Objek Perjanjian Jual Beli

1 Natuurlijke persoon atau manusia tertentu. Subjek jual beli berupa orang atau manusia harus memenuhi syarat tertentu untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum secara sah. Seseorang harus cakap untuk melakukan tindakan hukum, tidak lemah pikirannya, tidak berada dibawah pengampuan atau perwalian. Apabila anak belum dewasa, orang tua aatau wali dari anak tersebut yang harus bertindak. 2 Rechts persoon atau badan hukum. Subjek jual beli yang merupakan badan hukum, dapat berupa kooperasi dan yayasan. Kooperasi adalah suatu gabungan orang yang dalam pergaulan hukum bertindak bersama-sama sebagai satu subjek hukum tersendiri. Sedangkan yayasan adalah suatu badan hukum dilahirkan oleh suatu pernyataan untuk suatu tujuan tertentu. Dalam pergaulan hukum, yayasan bertindak pendukung hak dan kewajiban tersendiri. b. Persoon yang dapat diganti. Mengenai persoon kreditur yang dapat diganti, berarti kreditur yang menjadi subjek semula telah ditetapkan dalam perjanjian,sewaktu-waktu dapat diganti kedudukannya dengan kreditur baru. Perjanjian yang dapat diganti ini dapat dijumpai dalam bentuk perjanjian “aan order” atau perjanjian atas perintah. Demikian juga dalam perjanjian “aan tonder” atau perjanjian atas nama .

2. Objek Perjanjian Jual Beli

Berdasarkan Pasal 1457 KUH Perdata yang menyatakan bahwa objek perjanjian jual beli adalah benda zaak atau menurut istilah lain merupakan suatu kebendaan dan hanya benda yang berada dalam perdagangan Pasal 1332 KUH Perdata. Universitas Sumatera Utara Menurut Pasal 499 KUH Perdata kebendaan ialah tiap-tiap barang atau tiap- tiap hak yang dapat dikuasai oleh hak milik, berarti bahwa yang menjadi objek jual beli tidak hanya barang-barang yang berwujud saja, tetapi juga benda-benda tak berwujud, misalnya suatu hak piutang, saham, perusahaan dagang atau dengan kata lain segala sesuatu yang bernilai harta kekayaan. Berdasarkan pasal tersebut, pengertian benda secara yuridis ialah segala sesuatu yang dapat menjadi object eigendom hak milik. Penggolongan benda berdasarkan pasal tersebut dapat dibedakan menjadi benda berwujud dan tidak berwujud. Menurut Prof. Riduan Syahrani, dalam sistem KUH Perdata benda dapat dibedakan sebagai berikut: 69 a. Benda bergerak dan benda tak bergerak Benda tak bergerak dapat dilihat menurut sifatnya, tujuan pemakaiannya, dan menurut penetapan undang-undang. Benda tak bergerak menurut sifatnya dibagi menjadi 3 macam yaitu tanah, segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karena tumbuh dan berakar secara bercabang, dan segala sesuatu yang bersatu dengan tanah karena didirikan diatas tanah itu yaitu karena tertanam dan terpaku. Benda tak bergerak menurut tujuan pemakaiannya misalnya mesin- mesin dalam kolam, pada suatu perkebunan, dan barang reruntuhan dari suatu bangunan. Benda tak bergerak menurut penetapan undang-undang antara lain hak-hak atau penagihan mengenai suatu benda yang tak bergerak, kapal-kapal yang berukuran 20 meter kubik keatas. Benda bergerak ada 2 golongan yaitu benda yang menurut sifatnya dan benda menurut penetapan undang-undang. Benda bergerak menurut sifatnya dalam arti benda itu dapat berpindah atau 69 R. Syahrani, Op. cit, hal. 117-123 Universitas Sumatera Utara dipindahkan dari suatu tempat ketempat yang lain. Benda bergerak menurut penetapan undang-undang adalah sgala hak atas benda bergerak. b. Benda yang musnah dan benda yang tetap ada Benda yang dapat musnah terletak pada kemusnahannya, misalnya barang- barang makanan dan minuman baru memebri manfaat bagi kesehatan. Benda yang tetap ada adalah benda-benda yang dalam pemakaiannya tidak mengakibatkan benda itu menjadi musnah, tetapi akan memberi manfaat bagi sipemakai. c. Benda yang dapat diganti dan benda yang tidak dapat diganti Mengenai benda yang dapat diganti dan tidak dapat diganti diatu secara tegas dalam Pasal 1694 KUH Perdata pengembalian barang oleh yang dititipi harus in natura artinya tidak boleh diganti dengan benda yang lain. d. Benda yang dapat dibagi dan benda yang tak dapat dibagi Benda yang dapat dibagi adalah benda yang apabila wujudnya dibagi tidak mengakibatkan hilangnya hakikat dari benda itu sendiri, misalnya beras, gula. Sedangkan benda yang tidak dapat diganti adalah benda yang apabila wujudnya dibagi mengakibatkan hilangnya hakikat dari benda itu, misalnya kuda, sapi. e. Benda yang diperdagangkan dan benda yang tak diperdagangkan Benda yang diperdagangkan adalah benda-benda yang dapat dijadikan objek pokok suatu perjanjian. sedangkan benda yang tak diperdagangkan adalah benda-benda yang tak dapat dijadikan sebagai objek suatu perjanjian Hukum benda yang termuat dalam Buku II KUH Perdata tersebut diatas adalah hukum yang mengatur hubungan antara seseorang dengan benda. Hubungan tersebut akan menimbulkan hak atas benda atau hak kebendaan, yakni hak yang Universitas Sumatera Utara memberikan kekuasaan langsung kepada seseorang yang berhak untuk menguasai sesuatu benda di dalam tangan siapapun juga benda itu berada. Hak kebendaan itu bersifat mutlak yang berarti bahwa hak seseorang atas benda itu dapat dipertahankan terhadap siapapun juga 70 .

