Tujuan Penelitian Landasan Teori

commit to user 13 13 Perumusan masalah penelitian ini adalah adanya fenomena empiris yang berbeda dengan teori theory gap dan terdapatnya hasil penelitian yang inkonsisten research gap antara satu dengan lainnya terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen, sebagaimana dipaparkan di atas. Dalam penelitian ini, dengan menggunakan waktu pengamatan selama lima tahun terakhir 2006-2010, akan dianalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan public yang tercatat di Bursa Efek Indonesia. Oleh karena itu pertanyaan penelitian research question dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap kebijakan dividen ?. 2. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh terhadap kebijakan dividen ?. 3. Apakah financial leverage berpengaruh terhadap kebijakan dividen ?. 4. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap kebijakan dividen ?. 5. Apakah ukuran perusahaan berpengaruh terhadap kebijakan dividen ?. 6. Apakah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, financial leverage , profitabilitas dan ukuran perusahaan secara simultan berpengaruh terhadap kebijakan dividen ?.

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah, maka tujuan penelitian akan dijelaskan sebagai berikut: 1. Menguji pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan dividen. 2. Menguji pengaruh kepemilikan institusional terhadap kebijakan dividen. commit to user 14 14 3. Menguji pengaruh financial leverage terhadap kebijakan dividen. 4. Menguji pengaruh profitabilitas terhadap kebijakan dividen. 5. Menguji pengaruh ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen. 6. Menguji pengaruh kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, financial leverage , profitabilitas dan ukuran perusahaan secara simultan terhadap kebijakan dividen.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa pihak, yaitu: 1. Investor dan investor potensial, yaitu bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai faktor-faktor apa saja yang dapat memberikan pengaruh terhadap kebijakan dividen sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi di pasar modal. 2. Bagi manajemen perusahaan, yaitu bahwa hasil penelitian ini diharapkan bisa digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan dividen yang akan diterapkan oleh perusahaan. 3. Bagi akademisi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti empiris terbaru mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan dividen sehingga dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang lebih mendalam serta dapat digunakan sebagai rujukan untuk penelitian-penelitian berikutnya terkait kebijakan dividen. commit to user 15 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

1. Konsep Kebijakan Dividen Dividen merupakan sebagian dari laba yang diperoleh perusahaan yang akan dibagikan kepada para pemegang saham jika perusahaan mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya yaitu beban bunga dan pajak. Karena dividen diambil dari keuntungan bersih perusahaan maka keuntungan tersebut akan mempengaruhi besarnya dividen payout . Tentang hal ini Ang 1997 menyatakan bahwa dividen merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak dikurangi dengan laba ditahan retained earnings yang ditahan sebagai cadangan perusahaan. Hartono 2011 mengemukakan bahwa dividen merupakan hak pemegang saham biasa common stock untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika perusahaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam dividen, semua pemegang saham biasa mendapatkan haknya yang sama. Pembagian dividen untuk saham biasa dapat dilakukan jika perusahaan sudah membayar dividen untuk saham preferen. Bila ditinjau dari jenisnya Widoadmodjo 1996 menyatakan bahwa dividen adalah bagian dari laba yang diberikan emiten kepada para pemegang saham, baik dalam bentuk dividen tunai cash dividend dan dividen saham stock dividend . Hanafi 2004 menjelaskan bahwa dividen merupakan kompensasi commit to user 16 16 yang diterima oleh pemegang saham, disamping capital gain . Dividen ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Dividen