6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dermatitis Atopik 2.1.1. Definisi
DA adalah suatu keadaaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal yang berhubungan dengan atopi. Kata “atopiYunani pertama sekali diperkenalkan
oleh Coca dan Coke pada tahun 1923 yaitu istilah yang dipakai untuk sekelompok penyakit pada individu yang mempunyai riwayat kepekaan dalam keluarganya
misalnya asma bronkial, rinitis alergika, dermatitis atopik dan konjungtivitis alergik. Pada akhir tahun 1960, Ishizaka dan Ishizaka menemukan jenis imunoglobulin Ig
baru, IgE yang meningkat pada pasien dengan atopi dan peningkatan tersebut terutama dipacu oleh alergen lingkungan.
1-3,19-21
2.1.2. Epidemiologi
DA merupakan masalah kesehatan masyarakat di seluruh dunia dengan prevalensinya 10 - 20 pada bayi dan anak. Prevalensi DA pada dewasa berkisar
antara 1 - 3. Penyakit ini lebih banyak ditemukan pada negara industri, daerah perkotaan, dan kelas ekonomi yang lebih tinggi. Sebanyak 45 kasus DA pada
anak pertama kali muncul dalam usia 6 bulan pertama, 60 muncul pada usia 1 tahun pertama, 60 muncul pada usia 1 tahun pertama dan 85 kasus muncul pertama kali
sebelum anak berusia 5 tahun. Sebagian besar yaitu 70 kasus pasien DA anak, akan mengalami remisi spontan sebelum dewasa.
1,2
Universitas Sumatera Utara
Menurut International Study of Ashma and Allergies in Children, prevalensi pasien DA pada anak bervariasi di berbagai negara. Prevalensi DA pada anak di Iran
dan China kurang lebih sebanyak 2, 20 di Australia, England dan Skandinavia. Prevalensi yang tinggi juga di dapatkan di Negara Amerika Serikat yaitu sebesar
17,2.
1,2
2.1.3. Etiologi dan Patogenesis
Etiologi dan patogenesis DA masih belum diketahui. Faktor genetik, kimia dan kelainan imunologi kemungkinan saling berkaitan dan pengaruh lingkungan juga
dapat sebagai faktor pencetus penyakit ini. Gambaran klinis yang muncul diakibatkan oleh kerjasama berbagai faktor konstitusional dan faktor pencetus. Sekitar 705
penderita ditemukan riwayat stigmata atopi asma bronkial, rinitis alergik, konjungtivitis alergik, dermatitis atopik dalam keluarganya. Keadaan atopi ini
diturunkan, mungkin tidak diekspresikan oleh gen tunggal, tetapi oleh banyak gen polygenic.
1-3,14,16,20
Berbagai faktor intrinsik dan ekstrinsik berperan dalam perjalanan penyakit. Faktor intrinsik meliputi faktor herediter yaitu adanya kerentanan genetik,
kelainan imunologi, dan penurunan fungsi sawar kulit yang merupakan faktor pedisposisi. Faktor ekstrinsik seringkali berperan sebagai faktor pencetus dalam
mekanisme terjadinya DA, antara lain bahan iritan, bahan alergen, iklim, stres emosional dan berbagai agen mikrobial.
1-3
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.1 Herediter
Terdapatnya atopi pada orang tua, terutama dermatitis berhubungan erat dengan manifestasi dan derajat keparahan DA pada anak, sedangkan manifestasi atopi
lainnya tidak terlalu berpengaruh.
3
Riwayat keluarga didapatkan pada 70 kasus, diturunkan bukan secara simple dominant inheritance karena dapat terjadi kedua
orang tua normal dengan anak menderita DA. Juga sebaliknya juga bukan simple recessive trait karena dapat terjadi kedua orang tua menderita DA dengan anak yang
normal. Gen yang berperan dalam terjadinya atopi hyper-IgE responsiveness diduga didapatkan pada kromosom yang mengontrol produksi IgE yaitu kromosom 11q13
yang mengkode res eptor tipe 1Fc sub unit β dari IgE, dipengaruhi oleh faktor
lingkungan terutama pada masa anak-anak sehingga meningkatkan frekuensi DA.
