Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Proyek Pembangunan Jalan (Studi Pada Dinas TaTa Ruang dan Pemukiman Kabupaten Toba Samosir Dengan CV. Ventus)

(1)

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI PROYEKPEMBANGUNAN JALAN

(STUDI PADA DINAS TATA RUANG DAN PEMUKIMAN KABUPATEN TOBASAMOSIR DENGAN CV.VENTUS)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dalam memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

OLEH:

GRECYA MANURUNG NIM. 110200442

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA BW

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI PROYEKPEMBANGUNAN JALAN

(STUDI PADA DINAS TATA RUANG DAN PEMUKIMAN KABUPATEN TOBASAMOSIR DENGAN CV.VENTUS)

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dalam memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum

OLEH:

GRECYA MANURUNG NIM. 110200442

DISETUJUI OLEH,

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

Dr. HASIM PURBA, SH.,M.Hum NIP.196603031985081001

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Edy Ikhsan, SH., MA Zulkifli S, SH., MH NIP.196302161988031002 NIP. 196101181988031001

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

ABSTRAK

Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, pemerintah berusaha menggalakkan pembangunan di segala bidang baik bidang fisik maupun non fisik. Salah satu faktor yang mendukung pembangunan adalah dukungan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur yang dimaksud seperti pembangunan proyek-proyek sarana dan prasarana, rehabilitasi jalan, jembatan, pelabuhan, irigasi, perumahan, perkantoran dan sebagainya. Pembangunan ini tidak terlepas dari perjanjian kerja antara pemerintah dengan swasta yang akan dituangkan dalam kontrak tertulis yang telah disepakati bersama antara kedua belah pihak. Permasalahan yang penulis angkat dalam skripsi ini yaitu bagaimana proses pelaksanaan kontrak kerja konstruksi apakah telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, tanggung jawab para pihak, dan bagaimana cara penyelesaian perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan.

Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif yang mengelola data-data sekunder dan juga melakukan survey ke lapangan untuk mendapatkan informasi yang dapat membantu dalam penulisan skripsi ini. Sumber data yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah bahan hukum primer yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, bahan hukum sekunder yaitu penjelasan dari bahan hukum primer, serta bahan hukum tersier.

Dalam kontrak kerja konstruksi antara Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Toba Samosir dengan CV.Ventus, dapat diketahui prosedur dan pelaksanaan kontrak, tanggung jawab para pihak serta dapat diketahui juga cara menyelesaikan perselisihan apabila terjadi perselisihan. Kesimpulan dari skripsi ini yaitu bahwa kontrak kerja konstruksi ini telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, para pihak memiliki tanggung jawab masing-masing dimana Dinas Tata Ruang dan Pemukiman sebagai pihak pemberi pekerjaan bertanggung jawab atas penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, mengawasi dan memeriksa pekerjaan dengan meminta laporan secara periodik dan melakukan pembayaran terhadap prestasi yang telah diselesaikan seratus persen dan baik oleh penyedia jasa. Sedangkan CV.Ventus sebagai pihak penyedia jasa bertanggung jawab menyelesaikan pekerjaan sesuai jadwal, melaporkan pelaksanaan secara periodik, menyerahkan hasil pekerjaan dan menerima pembayaran atas pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan harga yang telah ditentukan dalam kontrak. Penyelesaian perselisihan yang timbul di dalam kontrak kerja konstruksi dilakukan secara musyawarah namunapabila tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah maka akan diselesaikan menurut peraturan prosedur lembaga arbitrase yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai pemutus sengketa. Saran dari skripsi ini adalah pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan harus memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku, melakukan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab, dan apabila ada perselisihan yang terjadi dalam pelaksanaan pemborongan agar diselesaikan dengan secara musyawarah tanpa harus di bawa ke pengadilan.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah, kasih dan penyertaanNya yang selalu Penulis terima, termasuk sepanjang proses perkuliahan hingga penyusunan skripsi ini. Skripsi ini berjudul “Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Proyek Pembangunan Jalan (Studi Pada Dinas TaTa Ruang dan Pemukiman Kabupaten Toba Samosir Dengan CV. Ventus)”, yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat guna memperolah gelar sarjana dari Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam pengerjaan skripsi ini. Selama penyusunan skripsi ini, Penulis mendapatkan banyak dukungan, semangat, saran, motivasi dan doa dari berbagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Dr. Hasim Purba, SH.,M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Edy Ikhsan, SH.,MH sebagai dosen Pembimbing I Penulis yang memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Zulkifli Sembiring, SH.,MH selaku dosen pembimbing II Penulis yang memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini.