ditentukan berdasarkan Rapat Umum Pemegang Saham RUPS dan jenis pembayarannya tergantung kepada kebijakan pimpinan. Dalam menjalankan tugasnya, manajer keuangan akan dihadapkan pada keputusan penggunaan keuntungan yang diperoleh akan dibagikan dalam bentuk dividen atau ditahan untuk keperluan tambahan investasi atau kombinasi keduanya. Husnan 1996 menyatakan bahwa kebijakan dividen menyangkut masalah penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham, dan laba tersebut bisa dibagi sebagai dividen atau laba yang ditahan untuk diinvestasikan kembali. Dengan demikian dimungkinkan membagi laba sebagai dividen dan pada saat yang sama menerbitkan saham baru. Brigham dan Houston 2006 menyatakan bahwa ketika memutuskan berapa banyak dividen yang harus didistribusikan kepada para pemegang saham, para manajer keuangan harus senantiasa ingat bahwa sasaran perusahaan adalah untuk memaksimalkan nilai pemegang saham. Akibatnya, rasio pembayaran sasaran target pauout ratio , yang dinyatakan sebagai prosentase dari laba bersih yang akan dibayarkan sebagai dividen tunai, sebaiknya sebagian besar didasarkan pada preferensi investor untuk dividen versus keuntungan modal. Dalam hal ini yang perlu mendapatkan perhatian adalah apakah investor menyukai 1 membiarkan perusahaan mendistribusikan laba sebagai dividen tunai atau 2 membiarkan melakukan pembelian kembali saham atau menanamkan kembali laba dalam bisnis, yang seharusnya keduanya akan mengakibatkan terjadinya keuntungan modal. commit to user 17 17 Selanjutnya Brigham dan Houston 2006 mengatakan bahwa setiap perubahan dalam kebijakan pembayaran akan memiliki dua dampak yang saling bertentangan. Oleh sebab itu, kebijakan dividen optimal optimal dividend policy sebuah perusahaan harus mencapai suatu keseimbangan di antara dividen saat ini dan pertumbuhan di masa depan sehingga dapat memaksimalkan harga saham. Riyanto 2001 mengemukakan bahwa kebijakan dividen bersangkutan dengan penentuan pembagian pendapatan earnings antara penggunaan pendapatan untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan di dalam perusahaan, yang berarti laba tersebut harus ditahan di dalam perusahaan. Kebijakan dividen merupakan hal yang penting karena dua alasan, yaitu: 1 pembayaran dividen mungkin akan mempengaruhi harga saham, dan 2 pendapatan yang ditahan retained earnings biasanya merupakan sumber tambahan modal sendiri yang terbesar dan terpenting untuk pertumbuhan perusahaan Riyanto 2001. 2. Teori-teori terkait Dividend Payout Ketika manajemen memutuskan berapa banyak kas yang harus didistribusikan kepada para pemegang saham, para manajer harus senantiasa memperhatikan bahwa sasaran perusahaan adalah untuk memaksimalkan nilai pemegang saham. Akibatnya, rasio pembayaran sasaran target payout ratio , yang dinyatakan sebagai persentase dari laba bersih yang akan dibayarkan sebagai dividen tunai, sebaiknya sebagian besar didasarkan pada preferensi investor Brigham dan Houston 2006. Beberapa teori yang berkaitan dengan dividend payout beserta asumsi-asumsi yang mendasarinya, antara lain: commit to user 18 18 1. Dividend Irrelevant Theory Miller dan Modigliani 1961 dalam Brigham dan Houston 2006 menyatakan bahwa kebijakan dividen dividend policy sebuah perusahaan tidak memiliki pengaruh pada baik nilai harga saham maupun biaya modalnya. Miller dan Modigliani MM menyatakan bahwa nilai sebuah perusahaan akan tergantung hanya pada laba yang diproduksi oleh aktiva-aktivanya, bukan pada bagaimana laba tersebut akan dibagi menjadi dividen dan saldo laba ditahan. Secara teori Miller dan Modigliani berpendapat bahwa setiap pemegang saham dapat membuat kebijakan dividennya sendiri. Untuk membuktikan teorinya, Miller dan Modigliani mengemukakan asumsi sebagai berikut: a Tidak ada pajak perseorangan dan pajak penghasilan perusahaan. b Tidak ada biaya emisi atau flotation cost dan biaya transaksi. c Kebijakan penganggaran modal perusahaan independen terhadap dividend payout ratio . d Investor dan manajer mempunyai informasi yang sama tentang kesempatan investasi di masa yang akan datang. e Distribusi pendapatan di antara dividen dan laba ditahan tidak berpengaruh terhadap tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh investor. 