tidak tertulis.
83
Tujuan pokok diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria UUPA sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan umum Undang-Undang Pokok
Agraria adalah:
84
a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan Hukum Agraria nasional yang akan
merupakan alat untuk membawakan kemakmuran kebahagiaan dan kesejahteraan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka
mewujudkan terciptanya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. b.
Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan.
c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-
hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Dengan demikian menurut Hukum Adat yang merupakan dasar dari hukum
tanah Nasional yang berlaku pada saat ini sebagaimana termuat dalam Undang- Undang Pokok Agraria UUPA, peralihan hak atas tanah yang menjadi obyek jual
beli telah terjadi sejak ditanda tanganinya akta jual beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT yang berwenang dan dibayarnya harga oleh pembeli kepada
penjual. Sejak akta jual beli ditandatangani di depan Pejabat Pembuat Akta Tanah
PPAT yang berwenang, hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli. Hal ini terjadi bagi jual beli tanah di bawah tangan yang dilakukan di hadapan kepala
desa.
2. Penyerahan hak atas tanah melalui jual beli
83
Boedi Harsono dalam Effendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia, Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994, hal. 15
84
Mudjiono, Politik dan Hukum Agraria, Yogyakarta: Liberty, 1997, hal. 22
Universitas Sumatera Utara
Perjanjian jual beli dilakukan dengan akta yang dibuat oleh notaris sekaligus juga merupakan penyerahan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli, karena itu
penjual hanya akan bersedia menandatangani akta jual beli notaris jika pembayaran atas tanah yang dijualnya itu telah dibayar sepenuhnya. Dalam hukum pertanahan
dikenal bahwa semua perjanjian jual beli tanah dilakukuan secara terang dan tunai dalam arti, penyerahan dan pembayaran jual beli tanah dilakukan pada saat yang
bersamaan tunai di hadapan seorang pejabat notaris.
85
Berbeda dengan perjanjian jual beli atas benda lainnya, dalam jual beli tanah terdapat kewajibannya bagi pembeli untuk menyempurnakan penyerahan hak atas
tanah itu melalui pendaftaran tanah. Apabila tidak dilakukan, konsekuensinya bisa kehilangan hak atas tanahnya itu atau setidaknya, negara belum mengakui haknya atas
tanah yang dibelinya itu dengan cara-cara menurut peraturan perundang-undangan yang pada intinya sebagai berikut:
86
a. Apabila tanah yang dibelinya itu sudah bersertifikat maka dokumen-dokumen
yang harus dilengkapi terdiri dari: 1
Surat permohonan pendaftaran peralihan hak yang ditandatangani oleh penerima hak atau kuasanya yang dilengkapi dengan surat kuasa tertulis
2 Akta jual beli yang dibuat oleh notaris PPAT
3 Bukti identitas atas nama pihak yang mengalihkan hak dan penerima hak
4 Sertifikat hak atas tanah yang dibelinya
5 Bukti pelunasan pembayaran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan
dan pembayaran PPh b.
Apabila tanah yang dibelinya itu belum terdaftar, selain dokumen-dokumen tersebut di atas harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan tanah baik berupa
85
Gunawan Widjaya dan Kartini Mulyadi, Jual Beli, Op. cit, hal. 87.
86
Badan Pertanahan Nasional, Op. cit, hal. 103-106
Universitas Sumatera Utara
hak atas tanah bekas milik adat atau hak-hak lama sebagai pengganti sertifikat yang belum ada dan keterangan dari kepala desa lurah untuk memperkuat
kebenaran bukti hak kepemilikan tersebut.
G. Kekuatan Hukum Dari Akta Jual Beli Hak Atas Tanah Yang Dibuat Oleh PPAT
Akta PPAT adalah akta otentik, hal ini ditegaskan oleh Pasal 1 ayat 1 dan Pasal 3 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan
Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sebagai akta otentik, terhadap akta PPAT berlaku ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat dan tata cara pembuatan akta
otentik. Bentuk akta otentik ditentukan oleh undang-undang, sedangkan pejabat yang dapat membuatnya tidak dapat dihindarkan agar berbobot yang sama harus pula
ditentukan oleh undang-undang atau peraturan perundang-undangan setingkat dengan undangundang.
87
Akta PPAT sebagaimana halnya dengan akta Notaris, sama-sama sebagai akta otentik. Akta otentik sendiri sebagaimana dikemukakan oleh C.A. Kraan di dalam
disertasinya, De Authentieke Akte Amsterdam 20 Januari 1984 mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
88
1. Suatu tulisan yang dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti
atau suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan dalam tulisan dibuat dan dinyatakan oleh pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut
ditandatangani oleh atau hanya ditandatangani oleh pejabat yang bersangkutan saja.
87
Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007, hal. 59.
88
Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007, hal. 214.
Universitas Sumatera Utara
2. Tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari pejabat yang
berwenang. 3.