(5)

5. Orang tua Penulis, buat Bapak E. Manurung (+) dan mama M. Siahaan yang terus mendoakan dan memberi semangat bagi Penulis, terimakasih mama telah menjalankan dua peran bagiku sebagai ayah dan ibu, memberikan materi dan kasih sayang yang tak berkesudahan, termasuk dalam proses penyusunan/penyelesaian skripsi ini

6. Semua pihak-pihak yang tidak dapat penulis tulis satu persatu, khususnya Pimpinan CV.Ventus, yang telah memberikaninformasi yang berkaitan dengan riset.

7. Untuk AbangkuSurung Endra Manurung, terima kasih buat semua

dukungan dan semangatnya.

8. Untuk seluruh keluarga besarku tanpa terkecuali, yang telah memberikan penulis dukungan baik materil maupun formil.

9. Untuk seseorang yang menjadi teman, sahabat, dan orang terbaik yang selalu ada dalam segala hal Wakibosri Sihombing, terima kasih buat dukungan, doa, kesabaran dan kasih sayangnya.

10. Untuk keluarga kecil penulis di kampus, sejak masuk kuliah sampai saat ini yaitu “My Edak” (Melva, Vonny, Yedesiah, Lidya) terima kasih atas semua dukungan, semangat dankerjasamanya selama ini.

11. Untuk semua teman-teman terbaik penulis yang tak ternilai dengan apapun, Sahabatku Purnama Sianturi, Henni Tampubolon, Wandi Siagian telah menjadi penyemangat dan teman terbaik.


(6)

12. Untuk adek, teman, kaka/abang dan seluruh anggota Alumni SMP 4 Balige yang ada di Medan dan Alumni SMA Negeri 1 Balige terimakasih buat dukungan nya.

13. Untuk adek dan kakak di bahagia 30 ( Ka Febri, Vinny, Widya) terimakasih buat semangatnya.

14. Dan untuk semua teman-teman Grup C FH USU 2011 dan seluruh teman penulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Akhir kata, semoga segala amal baik yang telah diberikan kepada penulis mendapatkan imbalan yang setimpal dari Tuhan dan mudah-mudahan ilmu yang telah diperoleh penulis dapat berguna bagi Nusa, Bangsa, Negara dan Agama. Amin.

Medan, April 2015


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ...

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penulisan ... 7

D. Manfaat Penulisan ... 7

E. Keaslian Penulisan ... 9

F. Metode Penulisan ... 9

G. Sistematika Penulisan ... 11

BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM ... 13

A. Pengertian Kontrak ... 13

B. Syarat- Syarat Sahnya Kontrak ... 17

C. Subjek Hukum dalam Kontrak ... 25

D. Jenis - Jenis Kontrak ... 26

E. Berakhirnya Kontrak ... 30

BAB III TINJAUAN MENGENAI KONTRAK KONSTRUKSI ... 37

A. Pengertian Kontrak Konstruksi ... 37

B. Dasar Hukum Mengenai Kontrak Konstruksi ... 40

C. Jenis – Jenis Kontrak Konstruksi ... 41

D. Para Pihak dalam Kontrak Konstruksi ... 44

E. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Kontrak Konstruksi 50

F. Jaminan dalam Kontrak Konstruksi………. 52


(8)

BAB IV TINJAUAN MENGENAI KONTRAK KERJAKONSTRUKSI PEMBANGUNAN JALAN ANTARA DINAS TATA RUANG

DAN PEMUKIMAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR

DENGAN CV. VENTUS ... 61

A. Proses Pelaksanan Kontrak Kerja Konstruksi Proyek Pembangunan Jalan antara Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Toba Samosir dengan CV. Ventus 61 B. Tanggung Jawab Para Pihak dalam Melaksanakan Kontrak Konstruksi ... 78

C. Penyelesaian Sengketa yang timbul dalam Pelaksanaan Kontrak Konstruksi ... 80

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 82

A. Kesimpulan ... 82

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...


