Pengaruh Perubahan Waktu Reaksi Dan Konsentrasi Kolin Klorida

23

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Pengaruh Perubahan Waktu Reaksi Dan Konsentrasi Kolin Klorida

Terhadap Kadar Glukosa Proses hidrolisis Tandan Kosong Kelapa Sawit TKKS dilakukan dalam sistem cairan ionik kolin klorida dengan variasi konsentrasi kolin klorida 10, 15 dan 20 dan variasi waktu hidrolisis 30, 60, dan 90 menit. Jumlah kadar glukosa tertinggi yang dihasilkan pada waktu reaksi 90 menit dan konsentrasi kolin klorida 20 adalah sebesar 37,96. Hasil analisis menunjukkan bahwa jumlah cairan ionik yang berbeda, berpengaruh terhadap kadar glukosa yang dihasilkan dengan konsentrasi optimum 20 dan waktu reaksi optimum 90 menit. Gambar 4.1 menunjukkan hubungan antara kadar glukosa dengan jumlah kolin klorida dan waktu hidrolisis. Gambar 4.1 Pengaruh Waktu Reaksi Dan Konsentrasi Kolin Klorida Terhadap Kadar Glukosa 30,87 33,33 34,69 34,94 35,8 36,07 36,75 37,74 37,96 5 10 15 20 25 30 35 40 30 60 90 k a d a r g lu k o sa Waktu menit Konsentrasi 10 Konsentrasi 15 Konsentrasi 20 Dapat dilihat pada Gambar 4.1 bahwa kadar glukosa semakin meningkat dengan meningkatnya waktu reaksi hidrolisis dan konsentrasi kolin klorida. Pada penelitian ini, untuk peningkatan konsentrasi kolin klorida dari 10 sampai 20 terjadi kenaikan persentase kadar glukosa yaitu sebesar 5,8 pada waktu 30 menit, 4,4 pada waktu 60 menit, dan 3,3 pada waktu 90 menit. Sedangkan untuk jumlah kolin klorida 20, peningkatan waktu hidrolisis dari 60 menit ke 90 menit, didapatkan kenaikan kadar glukosa yang tidak signifikan yaitu hanya sebesar 0,22. Semakin bertambahnya waktu reaksi, kadar glukosa yang dihasilkan semakin bertambah dan sampai pada batas waktu tertentu akan diperoleh kadar glukosa yang maksimum. Ini disebabkan kontak antara zat–zat yang bereaksi dapat lebih lama dan apabila waktu tersebut diperpanjang pertambahan kadar glukosa sangat kecil bahkan akan menurun. Jika semakin lama waktu reaksi, selulosa tidak larut dalam air sehingga tidak dapat berlangsung dengan baik pemecahan rantai polisakarida menjadi glukosa selain itu dapat merusak glukosa yang dihasilkan akibat pemanasan yang terus-menerus. Kolin klorida mampu meningkatkan konversi selulosa menjadi gula. Cairan ionik bereaksi dengan air dan dapat membantu mengikat hemiselulosa agar serat hemiselulosa tidak terikut bersama selulosa dan dapat membentuk senyawa glukosa dengan baik dan karena sifat cairan ramah lingkungan maka dapat mengurangi konsentrasi katalis asam sulfat, sehingga aman bagi lingkungan dan tidak menimbulkan korosif pada alat [11] . Dapat dilihat dari hasil penelitian bahwa dengan semakin bertambahnya konsentrasi kolin klorida, kadar glukosa yang dihasilkan akan semakin bertambah. Namun jika dilakukan penambahan konsentrasi kolin klorida hingga 20, kadar glukosa yang dihasilkan relatif konstan. Penambahan konsentrasi larutan kolin klorida menyebabkan semakin sedikit air dalam komposisi larutan hidrolisis, sehingga kebutuhan OH - sebagai pengikat radikal bebas serat berkurang dan glukosa yang dihasilkan semakin sedikit [9]. Penggunaan konsentrasi cairan ionik yang berlebih akan mengganggu interaksi ikatan hidrogen intermolekul selulosa. Kation akan menyerang atom O dari gugus –OH sedangkan anion akan menyerang atom hydrogen dari gugus –OH sehingga anion Cl - tidak mampu melarutkan selulosa lebih banyak [9]. Berikut adalah mekanisme hidrolisis menggunakan cairan ionik. Peneliti sebelumnya melaporkan bahwa dengan menggunakan cairan ionik 1-butil-3-metilimidazolium klorid [C 4 mim]Cl didapat kadar glukosa tertinggi sebesar 49 dengan jumlah cairan ionik yang digunakan sebesar 7 pada waktu 25 menit. Namun seiring bertambahnya waktu kadar glukosa yang dihasilkan mengalami penurunan menjadi 28 pada waktu 120 menit. Hal tersebut disebabkan karena cairan ionik [C 4 mim]Cl memiliki karateristik penurunan ketika waktu yang digunakan semakin lama [9]. Pada penelitian ini, kadar glukosa optimum sebesar 37,96 diperoleh pada kondisi waktu reaksi hidrolisis 90 menit dan konsentrasi cairan ionik 20 . Penggunaan cairan ionik yang berbeda sebagai pelarut memiliki kemampuan melarutkan yang berbeda-beda pula tergantung pada ukuran dan polaritas dari anion atau kation yang digunakan.

4.2 Perbandingan Proses Hidrolisis Dengan Menggunakan Cairan Ionik