Definisi Pembelian Impulsif Pembelian Impulsif pada Remaja Putri

16 membuat keputusan tidak bijaksana dikarenakan situasi emosinya tidak tenang Paus, Steinberg dalam Santrock, 2011. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa aspek fisik, aspek kognitif, dan aspek sosial – emosi merupakan aspek yang melekat pada masa perkembangan remaja putri. Setiap aspek memiliki hubungan dengan perilaku remaja putrid di masa perkembangannya baik secara intrapersonal maupun secara interpersonal.

B. IMPULSIVE BUYING PEMBELIAN IMPULSIF

1. Definisi Pembelian Impulsif

Beberapa ahli mengartikan pembelian impulsif impulsive buying sama dengan pembelian tidak terencana unplanned purchase Rook, 1987; Stern, 1962. Pembelian impulsif adalah pembelian yang dilakukan secara spontan atau tiba-tiba karena adanya daya tarik terhadap stimulus sehingga pembeli melakukan keputusan untuk membeli secara cepat. Selain itu, pembelian impulsif terjadi tanpa melakukan pertimbangan dan tidak berdasarkan pada penilaian atau evaluasi tertentu terhadap produk atau manfaat dari produk yang dibeli Davis Sajtos, 2009; Rook Fisher, 1995. Pembelian impulsif bersifat kuat atau powerful karena membuat pembeli bersemangat ketika dihadapkan pada stimulus dan langsung membuat keputusan untuk membeli Rook, 1987; Kacen Lee, 2002; Verplanken Herabadi, 2001. Biasanya, pembeli yang melakukan pembelian impulsif mengalami konsekuensi yang negatif misalnya, mengalami permasalahan keuangan, 17 merasa kecewa atau menyesal dengan produk yang dibeli, merasa bersalah, dan tidak mendapatkan persetujuan mengenai produk yang sudah dibeli oleh orang di sekitarnya Rook, 1987. Berdasarkan definisi yang telah dijelaskan, maka pembelian impulsif dapat disimpulkan sebagai suatu pembelian yang dilakukan secara spontan atau tiba-tiba tanpa adanya perencanaan atau pertimbangan sebelumnya. Biasanya pembelian impulsif terjadi karena adanya stimulus tertentu sehingga pembeli dapat melakukan pembelian secara cepat dan biasanya berujung pada penyesalan.

2. Aspek-aspek dalam Pembelian Impulsif

Pembelian impulsif memiliki dua aspek, yaitu aspek kognitif dan aspek afektif. Kedua aspek ini merupakan komponen yang dialami oleh pembeli sehingga menciptakan suatu perilaku pembelian impulsif. Pembelian impulsif dapat terjadi berdasarkan dua aspek secara bersamaan, tetapi dalam dinamikanya, terdapat salah satu aspek yang lebih dominan Herabadi, Verplanken, van Knippenberg, 2009; Verplanken, Herabadi, Perry Silvera, 2004.

a. Aspek Kognitif

Pada aspek ini, individu yang melakukan pembelian impulsif, kurang mampu mempertimbangkan dan merencanakan sesuatu ketika melakukan pembelian Verplanken Herabadi, 2001. Pembeli terfokus pada harga dari suatu produk dan keuntungan yang diperoleh ketika membeli produk tersebut. Herabadi, Verplanken, van 18 Knippenberg, 2009. Contohnya, ada suatu produk branded yang memiliki harga yang tinggi tetapi mendapatkan diskon sebesar 70. Proses kognitif pada individu yang impulsif akan bekerja ketika pembeli melihat produk tersebut, ada keinginan secara tiba-tiba untuk memiliki produk tersebut tanpa adanya pemikiran yang matang sehingga secara cepat pembeli memutuskan untuk memilikinya Coley Burgess, 2003 maka terjadilah pembelian. Pembelian terjadi tidak berdasarkan kebutuhan atau perencanaan sebelumnya sehingga dapat dikatakan pembelian impulsif. Sedangkan pembeli yang tidak impulsif cenderung tidak mudah terpengaruh akan diskon atau harga yang miring pada produk branded tersebut karena pembeli merasa tidak berencana dan tidak memiliki kebutuhan untuk membelinya.