Ketentuan perundang-undangan yang harus dipenuhi: ketentuan tersebut mengatur tata cara pembuatannya sekurang-kurangnya memuat ketentuan-
ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya akta suatu tulisan, nama dan kedudukanjabatan pejabat yang membuatnya dan data di mana dapat
diketahui mengenai hal-hal tersebut. 4.
Seorang pejabat yang diangkat oleh negara dan mempunyai sifat dan pekerjaan yang mandiri onafhankelijk-independence serta tidak memihak
onpartijd-impartial dalam menjalankan jabatannya sesuai dengan ketentuan Pasal 1868 KUHPerd.
5. Pernyataan dari fakta atau tindakan yang disebutkan oleh pejabat adalah
hubungan hukum di dalam bidang hukum privat. Sebagai akta otentik, akta PPAT sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan
pembuktian yang sempurna dapat terdegradasi kekuatan pembuktian menjadi seperti akta di bawah tangan. Degradasi kekuatan bukti akta otentik menjadi kekuatan bukti
dibawah tangan, dan cacat yuridis akta otentik yang mengakibatkan akta otentik dapat dibatalkan atau batal demi hukum atau non existent, terjadi jika ada pelanggaran
terhadap ketentuan perundangundangan yaitu:
89
1. Pasal 1869 KUH.perdata, yang berbunyi:
Suatu akta yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai termaksud diatas atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidaklah dapat diberlakukan
89
Pieter Latumeten, Kongres XX Ikatan Notaris Indonesia Kebatatan dan Degradasi Kekuatan Bukti Akta Notaris Serta Model Aktanya, Surabaya: 28 Januari 2009, hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
sebagai akta otentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai akta dibawah tangan jika ditandatangani oleh para pihak.
Pasal ini memuat ketentuan, bahwa suatu akta tidak memiliki kekuatan bukti otentik dan hanya memiliki kekuatan bukti dibawah tangan dalam hal:
a. Pejabat Umum tidak berwenang untuk membuat akta itu;
b. Pejabat umum tidak mampu tidak cakap untuk membuat akta itu;
c. Cacat dalam bentuknya.
2. Pasal 1320 KUHPerdata, Yang mengemukakan untuk sahnya suatu perjanjian
harus dipenuhi syarat yaitu a.
sepakat mereka yang mengikatkan diri; b.
kecakapan membuat suatu perjanijan; c.
suatu hal tertentu dan d.
kausa yang halal. Syarat a dan b merupakan syarat subyektif karena mengenai orang-orang atau
subyek yang mengadakan perijanjian dan jika syarat subyektif dilanggar maka aktanya dapat dibataikan, sedangan syarat c dan d merupakan syarat obyektif
karena mengenai isi perjanjian dan jika syarat obyektif dilanggar maka aktanya batal demi hukum.
3. Menurut Herlien Budiono sebab-sebab kebatalan mencakup ketidakcakapan,
ketidakwenangan, bentuk perjanjian yang ditanggar, isi perjanjian bertentangan dengan undang-undang, pelaksanaan perjanjian bertentangan
dengan undang-undang, motivasi membuat perjanjian bertentangan dengan undang-undang, perjanjian bertentangan dengan ketertiban umum dan
kesusilaan baik, cacat kehendak dan penyalahgunaan keadaan.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Boedi Harsono, akta PPAT berfungsi sebagai alat pembuktian mengenai benar sudah dilakukannya jual beli. Jual beli tersebut masih dapat
dibuktikan dengan alat pembuktian yang lain. Akan tetapi, dalam sistem pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran
Tanah yang sekarang sudah disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pendaftaran jual beli itu hanya dapat boleh
dilakukan dengan akta PPAT sebagai buktinya. Orang yang melakukan jual beli tanpa dibuktikan dengan akta PPAT tidak akan dapat memperoleh sertipikat, biarpun jual
belinya sah menurut hukum.
90
Peralihan hak atas tanah yang tidak dilakukan di hadapan PPAT memang tidak ada sanksinya bagi para pihak, namun para pihak akan menemui kesulitan praktis
yakni penerima hak tidak akan dapat mendaftarkan peralihan haknya sehingga tidak akan mendapatkan sertipikat atas namanya. Oleh karena itu, jalan yang dapat
ditempuh adalah mengulangi prosedur peralihan haknya di hadapan PPAT. Tetapi, cara ini tergantung dari kemauan para pihak. Kesulitan akan timbul manakala pihak
pertama atau ahli warisnya menolak atau telah pindah ke tempat lain sehingga pengulangan perbuatan hukum peralihannya tidak dapat dilakukan.
91
Demikian juga pemahaman Mahkamah Agung dalam Putusannya Nomor 952KSip1974 bahwa jual beli adalah sah apabila telah memenuhi syarat-syarat
dalam KUHPerdata, atau hukum jual beli dilakukan menurut hukum adat secara riil dan kontan diketahui oleh Kepala Kampung Adat, maka syarat-syarat dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang sekarang sudah disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
90
Boedi Harsono, Op. cit, hal. 52
91
J. Kartini Soedjendro, Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah Yang Berpotensi Konflik, Yogyakarta: 2001, Kanisius, hal. 73.