1-3
2.1.3.2 Kelainan Imunologi
Kelainan imunologi yang menyebabkan terjadinya DA terdiri dari 2 fase yaitu EPR early phase reaction yang terjadi antara 15-60 menit setelah penderita
berhubungan dengan antigen, antigen ini akan terikat IgE yang terdapat pada permukaan sel mast dan akan menyebabkan pelepasan beberapa mediator kimia
antara lain histamin yang menyebabkan rasa gatal dan kemerahan kulit. Tiga sampai empat jam setelah EPR terjadilah LPR late phase reaction dimana terjadi ekspresi
adhesi molekul pada dinding pembuluh darah dimana yang diikuti tertariknya eosinofil, limfosit, monosit, ketempat tersebut sehingga berakibat radang pada kulit,
dimana mekanismenya terjadi peningkatan aktifitas Th2 untuk memproduksi IL-3, IL-4, IL-5, IL-13, GM-CSF yang menyebabkan eosinofil merangsang sel limfosit B
Universitas Sumatera Utara
membentuk IgE dan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan sel mast, tetapi tidak terjadi peningkatan aktifitas Th1 CD4 untuk memproduksi IFN-
γ yang berfungsi menghambat sel B mensintesis IgE, hal ini menunjukkan adanya gangguan
fungsi dari sitokin.
2
Pada pasien DA terdapat reseptor cutaneous lymphocyte antigen dipermukaan sel Th2 menarik sel radang kekulit. Jadi kelainan imunologi yang utama
pada DA berupa pembentukan IgE yang berlebihan, sehingga memudahkan terjadinya hipersensitifitas tipe anafilaksis, gangguan regulasi sitokin dan penurunan
delayed hypersensitivity.
1-3
2.1.3.3 Penurunan fungsi pertahanan kulit
DA dihubungkan dengan penurunan pada fungsi pertahanan kulit dikarenakan adanya penurunan regulasi dari filaggrin dan lorikrin, pengurangan
kadar seramid, peningkatan kadar enzim proteolitik endogen, dan peningkatan dari Transepidermal Water Loss TEWL.
2
Penambahan sabun dan detergen pada kulit akan menaikkan pH-nya, sehingga akan meningkatkan aktivitas protease
endogen, selanjutnya akan mengarah pada kerusakan dari fungsi pertahanan epidermal yang lebih jauh. Hal ini akan diperburuk dengan adanya keikutsertaan
inhibitor protease endogen tertentu pada kulit atopik. Perubahan epidermal ini cenderung mengkonstribusikan terhadap peningkatan absorbsi alergen ke dalam
kulit dan terjadinya kolonisasi mikrobial.
1-3
2.1.3.4 Bahan iritan
Bahan iritan merupakan bahan yang langsung mempunyai efek terhadap kulit, termasuk disini sabun, detergen, bahan kimia, asap, pakaian kasar yang abrasif,
Universitas Sumatera Utara
paparan suhu dan kelembaban, alkohol dan astringen. Bahan iritan akan semakin meningkat pengaruhnya dengan meningkatnya konsentrasi dan semakin lama kontak,
menyebabkan kulit menjadi merah gatal atau terbakar. Efek ini pada tiap penderita tidak sama, ada yang bereaksi terhadap baju yang kasar, wool atau serat sintetik.
Sabun dan detergen dapat menyebabkan kulit menjadi lebih kering dan lebih gatal. Beberapa parfum dan kosmetik, desinfektan seperti klorin, mineral oilsolvents, debu
dan pasir juga dapat mengiritasi kulit sehingga memperberat penyakit.
1-3
2.1.3.5 Bahan alergen
Aeroalergen yang mengandung tungau debu rumah dapat meningkatkan derajat keparahan dan eksaserbasi dari DA pada penderita DA yang tinggal dalam
lingkungan yang kotor dan berdebu. Pakaian baru harus dicuci, untuk menghilangkan formaldehid atau tambahan bahan kimia lain. Detergen cair kurang mengiritasi
dibanding detergen bubuk, dan sebaiknya dilakukan pembilasan beberapa kali untuk menghilangkan detergen yang tersisa.
