Perumusan Masalah Ruang Lingkup Pembahasan Metode Penelitian

5

1.2 Perumusan Masalah

Kehidupan sosial para homeless di Jepang, merupakan suatu topik yang menarik ketika kita sedang membicarakan tentang Jepang. Homeless merupakan suatu masalah sosial yang menjadi perhatian pemerintah Jepang. Homeless adalah orang-orang yang tidak mempunyai tempat tinggal dan pekerjaan yang tetap dan hidup di tempat-tempat umum seperti di pinggir jalan, bantaran sungai dan stasiun. Hal ini merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara Jepang sejak tahun 90-an. Jika hal ini terus berlanjut, maka dikhawatirkan akan berdampak buruk bagi lingkungan maupun pemerintah. Berdasarkan hal di atas, permaslahan penelitian ini mencoba menjawab masalah yang dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: 1. Bagaimana latar belakang terjadinya Homeless di Jepang? 2. Bagaimana dampak yang ditimbulkan oleh Homeless terhadap kehidupan sosial masyarakat di Jepang dan upaya penanganan Homeless?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan yang telah dikemukakan di atas sebelumnya, maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dilakukan agar masalah tiak menjadi terlalu luas sehingga penulis dapat lebih terfokus dan terarah dalam pembahasan terhadap masalah. Kita mengetahui bahwa Jepang sebagai negara maju tidak luput dari masalah sosial dan kesejahteraan sosial yang salah satunya adalah Homeless. Penulis akan mencoba membahas historis dari masalah Homeless ini dan dampak yang Universitas Sumatera Utara 6 ditimbulkan terhadap kehidupan sosial masyarakat Jepang. Untuk mendukung pembahasan ini, penulis juga akan membahas tentang penyebab terjadinya Homeless, definisi Homeless, jumlah Homeless dari tahun 2003 hingga 2012 serta upaya yang dilakukan untuk menanggulangi masalah sosial ini.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1. Tinjauan Pustaka

Salah satu masalah sosial yang dihadapi Jepang saat ini adalah Homeless. Masalah sosial erat kaitannya dengan hubungan antar sesama manusia. Manusia tidak bisa hidup tanpa bantuan orang lain, maka dari itu manusia disebut makhluk sosial. Waluya 2007:41 mengemukakan bahwa hubungan antarmanusia sebagai makhluk sosial dapat dicirikan dengan adanya tindakan untuk berhubungan. Tindakannya tersebut dapat memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki perilaku individu lain, atau sebaliknya. Tindakan seperti ini dinamakan interaksi sosial. Interaksi sosial merupakan dasar dari suatu proses sosial. Proses sosial yang terjadi dalam masyarakat tentunya tidak selalu berjalan tertib dan lancar, karena masyarakat pendukungnya memiliki berbagai macam karakteristik. Adanya interaksi sosial dan proses sosial tersebut membentuk kehidupan sosial yaitu kehidupan yang di dalamnya terdapat unsur-unsur sosialkemasyarakatan. Dalam hal yang terjadi di lapangan, kehidupan sosial sangat erat kaitannya dengan bagaimana bentuk kehidupan itu berjalan. Hal itu tidak lepas dari masalah sosial, masalah sosial adalah sebuah gejala atau fenomena Universitas Sumatera Utara 7 yang muncul dalam realitas kehidupan bermasyarakat Soetomo, 2008: 28. Menurut Soekanto 2012: dirtyfarms.blogspot.com masalah sosial adalah suatu ketidaksesuaian antara unsur-unsur kebudayaan atau masyarakat, yang membahayakan kehidupan kelompok sosial. Jika terjadi bentrokan antara unsur-unsur yang ada dapat menimbulkan gangguan hubungan sosial seperti kegoyahan dalam kehidupan kelompok atau masyarakat. Menurut Weinberg dalam Soetomo 2008: 7, masalah sosial adalah situasi yang dinyatakan sebagai sesuatu yang bertentangan dengan nilai-nilai oleh warga masyarakat yang cukup signifikan, di mana mereka sepakat dibutuhkannya suatu tindakan untuk mengubah situasi tersebut. Masalah sosial juga erat kaitannya dengan kesejahteraan sosial untuk menunjukkan kualitas hidup suatu masyarakat. Menurut Iwata 1995: 55, homeless umumnya diartikan sebagai “furousha” atau orang-orang yang tinggal di tempat-tempat umum seperti taman, bantaran sungai, di pinggir jalan dan stasiun. Di Jepang homeless bukanlah pengemis yang pekerjaannya meminta-minta tetapi orang yang benar-benar tidak mempunyai tempat tinggal dan mereka juga biasanya dikenal sebagai blue tent tenda biru, hal ini dikarenakan tenda yang dibangun untuk tempat tinggal sementara mereka semuanya dilapisi oleh kain terpal berwarna biru. Kemudian tenda biru ini dijadikan ikon sebagai tempat tinggal para homeless. Keberadaan homeless muncul dan menjadi pusat perhatian di Jepang sejak tahun1990-an karena pada saat itu jumlah homeless di Jepang mulai meningkat Swenson dalam Stephanie, 2010: 1. Hal ini terus berlanjut hingga sekarang dan menjadi masalah yang menarik perhatian di Jepang. Universitas Sumatera Utara 8

