38 berharga Negara yang diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas
bagian peneyertaan terhadap asset SBSN dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
12. Kartu Pembiayaan Berdasarkan Syariah
Menurut fatwa Dewan Syariah Nasiional MUI
28
yang dimaksud dengan a. Syariah Charge Card adalah fasilitas kartu talangan yang dipergunakan oleh
pemegang kartu hamil al-bithaqah sebagai alat bayar atau pengambilan uang tunai pada tempat-tempat tertentu yang harus dibayar
lunas kepada pihak yang memberikan talangan mushdir al-bithaqah pada waktu yang telah ditetapkan.
b. Membership Fee rusum al-udhwiyah adalah iuran keanggotaan, termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang kartu sebagai imbalan izin
menggunakan fasilitas kartu; c. Merchant Fee adalah fee yang diambil dari harga objek transaksi atau pelayanan
sebagai upahimbalan ujrah samsarah, pemasaran taswiq dan penagihan tahsil aldayn;
d. Fee Penarikan Uang Tunai adalah fee atas penggunaan fasilitas untuk penarikan uang tunai rusum sahb alnuqud
e. Denda keterlambatan Late Charge adalah denda akibat keterlambatan pemba yaran yang akan diakui sebagai dana sosial.
f. Denda karena melampaui pagu Overlimit Charge adalah denda yang dikenakan karena melampaui pagu yang diberikan overlimit charge tanpa persetujuan
penerbit kartu dan akan diakui sebagai dana sosial.
13. Wakaf
Aset wakaf di Indonesia terbilang besar. Menurut data Badan Wakaf Indonesia BWI, sampai Oktober 2007, jumlah seluruh tanah wakaf di negeri ini sebanyak
28
Fatwa DewanSyariahNasional MUI No.42DSN-MUIV2004 tentangSyariah Charge Card
39 366.595 lokasi, dengan luas 2.686.536.565,68 meter persegi. Sayangnya, potensi itu
masih belum dimanfaatkan secara optimal. Maka, suatu langkah yang tepat, jika Badan Wakaf Indonesia tahun ini menitikberatkan pada pengelolaan aset-aset wakaf
agar bernilai produktif. Ini tercermin dari pernyataan Ketua Badan Pelaksana Badan Wakaf Indonesia Thalhah Hasan usai bertemu Wakil Presiden Yusuf Kalla,
sebagaimana dilansir harian Umum Republika, . mengatakan bahwa Badan Wakaf Indonesia akan mengembangkan wakaf produktif yang hasilnya untuk kesejahteraan
umat. Gagasan ini
29
sangat menarik, sebab selama ini pengembangan wakaf di Indonesia bisa dibilang mati suri. Jika dibanding negara-negara mayoritas
berpenduduk Islam lain, perwakafan di Indonesia tertinggal jauh. Sebut saja Mesir, Aljazair, Sudan, Kuwait, dan Turki, mereka jauh-jauh hari sudah mengelola wakaf ke
arah produktif. Sekadar contoh, di Sudan, Badan Wakaf Sudan mengola aset wakaf yang tidak produktif dengan mendirikan bank. Lembaga keuangan ini digunakan
untuk membantu proyek pengembangan wakaf, mendirikan perusahaan bisnis dan industri. Contoh lain, untuk mengembangkan produktifitas aset wakaf, pemerintah
Turki mendirikan Waqf Bank and Finance Corporation. Lembaga ini secara khusus untuk memobilisasi sumber wakaf dan membiayai berbagai jenis proyek joint
venture. Bahkan, di negara yang penduduk muslimnya minor, pengembangan wakaf
juga tak kalah produktif. Sebut saja Singapura, satu misal. Aset wakaf di Singapura, jika dikruskan, berjumlah S 250 juta. Untuk mengelolanya, Majelis Ugama Islam
Singapura MUIS membuat anak perusahaan bernama Wakaf Real Estate Singapura WAREES. WAREES merupakan perusahaan kontraktor guna memaksimalkan aset
wakaf. Contoh, WAREES mendirikan gedung berlantai 8 di atas tanah wakaf. Pembiayaannya diperoleh dari pinjaman dana Sukuk sebesar S 3 juta, yang harus
dikembalikan selama lima tahun. Gedung ini disewakan dan penghasilan bersih
29
ww.padangekprss, padatanggal 28 Mei 2008.
40 mencapai S 1.5 juta per tahun. Setelah tiga tahun berjalan, pinjaman pun lunas.
Selanjutnya, penghasilan tersebut menjadi milik MUIS yang dialokasikan untuk kesejahteraan umat.
Menarik bukan? Kalau mereka bisa, mengapa negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia ini tak mampu. Masyarakat Islam Indonesia mampu
melakukan, bahkan lebih dari itu, jika benar-benar serius menangani soal ini. Apalagi, pengembangan wakaf di Indonesia kini sudah menemukan titik cerahnya, sejak
disahkannya UU No. 41 tahun 2004 tentang wakaf dan PP No. 42 tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan. Kalau begitu, sekarang tinggal action saja, tak perlu banyak
berwacana. Kalau dulu, banyak orang berdiskusi dan berharap adanya lembaga khusus yang menangani perwakafan di Indonesia, kini Badan Wakaf Indonesia
disingkat dengan BWI sudah berdiri sejak tahun 2007. Tinggal bagaimana memaksimalkan lembaga independen
30
amanat undang-undang itu. Bab VI, pasal 7, UU No. 41 tahun 2004.