b. Aspek Afektif

Mayoritas pembeli melakukan pembelian secara impulsif didominasi oleh aspek afektif. Aspek ini menjelaskan bahwa pembeli melakukan pembelian impulsif karena memiliki perasaan senang dan gembira ketika menginginkan suatu barang untuk dibeli serta memiliki kesulitan untuk meninggalkan keinginannya itu Coley Burgess, 2003. Tetapi, setelah melakukan pembelian, biasanya muncul rasa penyesalan Rook, 1987; Verplanken Herabadi, 2001. Pada aspek ini, pembeli akan melakukan pembelian ketika pembeli melihat produk dan memiliki perasaan senang terhadap produk, bersemangat 19 untuk memilikinya, serta merasa harus membeli produk itu untuk memuaskan diri Coley Burgess, 2003. Hirschman Holbrook dan Lai dalam Herabadi, dkk, 2009; Lai, 2010 menjelaskan bahwa aspek afektif merupakan aspek paling kuat yang melekat pada diri pembeli ketika melakukan pembelian impulsif. Beberapa peneliti juga menjelaskan bahwa kekuatan aspek afektif ini dikarenakan pembeli memiliki mood yang positif. Mood positif dapat mendorong seseorang untuk melakukan pembelian impulsif. Mood positif meliputi perasaan suka atau tertarik, senang, loyal, bersemangat dan merasa berharga ketika melakukan pembelian impulsif Rook, 1987; Rook Gardner dalam Herabadi dkk, 2009; Coley Burgess, 2003. Selain itu, pembeli dapat memanjakan diri dan seperti mendapatkan hadiah ketika melakukan pembelian impulsif Rook, 1987. Berdasarkan aspek-aspek yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa pada aspek kognitif, individu melakukan pembelian impulsif berdasarkan kurangnya perencanaan sebelumnya dan hanya menekankan pada harga dan keuntungan yang diperoleh. Sedangkan aspek afektif adalah aspek paling kuat pada individu dalam melakukan pembelian impulsif. Individu melakukan pembelian impulsif berdasarkan emosi, perasaan tertarik, bersemangat dan memiliki hasrat harus memiliki produk tersebut. 20

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembelian Impulsif

Secara umum, pembelian impulsif dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor lingkungan dan personal.