(9)

ABSTRAK

Dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, pemerintah berusaha menggalakkan pembangunan di segala bidang baik bidang fisik maupun non fisik. Salah satu faktor yang mendukung pembangunan adalah dukungan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur yang dimaksud seperti pembangunan proyek-proyek sarana dan prasarana, rehabilitasi jalan, jembatan, pelabuhan, irigasi, perumahan, perkantoran dan sebagainya. Pembangunan ini tidak terlepas dari perjanjian kerja antara pemerintah dengan swasta yang akan dituangkan dalam kontrak tertulis yang telah disepakati bersama antara kedua belah pihak. Permasalahan yang penulis angkat dalam skripsi ini yaitu bagaimana proses pelaksanaan kontrak kerja konstruksi apakah telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, tanggung jawab para pihak, dan bagaimana cara penyelesaian perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan.

Dalam penulisan skripsi ini digunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif yang mengelola data-data sekunder dan juga melakukan survey ke lapangan untuk mendapatkan informasi yang dapat membantu dalam penulisan skripsi ini. Sumber data yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah bahan hukum primer yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, bahan hukum sekunder yaitu penjelasan dari bahan hukum primer, serta bahan hukum tersier.

Dalam kontrak kerja konstruksi antara Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Toba Samosir dengan CV.Ventus, dapat diketahui prosedur dan pelaksanaan kontrak, tanggung jawab para pihak serta dapat diketahui juga cara menyelesaikan perselisihan apabila terjadi perselisihan. Kesimpulan dari skripsi ini yaitu bahwa kontrak kerja konstruksi ini telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, para pihak memiliki tanggung jawab masing-masing dimana Dinas Tata Ruang dan Pemukiman sebagai pihak pemberi pekerjaan bertanggung jawab atas penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, mengawasi dan memeriksa pekerjaan dengan meminta laporan secara periodik dan melakukan pembayaran terhadap prestasi yang telah diselesaikan seratus persen dan baik oleh penyedia jasa. Sedangkan CV.Ventus sebagai pihak penyedia jasa bertanggung jawab menyelesaikan pekerjaan sesuai jadwal, melaporkan pelaksanaan secara periodik, menyerahkan hasil pekerjaan dan menerima pembayaran atas pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan harga yang telah ditentukan dalam kontrak. Penyelesaian perselisihan yang timbul di dalam kontrak kerja konstruksi dilakukan secara musyawarah namunapabila tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah maka akan diselesaikan menurut peraturan prosedur lembaga arbitrase yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai pemutus sengketa. Saran dari skripsi ini adalah pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan harus memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku, melakukan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab, dan apabila ada perselisihan yang terjadi dalam pelaksanaan pemborongan agar diselesaikan dengan secara musyawarah tanpa harus di bawa ke pengadilan.


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke empat mencantumkan salah satu tujuan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Kata “umum” dalam kalimat tersebut mengandung arti kesejahteraan seluruh rakyat Indonesia. Oleh karena itu negara dalam hal ini Pemerintah Indonesia mempunyai tugas dan kewajiban untuk mewujudkan hal tersebut. Pencapaian kesejahteraan umum tersebut dilakukan oleh pemerintah melalui pembangunan infrastuktur yang adil, seimbang, dan merata sesuai kepentingan umum di setiap wilayah. Seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan serta dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat, Indonesia sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang baik pembangunan yang bersifat fisik maupun non fisik.1

Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, hasil-hasil pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh rakyat sebagai peningkatan kesejahteraan lahir dan batin secara adil dan merata. Berhasilnya pembangunan tergantung partisipasi seluruh rakyat, yang berarti pembangunan harus dilaksanakan secara merata oleh segenap

1

http: // www. hukum online.co. id,diakses tanggal 2 Maret 2015, jam 20.30.