2. Bird in the hand theory Gordon dan Litner 1963 dalam Brigham dan Houston 2006 menyatakan bahwa tingkat keuntungan yang disyaratkan akan naik apabila pembagian dividen dikurangi, karena investor lebih yakin terhadap penerimaan dividen daripada kenaikan nilai modal capital gain yang akan dihasilkan dari commit to user 19 19 laba ditahan. Terkait hal ini Miller dan Modigliani 1961 dalam Brigham dan Houston 2006 berpendapat dan telah membuktikannya secara matematis bahwa investor merasa sama saja apakah menerima dividen saat ini atau menerima capital gain di masa yang akan datang. Dengan kata lain, tingkat keuntungan yang disyaratkan tidak dipengaruhi oleh dividend payout ratio . Argumen Gordon dan Litner tersebut oleh MM disebut sebagai pemikiran burung di tangan bird in the hand . Selanjutnya Gordon dan Litner 1963 dalam Brigham dan Houston 2006 beranggapan investor memandang bahwa satu burung di tangan lebih berharga daripada seribu burung di udara. Sementara MM berpendapat bahwa tidak semua investor berkepentingan untuk menginvestasikan kembali dividen mereka di perusahaan yang sama dengan memiliki risiko yang sama. Oleh sebab itu, tingkat risiko pendapatan mereka di masa yang akan datang bukannya ditentukan oleh dividend payout tetapi ditentukan oleh tingkat risiko investasi baru. 3. Tax preference theory Jika capital gain dikenakan pajak dengan tarip lebih rendah daripada pajak atas dividen, maka saham yang memiliki pertumbuhan tinggi menjadi lebih menarik. Sebaliknya, jika capital gain dikenai pajak yang sama dengan pendapatan atas dividen, maka keuntungan capital gain menjadi berkurang. Namun demikian karena pajak atas capital gain baru dibayar setelah saham dijual, sementara pajak atas dividen harus dibayar setiap tahun setelah pembayaran dividen Brigham dan Houston 2006. Selain itu periode investasi juga mempengaruhi pendapatan investor. Jika investor hanya membeli saham untuk jangka waktu satu tahun, maka tidak ada bedanya antara pajak atas capital gain commit to user 20 20 dan pajak atas dividen. Jadi investor akan meminta tingkat keuntungan setelah pajak yang lebih tinggi terhadap saham yang memiliki dividend yield yang tinggi daripada saham dengan dividend yield yang rendah. Oleh karena itu, teori ini menyarankan bahwa perusahaan sebaiknya menentukan dividend payout yang rendah atau bahkan tidak membagikan dividen. 4. Pecking Order Hypothesis POH Berdasarkan Pecking Order Hypothesis POH dinyatakan bahwa perusahaan lebih mengutamakan dana internal daripada dana eksternal. Kecukupan dana internal dapat dilihat dari besarnya laba, laba ditahan, atau arus kas. Apabila dana eksternal dibutuhkan, maka perusahaan lebih mengutamakan penggunaan utang daripada ekuitas. POH pertama kali diperkenalkan oleh Myers dan Majluf pada tahun 1984. Ide dasar POH sangat sederhana, yaitu perusahaan membutuhkan dana eksternal hanya apabila dana internal tidak cukup dan sumber dana eksternal yang lebih diutamakan adalah utang daripada emisi saham. Myers dan Majluf 1084 dalam Brigham dan Daves 2004 menyatakan bahwa asimetri informasi menyebabkan perusahaan lebih mengutamakan dana internal daripada dana eksternal karena asimetri informasi tersebut menyebabkan pendanaan eksternal terlalu mahal bagi perusahaan. Lebih lanjut mereka berpendapat bahwa perusahaan tergantung pada internal funds karena ingin memaksimumkan kekayaan pemegang saham yang sudah ada. Penjualan saham baru bukan kepentingan dari pemegang saham yang sudah ada melainkan hanya akan mengakibatkan penurunan nilai saham yang sudah ada. Perusahaan akan memilih utang dibanding external equity apabila memerlukan dana eksternal. Dengan commit to user 21 21 menerbitkan utang bebas risiko risk free debt maka tidak akan berdampak terhadap nilai saham yang sudah ada ataupun dengan penerbitan utang berisiko mempunyai pengaruh lebih sedikit terhadap nilai saham yang sudah ada dibandingkan dengan menerbitkan saham baru. Pecking Order Hypothesis ini mendasarkan diri pada empat asumsi, yaitu: a Dividend policy bersifat konstan sticky , b Lebih baik dana internal dibanding eksternal, c Bila menggunakan dana eksternal pilih surat berharga bebas risiko, d Jika diperlukan banyak dana eksternal maka memilih urutan surat berharga dari risk free debt, risky debt, convertible security , saham preferen, common stock . 