E. Akibat Hukum dari Perjanjian Jual Beli 1. Hak dan Kewajiban Pihak Penjual

Menurut Gunawan Widjaja dan Kartini Muljadi, ketentuan umum mengenai perikatan untuk menyerahkan sesuatu Pasal 1235 KUH Perdata, dan ketentuan yang diatur secara khusus dalam ketentuan jual-beli Pasal 1474, penjual memiliki 3 tiga kewajiban pokok mulai dari sejak jual-beli terjadi menurut ketentuan Pasal 1458 KUH Perdata. Menurut ketentuan tersebut, secara prinsip penjual memiliki kewajiban untuk: 71 a. Memelihara dan merawat kebendaan yang akan diserahkan kepada pembeli hingga saat penyerahannya. b. Menyerahkan kebendaan yang dijual pada saat yang telah ditentukan, atau jika tidak telah ditentukan saatnya, atas permintaan pembeli. c. Menanggung kebendaan yang dijual tersebut. Dalam Pasal 1474 KUH Perdata menjelaskan bahwa, sebagai pihak penjual memiliki dua kewajiban penting dalam pelaksanaan perjanjian. Kewajiban tersebut adalah: menyerahkan suatu barang dan menanggungnya. Penyerahan levering adalah cara memperoleh hak milik karena adanya pemindahan hak milik dari seseorang yang berhak memindahkannya kepada orang lain yang memperoleh hak 70 Ibid, hal. 124. 71 Gunawan Widjaja dkk, Jual Beli, Op. cit, hal. 127. Universitas Sumatera Utara milik itu. Cara memperoleh hak milik dengan penyerahan ini merupakan cara yang paling banyak dilakukan. Mengenai levering dari benda bergerak yang tidak berwujud berupa hak-hak puitang dibedakan atas 3 macam: 72 a. Levering dari surat piutang aan toonder atas unjuk atau atas bawa, menurut Pasal 613 Ayat 3 KUH Perdata dilakukan dengan penyerahan surat itu. b. Levering dari surat piutang op naam atas nama, menurut Pasal 613 Ayat 1 KUH Perdata dilakukan dengan cara membuat akta otentik atau di bawah tangan yang dinamakan cessie. c. Levering dari piutang aan order atas perintah, menurut Pasal 613 Ayat 3 KUH Perdata dilakukan dengan penyerahan surat itu disertai dengan endosemen. Mengenai penyerahan atau levering dalam KUH Perdata, menganut ‘sistem causal’ yaitu suatu sistem yang menggantungkan sahnya levering 73 itu pada dua syarat: 74 a. Penyerahan atau levering telah dilaksanakan oleh yang berhak berbuat bebas beschikkingsbevoegd terhadap orang yang di-levering. b. Sahnya titel dalam perjanjian jual beli yang menjadi dasar levering penyerahan. Dari syarat tersebut di atas, khususnya sahnya titel yang menjadi dasar levering, dimaksudkan perjanjian obligator yang menjadi dasar levering tersebut. Adapun orang yang ‘berhak berbuat bebas’ adalah pemilik barang sendiri atau orang 72 Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung 2000, hal.145-146. 73 Levering adalah salah satu cara memperoleh hak milik atas sesuatu benda, di samping cara- cara lainnya yang telah diatur secara limitatif cara perolehan hak milik atas sesuatu benda tersebut 74 Gunawan Widjaja dkk, Jual Beli, Op. cit, hal. 128. Universitas Sumatera Utara yang dikuasakan olehnya. Orang-orang yang dapat berbuat itu adalah harus orang- orang yang sungguh-sungguh berhak berbuat bebas terhadap harta kekayaannya,yakni bukan orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan atau orang-orang yang tidak sehat pikirannya, karena sebab-sebab lainnya ataupun pada diri orang-orang yang masih di bawah umur. Mengenai penanggungan terhadap suatu barang dan atau barang yang kondisinya rusak cacat produk lebih