Universitas Sumatera Utara
tentang Pendaftaran Tanah tidak mengenyampingkan syarat-syarat untuk jual beli dalam KUHPerdata dan Hukum Adat, melainkan hanya merupakan syarat bagi
pejabat agraria. Ini terkait dengan pandangan hukum adat, di mana dengan telah terjadinya jual beli antara penjual dan pembeli yang diketahui oleh Kepala Kampung
Adat yang bersangkutan dan dihadiri oleh dua orang saksi, serta diterimanya harga pemberian oleh penjual, maka jual beli itu sudah sah menurut hukum, sekalipun
belum dilaksanakan di hadapan PPAT.
92
Akta PPAT terkait dengan keperluan penyerahan secara yuridis juridische levering disamping penyerahan nyata feitelijk levering. Kewajiban menyerahkan
surat bukti milik atas tanah yang dijual sangat penting, karena itu Pasal 1482 KUHPerdata menyatakan:
“Kewajiban menyerahkan suatu barang meliputi segala sesuatu yang menjadi perlengkapannya serta dimaksudkan bagi pemakaiannya yang tetap, beserta
surat-surat bukti milik, jika itu ada”. Jadi penyerahan suatu bidang tanah meliputi penyerahan sertipikatnya.
93
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, peralihan tanah dan benda-benda yang ada di atasnya dilakukan dengan
dilakukan dengan akta PPAT. Pengalihan tanah dari pemilik kepada penerima disertai dengan penyerahan yuridis juridische levering, yaitu penyerahan yang harus
memenuhi formalitas undang-undang, meliputi pemenuhan syarat; dilakukan melalui prosedur telah ditetapkan; menggunakan dokumen; dibuat olehdi hadapan PPAT.
94
Tata cara terbitnya akta PPAT sebagai akta otentik sangatlah menentukan, karenanya apabila pihak yang berkepentingan dapat membuktikan adanya cacat dalam
92
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 83.
93
Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 83.
94
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994, hal. 55‐56.
Universitas Sumatera Utara
bentuknya karena adanya kesalahan atau ketidaksesuaian dalam tata cara pembuatannya maka akan mengakibatkan timbulnya risiko bagi kepastian hak yang
timbul atau tercatat atas dasar akta tersebut.
Universitas Sumatera Utara
BAB III AKIBAT HUKUM PEMBATALAN AKTA JUAL BELI TANAH
A. Pembatalan Akta Jual Beli Jual beli merupakan perjanjian timbal balik yang lazim terjadi di masyarakat.
Jual beli sifatnya timbal balik karena masing-masing mempunyai hak dan kewajiban untuk memenuhi prestasi, dimana pihak yang satu berhak atas suatu prestasi dan
berkewajiban pula untuk memenuhi prestasi kepada pihak lain secara timbal balik. Salah satu bentuk perjanjian timbal balik tersebut yaitu jual beli yang obyeknya
adalah tanah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan pengertian mengenai tanah, yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali.
95
Menurut Pasal 4 UUPA tanah adalah: “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas
permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersamasama dengan orang lain serta badan
hukum.” Selanjutnya maksud dari permukaan bumi tersebut adalah sebagai bagian
tanah yang dapat dimiliki dengan berbagai macam hak oleh perorangan maupun suatu badan hukum. Tanah dalam wilayah Negara Indonesia merupakan salah satu sumber
daya alam utama, yang selain mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia, juga berfungsi sangat strategis dalam memenuhi kebutuhaan negara dan
rakyat yang makin beragam dan meningkat, baik pada tingkat nasional maupun dalam
hubungannya dengan dunia internasional.
96
95
Supriadi, Hukum Agraria, cet. 1, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hal. 3.
96
Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, Cet. 3, Jakarta: Universitas Trisakti, 2007, hal. 3.
62
Universitas Sumatera Utara
Salah satu hak atas tanah yaitu hak milik, dimana hak tersebut bersifat primer. Dikategorikan sebagai hak primer karena hak milik itu merupakan hak terkuat dan
terpenuh, dibandingkan dengan hak-hak yang lain seperti Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan hak-hak lainnya. Sesuai dengan ketentuan Pasal 20 ayat 1
dan 2 UUPA yang berbunyi sebagai berikut: “Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat
ketentuan dalam Pasal 6. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.” Pemberian hak milik atas tanah, bukan saja diberikan kepada perseorangan,
tetapi juga dapat diberikan kepada badan-badan hukum sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
97
1.
Bank-bank yang didirikan oleh Negara selanjutnya disebut bank negara; Pemerintah mengeluarkan PP No. 38 Tahun 1963 tentang
Penunjukan Badan-Badan Hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah. Pasal 1 PP No. 38 Tahun 1963 menyatakan bahwa badan-badan hukum yang disebut di
bawah ini dapat mempunyai hak milik atas tanah tersebut adalah:
2. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasarkan
Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 LN 1958 Tahun 1958 No. 139; 3.
