Penyerahan hak atas tanah melalui jual beli

tidak tertulis. 83 Tujuan pokok diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria UUPA sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan umum Undang-Undang Pokok Agraria adalah: 84 a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan Hukum Agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran kebahagiaan dan kesejahteraan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka mewujudkan terciptanya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan. c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak- hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Dengan demikian menurut Hukum Adat yang merupakan dasar dari hukum tanah Nasional yang berlaku pada saat ini sebagaimana termuat dalam Undang- Undang Pokok Agraria UUPA, peralihan hak atas tanah yang menjadi obyek jual beli telah terjadi sejak ditanda tanganinya akta jual beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT yang berwenang dan dibayarnya harga oleh pembeli kepada penjual. Sejak akta jual beli ditandatangani di depan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT yang berwenang, hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli. Hal ini terjadi bagi jual beli tanah di bawah tangan yang dilakukan di hadapan kepala desa.

2. Penyerahan hak atas tanah melalui jual beli

83 Boedi Harsono dalam Effendi Perangin, Hukum Agraria Indonesia, Suatu Telaah Dari Sudut Pandang Praktisi Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994, hal. 15 84 Mudjiono, Politik dan Hukum Agraria, Yogyakarta: Liberty, 1997, hal. 22 Universitas Sumatera Utara Perjanjian jual beli dilakukan dengan akta yang dibuat oleh notaris sekaligus juga merupakan penyerahan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli, karena itu penjual hanya akan bersedia menandatangani akta jual beli notaris jika pembayaran atas tanah yang dijualnya itu telah dibayar sepenuhnya. Dalam hukum pertanahan dikenal bahwa semua perjanjian jual beli tanah dilakukuan secara terang dan tunai dalam arti, penyerahan dan pembayaran jual beli tanah dilakukan pada saat yang bersamaan tunai di hadapan seorang pejabat notaris. 85 Berbeda dengan perjanjian jual beli atas benda lainnya, dalam jual beli tanah terdapat kewajibannya bagi pembeli untuk menyempurnakan penyerahan hak atas tanah itu melalui pendaftaran tanah. Apabila tidak dilakukan, konsekuensinya bisa kehilangan hak atas tanahnya itu atau setidaknya, negara belum mengakui haknya atas tanah yang dibelinya itu dengan cara-cara menurut peraturan perundang-undangan yang pada intinya sebagai berikut: 86 a. Apabila tanah yang dibelinya itu sudah bersertifikat maka dokumen-dokumen yang harus dilengkapi terdiri dari: 1 Surat permohonan pendaftaran peralihan hak yang ditandatangani oleh penerima hak atau kuasanya yang dilengkapi dengan surat kuasa tertulis 2 Akta jual beli yang dibuat oleh notaris PPAT 3 Bukti identitas atas nama pihak yang mengalihkan hak dan penerima hak 4 Sertifikat hak atas tanah yang dibelinya 5 Bukti pelunasan pembayaran bea perolehan hak atas tanah dan bangunan dan pembayaran PPh b. Apabila tanah yang dibelinya itu belum terdaftar, selain dokumen-dokumen tersebut di atas harus dilengkapi dengan bukti kepemilikan tanah baik berupa 85 Gunawan Widjaya dan Kartini Mulyadi, Jual Beli, Op. cit, hal. 87. 86 Badan Pertanahan Nasional, Op. cit, hal. 103-106 Universitas Sumatera Utara hak atas tanah bekas milik adat atau hak-hak lama sebagai pengganti sertifikat yang belum ada dan keterangan dari kepala desa lurah untuk memperkuat kebenaran bukti hak kepemilikan tersebut.

