Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Jepang adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat Samudera Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik Rakyat Cina, Korea, dan Rusia. Jepang terdiri dari kurang lebih 4000 pulau besar dan kecil, luas wilayahnya sekitar 370.000 km 2 . Pulau-pulau utama dari utara ke selatan adalah Hokkaido, Honshu, Shikoku, dan Kyushu. Penduduk Jepang berjumlah 128 juta orang, dan berada di peringkat ke-10 negara berpenduduk terbanyak di dunia 2014: id.m.wikipedia.orgwikiJepang. Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia dan di dunia, baik di bidang ekonomi maupun teknologi dan informasi. Sebagai negara maju sudah sewajarnya Jepang memiliki kesejahteraan sosial yang cukup tinggi, namun pada kenyataannya masyarakat Jepang memiliki daya saing yang tinggi untuk dapat bertahan hidup ditengah-tengah kerasnya kehidupan di Jepang dan negara maju, seperti Jepang juga pernah mengalami masalah resesi ekonomi. Jepang mengalami resesi ekonomi sejak Perang Dunia II berlangsung. Hal ini menyebabkan munculnya masalah-masalah sosial atau shakai mondai, salah satu masalah yang menarik perhatian yaitu homeless. Homeless merupakan suatu masalah sosial yang terjadi pada negara maju yang sehebat Jepang sekali pun. Homeless merupakan sebuah kata yang berasal dari bahasa inggris yang berarti orang yang tidak mempunyai rumah. Namun, saat ini Universitas Sumatera Utara 2 masyarakat Jepang lebih sering menggunakan istilah serapan homuresu untuk menyebut homeless. Di Jepang, homeless umumnya diartikan sebagai “furousha” atau orang-orang yang tinggal di tempat-tempat umum seperti taman, bantaran sungai, di pinggir jalan dan stasiun Iwata, 1995: 55. Menurut Humaidi 2012 : networkedblogs.com, homeless atau gelandangan berasal dari kata gelandang yang berarti selalu mengembara, atau berkelana lelana. Sedangkan menurut Anon 2012 : networkedblogs.com , gelandangan adalah orang-orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum. Sedangkan, pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan pelbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Di Jepang homeless bukanlah pengemis yang pekerjaannya meminta-minta tetapi orang yang benar-benar tidak mempunyai tempat tinggal dan mereka juga biasanya dikenal sebagai blue tent tenda biru, hal ini dikarenakan tenda yang dibangun untuk tempat tinggal sementara mereka semuanya dilapisi oleh kain terpal berwarna biru. Kemudian tenda biru ini dijadikan ikon sebagai tempat tinggal para homeless. Kebanyakan dari mereka lebih memilih untuk tinggal ditempat-tempat umum seperti taman dan stasiun. Banyak dari mereka yang mengais tong sampah dan bergelut dengan barang bekas untuk memenuhi kebutuhannya. Di antara para homeless tersebut banyak yang sebenarnya adalah para pegawai yang di PHK, dan ada di antara para homeless itu ada yang masih memiliki keluarga. Tapi, karena mereka memiliki sikap “malu” maka mereka lebih memilih menjadi homeless. Mereka juga berhadapan Universitas Sumatera Utara 3 dengan pengucilan dari masyarakat sekitar terhadap keberadaan mereka. Bahkan beberapa kasus pembunuhan para manula homeless banyak menghiasi berita-berita di media massa Jepang. Beberapa hal yang menarik diamati lainnya dari homeless di Jepang ini, mereka sangat erat hubungan sosialnya. Mungkin karena perasaan satu nasib satu sepenanggungan, bahkan kelompok-kelompok homeless ini pun mempunyai iuran, mengelola usaha sendiri bercocok tanam, dan membuat aturan- aturan yang dibuat untuk kelangsungan hidup mereka 2007: saniroy.archiplan.ugm.ac.id. Kondisi rumah atau tenda-tenda yang semi permanen kadang memberi keterbatasan akses mereka untuk memiliki asuransi karena alamat permanen di sebuah wilayah legal di Jepang menjadi sebuah syarat mutlak sebagai informasi diri. Homeless memang merupakan masalah yang cukup menarik perhatian pemerintah Jepang. Pertumbuhan homeless pertama kali meningkat pada tahun 1960- an setelah Perang Dunia II berakhir Hasegawa, 2006: 23 dan jumlah homeless meningkat tajam ketika resesi ekonomi melanda tahun 1992 Stephanie, 2010: 1. Karena jumlah para homeless semakin bertambah pemerintah Jepang membuat undang-undang khusus untuk masalah homeless. Undang-undangnya sendiri dikeluarkan tahun 2002 dengan judul: Hoomuresu no Jiritsu no Shien Nado ni Kansuru Tokubetsu Sochihou undang-undang khusus untuk mendukung kemandirian para homeless. Akan tetapi hasil atau pengaruh dari undang-undang ini tidak dapat dilihat secara drastis karena dalam prosesnya memakan waktu yang cukup lama. Pemerintah juga memberikan fasilitas shelter-shelter murah, namun para homeless itu Universitas Sumatera Utara 4 tidak mau memanfaatkan fasilitas tersebut dan lebih memilih hidup di area luar dengan fasilitas ruang-ruang publik. Ada pun beberapa faktor yang meyebabkan munculnya masalah sosial homeless ini adalah 2012 : mbantoelpoenya.wordpress.com : 1. Faktor kondisi kesehatan atau fisik misalnya cacat 2. Faktor ekonomi misalnya krisis ekonomi dunia, kegagalan atau kebangkrutan usaha dan pemecatan. 3. Faktor terjerat bunga hutang atau rentenir yang dalam istilah Jepang dikenal dengan istilah yami kinyuu. 4. Faktor mental atau permasalahan individu misalnya terjerat judi, maniak pachinko, ketergantungan pada alkohol atau karena orangnya memang malas bekerja. Faktor-faktor di atas cukup menjelaskan mengapa homeless menjadi salah satu masalah sosial, dimana masyarakat luas umumnya mengetahui bahwa Jepang merupakan negara maju yang kecil kemungkinannya untuk mengalami masalah kesejahteraan sosial, namun hal itu tidak menjadi patokan bahwa Jepang juga bisa mengalami masalah tersebut dan cukup menarik perhatian di Jepang. Untuk mengetahui lebih jauh tentang Homeless ini penulis akan mencoba membahasnya melalui skripsi yang berjudul : “ Kehidupan Sosial Para Homeless di Jepang” Universitas Sumatera Utara 5

1.2 Perumusan Masalah