Badan-badan keagamaan dan sosial, yang ditunjuk oleh Peraturan Menteri PertanianAgraria, setelah mendengar Menteri Agama dan Kesejahteraan
Sosial. Memperhatikan ketentuan tersebut di atas terdapat gambaran bahwa hak milik
atas tanah perlu mendapat perlindungan hukum yang kuat. Sehubungan dengan perlindungan hukum yang kuat tersebut maka pemberian status hak kepada
perorangan harus dilakukan dengan seleksi yang ketat, agar betul-betul terjadi pemerataan atas status hak tanah itu.
97
Ibid, hal. 65.
Universitas Sumatera Utara
Salah satu bentuk peralihan hak atas tanah yaitu jual beli. Jual beli adalah suatu perjanjian yang mana satu pihak mengikatkan diri untuk menyerahkan leveren
suatu barang benda dan pihak lain mengikatkan diri untuk membayar harga yang disetujui bersama. Pengertian jual beli tersebut dinyatakan dalam Pasal 1457 KUH-
Perdata. Agar perjanjian dapat dinamakan perjanjian jual beli maka salah satu prestasinya harus berupa pemberian alat pembayaran yang sah.
Pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan administratif yang dilakukan oleh pemerintah sampai menerbitkan tanda bukti haknya dan memelihara
rekamannya. Kegiatan ini diwujudkan dalam pembinaan status tanah dari tanah tersebut, sehingga badan yang memberikan hak atas tanah hanya ada satu monopoly
function, yaitu Badan Pertanahan Nasional BPN. Sekalipun dijumpai ada badan yang melakukan pendaftaran tanah seperti kantor pajak, namun kantor pajak tidak
dapat memberikan hak atas kepemilikannya. Kepala Desa Camat, Notaris PPAT, BPN, dan kantor Pajak adalah instasi berbeda dan tidak ada hubungan structural yang
ada hanya koordinasi. Jual beli dapat dilakukan melalui Kepala Desa Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara, jual beli juga bisa melalui notaris PPAT,
pembuatan sertifikat melalui BPN, dan Pengurusan PBB serta validasi SSB ada di kantor Pajak.
Rangkaian proses kegiatan pendaftaran tanah, termasuk balik nama yang dilakukan atas pendaftaran ulang continuous recording merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan secara teratur tahap demi tahap. Tahapan dimaksud meliputi kegiatan pengukuran, pemetaan kadasteral, pemberian keputusan recommendation akan
haknya SKPT hingga pada pemberian tanda bukti hak tersebut sertifikatnya serta pemeliharaan data pendaftarannya.
Universitas Sumatera Utara
Beralihnya hak milik atas benda yang menjadi obyek jual beli hanya terjadi dengan penyerahan. Penyerahan dalam jual beli adalah suatu pemindahan barang
yang telah dijual ke dalam kekuasaan macht dan kepunyaan bezit pembeli. Apabila memperhatikan perjanjian jual beli menurut Pasal 1457 KUH Perdata, maka tampak
perjanjian jual beli itu menimbulkan kewajiban-kewajiban pada kedua belah pihak. Pihak yang satu wajib untuk menyerahkan barang dan pihak lainnya wajib membayar
harga barang tersebut. Jadi barangnya dan uangnya mungkin belum diserahkan pada waktu itu, yang baru ada hanya kewajibankewajiban antara para pihak dan belum
terjadi penyerahan. Barang yang telah dibeli menjadi tanggungan pembeli, walaupun penyerahannya belum dilakukan dan penjual dapat menuntut harga atas barang itu.
Hal tersebut dinyatakan secara tegas dalam Pasal 1460 KUH-Perdata. Apabila dilihat dari pembeli, maka dalam jual beli itu pembeli juga
mempunyai kewajiban utama. Kewajiban utama pembeli tersebut adalah membayar harga dari obyek jual beli sesuai dengan harga yang telah disepakati. Lazimnya
pembayaran dilakukan di tempat pada waktu penyerahan obyek jual beli dilakukan. Apabila pembeli tidak melakukan pembayaran tersebut maka penjual dapat menuntut
pembatalan jual beli. Salah satu cara berakhirnya hak atas tanah adalah apabila terjadinya
pembebasan hak atas tanah. Hakikat dari pembebasan tanah tersebut adalah dimana seseorang melepaskan haknya kepada pihak lain dengan cara pemberian ganti rugi
sesuai dengan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Jual beli atas tanah merupakan suatu bentuk perjanjian peralihan hak atas
tanah yang dituangkan dalam akta PPAT. Konsep jual beli atas tanah yang dituangkan dalam akta PPAT tersebut sebagai dasar hukum bagi pembeli untuk
membaliknamakan sertipikat tanahnya ke atas namanya pembeli.
Universitas Sumatera Utara
Pada prinsipnya jual beli yang tidak ada cacat hukum, pembeli dapat memperoleh hak atas tanah yang dibelinya tersebut. Kepemilikan atas tanah tersebut
tercatat di BPN dengan diterbitkan sertipikat atas tanah hak tersebut atas nama pembeli.