lanjut diatur dalam Pasal 1504 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa: Si penjual diwajibkan menanggung terhadap cacat-cacat tersembunyi pada barang yang dijual, yang membuat barang itu tidak sanggup untuk pemakaian yang dinaksudkan, atau yang demikian mengurangi pemakaian itu sehingga, seandainya si pembeli mengetahui cacat-cacat itu, ia sama sekali tidak akan membeli barangnya, atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang. Maksud dari Pasal tersebut bahwa cacat yang membuat barang tersebut tidak dapat dipakai untuk keperluan yang dimaksud dan cacat tersebut tidak diketahui oleh pembeli secara normal atau wajar pada saat ditutupnya perjanjian, dalam hal ini perjanjian jual beli. Mengapa dikatakan sebagai cacat tersembunyi, karena cacat tersebut tidak mudah kelihatan apabila tidak dilihat secara jeli dan teliti. Tetapi apabila cacat yang dimaksud sudah terlihat sebelumnya, maka barang tersebut tentu bukan lagi disebut sebagai cacat tersembunyi, melainkan dikategorikan sebagai cacat yang nampak atau kelihatan. Menurut Yahya Harahap, cacat tersembunyi ialah cacat yang mengakibatkan kegunaan barang tidak sesuai lagi dengan tujuan pemakaian yang semestinya. 75 a. Cacat tersembunyi positif. Pengertian cacat tersembunyi dapat dibedakan menjadi 2 dua pengertian, yaitu: Maksudnya adalah apabila cacat barang itu tidak diberitahukan oleh penjual kepada pembeli atau pembeli sendiri tidak melihat atau mengetahui bahwa 75 M. Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Op. cit, hal. 198. Universitas Sumatera Utara barang tersebut cacat, maka terhadap cacat tersebut penjual berkewajiban untuk menanggungnya. Tentang cacat tersembunyi positif, lebih lanjut diatur dalam Pasal 1504 sampai dengan Pasal 1510 KUH Perdata. Dalam hal ini menurut Pasal 1504 KUH Perdata bila dikaitkan dengan Pasal 1506 KUH Perdata, dapat dikatakan bahwa penjual harus bertanggung jawab apabila barang tersebut mengandung cacat tersembunyi, lepas dari penjual mengetahui adanya cacat atau tidak melihat, kecuali jika dalam hal yang sedemikian telah meminta diperjanjikan bahwa ia tidak diwajibkan menanggung sesuatu apapun. b. Cacat tersembunyi negatif. Apabila cacat terhadap suatu barang sebelumnya sudah diberitahukan oleh penjual kepada pembeli, dan dalam masalah ini pembeli benar-benar sudah melihat adanya cacat terhadap barang tersebut, maka pembeli sendiri yang akan menanggungnya. Dalam hal ada tidaknya cacat tersembunyi yang diderita oleh suatu barang sangat perlu diadakan suatu pembuktian. Untuk itu perlu dilihat mengenai apa, bagaimana, serta siapa yang dibebani tugas pembuktian. Pertama-tama diperingatkan, bahwa dalam pemeriksaan di depan hakim hanyalah hal-hal yang dibantah saja oleh pihak lawan yang harus dibuktikan. Hal-hal yang diakui kebenarannya, sehingga antara kedua pihak yang berperkara tidak ada perselisihan, tidak usah dibuktikan. Oleh karena itu, sebenarnya tidak tepat bila Undang-Undang menganggap “pengakuan“ juga sebagai suatu alat pembuktian. 76 76 Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Op. cit, hal. 177. Sebab hal-hal yang diakui kebenarannya, oleh hakim harus dianggap terang dan nyata, dengan membebaskan penggugat untuk Universitas Sumatera Utara mengadakan suatu pembuktian. Juga hal-hal yang dapat dikatakan sudah diketahui oleh setiap orang atau hal-hal yang secara kebetulan sudah diketahui sendiri oleh hakim, tidak perlu dibuktikan. 