5. Teori PensinyalanHipotesis Kandungan Informasi signaling theory Ketika MM mengemukakan teori irelevansi dividen, mereka berasumsi bahwa setiap orang, baik investor maupun manajer, memiliki informasi yang identik dengan laba dan dividen perusahaan di masa yang akan datang. Namun pada kenyataannya, investor yang berbeda akan memiliki pandangan yang berbeda mengenai baik tingkatan pembayaran dividen di masa depan maupun ketidakpastian yang inhern di dalam pembayaran-pembayaran tersebut, dan para manajer memiliki informasi yang lebih baik mengenai prospek-prospek masa depan daripada pemegang saham publik. Brigham dan Houston 2006 mengemukakan bahwa adanya peningkatan dividen yang sering disertai dengan peningkatan harga saham telah lama diamati, commit to user 22 22 sedangkan pemotongan dividen biasanya akan mengarah pada penurunan harga saham. Hal ini menjadi indikasi bahwa investor, secara agregat, lebih menyukai dividen daripada keuntungan modal. Namun demikian MM berpendapat sebaliknya, bahwa kenaikan dividen yang lebih tinggi daripada yang diharapkan adalah suatu sinyal kepada investor bahwa manajemen perusahaan meramalkan laba masa depan yang baik. Sebaliknya, pengurangan dividen, atau peningkatan yang lebih kecil daripada yang diharapkan, adalah suatu sinyal bahwa manajemen sedang meramalkan laba yang buruk di masa mendatang. Jadi, MM berpendapat bahwa reaksi investor terhadap perubahan kebijakan dividen tidak sepenuhnya menunjukkan bahwa investor lebih menyukai dividen daripada saldo laba ditahan. Sebaliknya, mereka berpendapat bahwa perubahan harga setelah tindakan- tindakan dividen yang diambil sebenarnya menunjukkan bahwa terdapat kandungan informasi, atau pensinyalan information signaling content yang penting di dalam pengumuman dividen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berdasarkan signaling theory dinyatakan bahwa investor akan memandang perubahan dividen sebagai suatu sinyal peramalan laba oleh manajemen Brigham dan Houston 2006. 6. Clientele Theory of Dividend Clientele Theory of Dividend merupakan teori yang menyatakan bahwa pemegang saham yang berbeda akan memiliki preferensi yang berbeda terhadap kebijakan dividen perusahaan. Beiner 2001 menyatakan bahwa kelompok investor yang membutuhkan penghasilan saat ini lebih menyukai suatu dividend payout ratio DPR yang tinggi. Dan sebaliknya, kelompok investor yang tidak commit to user 23 23 begitu membutuhkan uang saat ini lebih senang jika perusahaan menahan sebagian besar laba bersih perusahaan. Dengan demikian kebijakan dividen merupakan keputusan pembayaran dividen yang mempertimbangkan maksimalisasi harga saham saat ini dan periode mendatang. Dalam penentuan besar-kecilnya dividen yang akan dibayarkan, ada perusahaan yang sudah merencanakannya dengan menetapkan target DPR didasarkan atas perhitungan keuntungan yang diperoleh setelah dikurangi pajak. Untuk dapat membayar dividen perusahaan dapat membuat suatu rencana pembayarannya. Brigham dan Houston 2006 dalam hal ini mengemukakan bahwa: a Perusahaan mempunyai target DPR jangka panjang, b Manajer menfokuskan pada tingkat perubahan dividen daripada tingkat absolut, c Perubahan dividen yang meningkat dalam jangka panjang untuk menjaga penghasilan. Perubahan penghasilan yang sementara tidak untuk mempengaruhi DPR. d Manajer bebas membuat perubahan dividen untuk keperluan cadangan. Sebagaimana dikemukakan oleh Brigham dan Houston 2006 bahwa jika sebuah perusahaan menahan dan menginvestasikan kembali laba daripada membayarkan dividen, para pemegang saham yang membutuhkan laba saat ini akan berada dalam posisi yang kurang menguntungkan. Nilai dari saham mereka mungkin akan naik, tetapi mereka akan terpaksa harus bersusah payah menjual beberapa saham mereka untuk memperoleh kas. Beberapa investor institusional commit to user 24 