Perjanjian peralihan hak atas tanah mengacu pada Pasal 1320 KUH Perdata. Pasal 1320 KUH-Perdata mengatur bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan
empat syarat, yaitu:
98
1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu hal tertentu ;
4. suatu sebab yang halal.
Selain persyaratan yang dicantumkan dalam Pasal 1320 KUH-Perdata tersebut juga masih perlu persyaratan lain menurut hukum adat untuk sahnya perjanjian
peralihan hak atas tanah. Persyaratan jual beli menurut hukum adat tersebut yaitu: a Tunai dan b Terang. Hal tersebut karena Hukum Tanah di Indonesia bersumber pada
Hukum Tanah Adat. Secara sederhana “tunai” diartikan bahwa pelaksanaan jual beli dan peralihan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli dianggap telah terjadi pada
saat para pihak menyatakan kesepakatan. Meskipun jual beli itu pembayarannya tidak tunai dalam arti sehari-hari, hal tersebut bukan merupakan suatu yang pokok dan
dianggap sebagai suatu utang-piutang antara penjual dan pembeli.
99
Selanjutnya secara sederhana “terang” diartikan bahwa pelaksanaan jual beli hak atas tanah harus dibuat di hadapan pejabat yang berwenang dan dihadiri oleh para
saksi. Tambahan dua persyaratan itu merupakan unsur-unsur yang diambil dari unsur-
98
Subekti dan R. Tjitrosudibio. Op. cit., hal. 339.
99
Ibid, hal. 340
Universitas Sumatera Utara
unsur sistem hukum tanah adat yang telah diadopsi menjadi unsur-unsur dalam sistem hukum tanah nasional.
100
Perjanjian peralihan hak atas suatu barang harus diikuti dengan penyerahan yuridis atau penyerahan nyata sebab perjanjian peralihan hak dalam Pasal 1457 KUH-
Perdata hanya bersifat mengikat dan tidak mempunyai kekuatan mengalihkan barangnya. Dengan kata lain, bahwa Pasal 1457 KUH-Perdata hanya mengatur
perjanjian secara keseluruhan atau secara umum saja. Apabila dilihat dari Hukum Adat Indonesia pengertian peralihan hak
khususnya hak atas tanah bukan saja bersifat mengikat tetapi juga harus diikuti dengan penyerahan nyata dari penjual kepada pembeli yang diikuti dengan
penyerahan uang dari pembeli kepada penjual. Oleh karena itu, meskipun perjanjian peralihan hak atas tanah menggunakan syarat-syarat yang diatur dalam
Pasal 1320 KUH-Perdata tetapi perlu juga ditambahkan syarat tunai dan terang sehingga peralihan hak tersebut tidak hanya bersifat mengikat saja melainkan juga
mencakup penyerahan hak nyata atas tanah yang diperjual belikan. Pelaksanaan perjanjian peralihan hak atas tanah harus memperhatikan persyaratan yang telah
disebutkan di atas. Kekurangan syarat-syarat tersebut mengakibatkan akta perjanjian peralihan hak itu menjadi batal demi hukum atau dapat dibatalkan.
101
Menurut ketentuan Pasal 1266 ayat 1 KUH Perdata, syarat batal selalu dianggap tercantum dalam perjanjian timbal balik, apabila salah satu pihak dalam
Ketiadaan pemenuhan syarat subyektif akan mengakibatkan akta peralihan hak itu dapat
dibatalkan dan ketiadaan pemenuhan syarat obyektif mengakibatkan akta peralihan hak tersebut dapat dinyatakan batal demi hukum.
100
H. M. Ridwan Indra R.A. Ragam Perjanjian di Indonesia. Jakarta: CV. Trisula, 1996, hal. 4.
101
R. Subekti. Hukum Perjanjian, Op. cit, hal. 20.
Universitas Sumatera Utara
perjanjian tersebut mengingkari apa yang telah diperjanjikan. Pasal 1266 ayat 2 KUH-Perdata menyatakan bahwa untuk membatalkan suatu perjanjian harus dengan
putusan hakim. Selanjutnya Pasal 1266 ayat 3 KUH-Perdata menegaskan bahwa permintaan pembatalan tersebut harus dilakukan meskipun syarat batal telah
dicantumkan dalam perjanjian. Dalam praktik di lapangan para pihak yang membuat suatu perjanjian sering mengabaikan ketentuan Pasal 1266 ayat 2 tersebut.
Yurisprudensi berpendapat bahwa batalnya perjanjian adalah karena wanprestasi, sedangkan putusan hakim hanya menyatakan bahwa perjanjian itu telah batal
declaratif.
102
Akan tetapi terdapat juga Yurisprudensi yang menyatakan bahwa dalam hal pembeli sewa ingkar janji, penjual sewa tidak dapat menarik kembali
barang yang menjadi obyek perjanjian meskipun hal tersebut telah disepakati.
103
Sebagaimana telah diketahui bahwa ketiadaan pemenuhan syarat subyektif mengakibatkan dapat dibatalkannya suatu perjanjian. Untuk meminta pembatalan
perjanjian tersebut dapat dilakukan dengan cara antara lain yaitu:
104
1. Pihak yang berkepentingan secara aktif menggugat atau meminta kepada
Hakim supaya perjanjian itu dibatalkan. 2.