77 Sebagai pedoman, diberikan oleh Pasal 1865 Kitab UndangUndang Hukum Perdata, bahwa: Barang siapa mengajukan peristiwa-peristiwa atas nama ia mendasarkan suatu hak, diwajibkan membuktikan peristiwa-peristiwa itu; sebaliknya barang siapa mengajukan peristiwa-peristiwa guna pembantahan hak orang lain, diwajibkan pula membuktikan peristiwa itu. Untuk itu siapa yang mengajukan suatu hak yang menunjuk pada suatu peristiwa, harus memberikan pembuktian; sebaliknya barang siapa yang membantah suatu hak, dia juga harus membuktikan sehingga tidak hanya menyatakan pihak lawan yang salah, tetapi jika dia benar juga harus membuktikan kebenarannya. Dalam suatu perjanjian jual beli apabila pihak pembeli menuntut berdasarkan cacat tersembunyi, maka pihak pembeli harus dapat membuktikan tentang adanya cacat tersebut kepada penjual, dengan alasan karena hak pihak pembeli adalah untuk mendapatkan barang tanpa cacat. Memang dalam kenyataannya, pihak pembelilah yang diberi beban untuk membuktikan. Mengenai apa saja yang harus dibuktikan apabila barang tersebut ternyata mengandung cacat tersembunyi, sekali lagi bila mengacu pada Pasal 1504 KUH Perdata, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah cacat yang dimaksud sudah ada sebelum ditutupnya perjanjian, dan kedua belah pihak tidak mengetahui adanya cacat yang terkandung pada barang tersebut. Apabila barang tersebut tidak dapat digunakan sesuai dengan tujuannya atau mengurangi pemakaiannya, maka sudah sepatutnya pembeli memberikan tuntutan kepada pihak penjual untuk menanggung atas keadaan 77 Ibid Universitas Sumatera Utara barang yang dijualnya. Walaupun pihak penjual tidak bersalah, namun ia tetap diwajibkan untuk menanggung kerugian yang diderita oleh pihak pembeli. Kewajiban penjual adalah untuk memelihara dan merawat kebendaan dan merupakan kewajiban yang dibebankan berdasarkan ketentuan umum mengenai perikatan untuk menyerahkan atau memberikan sesuatu sebagaimana diatur dalam Pasal 1235 KUH Perdata; Dalam tiap-tiap perikatan umtuk memberikan sesuatu adalah termaktub kewajiban untuk menyerahkan kebendaan yang bersangkutan dan untuk merawatnya sebagai seorang kepala rumah tangga yang baik, sampai saat penyerahan. Kewajiban yang terakhir ini adalah kurang atau lebih luas terhadap persetujuan-persetujuan tertentu, yang akibat-akibatnya mengenai hal ini akan ditunjuk dalam bab-bab yang bersangkutan. 2. Hak dan Kewajiban Pihak Pembeli Kewajiban utama pihak pembeli menurut Pasal 1513 KUH Perdata adalah membayar harga pembelian pada waktu dan ditempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian. Jika pada waktu membuat perjanjian tidak ditetapkan tentang itu, si pembeli harus membayar ditempat dan pada waktu dimana penyerahan harus dilakukan Pasal 1514 KUH Perdata. Menurut Pasal 1515 KUH Perdata, meskipun pembeli tidak ada suatu janji yang tegas, diwajibkan membayar bunga dari harga pembelian, jika barang yang dijual dan diserahkan memberi hasil atau lain pendapatan. Sedangkan yang menjadi hak pembeli adalah menuntut penyerahan barang yang telah dibelinya dari si penjual. Penyerahan tersebut, oleh penjual kepada pembeli menerut ketentuan Pasal 1459 KUH Perdata merupakan cara peralihan hak milik dari kebendaan yang dijual tersebut.