24 atau perwakilan individu-individu juga akan secara legal dihalangi dari menjual sahamnya dan kemudian “menghabiskan modal”. Di lain pihak, para pemegang saham yang menabung dan bukannya menghabiskan dividen mungkin lebih menyukai kebijakan dividen yang rendah, karena semakin kecil dividen yang dibayarkan oleh perusahaan, maka semakin kecil pajak saat ini yang harus dibayarkan oleh para pemegang saham, dan semakin kecil pekerjaan yang harus dilakukan untuk menginvestasikan kembali dividen setelah pajak mereka. Karena itu, investor yang menginginkan laba investasi saat ini sebaiknya memiliki saham di perusahaan-perusahaan dengan pembayaran dividen yang tinggi, sedangkan investor yang tidak membutuhkan laba investasi saat ini sebaiknya memiliki saham di perusahaan-perusahaan dengan pembayaran dividen yang rendah. Brigham dan Houston 2006 juga mengemukakan bahwa seperti pemegang saham yang dapat berganti perusahaan, perusahaan juga dapat mengubah kebijakan dividennya dari satu kebijakan ke kebijakan yang lain dan kemudian membiarkan pemegang saham yang tidak menyukai kebijakan yang baru menjual sahamnya kepada investor lain yang menyukainya. Dalam teori Clientele Effect dinyatakan bahwa satu pelanggan sama baiknya dengan pelanggan yang lain, sehingga adanya efek pelanggan tidak selalu dapat diartikan bahwa kebijakan dividen lebih baik daripada kebijakan yang lain. 7. Arbritage Pricing Theory APT Menurut Arbritage Pricing Theory APT dinyatakan bahwa investor dalam mencari keuntungan tidak perlu melakukan portofolio optimal. Investor tinggal mengamati perubahan harga dan mencari faktor-faktor yang commit to user 25 25 mempengaruhi perubahan itu, baik yang berasal dari faktor makro maupun faktor khas unique factors dalam perusahaan atau yang lebih banyak dikenal dengan sebutan faktor fundamental. Dalam teori investasi pada pasar uang dan pasar modal, investor akan melakukan pembelian saham atau menjual saham bergantung pada apakah return saham lebih besar hasilnya dibandingkan dengan deposito atau bunga obligasi. Jadi penilaian layak tidaknya investor memegang saham akan dilihat apakah return perubahan harga saham lebih menguntungkan. Faktor fundamental merupakan faktor-faktor yang berhubungan dengan kondisi perusahaan emiten yang meliputi kondisi manajemen, sumber daya manusia, dan kondisi keuangan perusahaan yang tercermin dalam kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan ditunjukkan dalam laporan keuangan perusahaan yang meliputi neraca, laporan laba-rugi, laporan perubahan posisi keuangan, laporan arus kas, dan catatan atas laporan keuangan. Ada dua pendekatan yang dapat digunakan dalam analisis fundamental yaitu pendekatan nilai sekarang present value approach dengan basis suku bunga dan pendekatan rasio PER PE ratio approach . Pendekatan nilai sekarang disebut juga sebagai metode kapitalisasi laba capitalization of income method karena merupakan proses kapitalisasi nilai-nilai masa depan yang didiskontokan menjadi nilai sekarang. Jika investor percaya bahwa nilai dari perusahaan tergantung dari prospek perusahaan tersebut di masa mendatang dan prospek ini merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan aliran kas di masa yang akan datang, maka nilai perusahaan tersebut dapat ditentukan dengan commit to user 26 26 mendiskontokan nilai-nilai arus kas cash flow di masa depan menjadi nilai sekarang Hartono 2011. Analisis fundamental pada dasarnya adalah melakukan analisis historis atas kekuatan keuangan dari suatu perusahaan yang sering disebut sebagai company analysis . Data yang digunakan adalah data historis, artinya data yang telah terjadi dan mencerminkan keadaan keuangan yang sebenarnya pada saat analisis. Dalam company analysis , para pemodal atau investor akan mempelajari laporan keuangan perusahaan dengan tujuan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan perusahaan, mengidentifikasi kecenderungan atau pertumbuhan yang mungkin ada, mengevaluasi efisiensi operasional dan memahami sifat dasar dan karakteristik operasional perusahaan tersebut. Hal penting dan biasanya menjadi pusat perhatian investor maupun para analis keuangan financial analyst dalam menganalisis data historis adalah posisi keuntungan kompetitif perusahaan, profit margin dan pertumbuhan laba perusahaan, likuiditas aktiva perusahaan terutama berhubungan dengan kemampuan keuangan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya, tingkat leverage penggunaan dana pinjaman terhadap shareholders equity dan pertumbuhan operasional penjualan perusahaan Ang 1997. 3. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen a. Kepemilikan Manajerial Manajemen perusahaan mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya pihak lain. Perilaku ini biasa disebut sebagai keterbatasan rasional bounded rationality dan manajer commit to user 27 27 cenderung tidak menyukai risiko risk averse . Jensen dan Meckling 1976 menyatakan bahwa agency problem akan terjadi bila proporsi kepemilikan manajer atas saham perusahaan kurang dari 100 sehingga manajer cenderung bertindak untuk mengejar kepentingan dirinya dan sudah tidak berdasar maksimalisasi nilai dalam pengambilan keputusan pendanaan, termasuk kebijakan dividen. Lebih lanjut Jensen dan Meckling 1976 menyatakan bahwa kondisi di atas merupakan konsekuensi dari pemisahan fungsi pengelola dengan fungsi kepemilikan atau sering disebut dengan the separation of the decision-making and risk bearing functions of the firm . Manajemen tidak menanggung risiko atas kesalahan dalam mengambil keputusan, risiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh pemegang saham principal . Oleh karena itu manajemen cenderung melakukan pengeluaran yang bersifat konsumtif dan tidak produktif untuk kepentingan pribadinya, seperti peningkatan gaji dan status. Pada agency theory yang disebut principal adalah pemegang saham dan yang dimaksud agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Dalam manajemen keuangan, sebagaimana dikemukakan oleh Brigham dan Daves 2004 tujuan utama perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran pemegang saham. Untuk itu maka manajer yang diangkat oleh pemegang saham harus bertindak untuk kepentingan pemegang saham, tetapi ternyata sering ada konflik antara manajemen dan pemegang saham. Konflik ini disebabkan karena adanya perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham. Dalam konteks agency cost model yang dikembangkan oleh Jensen dan Meckling 1976, kebijakan dividen digunakan untuk meminimalisasi agency cost commit to user 28 28 yang timbul dari potensi conflict of interest antara agent manajer dengan principal pemilik perusahaan akibat adanya pemisahan antara kedua belah pihak tersebut. Agency cost merupakan biaya yang timbul dalam rangka mengendalikan atau memonitor tindakan manajer agar sesuai dengan kepentingan principal . Dasar dari agency cost model ini adalah ketika manajer disadari bisa bertindak tidak sesuai dengan kepentingan investorpemegang saham, maka pemegang saham menggunakan mekanisme tertentu untuk mengontrol tindakan manajer tersebut. Salah satu dari mekanisme ini adalah melalui pembayaran dividen dengan payout yang tinggi Sugeng 2009. Namun, sebagaimana dikemukakan Easterbrook 1984 bahwa efektivitas dividen sebagai salah satu sarana monitoring bergantung pula pada sarana-sarana monitoring yang lainnya, misalnya struktur kepemilikan dan struktur modal perusahaan. Jensen dan Meckling 1976 mengemukakan bahwa agency cost akan rendah di dalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial managerial ownership yang tinggi, karena hal ini memungkinkan adanya penyatuan antara kepentingan pemegang saham dengan kepentingan manajer yang dalam hal ini berfungsi sebagai agent dan sekaligus sebagai principal . Hal yang sama juga bisa terjadi di perusahaan dengan large block shareholder pemegang saham dalam jumlah besar yang biasanya terdiri dari para pemegang saham institusi institutional shareholder yang memiliki kemampuan tinggi untuk mengendalikan manajer. Adanya large block holder mengindikasikan tingkat disperse dari pemegang saham oleh pihak luar perusahaan lebih kecil. Di dalam situasi demikian perusahaan tidak perlu membayar dividend payout yang tinggi commit to user 29 29 untuk mengendalikan agency cost . Rasionalnya adalah bahwa dengan kepemilikan manajerial yang tinggi agency problem menjadi rendah antara manajer dengan pemegang saham, sedangkan dengan terdapatnya large block shareholder yang tinggi monitoring dapat dilakukan secara lebih efektif oleh pemegang saham Sugeng 2009 b. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional adalah proporsi saham yang dimiliki oleh pihak institusi pada akhir tahun yang diukur dalam prosentase Kania dan Bacon, 2005. Proporsi kepemilikan saham oleh institusional yang tinggi akan menghasilkan upaya-upaya pengawasan yang lebih insentif sehingga dapat membatasi perilaku oportunistik manajer, yang dapat berupa pelaporan laba oleh manajemen secara oportunistik untuk memaksimumkan kepentingan pribadinya Siregar et.al 2005. Menurut teori keagenan, sebagaimana dikemukakan Jensen dan Meckling 1976 dinyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan agency conflict . Penyebab konflik antara manajer dengan pemegang saham diantaranya adalah pembuatan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan dividen Kania dan Bacon, 2005; Myers dan Bacon, 2004; Weston dan Copeland, 1997. Untuk mengawasi dan menghalangi perilaku oportunis manajer maka pemegang saham harus bersedia mengeluarkan kos pengawasan tersebut, kos ini dinamakan kos keagenan agency cost . Ada beberapa pendekatan yang dapat commit to user 30 30 dilakukan untuk mengurangi agency cost , yaitu: 1 dengan meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen, 2 dengan meningkatkan dividend payout ratio , 3 meningkatkan pendanaan dengan utang, 4 institutional investor sebagai monitoring agents . Adapun peranan kepemilikan institusional ini Moh’d et al, 1995 dalam Kania dan Bacon, 2005 menyatakan bahwa distribusi saham antara pemegang saham dari luar yaitu institutional investor dan shareholders dispersion dapat mengurangi agency cost . Karena kepemilikan mewakili suatu sumber kekuasaan source of power akan dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen, maka adanya kepemilikan oleh investor institusional seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi dan kepemilikan oleh institusi lain akan mendorong peningkatan pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen. c. Profitabilitas Return On Assets ROA Return On Investment ROI sebagaimana dikemukakan oleh Ang 1997 adalah tingkat keuntungan bersih yang berhasil diperoleh perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. ROAROI diukur dari laba bersih setelah pajak earnings after tax terhadap total aset yang mencerminkan kemampuan perusahaan dalam penggunaan investasi yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam rangka menghasilkan profitabilitas. ROAROI, sebagai salah satu ukuran profitabilitas, juga merupakan ukuran efektivitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan dengan memanfaatkan aktiva tetap yang digunakan untuk operasi. Semakin besar ROAROI commit to user 31 31 menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik karena tingkat kembalian investasi return yang semakin besar. Menurut Hanafi 2004 perusahaan yang memiliki aliran kas atau profitabilitas yang baik akan bisa membayar dividen atau meningkatkan dividen. Hal sebaliknya akan terjadi, jika aliran kas tidak baik. Alasan lain pembayaran dividen adalah untuk menghindari akuisisi oleh perusahaan lain. Perusahaan yang mempunyai kas yang berlebihan sering menjadi target dalam akuisisi. Untuk menghindari akuisisi, perusahaan tersebut bisa membayarkan dividen, dan sekaligus juga membuat senang pemegang saham. Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba pada masa yang akan datang dan merupakan indikator keberhasilan operasi perusahaan. Hartono 2011 menyatakan bahwa perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi akan menarik minat investor untuk menanamkan modalnya dengan harapan akan mendapatkan keuntungan yang tinggi pula. Oleh karena dividen diambilkan dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan selama suatu periode tertentu, maka keuntungan tersebut akan mempengaruhi besarnya dividend payout . Perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan membayarkan porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen. Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen Damayanti dan Achyani 2006. Dividen merupakan bagian dari laba bersih yang diperoleh oleh perusahaan, oleh karenanya dividen akan dibagikan jika perusahaan memperoleh commit to user 32 32 keuntungan. Keuntungan yang layak dibagikan kepada para pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya, seperti beban bunga dan pajak. Karena dividen diambilkan dari keuntungan bersih perusahaan maka keuntungan tersebut akan mempengaruhi besarnya dividend payout. Perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen. Semakin besar keuntungan yang diperoleh maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Atribut profitabilitas ini diwakili oleh tingkat keuntungan setelah pajak dibagi dengan total aset Chang dan Rhee 1990. d. Financial Leverage Debt to equity ratio DER merupakan rasio yang digunakan untuk mengkur tingkat leverage penggunaan utang terhadap total shareholders’ equity yang dimiliki oleh perusahaan Ang 1997. Faktor ini mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya yang ditunjukkan oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk membayar utang. Semakin besar rasio yang ditunjukkan semakin besar kewajiban yang ditanggung perusahaan dan semakin rendah rasio DER menunjukkan semakin besar kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya. Apabila perusahaan menentukan bahwa pelunasan utangnya akan diambilkan dari laba ditahan, berarti perusahaan harus menahan sebagian besar dari pendapatannya untuk kepentingan tersebut, ini berarti hanya sebagian kecil saja pendapatan yang dapat dibayarkan sebagai dividen Riyanto 2001. Peningkatan utang ini akan mempengaruhi tingkat pendapatan bersih yang commit to user 33 33 tersedia bagi pemegang saham, artinya semakin tinggi kewajiban perusahaan akan semakin menurunkan kemampuan perusahaan membayar dividen Suharli 2007. Prihantoro 2003 menyatakan bahwa debt to equity ratio mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya, yang ditunjukkan oleh berapa bagian dari modal sendiri yang digunakan untuk membayar utang. Oleh karena itu semakin rendah DER akan semakin tinggi kemampuan perusahaan untuk membayar semua kewajibannya. Semakin besar proporsi utang dalam struktur modal suatu perusahaan, maka semakin besar jumlah kewajiban yang harus ditanggung oleh perusahaan, dengan demikian semakin besar pula risiko yang harus dihadapi atau ditanggung oleh perusahaan. Peningkatan utang pada gilirannya akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang tersedia bagi para pemegang saham sebagai bentuk dividen yang akan diterimanya, karena kewajiban tersebut lebih diprioritaskan penyelesaiannya daripada pembagian dividen Prihantoro 2003. Jika beban utang tinggi, maka kemampuan perusahaan untuk membagi dividen akan semakin rendah, sehingga debt to equity ratio mempunyai hubungan dengan dividend payout ratio . e. Ukuran Perusahaan Farinha 2002 menyatakan bahwa ukuran perusahaan firm size merupakan faktor penting yang bukan saja hanya sebagai proksi pada biaya keagenan tatapi juga dengan biaya transaksi yang berhubungan dengan penerbitan saham sehubungan dengan ukuran perusahaan. Smith dan Watts 1992 menunjukkan dasar teori bahwa pengaruh dari ukuran perusahaan terhadap dividend payout ratio sangat kuat. Perusahaan besar dengan akses pasar yang commit to user 34 34 lebih baik seharusnya membayar dividen yang tinggi kepada para pemegang sahamnya, sehingga antara ukuran perusahaan dan pembayaran dividen memiliki hubungan yang positif Farinha 2002. Suatu perusahaan besar yang sudah mapan akan memiliki akses yang mudah menuju pasar modal, sementara perusahaan yang baru dan yang masih kecil akan banyak mengalami kesulitan untuk memiliki akses ke pasar modal. Karena kemudahan akses ke pasar modal cukup berarti untuk fleksibilitas dalam rangka memperoleh dana yang lebih besar, maka perusahaan dengan size yang besar memiliki rasio pembayaran dividen lebih tinggi daripada perusahaan dengan size yang kecil Chang dan Rhee 1990.

B. Pengembangan Hipotesis