Metode Penelitian Kontrak Franchise sebagai agunan kredit dalam hukum jaminan di Indonesia

berdasarkan rumusan masalah dan diklasifikasikan menurut sumber dan hierarkinya. 5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer, bahan hukum sekunder maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih sistematis untuk menjawab permasalah yang telah dirumuskan. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi. Selanjutnya setelah bahan hukum diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum tersebut yang akhirnya akan diketahui tinjauan hukum jaminan di Indonesia tentang kontrak franchise sebagai jaminan kredit perbankan.

G. Sistematika Penelitian

Skripsi ini disusun berdasarkan buku Petunjuk Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012 dengan sistematika yang terbagi dalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa subbab sesuai pembahasan dan materi yang diteliti. Adapun perinciannya sebagai berikut:

BAB I Pendahuluan. Meliputi latar belakang, dilanjutkan dengan batasan

dan rumusan Masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan Review kajian Terdahulu, kerangka konseptual, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II Tinjauan Umum Franchise sebagai Hak Kekayaan Intelektual.

Pada bab ini penulis membahas pengertian dari franchise, sejarah dari franchise dan perlindungan terhadap pihak-pihak analisis peraturan pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang waralaba.

BAB III Aspek Hukum Pemberian Kredit oleh Lembaga Perbankan .

Pada bab ini penulis membahas tentang pengertian dan prinsip dalam pemberian kredit bank, batasan dan larangan dalam pemberian kredit, dan kegunaan serta fungsi jaminan kredit dalam pemberian kredit. BAB IV Analisa Kontrak Franchise sebagai Agunan . Pada bab ini menguraikan hasil analisis penelitian dan pembahasan mengenai kontrak franchise sebagai agunan kredit, serta menjawab pertanyaan dalam rumusan masalah dalam penulisan karya ilmiah ini.

BAB V Penutup . Bab ini sebagai bagian terakhir dalam penelitian ini.

berisi tentang kesimpulan yang bibuat oleh penulis dari pembahasan yang dilakukan, sekaligus merupakan jawaban dari rumusan masalah yang terdapat pada bab satu. Selain itu juga, bab ini berisi tentang uraian kesimpulan, saran dan kata penutup. 15 BAB II TINJAUAN UMUM FRANCHISE SEBAGAI HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL A. Pengertian Franchise Waralaba atau dalam istilah Bahasa Inggris disebut dengan Franchise adalah suatu sistem yang berkembang dari lisensi di bidang hak milik intelektual di bidang penjualan barang-barang dan jasa. Apa yang terdapat dalam kontrak lisensi biasanya juga terdapat dalam suatu kontrak franchise, hanya saja kontrak franchise biasanya lebih luas comprehensif. Hal ini karena selain franchise harus memproduksi barang dan jasa yang sama dengan yang dibuat oleh franchisor atau perusahaan induknya, juga sering sekali pula harus disajikan dan harus dipasarkan sesuai dengan cara yang dilakukan dan diminta oleh franchisor. Franchise sebagai suatu cara melakukan kerjasama di bidang bisnis antara dua atau lebih perusahaan, satu pihak bertindak sebagai franchisor dan pihak lain sebagai franchisee, dimana di dalamnya diatur, bahwa pihak franchisor sebagai pemilik suatu merek dan teknologi, memberikan haknya kepada franchise untuk melakukan kegiatan bisnis berdasarkan merek dan teknologi tersebut. 8 Ada beberapa pendapat lain yang dikemukakan oleh para ahli mengenai pengertian atau definisi dari franchise. Dalam hal ini akan 8 Gunawan Widjaja, Waralaba. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hal 11. dikemukakan beberapa pengertian mengenai franchise sebagai gambaran untuk mengetahui apa itu franchise. Menurut Gunawan Widjaja, Waralaba merupakan salah satu bentuk pemberian lisensi, hanya saja agak berbeda dengan pengertian lisensi pada umumnya, waralaba menekankan pada kewajiban untuk mempergunakan sistem, metode, tata cara. prosedur, metode pemasaran dan penjualan maupun hal-hal lain yang telah ditentukan oleh pemberi waralaba secara eksklusif, serta tidak boleh dilanggar maupun diabaikan oleh penerima lisensi. Hal ini mengakibatkan bahwa waralaba cenderung bersifat eksklusif. 9 Jadi, dalam hal ini Penerima Waralaba tidak dapat menggabungkan usaha miliknya dengan usaha milik Pemberi Waralaba. Menurut pasal 13 ayat 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek menjelaskan bahwa: “Perjanjian Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemilik merek terdaftar kepada pihak lain melalui suatu perjanjian berdasarkan pada pemberian hak bukan pengalihan hak untuk menggunakan Merek tersebut, baik untuk seluruh atau sebagaian jenis barang danatau jasa yang didaftarkan dalam jangka waktu dan syarat tertentu ”. Lisensi tidak hanya menyangkut mengenai Merek tetapi juga mencakup hak-hak intelektual lainnya seperti paten, hak cipta, desain industri dan sebagainya. Menurut Adrian Sutendi, Perjanjian Lisensi biasa tidak sama dengan perjanjian waralaba. Pada perjanjian lisensi biasa hanya meliputi satu bidang 9 Gunawan Widjaja, Waralaba. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003, h. 12.