Untuk bisa mengoptimalakan pengelolaan aset wakaf ke arah produktif, perlu adanya persamaan persepsi atau sudut pandang tentang apa dan bagaimana
mengembang perwakafan di Indonesia. Sebab, selama ini pemahaman masyarakat masih berbeda-beda dalam perkara ini. Di samping itu, batu sandungan juga tak
jarang melintang di tengah-tengah upaya untuk memajukan perwakafan di Indonesia. Pertama, pemahaman tentang pemanfaatan dan harta benda wakaf. Selama ini, umat
Islam masih banyak yang beranggapan bahwa aset wakaf itu hanya boleh digunakan untuk tujuan ibadah saja. Misalnya, pembangunan masjid, komplek kuburan, panti
asuhan, dan pendidikan. Padahal, nilai ibadah itu tidak harus berwujud langsung seperti itu. Bisa saja, di atas lahan wakaf dibangun pusat perbelanjaan, yang
keuntungannya nanti dialokasikan untuk beasiswa anak-anak yang tidak mampu, layanan kesehatan gratis, atau riset ilmu pengetahuan. Ini juga bagian dari ibadah.
30
BerdasarkanUndng-UndangNomor 41 tahun 2004 TentangWakaf BWI adalahlembaga independent untukmengembangkanperwakafan di Indonesia .BadanWakaf Indonesia keanggotaanBadanWakaf
Indonesia diangkatdandiberhentikanolehPresiden.
41 Selain itu, pemahaman ihwal benda wakaf juga masih sempit. Harta yang bisa
diwakafkan masih dipahami sebatas benda tak bergerak, seperti tanah. Padahal wakaf juga bisa berupa benda bergerak, antara lain uang, logam mulia, surat berharga,
kendaraan, hak kekayaan intelektual, dan hak sewa. Ini sebagaimana tercermin dalam Bab II, Pasal 16, UU No. 41 tahun 2004, dan juga sejalan dengan fatwa MUI ihwal
bolehnya wakaf uang. Kedua, jumlah tanah strategis dan kontroversi pengalihan tanah. Jika ditilik jumlah
tanah wakaf, memang sangatlah luas. Tapi tak semuanya bisa dikategorikan tanah strategis. Hal ini bisa dicermati dari lokasi dan kondisi tanah. Kalau lokasinya di
pedalaman desa dan tanahnya tak subur, secara otomatis, susah untuk diproduktifkan. Karena itu, jalan keluarnya adalah pengalihan tanah atau tukar guling ruislag untuk
tujuan produktif. Dan ternyata, langkah ini pun berbuah kontroversi. Memang secara fikih, ada perbedaan pendapat. Imam Syafii berpendapat bahwa tukar
guling harta wakaf itu tidak boleh secara mutlak, apapun kondisinya. Sementara sebagian Ulama Syafiiyah murid-murid imam Syafii membolehkan, asal digunakan
untuk tujuan produktif. Selain itu, Imam Hambali dan Hanafi juga memperbolehkan tukar guling dengan tujuan produktif. Jadi, tukar guling itu hakikatnya diperbolehkan
oleh para fuqaha asal untuk tujuan produktif. Apalagi, kini permasalahan ini sudah diatur secara gamblang dalam Bab VI, pasal 49-51, PP No. 42 tahun 2006.
Ketiga, tanah wakaf yang belum bersertifikat. Ini lebih dikarenakan tradisi kepercayaan yang berkembang di masyarakat. Menurut kaca mata agama, wakaf itu
dipahami masyarakat sebagai ibadah yang pahalanya mengalir shadaqah jariayah, cukup dengan membaca shighat wakaf seperti waqaftu saya telah mewakafkan atau
kata-kata sepadan yang dibarengi dengan niat wakaf secara tegas. Dengan begitu, wakaf dinyatakan sah, jadi tidak perlu ada sertifikat dan administrasi yang diangap
ruwet oleh masyarakat. Akibatnya, tanah wakaf yang tidak bersertifikat itu tidak bisa dikelola secara produktif karena tidak ada legalitasnya. Belum lagi, banyak terjadi
kasus penyerobotan tanah wakaf yang tak bersertifikat. Untuk itu, penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya sertifikat tanah wakaf perlu digalakkan.
42 Keempat, nazhir pengelola masih tradisional dan cenderung konsumtif. Meski tidak
termasuk rukun wakaf, para ahli fikih mengharuskan wakif orang yang wakaf untuk menunjuk nazhir wakaf. Nazhir inilah yang bertugas untuk mengelola harta wakaf.
Tapi, sayangnya para nazhir wakaf di Indonesia kebanyakan masih jauh dari harapan. Pemahamannya masih terbilang tradisional dan cenderung bersifat konsumtif non-
produktif. Maka tak heran, jika pemanfaatan harta wakaf kebanyakan digunakan untuk pembangunan masjid dan kuburan. Secara benefit, apa yang bisa dihasilkan
dari masjid dan kuburan? Bisa-bisa tidak dapat keuntungan malah rugi untuk biaya perawatan.
Kemudian pada masa sekarang munculnya istilah wakaf alternatif di Indonesia misalnya wakaf Tunai
Wakaf Tunai
31
Dalam catatan sejarah Islam , wakaf uang ternyata sudah dipraktekkan sejak awal abad kedua Hijiriyah. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari. Bahwa Imam al-Zuhri salah
seorang ulama terkemuka dan peletak dasar kodifikasi hadits tadwin al Hadits memfatwakan , diajurkannya wakaf uang dinar dan dirham untuk pembangunan
sarana dakwah, social dan pendidikan umat islam. Adapun caranya adalah dengan menjadikan
uang tersebut
sebagai modal
usaha kemudian
menyal urkan
keuntungannya sebagai wakaf. Namun demikian faktor resiko seperti kerugian yang akan mengancam kesinambungan wakaf, perlu dipertimbangkan guna mengantisipasi
madharat yang lebih besar.
14. Sertifikat Bank Indonesia Syariah SBI Syariah