Menunggu sampai adanya gugatan di depan Hakim untuk memenuhi perjanjian itu.
Pembatalan perjanjian di depan Pengadilan tersebut disebabkan pada saat perjanjian itu terjadi, salah satu pihak belum cakap untuk melakukan perbuatan
hukum, disetujuinya perjanjian karena di bawah ancaman atau karena kekhilafan mengenai objek perjanjian. Oleh karena itu, pihak yang merasa dirugikan dapat
memohon kepada Hakim supaya perjanjian itu dapat dibatalkan. Selanjutnya
102
Budi Cahyono. Hukum Perdata Suatu Pengantar, Jakarta: CV. Gitama Jaya, 2005, hal. 152
103
Ibid.
104
Cahyono, Hukum Perdata Suatu Pengantar, Jakarta: CV. Gitama Jaya, 2005, hal. 152.
Universitas Sumatera Utara
mengenai sanksi hukum pembatalan tersebut berlaku setelah adanya putusan Pengadilan yang inkracht van gewijzde dan menyatakan bahwa pembatalan atas
perjanjian peralihan hak atas tanah yang dituangkan dalam akta otentik tersebut. Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian yang dibuat secara sah dapat
dibatalkan dalam masa perjanjian berlaku dan apakah konsekuensi dari pembatalan perjanjian tersebut, pertama-tama harus dilihat apakah dahulu dalam perjanjian
tersebut terdapat klausul yang mengatur tentang kemungkinan terjadinya pembatalan perjanjian beserta penyebab dan konsekuensinya bagi para pihak. Secara umum,
pembatalan perjanjian dapat dikelompokkan berdasarkan kriteria berikut ini. 1.
Terdapat berbagai kemungkinan pengaturan tentang pembatalan kontrak yang diatur dalam perjanjian, sebagai berikut:
105
a. Penyebutan alasan pemutusan perjanjian
Seringkali dalam perjanjian diperinci alasan-alasan sehingga salah satu pihak atau kedua belah pihak dapat memutuskan perjanjian. Maka dalam
hal ini tidak semua wanprestasi dapat menyebabkan salah satu pihak memutuskan perjanjiannya, tetapi hanya wanprestasi seperti yang
disebutkan dalam perjanjian saja. b.
Perjanjian dapat diputus dengan sepakat kedua belah pihak Kadang-kadang disebutkan dalam perjanjian suatu perjanjian hanya dapat
diputuskan jika disetujui oleh kedua belah pihak. Sebenarnya dalam hal ini hanya penegasan saja, karena tanpa penyebutan tentang hal tersebut, demi
hukum, perjanjian dapat diterminasi jika disetujui oleh kedua belah pihak. c.
Penyampingan Pasal 1266 KUH Perdata
105
Munir Fuady, Op. cit, hal. 93-94.
Universitas Sumatera Utara
Sangat sering dalam perjanjian disebutkan jika ingin memutuskan perjanjian, para pihak tidak perlu harus menempuh prosedur pengadilan,
tetapi dapat diputuskan langsung oleh para pihak. Dengan ini, Pasal 1266 KUH Perdata harus dengan tegas dikesampingkan berlakunya. Sebab,
menurut Pasal 1266 KUH perdata tersebut, setiap pemutusan perjanjian harus dilakukan lewat pengadilan.
d. Tata cara pemutusan perjanjian
Di samping penentuan pemutusan perjanjian tidak lewat pengadilan, biasanya ditentukan juga prosedur pemutusan perjanjian oleh para pihak
tersebut. Sering ditentukan dalam perjanjian bahwa sebelum diputuskan suatu perjanjian, haruslah terlebih dahulu diperingatkan pihak yang tidak
memenuhi prestasinya untuk melaksanakan kewajibannya. Peringatan ini bisa dilakukan dua atau tiga kali. Bila peringatan tersebut masih tidak
diindahkan, maka salah satu pihak dapat langsung memutuskan perjanjian tersebut. Penulisan kewajiban member peringattan seperti ini sejalan
dengan prinsip yang dianut oleh KUH Perdata, yaitu dengan ingebrekestelling, yakni dengan dikeluarkannya “akta lalai” oleh pihak
kreditur Pasal 1238 KUH Perdata, dimana somasi dengan berbagai perkecualian pada prinsipnya memang diperlukan untuk dapat
memutuskan suatu kontrak. 2.