1-3
2.1.3.6 Iklim
Pada pasien DA diduga terjadi kelainan intrinsik pada sistem parasimpatik sehingga mengganggu fungsi termoregulator yang mempengaruhi eksaserbasi
penyakit, biasanya membaik pada musim panas dan memburuk pada musim dingin dan kering. Keadaan cuaca panas atau olah raga menyebabkan berkeringat juga
menjadi pencetus penyakit DA, tergantung dari keseimbangan antara panas dan hilangnya air melalui kulit.
1-3
Universitas Sumatera Utara
2.1.3.7 Stres emosional
Stres emosional menyebabkan hiporesponsif sumbu hypothalamus-pituitary- adrenal, yang akan menyebabkan menurunnya kemampuan alamiah tubuh untuk
memproduksi kortisol dan menekan inflamasi sebagai respon terhadap stres.
1-3
2.1.3.8 Mikroba sebagai alergen
Staphylococcus aureus SA sangat penting pada pasien dengan DA sebagai patogen dan superantigen. Leyden melaporkan adanya kolonisasi SA pada 90 lesi
kulit pasien DA, sebaliknya hanya 5 kolonisasi SA pada individu non atopik, karena pasien DA mempunyai masalah dengan sistem imunitas seluler sehingga lebih
mudah terkena infeksi bakteri. Memburuknya keradangan pada pasien DA, karena SA dapat meningkatkan perlekatan pada keratinosit, dan terjadi perubahan komposisi
lemak dipermukaan sel, menyebabkan bertambah suburnya kolonisasi SA. Selain itu SA dapat melepaskan protein A, alfa toksin dan eksotoksin sebagai superantigen yang
mempunyai efek sitotoksik terhadap keratinosit sehingga melepaskan TNF- α.
Antigen SA dapat merangsang produksi Ig E karena eksotoksin SA merupakan superantigen yang mengaktifkan limfosit B untuk melepaskan Ig E lebih banyak.
1-3
2.1.4 Imunopatologi Dermatitis Atopik
Kulit yang tidak terpengaruh secara klinis pada pasien DA memanifestasikan hiperplasia epidermal ringan, hiperkeratosis ringan dan sebukan ringan sel radang
yang terutama terdiri dari limfosit dermis. Lesi kulit eksema akut dikarakteristikkan dengan edema interseluler spongiosis pada epidermis. Sel dendritik yang
ditampilkan antigen sebagai contoh sel langerhans dan makrofag pada lesi juga pada
Universitas Sumatera Utara
kulit yang tanpa lesi untuk DA yang terdapat pada permukaan perlekatan molekul immunoglobulin E IgE.
1-3
2.1.4.1 Sitokin dan kemokin
Inflamasi kulit atopik dilatar belakangi oleh penekanan lokal proinflamasi sitokin dan kemokin. Sitokin seperti contoh TNF-
α dan IL-1 dari sel setempat keratinosit, sel mast, sel dendritik berikatan dengan reseptor pada endothelium
vaskuler, mengaktivasi jalur sinyal seluler, yang mana mengarah pada molekul adhesi induksi sel endothelial vaskuler. Kejadian ini menginisiasi proses kebersamaan,
aktivasi, dan adhesi pada endotelium vaskuler yang disertai dengan ekstravasasi sel inflamasi ke dalam kulit. Sekali sel inflamasi telah berinfiltrasi ke dalam kulit,
mereka memberikan respon terhadap gradiensi khemostatik yang ditetapkan oleh khemokin yang mana berawal dari sisi cedera atau infeksi.
1-3
2.1.4.2 Keratinosit
Keratinosit memainkan peranan penting dalam augmentasi inflamasi atopik kulit. Keratinosit mensekresikan suatu profil kemokin dan sitokin yang unik
setelah pembukaan sitokin proinflamasi. Hal ini termasuk RANTES dalam kadar yang tinggi setelah penstimulasian dengan TNF-
α dan IFN-gamma. Keratinosit juga memainkan peranan penting dalam respon awal imun
kulit melalui ekspresi reseptor seperti Toll, produksi sitokin proinflamasi dan antimikroba peptida seperti contoh defensin dan katelisidin β sebagai respon
terhadap cedera kulit atau mikroba yang menginvasi. Beberapa penelitian saat ini telah mendemonstrasikan bahwa keratinosit pada DA menghasilkan
Universitas Sumatera Utara
pengurangan jumlah peptida antimikroba dan hal ini dapat mempredisposisikan seorang individu pada kolonisasi kulit dan infeksi dengan SA, virus, dan jamur.