G. Kekuatan Hukum Dari Akta Jual Beli Hak Atas Tanah Yang Dibuat Oleh PPAT

Akta PPAT adalah akta otentik, hal ini ditegaskan oleh Pasal 1 ayat 1 dan Pasal 3 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Sebagai akta otentik, terhadap akta PPAT berlaku ketentuan-ketentuan tentang syarat-syarat dan tata cara pembuatan akta otentik. Bentuk akta otentik ditentukan oleh undang-undang, sedangkan pejabat yang dapat membuatnya tidak dapat dihindarkan agar berbobot yang sama harus pula ditentukan oleh undang-undang atau peraturan perundang-undangan setingkat dengan undangundang. 87 Akta PPAT sebagaimana halnya dengan akta Notaris, sama-sama sebagai akta otentik. Akta otentik sendiri sebagaimana dikemukakan oleh C.A. Kraan di dalam disertasinya, De Authentieke Akte Amsterdam 20 Januari 1984 mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: 88 1. Suatu tulisan yang dengan sengaja dibuat semata-mata untuk dijadikan bukti atau suatu bukti dari keadaan sebagaimana disebutkan dalam tulisan dibuat dan dinyatakan oleh pejabat yang berwenang. Tulisan tersebut turut ditandatangani oleh atau hanya ditandatangani oleh pejabat yang bersangkutan saja. 87 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007, hal. 59. 88 Herlien Budiono, Kumpulan Tulisan Hukum Perdata di Bidang Kenotariatan, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007, hal. 214. Universitas Sumatera Utara 2. Tulisan sampai ada bukti sebaliknya, dianggap berasal dari pejabat yang berwenang. 3. Ketentuan perundang-undangan yang harus dipenuhi: ketentuan tersebut mengatur tata cara pembuatannya sekurang-kurangnya memuat ketentuan- ketentuan mengenai tanggal, tempat dibuatnya akta suatu tulisan, nama dan kedudukanjabatan pejabat yang membuatnya dan data di mana dapat diketahui mengenai hal-hal tersebut. 4. Seorang pejabat yang diangkat oleh negara dan mempunyai sifat dan pekerjaan yang mandiri onafhankelijk-independence serta tidak memihak onpartijd-impartial dalam menjalankan jabatannya sesuai dengan ketentuan Pasal 1868 KUHPerd. 5. Pernyataan dari fakta atau tindakan yang disebutkan oleh pejabat adalah hubungan hukum di dalam bidang hukum privat. Sebagai akta otentik, akta PPAT sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dapat terdegradasi kekuatan pembuktian menjadi seperti akta di bawah tangan. Degradasi kekuatan bukti akta otentik menjadi kekuatan bukti dibawah tangan, dan cacat yuridis akta otentik yang mengakibatkan akta otentik dapat dibatalkan atau batal demi hukum atau non existent, terjadi jika ada pelanggaran terhadap ketentuan perundangundangan yaitu: 89 1. Pasal 1869 KUH.perdata, yang berbunyi: Suatu akta yang karena tidak berkuasa atau tidak cakapnya pegawai termaksud diatas atau karena suatu cacat dalam bentuknya, tidaklah dapat diberlakukan 89 Pieter Latumeten, Kongres XX Ikatan Notaris Indonesia Kebatatan dan Degradasi Kekuatan Bukti Akta Notaris Serta Model Aktanya, Surabaya: 28 Januari 2009, hal. 2. Universitas Sumatera Utara sebagai akta otentik, namun demikian mempunyai kekuatan sebagai akta dibawah tangan jika ditandatangani oleh para pihak. Pasal ini memuat ketentuan, bahwa suatu akta tidak memiliki kekuatan bukti otentik dan hanya memiliki kekuatan bukti dibawah tangan dalam hal: a. Pejabat Umum tidak berwenang untuk membuat akta itu; b. Pejabat umum tidak mampu tidak cakap untuk membuat akta itu; c. Cacat dalam bentuknya. 2. Pasal 1320 KUHPerdata, Yang mengemukakan untuk sahnya suatu perjanjian harus dipenuhi syarat yaitu a. sepakat mereka yang mengikatkan diri; b. kecakapan membuat suatu perjanijan; c. suatu hal tertentu dan d. kausa yang halal. Syarat a dan b merupakan syarat subyektif karena mengenai orang-orang atau subyek yang mengadakan perijanjian dan jika syarat subyektif dilanggar maka aktanya dapat dibataikan, sedangan syarat c dan d merupakan syarat obyektif karena mengenai isi perjanjian dan jika syarat obyektif dilanggar maka aktanya batal demi hukum. 3. Menurut Herlien Budiono sebab-sebab kebatalan mencakup ketidakcakapan, ketidakwenangan, bentuk perjanjian yang ditanggar, isi perjanjian bertentangan dengan undang-undang, pelaksanaan perjanjian bertentangan dengan undang-undang, motivasi membuat perjanjian bertentangan dengan undang-undang, perjanjian bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan baik, cacat kehendak dan penyalahgunaan keadaan. Universitas Sumatera Utara Menurut Boedi Harsono, akta PPAT berfungsi sebagai alat pembuktian mengenai benar sudah dilakukannya jual beli. Jual beli tersebut masih dapat dibuktikan dengan alat pembuktian yang lain. Akan tetapi, dalam sistem pendaftaran tanah menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang sekarang sudah disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, pendaftaran jual beli itu hanya dapat boleh dilakukan dengan akta PPAT sebagai buktinya. Orang yang melakukan jual beli tanpa dibuktikan dengan akta PPAT tidak akan dapat memperoleh sertipikat, biarpun jual belinya sah menurut hukum. 90 Peralihan hak atas tanah yang tidak dilakukan di hadapan PPAT memang tidak ada sanksinya bagi para pihak, namun para pihak akan menemui kesulitan praktis yakni penerima hak tidak akan dapat mendaftarkan peralihan haknya sehingga tidak akan mendapatkan sertipikat atas namanya. Oleh karena itu, jalan yang dapat ditempuh adalah mengulangi prosedur peralihan haknya di hadapan PPAT. Tetapi, cara ini tergantung dari kemauan para pihak. Kesulitan akan timbul manakala pihak pertama atau ahli warisnya menolak atau telah pindah ke tempat lain sehingga pengulangan perbuatan hukum peralihannya tidak dapat dilakukan. 