a. Faktor Lingkungan

Sebuah penelitian menyatakan bahwa penilaian negatif pada remaja dapat mempengaruhi pembelian impulsif. Remaja memiliki ketakutan tersendiri ketika mendapatkan penilaian negatif dari teman sebayanya. Kecemasan secara sosial ini, dapat mempengaruhi remaja untuk melakukan pembelian impulsif Lin Chen, 2012. Penelitian lain menyebutkan bahwa konformitas adalah prediktor atau variabel independen dari variabel pembelian impulsif Sihotang, 2009; Astasari Sahrah, 2009. Penelitian ini menjelaskan bahwa semakin tinggi tingkat konformitas seseorang, maka semakin tinggi pula pembelian impulsif yang dilakukan. Sebaliknya, semakin rendah tingkat konformitas seseorang, maka semakin rendah tingkat pembelian impulsif seseorang Pengaruh kelompok tergolong besar dalam pemberian norma tingkah laku sehingga apabila kelompok dalam situasi membeli impulsif, maka anggotanya akan cenderung berperilaku sama Ewert dalam Monks 2002. Harga merupakan bentuk nyata yang sering kali dijadikan patokan individu melakukan pembelian. Harga juga dapat menimbulkan pembelian yang tidak diharapkan karena harga merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pembelian 21 impulsif. Individu yang impulsif cenderung menyukai harga yang rendah dan mendapatkan keuntungan dari hasil pembeliannya Stern, 1962. Misalnya, awalnya pembeli hanya ingin membeli 2 buah baju. Harga dua buah baju Rp 200.000,-.Akan tetapi individu menemukan harga spesial di toko baju tersebut yang menuliskan “buy 3 get 1 free”. Individu akan mendapatkan baju sebanyak empat buah dengan menambahkan uang Rp 50.000,- saja. Contoh tersebut merupakan contoh pembelian impulsif berdasarkan harga. Pembelian dua baju yang tidak direncanakan semua adalah hasil dari pembelian impulsif. Pelayanan yang dilakukan sendiri oleh pembeli seperti swalayan dapat meningkatkan kesempatan pembelian impulsif daripada pelayanan yang dilakukan oleh petugas. Pembelian impulsif terjadi karena pembeli dapat mengambil produk secara bebas dan cepat sesuai dengan yang diinginkan. Sedangkan jika dilayani oleh petugas, pembeli tidak leluasa memilih produk yang akan dibeli Stern, 1962. Lingkungan toko dapat mempengaruhi pembelian impulsif karena stimulus yang diberikan oleh toko beraneka ragam, seperti penampilan produk, aroma, suara music, dan warna yang menarik Verplanken Herabadi, 2001; Virvilaite, Saladiene Zvinklyte, 2011. Store Display yang menarik dapat meningkatkan daya tarik pembeli dan berpeluang untuk melakukan pembelian impulsif. Posisi rak, mempromosikan produk spesial atau new arrival Hadjali, Salimi, Ardestani, 2012, dan kemasan yang berbeda dari produk-produk 22 lainnya merupakan hal-hal yang dapat membuat store display menarik Stern, 1962; Hoyer MacInnis dalam Lin Lin 2005. b. Faktor Personal Faktor personal berasal dari dalam diri individu yang dapat mempengaruhi pembelian impulsif. Berdasarkan gendernya, perempuan cenderung memiliki tingkat pembelian impulsif yang lebih tinggi dibandingkan pria Wu Huan, 2010; Gasiorowska, 2011; Lin Lin, 2005; Pantecost Andrews, 2010 dan melihat-lihat produk lain selama berbelanja Gasiorowska, 2011. Hal tersebut dikarenakan kesenangan berbelanja dianggap perilaku yang wajar secara sosial dilakukan oleh perempuan dibandingkan laki-laki Gasiorowska, 2011. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa mood pembeli dapat mempengaruhi pembelian impulsif. Seseorang yang memiliki mood positif biasanya lebih mudah tertarik, senang, loyal, bersemangat, dan merasa berharga ketika melakukan pembelian secara impulsif Verplanken Herabadi, 2001 daripada seeorang yang memiliki mood negatif Rook, 1987; Rook Gardner dalam Herabadi dkk, 2009. Selain itu, motivasi untuk mendapatkan kesenangan dengan memiliki emosi yang positif pada individu dapat mempengaruhi pembelian impulsif Virvilaite, Saladiene Zvinklyte, 2011. Kontrol diri juga dapat mempengaruhi pembelian impulsif. Individu yang memiliki kontrol diri yang rendah, kurang dapat 23 menahan setiap stimulus yang mendukung pembelian impulsif, mudah dipengaruhi dan tidak dapat mengelola dirinya, maka pembelian impulsif dapat terjadi. Sedangkan orang yang memiliki kontrol diri yang baik akan membeli produk sesuai kebutuhan jangka panjang Baumeister, 2002 Sebuah penelitian menghubungkan kecerdasan emosi dengan pembelian impulsif. Penelitian tersebut menyatakan bahwa orang yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi, pembelian impulsifnya lebih rendah dibandingkan orang yang memiliki kecerdasan emosi yang rendah Lin Chuang, 2005. Harga diri juga menjadi salah satu faktor yang dapat menciptakan pembelian impulsif pada individu. Penelitian Hadjali, Salimi, Ardestani, 2012; Djudiyah, 2002 menunjukkan bahwa semakin rendah tingkat harga diri seseorang maka semakin tinggi pembelian impulsif dilakukan. Sebaliknya, semakin tinggi tingkat harga diri seseorang, maka semakin rendah tingkat pembelian impulsif. Jadi dapat disimpulkan, faktor yang dapat mempengaruhi pembelian impulsif yaitu faktor situasional yang terdiri dari penilaian negatif, konformitas, harga, pelayanan, dan lingkungan toko. Sedangkan faktor personalnya adalah gender, mood, kontrol diri, dan kecerdasan emosi. 24