Pembatalan perjanjian karena wanprestasi Apabila terjadinya wanprestasi terhadap suatu perjanjian, kepada pihak
lainnya diberikan berbagai hak sebagai berikut:
106
a. Exception non adimpleti contractus
106
Ibid, hal. 94-95
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan prinsip exception non adimpleti contractus ini, maka pihak yang dirugikan akibat adanya suatu wanprestasi dapat menolak prestasinya
atau menolak melakukan prestasi selanjutnya manakala pihak lainnya telah melakukan wanprestasi
b. Penolakan prestasi selanjutnya dari pihak lawan
Apabila pihak lawan telah melakukan wanprestasi, misalnya mulai mengirim barang yang rusak dalam suatu kontrak jual beli, maka pihak
yang dirugikan berhak untuk menolak pelaksanaan prestasi selanjutnya dari pihak lawan tersebut, misalnya menolak menerima barang selanjutnya
yang akan dikirim oleh pihak lawan dalam contoh kontrak jual beli tersebut.
c. Menuntut restitusi
Ada kemungkinan sewaktu pihak lawan melakukan wanprestasi, pihak lainnya telah selesai atau telah mulai melakukan prestasinya seperti yang
diperjanjikan dalam perjanjian yang bersangkutan. Dalam hal tersebut, maka pihak yang telah melakukan prestasi tersebut berhak untuk menuntut
restitusi dari pihak lawan, yakni menuntut agar kepadanya diberikan kembali atau dibayar setiap prestasi yang telah dilakukan.
3. Pembatasan terhadap pemutusan perjanjian
Seperti telah dijelaskan bahwa jika salah satu pihak telah melakukan wanprestasi, maka pihak yang lainnya dalam perjanjian tersebut berhak untuk
memutuskan perjanjian yang bersangkutan. Akan tetapi terhadap hak memutuskan perjanjian oleh pihak yang telah dirugikan akibat wanprestasi ini berlaku beberapa
restribusi yuridis berupa:
107
107
Ibid, hal. 98-103.
Universitas Sumatera Utara
a. Wanprestasi Sengaja
Tidak terhadap semua wanprestasi pihak yang dirugikan dapat memutuskan perjanjian tersebut. Melainkah pihak yang dirugikan harus
dapat pula menunjukkan bahwa wanprestasi tersebut merupakan wanprestasi yang sengaja. Jika hanya terhadap wanprestasi yang tidak
semgaja, yakni jika salah satu pihak tidak melakukan suatu kewajiban kecil, maka pihak lainnya tidak berhak untuk memutuskan perjanjian
tersebut, walaupun tidak tertutup kemungkinan baginya utuk memintakan ganti rugi jika cukup alasan untuk itu. Wanprestasi yang sengaja yakni
wanprestasi yang mengakibatkan timbulnya kerugian yang cukup besar bagi salah satu pihak serta wanprestasi yang menimbulkan keadaan
dimana prestasi yang menjadi melekat pada salah satu pihak tidak terlaksana.
b. Hak memutuskan perjanjian belum dikesampingkan
Umumnya diterima dalam teori hukum perjanjian bahaw hak untuk melakukan pemutusan perjanjian karena pihak lainnya telah melakukan
wanprestasi tidak berlaku lagi manakala pihak dirugikan tersebut telah mengenyapingkan hak untuk memutuskan perjanjian tersebut.
c. Pemutusan perjanjian tidak terlambat dilakukan
Pemutusan perjanjian oleh pihak yang dirugikan karena pihak lain telah melakukan wanprestasi haruslah dilakukan dalam waktu yang pantas
reasonable time. Hal ini untuk memberikan kepastian bagi pihak yang telah melakukan wanprestasi untuk meneruskan atu tidak wanprestasi yang
belum sempat dilaksanakannya. Apabila selama jangka waktu yang wajar terhadap pemutusan perjanjian tidak digunakan untuk memutuskan
Universitas Sumatera Utara
perjanjian yang bersangkutan, maka ia telah terlambat memutuskan perjanjian atas dasar dia telah menerima atau mentoleransi atas tindakan
yang mengandung unsure wanprestasi tersebut, sehingga dia tidak dapat lagi memutuskan perjanjian yang bersangkutan.
d. Wanprestasi disertai dengan unsur kesalahan
Pada prinsipnya KUH Perdata tidak mensyaratkan eksistensi unsur “kesalahan” agar suatu perjanjian dapat diputuskan oleh pihak yang
dirugikan atau agar dapat dituntutnya suatu pembayaran ganti rugi. Akan tetapi berdasdarkan Pasal 1266 KUH Perdata yang melibatkan pengadilan
untuk memutuskan perjanjian timbal balik, maka penggunaan diskresi pengadilan untuk memutuskan perjanjian tersebut juga antara lain
menggunakan faktor kesalahan pihak pelaku wanprestasi untuk dapat menentukan apakah perjanjian tersebut dapat diputus atau tidak.
Dengan demikian, menurut sistem hukum KUH Perdata Indonesia, maka pada prinsipnya asal ada kewajiban yang tidak dilaksanakan, dan kewajiban yang tidak
dilaksanakan tersebut cukup material material breach, maka suatu perjanjian sudah dapat diputuskan dan ganti rugi sudah dapat dimintakan. Asal saja tidak
dilaksanakannya kewajiban tersebut bukan karena hal-hal yang bersifat force majeure, yang untuk ini tidak diatur oleh hukum yang mengatur tentang wanprestasi, tetapi
sudah merupakan wilayah hukum yang lain, yakni hukum yang mengatur tentang force majeure dan tentang risiko.