91 Demikian juga pemahaman Mahkamah Agung dalam Putusannya Nomor 952KSip1974 bahwa jual beli adalah sah apabila telah memenuhi syarat-syarat dalam KUHPerdata, atau hukum jual beli dilakukan menurut hukum adat secara riil dan kontan diketahui oleh Kepala Kampung Adat, maka syarat-syarat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah yang sekarang sudah disempurnakan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 90 Boedi Harsono, Op. cit, hal. 52 91 J. Kartini Soedjendro, Perjanjian Peralihan Hak Atas Tanah Yang Berpotensi Konflik, Yogyakarta: 2001, Kanisius, hal. 73. Universitas Sumatera Utara tentang Pendaftaran Tanah tidak mengenyampingkan syarat-syarat untuk jual beli dalam KUHPerdata dan Hukum Adat, melainkan hanya merupakan syarat bagi pejabat agraria. Ini terkait dengan pandangan hukum adat, di mana dengan telah terjadinya jual beli antara penjual dan pembeli yang diketahui oleh Kepala Kampung Adat yang bersangkutan dan dihadiri oleh dua orang saksi, serta diterimanya harga pemberian oleh penjual, maka jual beli itu sudah sah menurut hukum, sekalipun belum dilaksanakan di hadapan PPAT. 92 Akta PPAT terkait dengan keperluan penyerahan secara yuridis juridische levering disamping penyerahan nyata feitelijk levering. Kewajiban menyerahkan surat bukti milik atas tanah yang dijual sangat penting, karena itu Pasal 1482 KUHPerdata menyatakan: “Kewajiban menyerahkan suatu barang meliputi segala sesuatu yang menjadi perlengkapannya serta dimaksudkan bagi pemakaiannya yang tetap, beserta surat-surat bukti milik, jika itu ada”. Jadi penyerahan suatu bidang tanah meliputi penyerahan sertipikatnya. 93 Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, peralihan tanah dan benda-benda yang ada di atasnya dilakukan dengan dilakukan dengan akta PPAT. Pengalihan tanah dari pemilik kepada penerima disertai dengan penyerahan yuridis juridische levering, yaitu penyerahan yang harus memenuhi formalitas undang-undang, meliputi pemenuhan syarat; dilakukan melalui prosedur telah ditetapkan; menggunakan dokumen; dibuat olehdi hadapan PPAT. 94 Tata cara terbitnya akta PPAT sebagai akta otentik sangatlah menentukan, karenanya apabila pihak yang berkepentingan dapat membuktikan adanya cacat dalam 92 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 83. 93 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 83. 94 Abdul Kadir Muhammad, Hukum Harta Kekayaan, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1994, hal. 55‐56. Universitas Sumatera Utara bentuknya karena adanya kesalahan atau ketidaksesuaian dalam tata cara pembuatannya maka akan mengakibatkan timbulnya risiko bagi kepastian hak yang timbul atau tercatat atas dasar akta tersebut. Universitas Sumatera Utara BAB III AKIBAT HUKUM PEMBATALAN AKTA JUAL BELI TANAH A. Pembatalan Akta Jual Beli Jual beli merupakan perjanjian timbal balik yang lazim terjadi di masyarakat. Jual beli sifatnya timbal balik karena masing-masing mempunyai hak dan kewajiban untuk memenuhi prestasi, dimana pihak yang satu berhak atas suatu prestasi dan berkewajiban pula untuk memenuhi prestasi kepada pihak lain secara timbal balik. Salah satu bentuk perjanjian timbal balik tersebut yaitu jual beli yang obyeknya adalah tanah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan pengertian mengenai tanah, yaitu permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali. 95 Menurut Pasal 4 UUPA tanah adalah: “Atas dasar hak menguasai dari negara sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersamasama dengan orang lain serta badan hukum.” Selanjutnya maksud dari permukaan bumi tersebut adalah sebagai bagian tanah yang dapat dimiliki dengan berbagai macam hak oleh perorangan maupun suatu badan hukum. Tanah dalam wilayah Negara Indonesia merupakan salah satu sumber daya alam utama, yang selain mempunyai nilai batiniah yang mendalam bagi rakyat Indonesia, juga berfungsi sangat strategis dalam memenuhi kebutuhaan negara dan rakyat yang makin beragam dan meningkat, baik pada tingkat nasional maupun dalam hubungannya dengan dunia internasional. 96 95 Supriadi, Hukum Agraria, cet. 1, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hal. 3. 96 Boedi Harsono, Menuju Penyempurnaan Hukum Tanah Nasional, Cet. 3, Jakarta: Universitas Trisakti, 2007, hal. 3. 62 Universitas Sumatera Utara Salah satu hak atas tanah yaitu hak milik, dimana hak tersebut bersifat primer. Dikategorikan sebagai hak primer karena hak milik itu merupakan hak terkuat dan terpenuh, dibandingkan dengan hak-hak yang lain seperti Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan hak-hak lainnya. Sesuai dengan ketentuan Pasal 20 ayat 1 dan 2 UUPA yang berbunyi sebagai berikut: “Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.” Pemberian hak milik atas tanah, bukan saja diberikan kepada perseorangan, tetapi juga dapat diberikan kepada badan-badan hukum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. 97 1. Bank-bank yang didirikan oleh Negara selanjutnya disebut bank negara; Pemerintah mengeluarkan PP No. 