1-3
2.1.5. Manifestasi Klinis
Gambaran klinis DA adalah gatal pruritus, pada bayi dan anak-anak sering terjadi didaerah muka dan bagian ekstensor, sedang pada dewasa terjadi pada bagian
fleksural. Akibat garukan akan terjadi kelainan kulit yang bermacam-macam misalnya papul, likenifikasi dan lesi ekzematosa berupa eritema, papulo-vesikel,
erosi, ekskoriasi dan krusta. DA dibagi menjadi tiga bentuk yaitu DA infantil pada usia 2 bulan sampai 2 tahun, DA anak-anak pada usia 2 tahun sampai 12 tahun dan
DA pada dewasa lebih dari 12 tahun.
1,2,14,18,20-23
Bentuk infantil 2 bulan – 2 tahun. Masa awitan paling sering pada usia 2 – 6 bulan. Lesi mulai di muka pipi, dahi dan kulit kepala tetapi dapat pula mengenai
tempat lain badan, leher, lengan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi ditemukan di lutut. Lesi berupa eritema dan papulo vesikel miliar yang sangat gatal.
Karena garukan terjadi erosi, ekskoriasi dan eksudasi atau krusta, tidak jarang mengalami infeksi. Garukan di mulai setelah usia 2 tahun. Rasa gatal ini sangat
mengganggu sehingga anak gelisah, susuah tidur dan menangis. Lesi menjadi kronis dan residif. Sekitar usia 18 bulan mulai tampak likenifikasi di bagian fleksor. Pada
usia 2 tahun sebagian besar penderita sembuh, sebagian berlanjut menjadi bentuk anak.
1,2,14,18,20-23
Universitas Sumatera Utara
Bentuk anak 2 – 12 tahun. Dapat merupakan kelanjutan bentuk infantil, atau timbul sendiri. Lesi mengering, likenifikasi, batas tidak tegas, karena garukan terlihat
pula ekskoriasi memanjang dan krusta. Tempat predileksi di lipat siku ,lipat lutut, leher, pergelangan tangan dan kaki, jarang mengenai muka. Tangan mungkin kering,
likenifikasi atau eksudasi, bibir dan perioral dapat pula terkena, kadang juga pada paha belakang dan bokong. Sering ditemukan lipatan Dennie Morgan yaitu lipatan
kulit dibawah kelopak mata bawah.
1,2,14,18,20-23
Bentuk remaja dan dewasa lebih dari 12 tahun. Tempat predileksi di muka dahi, kelopak mata, perioral, leher, dada bagian atas, lipat siku, lipat lutut,
punggung tangan biasanya simetris. Gejala utama adalah pruritus; kelainan kulit berupa likenifikasi, papul, ekskoriasi dan krusta. Umumnya DA bentuk remaja dan
dewasa berlangsung lama, tetapi intensitasnya cenderung menurun setelah usia 30 tahun. Sebagian kecil dapat terus berlangsung sampai tua. Dapat pula ditemukan
kelainan setempat, misalnya di bibir kering, pecah, bersisik, vulva, puting susu, skalp.
1,2,14,18,20-23
Selain terdapat kelainan tersebut, kulit penderita tampak kering dan sukar berkeringat. Ambang rangsang gatal rendah, sehingga penderita mudah gatal, apalagi
bila berkeringat. Berbagai kelainan dapat menyertainya ialah xerosis kutis, iktiosis, hiperlinearis palmaris et plantaris, pomfoliks, pitiriasis alba, keratosis pilaris, lipatan
Dennie-Morgan, penipisan alis bagian luar tanda Hertoghe, keilitis, katarak subkapsular anterior, lidah geografik, liken spinularis papul-papul tersusun
Universitas Sumatera Utara
numular. Selain itu, penderita dermatitis atopik cenderung mudah mengalami kontak urtikaria, reaksi anafilaktik terhadap obat, gigitan atau sengatan serangga.
18,20-23
2.1.6 Diagnosis