2. Kerangka Teori

Kerangka teori menurut Koentjaraningrat 1976: 1 berfungsi sebagai pendorong proses berfikir deduktif yang bergerak dari bentuk abstrak ke dalam bentuk yang nyata. Dalam penelitian suatu kebudayaan mesyarakat diperlukan satu atau lebih teori pendekatan yang sesuai dengan objek dan tujuan dari penelitian ini. Dalam hal ini, untuk memahami istilah homeless, perlu memahami konsepsi kemiskinan. Kemiskinan merupakan kondisi absolut atau relatif yang menyebabkan seseorang atau kelompok masyarakat dalam suatu wilayah tidak mempunyai kemampuan atau mencukupi kebutuhan dasarnya sesuai dengan tata nilai atau norma tertentu yang berlaku di dalam masyarakat. Secara sosiologis sebab-sebab timbulnya masalah ini adalah karena salah satu lembaga kemasyarakatan tidak berfungsi dengan baik yaitu lembaga kemasyarakatan di bidang ekonomi Soekanto, 2009: 320. Di Jepang, pandangan masyarakat mengenai kemiskinan, khususnya masalah homeless masih dangkal. Maka dari itu penulis menggunakan teori sosiologi, kesejahteraan sosial dan konsep homeless untuk meneliti tentang masalah Homeless. Selain itu untuk menjelaskan latar belakang terjadinya Homeless, penulis akan menggunakan teori historis. Menurut Soekanto dalam Upe 2010: 39 menyatakan bahwa sosiologi sosial adalah ilmu yang mempelajari struktur sosial, proses sosial, termasuk perubahan- perubahan sosial dan masalah sosial. Universitas Sumatera Utara 9 Kesejahteraan sosial menurut Segal dan Brzuzy dalam Suud 2006: 5 menyatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi sejahtera dari suatu masyarakat. Kesejaahteraan sosial meliputi kesehatan, keadaan ekonomi, kebahagiaan, dan kualitas hidup rakyat. Sedangkan menurut Wickeden dalam Suud 2006: 8 mengatakan bahwa kesejahteraan sosial adalah suatu sistem peraturan, program-program, kebaikan-kebaikan, pelayanan-pelayanan yang memperkuat atau menjamin penyediaan pertolongan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial yang diakui sebagai dasar bagi penduduk dan keteraturan sosial. Teori ini berhubungan dengan sistem kesejahteraan sosial bagi para homeless di Jepang yaitu perlindungan hidup kepada masyarakat Jepang. Ada beberapa konsep atau definisi Homeless menurut ahli, yaitu menurut Iwata 1995: 55, homeless umumnya diartikan sebagai “furousha” atau orang-orang yang tinggal di tempat-tempat umum seperti taman, bantaran sungai, di pinggir jalan dan stasiun. Pada tahun 2002, pemerintah Jepang melalui Departemen Kesejahteraan, Kesehatan, dan Buruh, menetapkan definisi Homeless sebagai berikut dalam Sitorus 2008: 28: ,都 園 ,河川 , 路 ,駅舎 , ,施設 ,故 ,起居 ,場所 い ,非常生活 Universitas Sumatera Utara 10 い ,営 い ,者 ホーム ス ,自立 ,支援 ,関 ,特別措置法 Artinya, orang-orang yang hidup dalam kondisi darurat atau memprihatinkan yang tinggal di taman-taman kota, bantaran sungai, jalanan, sekitar stasiun dan tempat-tempat umum lainnya. Aturan tindakan khusus menyangkut bantuan untuk membuat para homeless bisa hidup mandiri. Konsep homeless ini berhubungan dengan bagaimana yang dikatakan homeless sesungguhnya yang akan di jelaskan dalam definisi homeless. Penulis juga menggunakan pendekatan historis , yaitu kajian logik terhadap peristiwa-peristiwa setelah peristiwa itu terjadi. Menurut Abdulgani 2014: id.m.wikipedia.orgwikisejarah ilmu sejarah adalah salah satu cabang ilmu yang meneliti dan menyelidiki secara sistematis keseluruhan perkembangan masyarakat serta kemanusiaan di masa lampau beserta kejadian-kejadian dengan maksud untuk kemudian menilai secara kritis seluruh hasil penelitian tersebut, untuk selanjutnya dijadikan perbendaharaan pedoman bagi penilaian dan penentuan keadaan sekarang serta arah proses masa depan. Penulis menggunakan pendekatan ini untuk mengetahui peristiwa-peristiwa yang melatarbelakangi munculnya homeless di Jepang. Jadi penulis menggunakan teori sosiologis, kesejahteraan sosial, konsep homeless serta teori historis untuk mejawab hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya homeless dan dampak yang ditimbulkan oleh homeless terhadap sosial masyarakat Universitas Sumatera Utara 11 Jepang, karena masalah homeless adalah salah satu bentuk masalah kesejahteraan dan kemiskinan yang terjadi di masyarakat.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini, sebagai berikut :