(11)

lapisan masyarakat.2Berbicara mengenai masalah pembangunan, maka salah satu faktor yang berperan penting didalam menopang dan mendukung aspek pembangunan tersebut adalah dukungan infrastuktur. Pembangunan infrastruktur merupakan salah satu aspek penting dan vital untuk mempercepat proses pembangunan nasional dan juga sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi.

Sesuai dengan paham negara kesejahteraan yang dianut oleh Indonesia, fungsi utama pemerintah bukan sekedar pemberi ketertiban dan keamanan, melainkan sebagai penyelenggara kesejahteraan umum dan keadilan sosial yang mana dapat dicapai melalui usaha-usaha pembangunan. Artinya, pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam pengadaan dan pelaksanaan pembangunan infrastruktur.3Bentuk kegiatan pembangunan infrastruktur yang dilaksanakan adalah seperti pembangunan proyek-proyek sarana dan prasarana, rehabilitasi jalan, jembatan, pelabuhan, irigasi, perumahan, perkantoran dan sebagainya.4

Pelaksanaan pembangunan infrastruktur ini akan melibatkan berbagai pihak seperti pemberi pekerjaan (bouwheer), pemborong (annemer), perencana, pengawas serta melibatkan tenaga kerja sehingga pemerintah tidak dapat melaksanakan dengan sendirinya tanpa bantuan dari pihak yang lain. Untuk itu sangat diharapkan peranserta pihak swasta baik sebagai investor maupun sebagai kontraktor.

Di samping itu, dalam pelaksanaan pembangunan tersebut dihadapkan pada peralatan-peralatan yang mutakhir dan canggih.5Dengan demikian maka banyak pihak yang menawarkan jasa untuk melakukan pekerjaan pembangunan yang

2

Djumialdji (1), Hukum Bangunan Dasar-Dasar Hukum dan Proyek dan Sumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Yogyakarta, 1996, Hal. 1.

3

Nanik Trihastuti, Hukum Kontrak Karya, Setara Press, Malang, 2013, Hal. 229. 4

http: // www. hukum online.co. id, diakses tanggal 19 Desember 2014, jam 15.45.

5


(12)

dikenal dengan istilah jasa pemborongan atau jasa konstruksi. Jasa konstruksi tersebut dapat meliputi pekerjaan yang secara keseluruhan atau sebagian mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan guna mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik.Pelaksanaan jasa konstruksi pada umumnya dilakukan dengan cara memborongkan pekerjaan pada pihak lain yang bidang usahanya khusus bergerak dalam pembangunan fisik bidang jasa konstruksi yaitu pemborong atau kontraktor yang berbentuk usaha perorangan maupun badan usaha.

Usaha jasa pemborongan sudah lazim digunakan oleh masyarakat maupun pemerintah dalam hal ini sebagai bouwheer dalam pekerjaan proyek berskala besar. Maka para pihak yang memiliki pekerjaan (owner/bouwheer) dan pemborong (kontraktor), terikat dalam suatu bentuk perjanjian pemborongan tentang pembuatan suatu karya (het maken van werk).6Perjanjian pemborongan tersebut dikenal dengan istilah kontrak konstruksi atau perjanjian konstruksi yang di negara barat dikenal dengan istilah Construction Contract (kontrak konstruksi) yang mana diperlukan untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengawasi konstruksi.7Sehingga kontrak tersebut wajib memuat ketentuan-ketentuan yang telah disepakati oleh para pihak, termasuk didalamnya ketentuan yang mengatur mengenai hak dan kewajiban para pihak, pelaksanaan perjanjian serta berakhirnya perjanjian, dengan memperhatikan ketentuan perundang-undangan serta peraturan pelaksanaannya yang mengatur mengenai jasa konstruksi.

6

Ibid, Hal. 5. 7

Nazarkhan Yasin (1), Kontrak Konstruksi di Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2014, Hal. 1.


(13)

Ketentuan mengenai perjanjian pemborongan telah diatur dalam Pasal1601 (b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata selanjutnya disebut KUHPerdata, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pemborongan pekerjaan adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan.

