerjasama dengan
perguruan tinggi untuk mencari inovasi baru yang sesuai dengan kondisi setempat, sehingga masyarakat bersedia ikut berpartisipasi melaksanakannya,
karena bermanfaat bagi mereka. Partisipasi masyarakat nelayan, lelaki dan perempuan, dalam proses
pengambilan keputusan perlu ditingkatkan. Peningkatan tersebut dapat dilakukan melalui pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan hingga pelaksanaan
program pembangunan perikanan pantai yang responsif gender. Dengan demikian, program disusun berdasarkan kesepakatan antara kebijakan pengambil keputusan
yaitu pemerintah dan kebutuhan masyarakat pelaku lelaki dan perempuan, sehingga masyarakat pun bersedia untuk berpartisipasi sehingga tujuan program
tercapai.
143 Dalam hal kelembagaan, KUD Mina juga memegang peranan penting dalam
membantu pelaksanaan program pemerintah yang terkait dengan pemberdayaan masyarakat. KUD Mina di lokasi penelitian sampai saat ini baru menyediakan jasa
pelelangan ikan hasil tangkapan laut dan simpan pinjam uang untuk anggota. Memang tidak dipungkiri bahwa keberadaan KUD Mina telah menghidupkan
kegiatan ekonomi di lokasi penelitian, sehingga pasokan ikan untuk dilelang di TPI dapat berlangsung terus tanpa musim, karena ikan laut yang dilelang berasal
dari berbagai wilayah, termasuk dari luar wilayah Kabupaten Subang. KUD Mina perlu melakukan pengembangan usaha untuk memajukan nelayan lokal agar lebih
sejahtera seperti pemasaran hasil olahan ikan produksi nelayan lokal. Masalah yang umum dihadapi oleh nelayan kecil adalah modal kerja.
Keperluan memperoleh modal kerja bagi nelayan belum dapat dipenuhi seluruhnya oleh KUD Mina. KUD Mina hanya dapat memberikan pinjaman dana
berdasarkan kemampuan nelayan memperoleh ikan yang dapat mereka jual ke TPI. Oleh karena itu, di Desa Muara masih dapat dijumpai Bakul Ikan yang
memberi pinjaman uang dan fasilitas kepada nelayan dengan kompensasinya adalah nelayan menjual ikan kepada Bakul Ikan tersebut. Di lokasi penelitian
sudah ada Bank Rakyat Indonesia BRI, tetapi nelayan kecil tidak mampu menyediakan agunan untuk permohonan kredit, sehingga jarang nelayan kecil
menjadi nasabah BRI. Selain itu, proses peminjaman yang memerlukan waktu lama membuat nelayan terhambat untuk berangkat melaut karena tidak ada modal
kerja. Kekurangan modal kerja ini dapat mempengaruhi kinerja nelayan untuk berangkat melaut.
Salah satu lembaga yang mungkin dapat memberi bantuan modal kerja adalah lembaga keuangan mikro dan belum ada di lokasi penelitian. Salah satu
bentuk lembaga keuangan mikro adalah Baitul Maal wat Tamwil BMT yang membantu nelayan kecil melalui program qardhul hasan pinjaman tanpa bunga.
Disamping itu, BMT merupakan lembaga keuangan yang menggunakan prinsip Islam, agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat setempat, dengan demikian
pemuka dan guru agama lokal dapat membantu terlibat dalam sosialisasi tentang BMT kepada masyarakat. Kendala yang dihadapi oleh lembaga keuangan
umumnya adalah kredit macet, karena peminjam tidak dapat atau tidak mau
144 membayar hutangnya, padahal saat panen nelayan mendapat uang banyak, tetapi
kadangkala habis untuk berfoya-foya atau konsumerisme. Selain itu, perlu penanaman prinsip keharusan untuk membayar hutang yang dipinjam kepada
nelayan atau kaum lelaki di pesisir melalui ajaran agama sebagai suatu prinsip hidup. Selama ini yang cenderung rajin membayar hutang adalah kaum
perempuan, tetapi mereka enggan untuk mengambil kredit karena kuatir tidak dapat membayar hutang tersebut. Oleh karena itu, KUD Mina dan Bakul Ikan
menetapkan kebijakan penjualan ikan sebagai kompensasi pemotongan hutang dari nelayan, agar tidak terjadi kredit macet yang dapat merugikan KUD dan
Bakul Ikan. Rekapitulasi dari kegiatan dari program untuk pembangunan perikanan
pantai yang responsif gender yang dikaitkan dengan aspek pembangunan perikanan berkelanjutan dapat dilihat pada Tabel 41.
145 Tabel 41 Rekapitulasi alternatif program dan kegiatan pembangunan perikanan
pantai yang responsif gender berdasarkan aspek pembangunan perikanan berkelanjutan di Kabupaten Subang
Aspek pembangunan perikanan yang
berkelanjutan Program dan kegiatan pembangunan perikanan pantai yang
responsif gender Ekologi
Pembinaan kepada lelaki dan perempuan: sosialisasi tentang jaring yang merusak lingkungan, sosialisasi tentang pencemaran
lingkungan, pelatihan pembuatan jaring yang ramah lingkungan.
Sosio-ekonomi Pembinaan kepada lelaki dan perempuan: pelatihan tentang
pengolahan ikan, pelatihan kewirausahaan Pengembangan teknologi yang tepat guna berbasis lokal bagi
pengguna lelaki dan perempuan, termasuk budidaya pantai, pengolahan ikan.
Pengembangan akses usaha atau bisnis bagi lelaki dan perempuan, termasuk kemudahan memperoleh modal kerja,
pemasaran jaring ramah lingkungan buatan masyarakat lokal.
Komunitas Pembinaan kepada lelaki dan perempuan tentang motivasi diri
atau pengembangan diri Peningkatan pendidikan kepada lelaki dan perempuan, seperti
paket Kelompok Belajar Kejar A, B dan C Pengembangan teknologi yang tepat guna berbasis lokal bagi
pengguna lelaki dan perempuan Pengembangan akses usaha atau bisnis bagi lelaki dan
perempuan.
Kelembagaan Pembinaan kepada
SDM Dislutkan dan KUD Mina, lelaki dan
perempuan tentang pengarusutamaan gender Peningkatan partisipasi dalam pengambilan keputusan bagi
lelaki dan perempuan Pengembangan teknologi yang tepat guna berbasis lokal bagi
pengguna lelaki dan perempuan. Kerjasama Dislutkan dengan perguruan tinggi
Pengembangan akses usaha bagi lelaki dan perempuan seperti pendirian lembaga keuangan mikro, pengembangan pemasaran
dari KUD Mina dalam bentuk hasil olahan ikan.
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan