Teori Perumusan Kebijakan Kajian Tentang Kebijakan

13 dengan meminjam metode matematika, statistika, dan logika. Model simbolis yang paling sering digunakan adalah persamaan liniear yang sederhana model regresi dalam statistika, yaitu: Formulasi tersebut dapat dipahami bahwa variabel-variabel kebijakan yang sudah direkayasa oleh pembuat kebijakan dalam notasi statistik seperti diatas. Hubungan antara X dan Y dikenal sebagai fungsi linear, yang berarti bahwa hubungan antara X dan Y akan membentuk garis lurus jika digambarkan pada sebuah grafik.

4. Teori Perumusan Kebijakan

Hudson dalam Arif Rohman 2012:99-101 mengelompokkan perumusan kebijakan pendidikan menjadi lima teori. Kelima teori tersebut menurut Hudson adalah: a teori radikal, b teori advokasi, c teori transaktif, d teori sinoptik, dan teori incremental. a Teori radikal Teori ini menekankan kebebasan lembaga lokal dalam menyusun sebuah kebijakan pendidikan. Semua kebijakan pendidikan yang menyangkut penyelenggaraan dan perbaikan penyelenggaraan pendidikan di tingkat daerah diserahkan kepada daerah. Sehingga Negara atau pemerintah pusat tidak perlu repot- repot menyusun sebuah rencana kebijakan pendidikan bila pada akhirnya kurang sesuai dengan kondisi lokal. Y= a + Bx 14 Teori ini berasumsi bahwa ‘tidak ada lembaga atau organ pendidikan lokal yang sama persis satu sama lain’. Sehingga untuk menyusun kebijakan pendidikan yang dianggap terbaik adalah diserahkan sepenuhnya kepada lembaga-lembaga lokal yang secara hakiki memiliki karakteristik yang relatif plural, serta yang mengetahui persoalan untuk dirinya sendiri. Teori radikal ini sangat menghargai desentralisasi dalam perumusan kebijakan pendidikan. b Teori advokasi Teori advokasi tidak menghiraukan perbedaan-perbedaan seperti karakteristik lembaga, lingkungan sosial dan kultural, lingkungan geografis, serta kondisi lokal lainnya. Perbedaan lingkungan tersebut hanyalah perbedaan yang didasarkan pada pengamatan empirik saja. Teori advokasi mendasarkan pada argumentasi yang rasional, logis dan bernilai. c Teori transaktif Teori ini menekankan bahwa perumusan kebijakan sangat perlu didiskusikan secara bersama terlebih dahulu dengan semua pihak. Proses pendiskusian ini perlu melibatkan sebanyak mungkin pihak-pihak terkait, termasuk dalam hal ini dengan personalia lembaga pendidikan di tingkat lokal. Hasil dari proses diskusi tersebut kemudian dievolusikan atau digelindingkan terlebih dahulu secara perlahan-lahan. 15 d Teori sinoptik Teori ini menekankan bahwa dalam menyusun sebuah kebijakan supaya menggunakan metode berfikir sistem. Obyek yang dirancang dan terkena kebijakan, dipandang sebagai satu kesatuan bulat dengan tujuan yang sering disebut dengan “misi”. e Teori incremental Teori incremental adalah teori yang menekankan pada perumusan kebijakan pendidikan yang berjangka pendek serta berusaha menghindari perencanaan kebijakan yang berjangka panjang. Penekanan semacam ini diambil disebabkan karena masalah-masalah yang dihadapi serta performa dari para personalia pelaksana kebijakan dan kelompok yang terkena kebijakan sulit diprediksi. Menurut teori ini kebijakan yang paling tepat adalah kebijakan jangka pendek yang relevan dengan masalah pada saat itu.

5. Proses Perumusan Kebijakan