4. Pembelian Impulsif pada Remaja Putri

Remaja merupakan bagian yang penting bagi marketing karena remaja sering menghabiskan waktunya untuk berbelanja Lin Chang, 2005; Lin Chen, 2012. Biasanya remaja berbelanja dengan teman- teman sebayanya. Interaksi sosial dengan teman-teman sebaya dapat meningkatkan pembelian impulsif karena remaja memiliki ketakutan untuk dinilai negatif oleh teman sebayanya Lin Chen, 2012. Remaja putri cenderung lebih impulsif daripada remaja pria Lin Lin, 2005; Pantecost Andrews, 2010 karena remaja putri memiliki intensitas kegiatan yang dekat dengan pembelian lebih tinggi. Misalnya, remaja putri lebih sering menemani ibunya berbelanja mulai dari kebutuhan makanan sampai asesoris kecantikan Loudon Bitta dalam Utami Sumaryono, 2008. Remaja putri lebih signifikan melakukan pembelian impulsif dan melihat-lihat produk lain selama berbelanja daripada remaja putra. Tindakan tersebut dikarenakan remaja putri cenderung menganggap wajar bahwa kesenangan dalam berbelanja wajar dialami oleh perempuan dibandingkan laki-laki Gasiorowska, 2010. Biasanya remaja putri melakukan pembelanjaan bersifat impulsif hanya karena ingin mencari sensasi dibandingkan dengan remaja pria Gasiorowska, 2011. Dapat disimpulkan bahwa remaja putri melakukan pembelian cenderung bersama teman-temannya. Kebersamaan inilah yang meningkatkan pembelian impulsif karena remaja putri takut dicela oleh 25 taman-teman sebayanya dan hanya mencari sensasi semata. Remaja putri memiliki aktivitas membeli lebih dekat daripada remaja putra karena mereka lebih sering menemani ibunya berbelanja

C. KONFORMITAS

1. Definisi Konformitas

Sebagai makhluk sosial, manusia mencoba menyesuaikan diri dengan lingkungannya agar dapat bertahan hidup. Keadaan ini dapat dilakukan dengan cara melakukan segala sesuatu sesuai dengan norma sosial serta dapat diterima secara sosial atau dapat disebut juga dengan konformitas Hafiyah, 2009. Konformitas menampilkan suatu perilaku tertentu berdasarkan tindakan yang dilakukan oleh orang lain dan juga adanya tekanan dari kelompok acuan. Tindakan menjadi selaras dengan kelompok akan dilakukan individu yang konform meskipun bertentangan dengan prinsip yang dimiliki individu tersebut Sears, Freedman, Peplau, 1985. Terkadang, konformitas juga terjadi pada individu yang ingin berperilaku sama dengan kelompok meskipun sebelumnya belum pernah melakukan tindakan tersebut King, 2010. Pernyataan tersebut diperkuat dengan adanya pernyataan lain bahwa individu yang melakukan konformitas cenderung berperilaku berbeda dari biasanya ketika individu tersebut berada dalam keadaan sendiri Asch dalam Gerungan, 2009; Myers, 2012. Berdasarkan definisi yang telah disampaikan, maka dapat disimpulkan bahwa konformitas adalah tindakan yang dilakukan atau