15
c. Perkembangan Sosial dan Emosi
Perkembangan berelasi sosial pada remaja berbeda dari masa perkembangan sebelumnya. Remaja memiliki hubungan dengan teman
sebaya yang lebih intim dibandingkan hubungannya dengan orang tua Santrock, 2002. Keintiman remaja dengan teman sebaya diperkuat
ketika remaja memasuki usia remaja awal, misalnya dengan berkumpul di mal bersama teman-temannya seperti orang dewasa
muda pada umumnya Sarwono, 2009. Pada masa ini, remaja tidak lagi hanya berhubungan dengan individu yang sama jenis saja,
melainkan juga dengan lawan jenis Jahja, 2011; Rochmah, 2005. Perkembangan aspek emosional pada remaja terjadi ketika
mereka dihadapkan pada situasi yang menuntutnya untuk lebih mandiri dan bertanggung jawab pada situasi yang berbeda dengan masa
perkembangan sebelumnya
Jahja, 2011.
Remaja memiliki
pengalaman emosional pada dirinya yang mengandung perasaan senang, sedih, khawatir, adanya dorongan atau keinginan untuk
melakukan sesuatu, dan memliki pengamatan tertentu. Remaja dikatakan kurang stabil dalam mengolah emosinya. Ketika sedang
gembira tiba-tiba bisa menjadi sedih, ketika memiliki rasa percaya diri dapat berubah menjadi meragukan diri sendiri Rochmah, 2005.
Selain itu, remaja cenderung mengambil keputusan berdasarkan situasi emosinya. Remaja mampu membuat keputusan secara bijaksana ketika
dalam situasi emosi yang tenang. Sedangkan bagi remaja yang
16
membuat keputusan tidak bijaksana dikarenakan situasi emosinya tidak tenang Paus, Steinberg dalam Santrock, 2011.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa aspek fisik, aspek kognitif, dan aspek sosial
– emosi merupakan aspek yang melekat pada masa perkembangan remaja putri. Setiap aspek memiliki hubungan dengan
perilaku remaja putrid di masa perkembangannya baik secara intrapersonal maupun secara interpersonal.
B. IMPULSIVE BUYING PEMBELIAN IMPULSIF
1. Definisi Pembelian Impulsif
Beberapa ahli mengartikan pembelian impulsif impulsive buying sama dengan pembelian tidak terencana unplanned purchase Rook,
1987; Stern, 1962. Pembelian impulsif adalah pembelian yang dilakukan secara spontan atau tiba-tiba karena adanya daya tarik terhadap stimulus
sehingga pembeli melakukan keputusan untuk membeli secara cepat. Selain itu, pembelian impulsif terjadi tanpa melakukan pertimbangan dan
tidak berdasarkan pada penilaian atau evaluasi tertentu terhadap produk atau manfaat dari produk yang dibeli Davis Sajtos, 2009; Rook
Fisher, 1995. Pembelian impulsif bersifat kuat atau powerful karena membuat pembeli bersemangat ketika dihadapkan pada stimulus dan
langsung membuat keputusan untuk membeli Rook, 1987; Kacen Lee, 2002; Verplanken Herabadi, 2001.
Biasanya, pembeli yang melakukan pembelian impulsif mengalami konsekuensi yang negatif misalnya, mengalami permasalahan keuangan,