F. Perjanjian Jual Beli Tanah 1. Perjanjian Jual Beli Tanah

Universitas Sumatera Utara Perjanjian adalah suatu perhubungan hukum mengenai harta benda dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu. 78 Perjanjian adalah sumber dari perikatan hubungan hukum. Perikatan dalam hal ini merupakan suatu tahap awal yang mendasari terjadinya jual beli. Perikatan jual-beli menunjukkan bahwa dari satu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan membeli. Istilah yang mencakup dua perbuatan yang bertimbal-balik itu adalah sesuai dengan istilah Belanda “koopenverkoop” yang juga mengandung pengertian bahwa pihak yang satu “verkoopt” menjual sedang yang lainnya “koopt” membeli. Dalam bahasa Inggris jual-beli disebut dengan hanya “sale” saja yang berarti “penjualan” hanya dilihat dari sudutnya si penjual, begitu pula dalam bahasa Perancis disebut hanya dengan “vente” yang juga berarti “penjualan”, sedangkan dalam bahasa Jerman dipakainya perkataan “kauf’ yang berarti “pembelian”. 79 Sesuai dengan asas “konsensualisme” yang menjiwai hukum perjanjian KUHPerdata, perjanjian jual-beli itu sudah dilahirkan pada detik tercapainya “sepakat” mengenai barang dan harga, begitu kedua belah pihak sudah setuju tentang barang dan harga, maka lahirlah perjanjian jual-beli yang sah. Sifat konsensual dari jual-beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 KUHPerdata yang berbunyi: “Jual-beli dianggap sudah terjadi antara kedua belah pihak seketika setelah mereka mencapai sepakat tentang barang dan harga, meskipun barang itu belum diserahkan maupun harganya belum dibayar”. Suatu perjanjian jual beli tanah yang dibuat oleh para pihak sebelumnya baru merupakan pengikatan untuk kemudian melakukuan perjanjian jual beli di hadapan 78 Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, Bandung: Sumur Bandung, 1973, hal. 19. 79 Ibid, hal. 20 Universitas Sumatera Utara notaris, dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 orang saksi yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam suatu perbuatan hukum, yang memberi kesaksian antara lain mengenai kehadiran para pihak atau kuasanya, keberadaan dokumen- dokumen yang ditunjukkan dalam pembuatan akta, dan telah dilaksanakannya perbuatan hukum tersebut oleh para pihak yang bersangkutan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Agraria Kepala BPN Nomor 03 Tahun 1997 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Permen Agraria No. 03 Tahun 1997. Maksud dibuatnya perjanjian pengikatan jual beli ini disini disebabkan beberapa hal antara lain: 80 a. Sertifikat belum terbit atas nama pihak penjual, dan masih dalam proses di Kantor Pertanahan. b. Sertifikat belum atas nama pihak penjual, dan masih dalam proses balik nama keatas nama pihak penjual. c. Sertifikat sudah ada dan sudah atas nama pihak penjual tapi harga jual beli yang telah disepakati belum semuanya dibayar oleh pihak pembeli kepada pihak penjual. d. Sertifikat sudah ada, sudah atas nama pihak penjual dan harga sudah dibayar lunas oleh pihak pernbeli kepada pihak penjual, tetapi pelunasan belum terjadi. e. Sertifikat pernah dijadikan sebagai jaminan di Bank dan masih belum dilakukan roya. Dari beberapa sebab tersebut di atas, dapatlah digolongkan menjadi 3 tiga golongan, yaitu: 81 80 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Op. cit, hal. 80. Universitas Sumatera Utara a. Pembayaran oleh pihak pembeli kepada pihak penjual telah lunas, tetapi syarat-syarat formal belum lengkap, misalnya sertifikat masih dalam proses penerbitan ke atas nama pihak penjual. b. Pembayaran atas obyek jual beli dilakukan dengan angsuran, tetapi syarat- syarat formal sudah lengkap. c. Pembayaran atas obyek jual beli dilakukan dengan angsuran karena syarat formal belum terpenuhi. Dengan adanya beberapa sebab tersebut, maka untuk mengamankan kepentingan penjual dan pembeli dan kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan misalnya terjadi ingkar janji dari para pihak, diperlukan adanya suatu pegangan atau pedoman. Demikian ini yang membedakan penjualan yang dilakukan dengan membuat suatu akta notariil Perjanjian Pengikatan Jual Beli dengan suatu sistem penjualan menurut hukum tanah Nasional. Dimana jual beli menurut hukum tanah nasional yang bersumber pada hukum adat mengandung asas tunai, terang dan riil atau nyata, sedangkan jual beli yang dimaksudkan dalam perjanjian pengikatan jual beli itu hanya obligatoir saja. 82 Sejak diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria UUPA pada tanggal 24 September 1960 yang menghapuskan dualisme hukum tanah di Indonesia, pengertian jual beli tidak sama dengan pengertian jual beli tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1457 dan Pasal 1458 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Boedi Harsono juga menyebutkan bahwa, sebelum berlakunya Undang- Undang Pokok Agraria UUPA dikenal lembaga hukum jual beli tanah. Ada yang diatur dalam KUH Perdata yang tertulis dan ada yang diatur oleh hukum adat yang 81 Boedi Harsono, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya, Jakarta: Djambatan, 1999, hal. 319. 82 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Op. cit, hal. 85 Universitas Sumatera Utara tidak tertulis. 83 Tujuan pokok diundangkannya Undang-Undang Pokok Agraria UUPA sebagaimana dijelaskan dalam penjelasan umum Undang-Undang Pokok Agraria adalah: 84 a. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan Hukum Agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran kebahagiaan dan kesejahteraan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka mewujudkan terciptanya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. b. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan. c. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak- hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya. Dengan demikian menurut Hukum Adat yang merupakan dasar dari hukum tanah Nasional yang berlaku pada saat ini sebagaimana termuat dalam Undang- Undang Pokok Agraria UUPA, peralihan hak atas tanah yang menjadi obyek jual beli telah terjadi sejak ditanda tanganinya akta jual beli di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT yang berwenang dan dibayarnya harga oleh pembeli kepada penjual. Sejak akta jual beli ditandatangani di depan Pejabat Pembuat Akta Tanah PPAT yang berwenang, hak milik atas tanah yang dijual beralih kepada pembeli. Hal ini terjadi bagi jual beli tanah di bawah tangan yang dilakukan di hadapan kepala desa.