1. Tujuan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya Homeless. 2. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh Homeless terhadap kehidupan sosial masyarakat Jepang.

2. Manfaat Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, hasilnya diharapkan memberi manfaat

bagi pihak-pihak tertentu, antara lain : 1. Bagi peneliti sendiri diharapakan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang Homeless. 2. Bagi para pembaca, khususnya para pembelajar bahasa Jepang diharapkan dapat menambah informasi tentang masalah sosial yang dihadapi masyarakat dan pemerintah di Jepang yaitu Homeless. Universitas Sumatera Utara 12 3. Bagi para pembaca, penelitian ini juga dapat dijadikan sumber ide dan tambahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti Homeless lebih jauh.

1.6 Metode Penelitian

Meode adalah alat untuk mencapai tujuan dari suatu kegiatan. Dalam melakukan penelitian, sangat diperlukan metode-metode untuk menunjang keberhasilan tulisanyang akan disampaikan penulis kepada para pembaca. Untuk itu, dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif. Menurut Koentjaraningrat 1976: 30, penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, data-data yang diperoleh dikumpulkan, disusum, diklasifikasikan, sekaligus dikaji dan kemudian diinterpretasikan dengan tetap mengacu pada sumber data dan informasi yang ada. Dalam mengumpulkan data-data penelitian ini, penulis menggunakan teknik studi kepustakaan, dengan mengambil acuan dari berbagai buku yang berkaitan dengan masyarakat, masalah sosial dan lain-lain. Selanjutnya, penulis juga memanfaatkan berbagai fasilitas yang tersedia di Perpustakaan Umum Universitas Sumatera Utara, Perpustakaan Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Selain itu penulis juga memanfaatkan koleksi pribadi, dan berbagai informasi dari situs-situs internet yang membahas tentang masalah Homeless untuk melengkapi data-data dalam penelitian ini. Universitas Sumatera Utara 13

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP HOMELESS

2.1 Definisi Homeless

Istilah homuresu berasal dari bahasa Inggris, yaitu homeless, yang artinya tidak memiliki rumah, atau tidak mempunyai tempat tinggal yang tetap. Sedangkan dalam bahasa Indonesia kita lebih mengenal dengan istilah tunawisma. Pada masa sebelum perang dan sesaat setelah perang, istilah homuresu belum dipakai oleh masyarakat Jepang. Saat itu istilah yang sering digunakan untuk menyebut kaum homeless adalah furosha 浮 浪 者 . Furosha sendiri berarti gelandangan atau tunawisma, tetapi sebenarnya secara tidak langsung memiliki makna „kehilangan keluarga dan relasi sosial‟. Pada masa sebelum perang definisi homeless di kemukakan oleh Yokoyama dan diterjemahkan oleh Gill 2001: 15 sebagai berikut: To poor people who cannot afford a house, a single tatami mat in a flop house is a short of home. Universitas Sumatera Utara