Pelaksanaan pekerjaan pengadaan barang dan jasa termasuk didalamnya kontrak kerja konstruksi, yang seluruh biayanya dibebankan kepada Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD), mengacu kepada ketentuan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Pihak yang terlibat dalam kontrak kerja konstruksi ini adalah Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Toba Samosir bertindak sebagai pihak yang memborongkan sedangkan CV. Ventus bertindak sebagai pihak yang menerima pemborongan kerja untuk pekerjaan Pembangunan Jalan Permukiman di depan Puskesmas Soposurung Kecamatan Balige. Dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi para pihak yang terlibat tidak boleh mengabaikan akta perjanjian, namun karena perjanjian merupakan janji dari dua pihak, maka ada kemungkinan bahwa janji-janji itu tidak akan terpenuhi.8Pemborong dalam melaksanakan pekerjaannya harus selalu berpatokan pada isi perjanjian yang telah disepakati bersama antara pemborong dengan yang memborongkan, karena apabila terjadi

8

J. Satrio, Wanprestasi Menurut KUHPerdata, Doktrin dan Yurisprudensi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, Hal. 1.


(14)

penyimpangan dapat dijadikan alasan untuk menyatakan telah terjadi wanprestasi, dan isi perjanjian harus memperhatikan asas keadilan dan keseimbangan.

Sebagai suatu rencana manusia, tentunya tidak semua dari rencana tersebut tercapai sesuai dengan apa yang di rencanakan. Demikian juga dengan rencana pembangunan suatu proyek yang dituangkan dalam kontrak tentu tidak selamanya tercapai. Banyak hal yang dipengaruhi oleh kehendak manusia atau di luar kehendak manusia, yang mempengaruhi jalannya suatu kontrak yang dapat menyebabkan rencana tersebut dapat diubah di tengah jalan atau kemudian bahkan rencana tersebut batal sama sekali. Selain itu dalam pelaksanaannya, tidak tertutup kemungkinan adanya keterlambatan maupun kelalaian dari salah satu pihak (wanprestasi), baik secara sengaja maupun karena keadaan memaksa (force majeur/overmacht). Dalam keadaan demikian berlakulah ketentuan-ketentuan yang wajib dipenuhi yang timbul akibat wanprestasi, yaitu kemungkinan pemutusan perjanjian, penggantian kerugian atau pemenuhan kewajiban.9Wanprestasi dapat berupa debitur sama sekali tidak memenuhi prestasi, terlambat memenuhi prestasi, debitur tidak sempurna memenuhi prestasi.10Debitur dalam hal ini adalah pihak kontraktor. Selain karena wanprestasi kontrak kerja konstruksi juga dapat bermasalah karena dalam proses pekerjaan di lapangan tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati bersama

9

Sri Soedewi Masjchun Sofyan, Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan

Yogjakarta, Liberty, 2003, Hal. 82

10

Munir Fuady, Hukum Kontrak (dari sudut pandang Hukum Bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, Hal. 89.


(15)

dalam perjanjian, sehingga banyak proyek yang berhenti sebelum selesai proses pekerjaannya.

Beberapa contoh masalah kontrak kerja konstruksi yang pernah terjadi adalah seperti pembangunan jalan arteri (non tol) ke Kuala Namu di Sumatera Utara. Menurut direktur Jenderal Binamarga Kementerian Pekerjaan Umum Djoko Murdjianto, sulitnya pembebasan lahan berdampak pada terhambatnya pembangunan sejumlah ruas jalan. “Lihat saja Kuala Namu jalan arterinya belok-belok”, ungkapnya. Djoko menambahkan, selain pembebasan lahan, masalah lain yang dihadapi dalam pembangunan jalan adalah masalah geologi. “Sebenarnya masih ada permasalahan-permasalahan lainnya yang dihadapi yaitu kondisi cuaca, rawan longsor dan sebagainya” ungkap Djoko.11Masalah konstruksi lainnya dapat ditemukan pada proyek pembangunan jalan lintas utara Jakarta-Bekasi-Karawang yang tiba-tiba terhenti. Penyebabnya adalah Pemerintah Kabupaten Bekasi tidak mengalokasikan anggaran dana untuk pembebasan lahan.12