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah. Pasal 1 PP No. 38 Tahun 1963 menyatakan bahwa badan-badan hukum yang disebut di bawah ini dapat mempunyai hak milik atas tanah tersebut adalah: 2. Perkumpulan-perkumpulan Koperasi Pertanian yang didirikan berdasarkan Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 LN 1958 Tahun 1958 No. 139; 3. Badan-badan keagamaan dan sosial, yang ditunjuk oleh Peraturan Menteri PertanianAgraria, setelah mendengar Menteri Agama dan Kesejahteraan Sosial. Memperhatikan ketentuan tersebut di atas terdapat gambaran bahwa hak milik atas tanah perlu mendapat perlindungan hukum yang kuat. Sehubungan dengan perlindungan hukum yang kuat tersebut maka pemberian status hak kepada perorangan harus dilakukan dengan seleksi yang ketat, agar betul-betul terjadi pemerataan atas status hak tanah itu. 97 Ibid, hal. 65. Universitas Sumatera Utara Salah satu bentuk peralihan hak atas tanah yaitu jual beli. Jual beli adalah suatu perjanjian yang mana satu pihak mengikatkan diri untuk menyerahkan leveren suatu barang benda dan pihak lain mengikatkan diri untuk membayar harga yang disetujui bersama. Pengertian jual beli tersebut dinyatakan dalam Pasal 1457 KUH- Perdata. Agar perjanjian dapat dinamakan perjanjian jual beli maka salah satu prestasinya harus berupa pemberian alat pembayaran yang sah. Pendaftaran tanah merupakan rangkaian kegiatan administratif yang dilakukan oleh pemerintah sampai menerbitkan tanda bukti haknya dan memelihara rekamannya. Kegiatan ini diwujudkan dalam pembinaan status tanah dari tanah tersebut, sehingga badan yang memberikan hak atas tanah hanya ada satu monopoly function, yaitu Badan Pertanahan Nasional BPN. Sekalipun dijumpai ada badan yang melakukan pendaftaran tanah seperti kantor pajak, namun kantor pajak tidak dapat memberikan hak atas kepemilikannya. Kepala Desa Camat, Notaris PPAT, BPN, dan kantor Pajak adalah instasi berbeda dan tidak ada hubungan structural yang ada hanya koordinasi. Jual beli dapat dilakukan melalui Kepala Desa Camat sebagai Pejabat Pembuat Akta Tanah Sementara, jual beli juga bisa melalui notaris PPAT, pembuatan sertifikat melalui BPN, dan Pengurusan PBB serta validasi SSB ada di kantor Pajak. Rangkaian proses kegiatan pendaftaran tanah, termasuk balik nama yang dilakukan atas pendaftaran ulang continuous recording merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara teratur tahap demi tahap. Tahapan dimaksud meliputi kegiatan pengukuran, pemetaan kadasteral, pemberian keputusan recommendation akan haknya SKPT hingga pada pemberian tanda bukti hak tersebut sertifikatnya serta pemeliharaan data pendaftarannya. Universitas Sumatera Utara Beralihnya hak milik atas benda yang menjadi obyek jual beli hanya terjadi dengan penyerahan. Penyerahan dalam jual beli adalah suatu pemindahan barang yang telah dijual ke dalam kekuasaan macht dan kepunyaan bezit pembeli. Apabila memperhatikan perjanjian jual beli menurut Pasal 1457 KUH Perdata, maka tampak perjanjian jual beli itu menimbulkan kewajiban-kewajiban pada kedua belah pihak. Pihak yang satu wajib untuk menyerahkan barang dan pihak lainnya wajib membayar harga barang tersebut. Jadi barangnya dan uangnya mungkin belum diserahkan pada waktu itu, yang baru ada hanya kewajibankewajiban antara para pihak dan belum terjadi penyerahan. Barang yang telah dibeli menjadi tanggungan pembeli, walaupun penyerahannya belum dilakukan dan penjual dapat menuntut harga atas barang itu. Hal tersebut dinyatakan secara tegas dalam Pasal 1460 KUH-Perdata. Apabila dilihat dari pembeli, maka dalam jual beli itu pembeli juga mempunyai kewajiban utama. Kewajiban utama pembeli tersebut adalah membayar harga dari obyek jual beli sesuai dengan harga yang telah disepakati. Lazimnya pembayaran dilakukan di tempat pada waktu penyerahan obyek jual beli dilakukan. Apabila pembeli tidak melakukan pembayaran tersebut maka penjual dapat menuntut pembatalan jual beli. Salah satu cara berakhirnya hak atas tanah adalah apabila terjadinya pembebasan hak atas tanah. Hakikat dari pembebasan tanah tersebut adalah dimana seseorang melepaskan haknya kepada pihak lain dengan cara pemberian ganti rugi sesuai dengan yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Jual beli atas tanah merupakan suatu bentuk perjanjian peralihan hak atas tanah yang dituangkan dalam akta PPAT. Konsep jual beli atas tanah yang dituangkan dalam akta PPAT tersebut sebagai dasar hukum bagi pembeli untuk membaliknamakan sertipikat tanahnya ke atas namanya pembeli. Universitas Sumatera Utara Pada prinsipnya jual beli yang tidak ada cacat hukum, pembeli dapat memperoleh hak atas tanah yang dibelinya tersebut. Kepemilikan atas tanah tersebut tercatat di BPN dengan diterbitkan sertipikat atas tanah hak tersebut atas nama pembeli. Perjanjian peralihan hak atas tanah mengacu pada Pasal 1320 KUH Perdata. Pasal 1320 KUH-Perdata mengatur bahwa untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu: 98 1. sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. suatu hal tertentu ; 4. suatu sebab yang halal. Selain persyaratan yang dicantumkan dalam Pasal 1320 KUH-Perdata tersebut juga masih perlu persyaratan lain menurut hukum adat untuk sahnya perjanjian peralihan hak atas tanah. Persyaratan jual beli menurut hukum adat tersebut yaitu: a Tunai dan b Terang. Hal tersebut karena Hukum Tanah di Indonesia bersumber pada Hukum Tanah Adat. Secara sederhana “tunai” diartikan bahwa pelaksanaan jual beli dan peralihan hak atas tanah dari penjual kepada pembeli dianggap telah terjadi pada saat para pihak menyatakan kesepakatan. Meskipun jual beli itu pembayarannya tidak tunai dalam arti sehari-hari, hal tersebut bukan merupakan suatu yang pokok dan dianggap sebagai suatu utang-piutang antara penjual dan pembeli. 99 Selanjutnya secara sederhana “terang” diartikan bahwa pelaksanaan jual beli hak atas tanah harus dibuat di hadapan pejabat yang berwenang dan dihadiri oleh para saksi. Tambahan dua persyaratan itu merupakan unsur-unsur yang diambil dari unsur- 98 Subekti dan R. Tjitrosudibio. Op. cit., hal. 339. 99 Ibid, hal. 340 Universitas Sumatera Utara unsur sistem hukum tanah adat yang telah diadopsi menjadi unsur-unsur dalam sistem hukum tanah nasional. 