Manfaat Pengembangan Daerah Irigasi Aek Riman 1

1,42 ldet x 113 ha = 160,46 ldetik. Dengan demikian, berdasarkan debit sungai Aek Riman, maka kebutuhan air untuk lahan sawah seluas 113 ha sangat mencukupi.

4.4. Pembahasan

4.4.1. Manfaat Pengembangan Daerah Irigasi Aek Riman 1

Penggunaan Faktor Produksi Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani padi diantaranya adalah bibit, pupuk dan tenaga kerja. Penggunaan faktor-faktor produksi tersebut disajikan per petani dan per ha, sebagaimana Tabel 4.11. Tabel 4.11. Penggunaan Faktor-faktor Produksi Tanaman Padi Sawah No. Faktor Produksi Per Petani Per Ha Irigasi Non Irigasi Irigasi Non Irigasi 1. Bibit kg 26,22 30,17 40 40 2. Pupuk kg Urea 131,11 121,6 151,11 200 TSPSP36 95,83 90,4 113,19 150 Ponska 65,65 60,6 75,56 100 ZA 62,22 59,4 75,00 99 3. Tenaga Kerja 75,08 66,37 80,86 107 Sumber: Data Primer, Diolah, 2011 Penggunaan bibit per petani pada irigasi rata-rata sebanyak 26,22 kg dan non irigasi sebanyak 30,17 kg. Hal ini berhubungan dengan perbedaan rata-rata luas sawah yang diusahakan petani. Namun penggunaan bibit per ha adalah sama, yaitu 40 kg per ha. Universitas Sumatera Utara Dalam penggunaan pupuk, dilihat bahwa dalam irigasi jumlah pupuk yang digunakan petani lebih sedikit dibandingkan dengan non irigasi. Jenis pupuk yang digunakan petani adalah sama, yaitu Urea, TSPSP36, Ponska dan ZA, dengan dosis penggunaan yang lebih rendah pada irigasi. Dalam hal penggunaan tenaga kerja, dapat dilihat bahwa per petani penggunaan tenaga kerja lebih rendah pada irigasi dibandingkan dengan non irigasi, tetapi per ha bahwa penggunaan tenaga kerja lebih besar pada irigasi daripada non irigasi. Selanjutnya berdasarkan penggunaan faktor-faktor produksi tersebut, maka dapat diketahui jumlah biaya produksi yang dikeluarkan petani dalam usahatani padi sawah, sebagaimana disajikan pada Tabel 4.7. Dalam hal ini biaya produksi dihitung untuk dua kali musim tanam untuk petani irigasi, sedangkan untuk petani non irigasi hanya satu kali karena seluruh petani non irigasi melakukan pola tanam satu kali dalam satu tahun. Sesuai dengan pola tanam 2 kali dalam satu tahun pada petani irigasi, maka biaya produksi juga lebih besar yaitu Rp. 8.938.667, sedangkan petani non irigasi adalah Rp. 5.039.681. Namun demikian, karena petani irigasi melakukan pola tanam 2 kali, maka biaya produksi per musim tanam jauh lebih rendah pada petani irigasi dibandingkan dengan non irigasi. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.12. Biaya Faktor Produksi per Tahun Rp No. Faktor Produksi Per Petani Per Ha Irigasi Non Irigasi Irigasi Non Irigasi 1. Bibit 156.333 181.000 237.500 239.583 2. Pupuk 926.889 1.078.028 1.411.270 1.426.959 3. Pestisida 184.611 197.486 286.448 261.954 4. Tenaga Kerja 2.955.667 3.488.722 4.526.905 4.605.317 5. Iuran Air 163.889 250.000 6. PBB 81.944.44 94.444 125.000 125.000 Total 8.938.667 5.039.681 13.674.246 6.658.814 Sumber: Data Primer, Diolah, 2011 2 Produksi dan Pendapatan Produksi padi yang dihasilkan petani irigasi dihitung dalam dua kali musim tanam total per tahun, demikian juga dengan biaya produksi yang dikeluarkan petani. Jumlah produksi padi dan pendapatan petani dari usahatani padi sawah di Daerah Irigasi Aek Riman per tahun disajikan pada Tabel 4.13. Tabel 4.13. Produksi dan Pendapatan No. Uraian Per Petani Per Ha Irigasi Non Irigasi Irigasi Non Irigasi 1. Produksi ton 7,08 3,85 10,78 5,09 2. Penjualan Rp 22.648.889 12.328.889 34.495.450 16.274.074 3. Biaya Produksi Rp 8.938.667 5.039.681 13.674.246 6.658.814 4. Pendapatan Rp 13.710.222 7.289.208 20.821.204 9.615.260 Sumber: Data Primer, Diolah, 2011 Produksi padi per petani lebih tinggi pada petani irigasi, demikian juga dengan produksi per hektar. Hal ini berhubungan dengan ketersediaan air yang Universitas Sumatera Utara dibutuhkan untuk pertumbuhan padi sawah yang lebih baik. Total produksi petani irigasi dalam dua kali musim tanam adalah 10,78 ton per ha, sedangkan total produksi petani non irigasi adalah 5,09 ton per ha. Hal ini berarti bahwa dengan irigasi, produksi padi lebih tinggi dibandingkan dengan produksi padi non irigasi. Hasil penelitian menunjukkan terdapat perbedaan produksi petani irigasi dan non irigasi, dimana produksi petani irigasi per hektar lebih tinggi dibandingkan dengan petani non irigasi. Untuk menguji signifikansi perbedaan produksi tersebut, dilalukan uji t sebagai berikut: Tabel 4.14. Uji Beda Produksi Padi Total Uraian t df Sig. 2-tailed Mean Difference Produksi Equal variances assumed 115,380 70 ,000 5,69472 Equal variances not assumed 115,380 60.880 ,000 5,69472 Sumber: Lampiran 4 Berdasarkan hasil analisis dengan uji t diperoleh nilai t-hitung sebesar 115,38 dengan signifikansi 0, 00 yang berarti terdapat perbedaan signifikan pada α 5. Dengan demikian terdapat perbedaan produksi per hektar antara petani irigasi dengan petani non irigasi. Perbedaan produksi per tahun adalah sebesar 5,69 ton per hektar. Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh bahwa faktor utama yang menyebabkan produksi lebih tinggi pada petani irigasi adalah karena dengan Universitas Sumatera Utara ketersediaan air sepanjang tahun, produksi dapat meningkat dan tanam dapat dilakukan dua kali dalam setahun. Untuk melihat perbedaan produksi pada satu musim tanam, yaitu pada musim tanam pertama musim penghujan dimana petani non irigasi melakukan tanam, maka dilakukan pengujian sebagaimana disajikan pada tabel berikut. Tabel 4.15. Uji Beda Produksi Padi per Petani dan per Hektar pada 1 Musim Tanam MT1 Uraian t df Sig. 2-tailed Per Hektar Equal variances assumed 15,458 70 .000 Equal variances not assumed 15,458 70,000 .000 Sumber: Lampiran 5 Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan signifikan antara produksi pada dengan irigasi dan produksi padi tanpa irigasi, dimana produksi padi irigasi lebih tinggi dibandingkan produksi padi non irigasi. Hasil penelitian penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Dewi dan Hendayana 2007 di Daerah Irigasi Pengasih Kabupaten Kulonprogo Yogyakarta, bahwa dalam periode tahun 2002 – 2003, perolehan produksi padi per hektar rata-rata terjadi peningkatan relatif kecil yakni dari 5,68 ton per hektar pada tahun 2002 menjadi 5,70 ton per hektar pada tahun 2003 atau meningkat sekitar 0,02 ton per hektar. Universitas Sumatera Utara Selajutnya Haryono 2004 menjelaskan bahwa pembangunan jaringan irigasi mampu meningkatkan intensitas tanam IP pada lahan sawah. Hal ini bisa dilihat dari perubahan pola tanam yang dilakukan oleh petani. Sebelum dibangun jaringan irigasi, petani menanam padi hanya satu kali dalam setahun yaitu pada MT I musim hujan, sedangkan pada MT II musim gadu petani mengusahakan tanaman palawija. Setelah dibangun jaringan irigasi, petani mampu mengusahakan padi sawah dua kali dalam setahun, yaitu pada MT I dan MT II, sedangkan pada MT III mengusahakan tanaman palawija. Peningkatan intensitas tanam pada lahan sawah akan berimplikasi pada peningkatan ketersediaan bahan pangan khususnya beras di daerah yang bersangkutan. Ketersediaan air irigasi juga akan memacu peningkatan penggunaan input produksi yang lain seperti benih, pupuk dan pestisida. Dengan penggunaan input produksi yang lebih intensif, akan meningkatkan produksi per satuan luas lahan produktivitas. Hasil penelitian Haryono 2004 di Lampung menunjukkan bahwa dengan dibangunnya jaringan irigasi mampu meningkatkan jumlah penggunaan input produksi. Penggunaan benih meningkat dari 28,84 KgHa menjadi 57,67 KgHa, pupuk dari 227,74 KgHa menjadi 455,48 KgHa, dan pestisida dari 1,39 gbaHa menjadi 2,78 gbaHa. Konsekuensi logis dari peningkatan input produksi ini adalah terjadinya peningkatan produktivitas padi sawah hampir tujuh kali lipat, dari 352.054,79 KgHa menjadi 2.617,81 KgHa. Universitas Sumatera Utara Padi yang dihasilkan petani pada umumnya tidak dijual, namun demikian berdasarkan hasil penelian diketahui jika petani menjual gabah dalam keadaan basah, harga rata-rata Rp. 3.200 per kg. Sesuai dengan perbedaan produksi antara petani irigasi dan non irigasi, maka nilai penjualan padi juga berbeda, yaitu Rp. 34.495,450 per hatahun pada petani irigasi dan Rp. 16.274.074 per hatahun pada petani non irigasi. Setelah dikurangi dengan biaya produksi yang dikeluarkan petani dalam satu tahun untuk usahatani padi sawahnya, maka diperoleh pendapatan. Berdasarkan hasil penelitian, bahwa pendapatan petani irigasi per Ha dalam satu tahun lebih tinggi dari pendapatan petani non irigasi. Jumlah pendapatan petani irigasi dari usahatani padi sawah adalah Rp. 20.821.204,- sedangkan pendapatan petani non irigasi adalah sebesar Rp. 9.615.260. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Haryono 2004, bahwa pembangunan jaringan irigasi mampu meningkatkan intensitas tanam IP pada lahan sawah. Hal ini bisa dilihat dari perubahan pola tanam yang dilakukan oleh petani. Sebelum dibangun jaringan irigasi, petani menanam padi hanya satu kali dalam setahun yaitu pada MT I musim hujan, sedangkan pada MT II musim gadu petani mengusahakan tanaman palawija. Setelah dibangun jaringan irigasi, petani mampu mengusahakan padi sawah dua kali dalam setahun, yaitu pada MT I dan MT II, sedangkan pada MT III mengusahakan tanaman palawija. Peningkatan intensitas tanam pada lahan sawah akan berimplikasi pada peningkatan ketersediaan bahan pangan khususnya beras di daerah yang Universitas Sumatera Utara bersangkutan. Ketersediaan air irigasi juga akan memacu peningkatan penggunaan input produksi yang lain seperti benih, pupuk dan pestisida. Dengan penggunaan input produksi yang lebih intensif, akan meningkatkan produksi per satuan luas lahan produktivitas. Dengan demikian berdasarkan salah satu indikator pengembangan wilayah, yaitu peningkatan produksi, dalam hal ini adalah produksi padi sawah, bahwa pemanfaatan daerah irigasi berpengaruh signifikan terhadap pengembangan wilayah di Kecamatan Tara Bintang Kabupaten Humbang Hasundutan. Selain itu, dari segi kelembagaan, para petani irigasi juga membentuk satu kelembagaan di tingkat petani, yaitu Perkumpulan Petani Pemakai Air P3A sebagai wadah atau lembaga yang selanjutnya akan melakukan pemeliharaan dan perawatan jaringan irigasi secara swadaya. Menurut Rustiadi, dkk 2011, bahwa terdapat tiga indikator perkembangan wilayah, yaitu berdasarkan tujuan pembangunan, berdasarkan kapasitas sumber daya pembangunan, dan berdasarkan proses pembangunan. Berdasarkan tujuan pembangunan, indikator pengembangan wilayah diantaranya produktivitas dan kelayakan ekonomi. Berdasarkan hasil analisis terhadap produktivitas, diketahui bahwa produktivitas padi sawah dengan irigasi lebih tinggi daripada produktivitas padi non irigasi, Demikian sebagaimana menurut Rustiadi, dkk tersebut, bahwa pengembangan irigasi berdampak positif terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan, khususnya Kecamatan Tara Bintang. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan proses pembangunan, salah satu indikator pengembangan wilayah menurut Rustiadi, dkk 2011 adalah benefit. Hasil analisis menunjukkan bahwa benefit yang diperoleh petani irigasi lebih tinggi dibandingkan dengan petani non irigasi, baik dari usahatani padi sawah per hektar, maupun berdasarkan pendapatan total. Dengan demikian, bahwa berdasarkan benefit yang diperoleh petani irigasi ternyata pengembangan Daerah Irigasi Aek Riman berdampak positif terhadap pengembangan wilayah di Kabupaten Humbang Hasundutan, khususnya Kecamatan Tara Bintang.