Masalah-masalah konstruksi tersebut membuat penulis merasa tertarik mengadakan penulisan skripsi ini, karena melalui skripsi ini dapat diketahui apakah proses pelaksanaan kontrak kerja konstruksi pembangunan jalan telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku atau tidak, atau apakah proses pelaksanaannya menyimpang dari ketentuan kontrak dimana pihak Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Toba Samosir telah menentukan suatu standar dan kriteria tertentu yang harus dipenuhi oleh CV. Ventus selaku pihak pemborong yang dituangkan dalam sebuah kontrak.Kemudian dikaitkan dengan

11

Kompas, tanggal 27 Januari 2014. 12


(16)

tangung jawab para pihak serta penyelesaian perselisihan yang timbul dalam pelaksanaannya, untuk itu penulis menuangkan tulisan ini dalam bentuk skripsi dengan judul : Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi antara Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Toba Samosir Toba Samosir dengan CV. Ventus.

B. Rumusan masalah

Adapun yang menjadi permasalahan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah pelaksanaan kontrak kerja konstruksi antara Dinas Tata Ruang dan

Pemukiman Kabupaten Toba Samosir dengan CV. Ventus telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku?

2. Apakah tanggung jawab para pihak dilakukan sesuai dengan perjanjian pemborongan pekerjaan?

3. Bagaimanakah penyelesaian perselisihan yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan?

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pelaksanaan kontrak kerja konstruksi pembangunan jalan permukiman di depan Puskesmas Soposurung Kecamatan Balige dengan memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku.

2. Untuk mengetahui tanggung jawab para pihak dalam kontrak kerja konstruksi. 3. Untuk mengetahui cara para pihak untuk menyelesaikan masalah-masalah yang


(17)

D. Manfaat Penulisan

Manfaat Penulisan merupakan dampak dari pencapaian tujuan. Manfaat penelitian umumnya dipilah menjadi dua kategori, yaitu teoritis/akademis dan parktis/ fragmatis.

1. Kegunaan teoritis/akademis terkait dengan konstribusi tertentu dari penyelenggaraan penelitian terhadap perkembangan teori dan ilmu pengetahuan serta dunia akademis, antara lain :

a. Diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu hukum pada umumnya.

b. Untuk mengetahui secara konkrit sejauhmana perkembangan mengenai kontrak kerja konstruksi.

2. Kegunaan praktis/fragmatis berkaitan dengan konstribusi praktis yang diberikan dari penyelenggaraan penelitian terhadap objek penelitian, baik individu, kelompok maupun organisasi, antara lain:

a. Diharapkan dapat menjadi masukan bagi pembaca, khususnya mengenai kontrak kerja konstruksi pembangunan jalan permukiman di depan Puskesmas Soposurung Kecamatan Balige dan untuk mengetahui proses kontrak kerja konstruksi yang terjadi antara Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Toba Samosir dengan CV. Ventus.

b. Dengan adanya penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan tentang kontrak kerja konstruksi pembagunan jalan yang baik dan sesuai


(18)

dengan ketentuan hukum yang berlaku, tanggung jawab para pihak terhadap kontrak kerja konstruksi, serta mengetahui cara penyelesaian sengketa yang timbul dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi.

E. Keaslian penulisan

“TINJAUAN YURIDIS TENTANG PELAKSANAAN KONTRAK KERJA KONSTRUKSI PEMBANGUNAN JALAN (STUDI PADA DINAS TATA RUANG DAN PEMUKIMAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR DENGAN CV. VENTUS” merupakan judul yang diangkat menjadi judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Penulis menyusun melalui referensi buku-buku, media elektronik (internet) sebagai sarana penunjang informasi jaringan perpustakaan terluas, dan studi kasus pada data sekunder yaitu menelaah pada dokumen surat Perjanjian Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Toba Samosir dengan CV. Ventus, dan wawancara kepada pihak yang terkait. Kalaupun ada judul yang serupa namun materi pembahasan yang dilakukan berbeda dan permasalahan yang diangkat juga berbeda.