100 Perjanjian peralihan hak atas suatu barang harus diikuti dengan penyerahan yuridis atau penyerahan nyata sebab perjanjian peralihan hak dalam Pasal 1457 KUH- Perdata hanya bersifat mengikat dan tidak mempunyai kekuatan mengalihkan barangnya. Dengan kata lain, bahwa Pasal 1457 KUH-Perdata hanya mengatur perjanjian secara keseluruhan atau secara umum saja. Apabila dilihat dari Hukum Adat Indonesia pengertian peralihan hak khususnya hak atas tanah bukan saja bersifat mengikat tetapi juga harus diikuti dengan penyerahan nyata dari penjual kepada pembeli yang diikuti dengan penyerahan uang dari pembeli kepada penjual. Oleh karena itu, meskipun perjanjian peralihan hak atas tanah menggunakan syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUH-Perdata tetapi perlu juga ditambahkan syarat tunai dan terang sehingga peralihan hak tersebut tidak hanya bersifat mengikat saja melainkan juga mencakup penyerahan hak nyata atas tanah yang diperjual belikan. Pelaksanaan perjanjian peralihan hak atas tanah harus memperhatikan persyaratan yang telah disebutkan di atas. Kekurangan syarat-syarat tersebut mengakibatkan akta perjanjian peralihan hak itu menjadi batal demi hukum atau dapat dibatalkan. 101 Menurut ketentuan Pasal 1266 ayat 1 KUH Perdata, syarat batal selalu dianggap tercantum dalam perjanjian timbal balik, apabila salah satu pihak dalam Ketiadaan pemenuhan syarat subyektif akan mengakibatkan akta peralihan hak itu dapat dibatalkan dan ketiadaan pemenuhan syarat obyektif mengakibatkan akta peralihan hak tersebut dapat dinyatakan batal demi hukum. 100 H. M. Ridwan Indra R.A. Ragam Perjanjian di Indonesia. Jakarta: CV. Trisula, 1996, hal. 4. 101 R. Subekti. Hukum Perjanjian, Op. cit, hal. 20. Universitas Sumatera Utara perjanjian tersebut mengingkari apa yang telah diperjanjikan. Pasal 1266 ayat 2 KUH-Perdata menyatakan bahwa untuk membatalkan suatu perjanjian harus dengan putusan hakim. Selanjutnya Pasal 1266 ayat 3 KUH-Perdata menegaskan bahwa permintaan pembatalan tersebut harus dilakukan meskipun syarat batal telah dicantumkan dalam perjanjian. Dalam praktik di lapangan para pihak yang membuat suatu perjanjian sering mengabaikan ketentuan Pasal 1266 ayat 2 tersebut. Yurisprudensi berpendapat bahwa batalnya perjanjian adalah karena wanprestasi, sedangkan putusan hakim hanya menyatakan bahwa perjanjian itu telah batal declaratif. 102 Akan tetapi terdapat juga Yurisprudensi yang menyatakan bahwa dalam hal pembeli sewa ingkar janji, penjual sewa tidak dapat menarik kembali barang yang menjadi obyek perjanjian meskipun hal tersebut telah disepakati. 103 Sebagaimana telah diketahui bahwa ketiadaan pemenuhan syarat subyektif mengakibatkan dapat dibatalkannya suatu perjanjian. Untuk meminta pembatalan perjanjian tersebut dapat dilakukan dengan cara antara lain yaitu: 104 1. Pihak yang berkepentingan secara aktif menggugat atau meminta kepada Hakim supaya perjanjian itu dibatalkan. 2. Menunggu sampai adanya gugatan di depan Hakim untuk memenuhi perjanjian itu. Pembatalan perjanjian di depan Pengadilan tersebut disebabkan pada saat perjanjian itu terjadi, salah satu pihak belum cakap untuk melakukan perbuatan hukum, disetujuinya perjanjian karena di bawah ancaman atau karena kekhilafan mengenai objek perjanjian. Oleh karena itu, pihak yang merasa dirugikan dapat memohon kepada Hakim supaya perjanjian itu dapat dibatalkan. Selanjutnya 102 Budi Cahyono. Hukum Perdata Suatu Pengantar, Jakarta: CV. Gitama Jaya, 2005, hal. 152 103 Ibid. 104 Cahyono, Hukum Perdata Suatu Pengantar, Jakarta: CV. Gitama Jaya, 2005, hal. 152. Universitas Sumatera Utara mengenai sanksi hukum pembatalan tersebut berlaku setelah adanya putusan Pengadilan yang inkracht van gewijzde dan menyatakan bahwa pembatalan atas perjanjian peralihan hak atas tanah yang dituangkan dalam akta otentik tersebut. Untuk mengetahui apakah suatu perjanjian yang dibuat secara sah dapat dibatalkan dalam masa perjanjian berlaku dan apakah konsekuensi dari pembatalan perjanjian tersebut, pertama-tama harus dilihat apakah dahulu dalam perjanjian tersebut terdapat klausul yang mengatur tentang kemungkinan terjadinya pembatalan perjanjian beserta penyebab dan konsekuensinya bagi para pihak. Secara umum, pembatalan perjanjian dapat dikelompokkan berdasarkan kriteria berikut ini. 1. Terdapat berbagai kemungkinan pengaturan tentang pembatalan kontrak yang diatur dalam perjanjian, sebagai berikut: 105 a. Penyebutan alasan pemutusan perjanjian Seringkali dalam perjanjian diperinci alasan-alasan sehingga salah satu pihak atau kedua belah pihak dapat memutuskan perjanjian. Maka dalam hal ini tidak semua wanprestasi dapat menyebabkan salah satu pihak memutuskan perjanjiannya, tetapi hanya wanprestasi seperti yang disebutkan dalam perjanjian saja. b. Perjanjian dapat diputus dengan sepakat kedua belah pihak Kadang-kadang disebutkan dalam perjanjian suatu perjanjian hanya dapat diputuskan jika disetujui oleh kedua belah pihak. Sebenarnya dalam hal ini hanya penegasan saja, karena tanpa penyebutan tentang hal tersebut, demi hukum, perjanjian dapat diterminasi jika disetujui oleh kedua belah pihak. c. Penyampingan Pasal 1266 KUH Perdata 105 Munir Fuady, Op. cit, hal. 93-94. Universitas Sumatera Utara Sangat sering dalam perjanjian disebutkan jika ingin memutuskan perjanjian, para pihak tidak perlu harus menempuh prosedur pengadilan, tetapi dapat diputuskan langsung oleh para pihak. Dengan ini, Pasal 1266 KUH Perdata harus dengan tegas dikesampingkan berlakunya. Sebab, menurut Pasal 1266 KUH perdata tersebut, setiap pemutusan perjanjian harus dilakukan lewat pengadilan. d. Tata cara