B. Akibat Hukum Pembatalan Akta Jual Beli
Universitas Sumatera Utara
Pembatalan perjanjian menyebabkan penghentian suatu perikatan dan membawa segala sesuatu kembali seperti semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu
perikatan. Dengan demikian, pihak yang telah menerima prestasi, wajib mengembalikan apa yang telah diterimanya itu.
108
Di samping itu, KUH Perdata juga memberikan ruang bagi pihak yang menderita kerugian untuk mengajukan tuntutan ganti kerugian berdasarkan Pasal
1365 KUH Perdata kepada notaris PPAT. Adapun suatu perbuatan hukum untuk dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Pasal
1365 KUH Perdata harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 1.
Harus ada perbuatan, yaitu baik perbuatan aktif maupun perbuatan pasif 2.
Perbuatan itu harus melawan hukum 3.
Ada kerugian 4.
Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian
5. Ada kesalahan
Sejalan dengan prinsip yang dikenal dalam hukum positif di Indonesia, dalam ketentuan hukum di Inggris berkaitan dengan pertanggungajwaban notaris dikenal
prinsip duty to exercise care and skill sebagaimana ditentukan dalam The Notaris Practice Rules 2001. Notaris publik bertanggung jawab baik terhadap kebenaran
materil maupun formil dari dokumen yang dihasilkannya. Dalam hal ini, notaris PPAT berkewajiban untuk melakukan verifikasi ataupun penyelidikan dengan teliti
dan hati-hati sebagaimana seharusnya dilakukan oleh seseorang dengan kualitas ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya terhadap kebenaran identitas, kapasitas dan
kewenangan kliennya para penghadap. Notaris PPAT juga bertanggung jawab atas
108
Suharnoko, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, cetakan ke-3, Jakarta: Prenada Media, 2004, hal. 61.
Universitas Sumatera Utara
nasehat hukum yang diberikannya kepada klien. Apabila terhadap nasehat ataupun saran hukum yang diberikannya tanpa memperhatikan prinsip duty of care, terbukti
menimbulkan kerugian langsung pada kliennya maupun pihak ketiga, maka notaris dapat dituntut ganti rugi.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM
PENYELESAIAN AKIBAT PEMBATALAN AKTA JUAL BELI
A. Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Kewenangan dalam Perundang-Undangan 1. Pengertian PPAT
Pejabat Pembuat AKta Tanah PPAT sudah dikenal sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah selanjutnya
disebut PP 101961, yang merupakan peraturan pendaftaran tanah sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria atau lebih dikenal dengan nama Undang-Undang Pokok Agraria. Didalam peraturan tersebut PPAT disebutkan sebagai pejabat yang berfungsi
membuat akta yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan hak baru atau membebankan hak atas tanah dan akta-akta lain yang diatur dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan pendaftaran tanah dengan membuat aktaakta yang akan dijadikan dasar
pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah.
Dalam meningkatkan sumber penerimaan negara dari pajak, PPAT juga berperan besar karena mereka ditugaskan untuk memeriksa telah dibayarnya Pajak
Penghasilan PPh dari penghasilan akibat pemindahan hak atas tanah dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebelum membuat akta.
109
Mengingat fungsi PPAT yang cukup besar dalam bidang pelayanan masyarakat dan peningkatan sumber penerimaan negara yang kemudian akan
merupakan pendorong untuk peningkatan pembangunan nasional, maka diterbitkan
109
Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Jakarta: Djambatan, 2006, hal. 690.
78
Universitas Sumatera Utara
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah selanjutnya disebut PP 371998.
110
Baru pertama kali semenjak diundangkannya Undang- Undang Pokok Agraria Tahun 1960 diterbitkannya suatu Peraturan Pemerintah Tentang Peraturan Jabatan
Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan PP 371998, sebagai pelengkap dari Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah selanjutnya disebut
PP 241997 yang telah dijanjikan dalam Pasal 7 ayat 3 nya, menyebutkan: ”Peraturan Jabatan PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan
Peraturan Pemerintah”. Pasal 1 angka 1 PP 371998 menyebutkan:
”Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai
perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun”.
Pasal 1 angka 24 PP 241997 menyebutkan: ”Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah Pejabat
Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu”. Ungkapan-ungkapan diatas dengan tegas menyebutkan bahwa PPAT adalah
pejabat umum dan demikian pula akta-akta yang dibuatnya adalah otentik. Dimaksud dengan akta otentik, bahwa jika terjadi suatu masalah atas akta PPAT tersebut
pengadilan tidak perlu memeriksa kebenaran isi dari akta tanah tersebut ataupun tanggal ditandatanganinya dan demikian pula keabsahan dari tanda tangan para pihak,
asal saja tidak dapat dibuktikan adanya pemalsuan, penipuan, maupun lain-lain
110
Ibid
Universitas Sumatera Utara
kemungkinan akta tanah tersebut dapat dinyatakan batal ataupun harus dinyatakan batal.
111
2. Tugas Pokok dan Kewenangan PPAT