F. Metode penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian.

Digunakan metode penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang mengelola dan


(19)

mempergunakan data sekunder. Namun dalam penelitian hukum deskriptif yang dimaksudkan yaitu penelitian yang menggambarkan serta menjelaskan suatu keadaan termasuk dilakukannya survey ke lapangan atau penulis menjumpai langsung responden untuk mendapatkan informasi yang dapat membantu dan mendukung teori yang ada.

2. Sumber data.

Sumber data yang dipergunakan dalam penyusunan skripsi ini adalah data sekunder. Data sekunder meliputi:

a. Bahan hukum primer.

Yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UU Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

b. Bahan hukum sekunder.

Yaitu bahan yang memberi penjelasan mengenai bahan hukum primer dalam hal ini penulis menggunakanberbagai literatur berupa buku-buku bacaan, jurnal, pendapat hukum/doktrin, serta referensi lainnya yang dianggap relevan dan berhubungan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tersier.

Yaitu bahan yang memberikan petunjuk, maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum.


(20)

Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan cara: a. Penelitian Kepustakaan (Library Research).

Dalam hal ini penulis mencari dan mengumpulkan serta mempelajari data dengan melakukan penelitian atas sumber-sumber atau bahan-bahan tertulis berupa buku-buku karangan para sarjana dan ahli hukum yang bersifat teoretis ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini.

b. Penelitian Lapangan (Field Research).

Penulis melakukan wawancara langsung terhadap responden yang terdapat didalam kontrak kerja konstruksi sebagai melengkapi bahan yang diperoleh dalam penelitian kepustakaan di atas.

G. Sistematika penulisan

Untuk memudahkan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab per bab yang saling berhubungan satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Bab I : Pendahuluan

Berisikan pendahuluan yang merupakan suatu pengantar dari pembahasan selanjutnya yang terdiri dari tujuh sub bab yaitu: latar belakang penulisan, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.


(21)

Sebagai dasar dari uraian yang dalam bab ini dibagi dalam lima sub bab yaitu pengertian kontrak, subjek hukum dalam kontrak, syarat- syarat sahnya kontrak, jenis - jenis kontrak, berakhirnya kontrak.

3. Bab III : Tinjauan Umum Mengenai Kontrak Konstruksi

Bab ini terdiri dari enam sub bab yaitupengertian kontrak konstruksi, dasar hukum mengenai kontrak konstruksi, jenis-jenis kontrak konstruksi, para pihak dalam kontrak konstruksi, hak dan kewajiban para pihak dalam kontrak konstruksi, jaminan dalam kontrak konstruksi, dan berakhirnya kontrak konstruksi.

4. Bab IV : Tinjauan Mengenai Kontrak Kerja Konstruksi Pembangunan Jalan antara Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Toba Samosir dengan CV. Ventus.

Terdiri dari tiga sub bab yaituproses pelaksanaan kontrak konstruksi antara Dinas Tata Ruang Dan Pemukiman Kabupaten Toba Samosir dengan CV. Ventus, tanggung jawab para pihak dalam melaksanakan kontrak konstruksidan penyelesaian perselisihan yang timbul dalam pelaksanaan kontrak konstruksi.

5. Bab V : Kesimpulan Dan Saran

Kesimpulan dan saran merupakan penutup dalam skripsi ini, dalam hal ini penulis menyimpulkan pembahasan-pembahasan sebelumnya dan dilengkapi dengan saran-saran. Bab ini terdiri dari dua sub bab yaitu kesimpulan dan saran.


(22)

Daftar Pustaka Lampiran


(23)

BAB II

TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM

A. Pengertian kontrak

Istilah kontrak berasal dari bahasa Inggris, yakni “contract” yang bermakna perjanjian. Dalam bahasan belanda kontrak dikenal dengan kata

“overeenkomst”(persetujuan) juga bermakna sama dengan kontrak yaitu perjanjian. Secara etimologis, perjanjian dapat diartikan dimana seorang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap seorang atau lebih, 13 sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia perjanjian adalah persetujuan (tertulis atau dengan lisan) yang dibuat oleh dua pihak atau lebih, masing-masing bersepakat akan menaati apa yang tersebut dalam persetujuan itu.14

Pasal 1313 KUHPerdata menyatakan suatu kontrak atau perjanjian dapat diartikan sebagai “suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Menurut para sarjana rumusan Pasal 1313KUHPerdata di atasmemiliki banyak kelemahan. Abdul Kadir Muhammad menyatakan kelemahan-kelemahanPasal 1313 KUH Perdata adalah sebagai berikut :

1. Hanya menyangkut sepihak saja

Hal tersebut dapat diketahui dari perumusan “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Kata “mengikatkan” sifatnya hanya

13

Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, Aneka, Semarang, 1977, Hal. 248. 14

W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Jakarta, 2004, Hal. 402.