pemutusan perjanjian Di samping penentuan pemutusan perjanjian tidak lewat pengadilan, biasanya ditentukan juga prosedur pemutusan perjanjian oleh para pihak tersebut. Sering ditentukan dalam perjanjian bahwa sebelum diputuskan suatu perjanjian, haruslah terlebih dahulu diperingatkan pihak yang tidak memenuhi prestasinya untuk melaksanakan kewajibannya. Peringatan ini bisa dilakukan dua atau tiga kali. Bila peringatan tersebut masih tidak diindahkan, maka salah satu pihak dapat langsung memutuskan perjanjian tersebut. Penulisan kewajiban member peringattan seperti ini sejalan dengan prinsip yang dianut oleh KUH Perdata, yaitu dengan ingebrekestelling, yakni dengan dikeluarkannya “akta lalai” oleh pihak kreditur Pasal 1238 KUH Perdata, dimana somasi dengan berbagai perkecualian pada prinsipnya memang diperlukan untuk dapat memutuskan suatu kontrak. 2. Pembatalan perjanjian karena wanprestasi Apabila terjadinya wanprestasi terhadap suatu perjanjian, kepada pihak lainnya diberikan berbagai hak sebagai berikut: 106 a. Exception non adimpleti contractus 106 Ibid, hal. 94-95 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan prinsip exception non adimpleti contractus ini, maka pihak yang dirugikan akibat adanya suatu wanprestasi dapat menolak prestasinya atau menolak melakukan prestasi selanjutnya manakala pihak lainnya telah melakukan wanprestasi b. Penolakan prestasi selanjutnya dari pihak lawan Apabila pihak lawan telah melakukan wanprestasi, misalnya mulai mengirim barang yang rusak dalam suatu kontrak jual beli, maka pihak yang dirugikan berhak untuk menolak pelaksanaan prestasi selanjutnya dari pihak lawan tersebut, misalnya menolak menerima barang selanjutnya yang akan dikirim oleh pihak lawan dalam contoh kontrak jual beli tersebut. c. Menuntut restitusi Ada kemungkinan sewaktu pihak lawan melakukan wanprestasi, pihak lainnya telah selesai atau telah mulai melakukan prestasinya seperti yang diperjanjikan dalam perjanjian yang bersangkutan. Dalam hal tersebut, maka pihak yang telah melakukan prestasi tersebut berhak untuk menuntut restitusi dari pihak lawan, yakni menuntut agar kepadanya diberikan kembali atau dibayar setiap prestasi yang telah dilakukan. 3. Pembatasan terhadap pemutusan perjanjian Seperti telah dijelaskan bahwa jika salah satu pihak telah melakukan wanprestasi, maka pihak yang lainnya dalam perjanjian tersebut berhak untuk memutuskan perjanjian yang bersangkutan. Akan tetapi terhadap hak memutuskan perjanjian oleh pihak yang telah dirugikan akibat wanprestasi ini berlaku beberapa restribusi yuridis berupa: 107 107 Ibid, hal. 98-103. Universitas Sumatera Utara a. Wanprestasi Sengaja Tidak terhadap semua wanprestasi pihak yang dirugikan dapat memutuskan perjanjian tersebut. Melainkah pihak yang dirugikan harus dapat pula menunjukkan bahwa wanprestasi tersebut merupakan wanprestasi yang sengaja. Jika hanya terhadap wanprestasi yang tidak semgaja, yakni jika salah satu pihak tidak melakukan suatu kewajiban kecil, maka pihak lainnya tidak berhak untuk memutuskan perjanjian tersebut, walaupun tidak tertutup kemungkinan baginya utuk memintakan ganti rugi jika cukup alasan untuk itu. Wanprestasi yang sengaja yakni wanprestasi yang mengakibatkan timbulnya kerugian yang cukup besar bagi salah satu pihak serta wanprestasi yang menimbulkan keadaan dimana prestasi yang menjadi melekat pada salah satu pihak tidak terlaksana. b. Hak memutuskan perjanjian belum dikesampingkan Umumnya diterima dalam teori hukum perjanjian bahaw hak untuk melakukan pemutusan perjanjian karena pihak lainnya telah melakukan wanprestasi tidak berlaku lagi manakala pihak dirugikan tersebut telah mengenyapingkan hak untuk memutuskan perjanjian tersebut. c. Pemutusan perjanjian tidak terlambat dilakukan Pemutusan perjanjian oleh pihak yang dirugikan karena pihak lain telah melakukan wanprestasi haruslah dilakukan dalam waktu yang pantas reasonable time. Hal ini untuk memberikan kepastian bagi pihak yang telah melakukan wanprestasi untuk meneruskan atu tidak wanprestasi yang belum sempat dilaksanakannya. Apabila selama jangka waktu yang wajar terhadap pemutusan perjanjian tidak digunakan untuk memutuskan Universitas Sumatera Utara perjanjian yang bersangkutan, maka ia telah terlambat memutuskan perjanjian atas dasar dia telah menerima atau mentoleransi atas tindakan yang mengandung unsure wanprestasi tersebut, sehingga dia tidak dapat lagi memutuskan perjanjian yang bersangkutan. d. Wanprestasi disertai dengan unsur kesalahan Pada prinsipnya KUH Perdata tidak mensyaratkan eksistensi unsur “kesalahan” agar suatu perjanjian dapat diputuskan oleh pihak yang dirugikan atau agar dapat dituntutnya suatu pembayaran ganti rugi. Akan tetapi berdasdarkan Pasal 1266 KUH Perdata yang melibatkan pengadilan untuk memutuskan perjanjian timbal balik, maka penggunaan diskresi pengadilan untuk memutuskan perjanjian tersebut juga antara lain menggunakan faktor kesalahan pihak pelaku wanprestasi untuk dapat menentukan apakah perjanjian tersebut dapat diputus atau tidak. Dengan demikian, menurut sistem hukum KUH Perdata Indonesia, maka pada prinsipnya asal ada kewajiban yang tidak dilaksanakan, dan kewajiban yang tidak dilaksanakan tersebut cukup material material breach, maka suatu perjanjian sudah dapat diputuskan dan ganti rugi sudah dapat dimintakan. Asal saja tidak dilaksanakannya kewajiban tersebut bukan karena hal-hal yang bersifat force majeure, yang untuk ini tidak diatur oleh hukum yang mengatur tentang wanprestasi, tetapi sudah merupakan wilayah hukum yang lain, yakni hukum yang mengatur tentang force majeure dan tentang risiko.