2. Penyerahan hak atas tanah melalui jual beli

Dokumen yang terkait

Akibat Hukum Kepailitan Terhadap Kewenangan Debitur Dalam Melakukan Perbuatan Hukum Terhadap Hartanya

9 167 90

Akibat Hukum Dari Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Bersertifikat Yang Tidak Sesuai Dengan Tata Cara Pembuatan Akta PPAT (Studi Pada PPAT di Kabupaten Langkat)

4 111 131

Pembatalan Perjanjian Jual Beli Tanah Akibat Adanya Penipuan Data Di Hadapan Notaris Berdasarkan Putusan Perdata No. 161/Pdt.G/2007 PN Mdn

26 199 94

AKIBAT HUKUM TERHADAP PEMBATALAN AKTA PENGIKATAN JUAL BELI TANAH Akibat Hukum Terhadap Pembatalan Akta Pengikatan Jual Beli Tanah (studi di kantor notaris dan ppat tangerang, jln. Pemda tigaraksa desa Bojong, kecamatan cikupang kab. Tangerang).

0 5 10

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PUTUSAN TERHADAP PEMERIKSAAN PERKARA PEMBATALAN AKTA JUAL BELI TANAH Tinjauan Yuridis Tentang Putusan Terhadap Pemeriksaan Perkara Pembatalan Akta Jual Beli Tanah (Studi Kasus Di Pengadilan Negeri Semarang).

0 1 15

Pembatalan Akta Perjanjian Pengikatan Jual Beli Hak Atas Tanah Akibat Wanprestasi.

0 1 13

Analisis Hukum Terhadap Pembatalan Akta Perdamaian Secara Sepihak (Studi Kasus Putusan Perkara Perdata No: 605 Pdt.G 2013 PN.Mdn)

0 0 15

Analisis Hukum Terhadap Pembatalan Akta Perdamaian Secara Sepihak (Studi Kasus Putusan Perkara Perdata No: 605 Pdt.G 2013 PN.Mdn)

0 0 2

Analisis Hukum Terhadap Pembatalan Akta Perdamaian Secara Sepihak (Studi Kasus Putusan Perkara Perdata No: 605 Pdt.G 2013 PN.Mdn)

1 5 29

PEMBATALAN SERTIPIKAT HAK MILIK DAN AKIBAT HUKUMNYA TERHADAP AKTA JUAL BELI

1 2 11