4.4.2. Kelayakan Pembangunan Daerah

Dokumen yang terkait

ANALISIS POTENSI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

9 122 13

Respon Masyarakat Desa Sitio Ii Kecamatan Lintongnihuta Kabupaten Humbang Hasundutan Terhadap Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat Oleh Rumah Sakit Umum Daerah Doloksanggul

2 59 107

Kajian Pemanfaatan Rotan Di Kecamatan Doloksanggul, Kabupaten Humbang Hasundutan

1 46 82

Strategi Pembangunan Pertanian Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan (Strategi Pengembangan Komoditas Kopi di Dinas Pertanian Kabupaten Humbang Hasundutan)

3 53 122

Strategi Pembangunan Pertanian Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan (Strategi Pengembangan Komoditas Kopi di Dinas Pertanian Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 8

Strategi Pembangunan Pertanian Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan (Strategi Pengembangan Komoditas Kopi di Dinas Pertanian Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 1

Strategi Pembangunan Pertanian Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan (Strategi Pengembangan Komoditas Kopi di Dinas Pertanian Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 33

Strategi Pembangunan Pertanian Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan (Strategi Pengembangan Komoditas Kopi di Dinas Pertanian Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 4

Strategi Pembangunan Pertanian Daerah Kabupaten Humbang Hasundutan (Strategi Pengembangan Komoditas Kopi di Dinas Pertanian Kabupaten Humbang Hasundutan)

0 0 3

DAMPAK PEMBANGUNAN DAERAH IRIGASI LOBUTUA TERHADAP PENGEMBANGAN WILAYAH DI KECAMATAN LINTONG NIHUTA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN

0 1 9