B. Akibat Hukum Pembatalan Akta Jual Beli

Universitas Sumatera Utara Pembatalan perjanjian menyebabkan penghentian suatu perikatan dan membawa segala sesuatu kembali seperti semula, seolah-olah tidak pernah ada suatu perikatan. Dengan demikian, pihak yang telah menerima prestasi, wajib mengembalikan apa yang telah diterimanya itu. 108 Di samping itu, KUH Perdata juga memberikan ruang bagi pihak yang menderita kerugian untuk mengajukan tuntutan ganti kerugian berdasarkan Pasal 1365 KUH Perdata kepada notaris PPAT. Adapun suatu perbuatan hukum untuk dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud Pasal 1365 KUH Perdata harus memenuhi unsur-unsur sebagai berikut: 1. Harus ada perbuatan, yaitu baik perbuatan aktif maupun perbuatan pasif 2. Perbuatan itu harus melawan hukum 3. Ada kerugian 4. Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan kerugian 5. Ada kesalahan Sejalan dengan prinsip yang dikenal dalam hukum positif di Indonesia, dalam ketentuan hukum di Inggris berkaitan dengan pertanggungajwaban notaris dikenal prinsip duty to exercise care and skill sebagaimana ditentukan dalam The Notaris Practice Rules 2001. Notaris publik bertanggung jawab baik terhadap kebenaran materil maupun formil dari dokumen yang dihasilkannya. Dalam hal ini, notaris PPAT berkewajiban untuk melakukan verifikasi ataupun penyelidikan dengan teliti dan hati-hati sebagaimana seharusnya dilakukan oleh seseorang dengan kualitas ilmu dan pengetahuan yang dimilikinya terhadap kebenaran identitas, kapasitas dan kewenangan kliennya para penghadap. Notaris PPAT juga bertanggung jawab atas 108 Suharnoko, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, cetakan ke-3, Jakarta: Prenada Media, 2004, hal. 61. Universitas Sumatera Utara nasehat hukum yang diberikannya kepada klien. Apabila terhadap nasehat ataupun saran hukum yang diberikannya tanpa memperhatikan prinsip duty of care, terbukti menimbulkan kerugian langsung pada kliennya maupun pihak ketiga, maka notaris dapat dituntut ganti rugi. Universitas Sumatera Utara BAB IV PERAN PEJABAT PEMBUAT AKTA TANAH DALAM PENYELESAIAN AKIBAT PEMBATALAN AKTA JUAL BELI

A. Pejabat Pembuat Akta Tanah dan Kewenangan dalam Perundang-Undangan 1. Pengertian PPAT

Pejabat Pembuat AKta Tanah PPAT sudah dikenal sejak berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah selanjutnya disebut PP 101961, yang merupakan peraturan pendaftaran tanah sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria atau lebih dikenal dengan nama Undang-Undang Pokok Agraria. Didalam peraturan tersebut PPAT disebutkan sebagai pejabat yang berfungsi membuat akta yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan hak baru atau membebankan hak atas tanah dan akta-akta lain yang diatur dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan membantu Kepala Kantor Pertanahan dalam melaksanakan pendaftaran tanah dengan membuat aktaakta yang akan dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah. Dalam meningkatkan sumber penerimaan negara dari pajak, PPAT juga berperan besar karena mereka ditugaskan untuk memeriksa telah dibayarnya Pajak Penghasilan PPh dari penghasilan akibat pemindahan hak atas tanah dan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebelum membuat akta. 109 Mengingat fungsi PPAT yang cukup besar dalam bidang pelayanan masyarakat dan peningkatan sumber penerimaan negara yang kemudian akan merupakan pendorong untuk peningkatan pembangunan nasional, maka diterbitkan 109 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia: Himpunan Peraturan-Peraturan Hukum Tanah, Jakarta: Djambatan, 2006, hal. 690. 78 Universitas Sumatera Utara Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah selanjutnya disebut PP 371998. 110 Baru pertama kali semenjak diundangkannya Undang- Undang Pokok Agraria Tahun 1960 diterbitkannya suatu Peraturan Pemerintah Tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah dengan PP 371998, sebagai pelengkap dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah selanjutnya disebut PP 241997 yang telah dijanjikan dalam Pasal 7 ayat 3 nya, menyebutkan: ”Peraturan Jabatan PPAT sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Pasal 1 angka 1 PP 371998 menyebutkan: ”Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT, adalah pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun”. Pasal 1 angka 24 PP 241997 menyebutkan: ”Pejabat Pembuat Akta Tanah, selanjutnya disebut PPAT adalah Pejabat Umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta tanah tertentu”. Ungkapan-ungkapan diatas dengan tegas menyebutkan bahwa PPAT adalah pejabat umum dan demikian pula akta-akta yang dibuatnya adalah otentik. Dimaksud dengan akta otentik, bahwa jika terjadi suatu masalah atas akta PPAT tersebut pengadilan tidak perlu memeriksa kebenaran isi dari akta tanah tersebut ataupun tanggal ditandatanganinya dan demikian pula keabsahan dari tanda tangan para pihak, asal saja tidak dapat dibuktikan adanya pemalsuan, penipuan, maupun lain-lain 110 Ibid Universitas Sumatera Utara kemungkinan akta tanah tersebut dapat dinyatakan batal ataupun harus dinyatakan batal. 111

2. Tugas Pokok dan Kewenangan PPAT

Dokumen yang terkait

Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Kewenangan Debitur Dalam Melakukan Perbuatan Hukum Terhadap Hartanya

9 167 90

Akibat Hukum Dari Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Bersertifikat Yang Tidak Sesuai Dengan Tata Cara Pembuatan Akta PPAT (Studi Pada PPAT di Kabupaten Langkat)

4 111 131

Pembatalan Perjanjian Jual Beli Tanah Akibat Adanya Penipuan Data Di Hadapan Notaris Berdasarkan Putusan Perdata No. 161/Pdt.G/2007 PN Mdn

26 199 94

AKIBAT HUKUM TERHADAP PEMBATALAN AKTA PENGIKATAN JUAL BELI TANAH Akibat Hukum Terhadap Pembatalan Akta Pengikatan Jual Beli Tanah (studi di kantor notaris dan ppat tangerang, jln. Pemda tigaraksa desa Bojong, kecamatan cikupang kab. Tangerang).

0 5 10

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN TERHADAP PEMERIKSAAN PERKARA PEMBATALAN AKTA JUAL BELI TANAH Tinjauan Yuridis Tentang Putusan Terhadap Pemeriksaan Perkara Pembatalan Akta Jual Beli Tanah (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Semarang).

0 1 15

Pembatalan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah Akibat Wanprestasi.

0 1 13

Analisis Hukum Terhadap Pembatalan Akta Perdamaian Secara Sepihak (Studi Kasus Putusan Perkara Perdata No: 605 Pdt.G 2013 PN.Mdn)

0 0 15

Analisis Hukum Terhadap Pembatalan Akta Perdamaian Secara Sepihak (Studi Kasus Putusan Perkara Perdata No: 605 Pdt.G 2013 PN.Mdn)

0 0 2

Analisis Hukum Terhadap Pembatalan Akta Perdamaian Secara Sepihak (Studi Kasus Putusan Perkara Perdata No: 605 Pdt.G 2013 PN.Mdn)

1 5 29

PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK MILIK DAN AKIBAT HUKUMNYA TERHADAP AKTA JUAL BELI

1 2 11