(24)

datang dari satu pihak saja, tidak dari dua pihak. Seharusnya dirumuskan “saling mengikatkan diri”, jadi ada konsensus antara pihak-pihak.

2. Kata “perbuatan” mencakup juga tanpa konsensus

Pengertian “perbuatan” termasuk juga tindakan melaksanakan tugas tanpakuasa, tindakan melawan hukum yang tidak mengandung konsensus. Seharusnya dipakai kata persetujuan.

3. Pengertian perjanjian terlalu luas

Pengertian perjanjian dalam pasal tersebut terlalu luas karena mencakup juga pelangsungan kawin, janji kawin yang diatur dalam lapangan hukum keluarga. 4. Tanpa menyebut tujuan

Dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut tidak disebutkan tujuan mengadakan perjanjian, sehingga pihak-pihak mengikatkan diri itu tidak jelas untuk apa.15

R. Setiawan berpendapat bahwa definisi perjanjian dalam Pasal 1313 KUHPerdata tersebut selain belum lengkap juga terlalu luas. Belum lengkapnya definisi tersebut karena hanya menyebutkan perjanjian sepihak saja, terlalu luas karena dipergunakan kata “perbuatan” yang juga mencakup perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan hal tersebut, maka definisi perjanjian perlu diperbaiki menjadi perbuatan tersebut harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum, dan menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam Pasal 1313 KUHPerdata.16

Pengertian yang lengkap dan sempurna mengenai pengertian atau definisidari perjanjian sangatlah sulit untuk kita dapatkan karena masing-masing sarjana mempunyai pendapat yang berbeda-beda. Untuk mempermudah dan

15

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, Hal. 78.

16

R.Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bina Cipta, Bandung, 2003, Hal.49.


(25)

mengetahuipengertian perjanjian maka para sarjana mengemukakan pendapat sebagai berikut:

Menurut R. Subekti,“Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanjikepada orang lain, atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu”.17

Menurut Sudikno Mertokusumo,“Perjanjian adalah sebagai hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum”. 18

Wirdjono Prodjodikoromengartikan perjanjian sebagai suatu hubunganhukum mengenai harta benda antar kedua belah pihak, dalam mana suatu pihakberjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal, sedangkan pihaklain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.19

Menurut K.R.M.T Tirtodiningrat yang dikutip oleh Mariam Darus Badrulzaman, perjanjian adalah “suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat diantara dua orang atau lebih untuk menimbulkan akibat-akibat hukum yang diperkenankan oleh undang-undang.”20

Berdasarkan beberapa rumusan di atas, dapat diketahui bahwa perjanjian adalah sumber utama dan yang terpenting untuk melahirkan perikatan. Dimana terdapat berbagai unsur-unsur yang penting dari suatu perjanjian yang melahirkan perikatan, unsur-unsur tersebut adalah:

17

R. Subekti (1), Hukum Perjanjian, Intermassa, Jakarta, 1990, Hal. 29. 18

Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty, Yogyakarta, 1996, Hal. 96.

19Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada, Jakarta 2011, Hal. 9.

20

Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, Hal. 6.


(26)

1. Adanya hubungan hukum

Hubungan hukum adalah hubungan yang terhadapnya hukum melekatkan hak pada satu pihak dan melekatkan kewajiban pada pihak lannya. Apabila satu pihak tidak mengindahkan ataupun melanggar hubungan tersebuit dan salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya, maka hukum memaksakan agar kewajiban tadi dipenuhi.

2. Kekayaan

Kriteria yang dimaksud adalah ukuran-ukuran yang dipergunakan terhadap suatu hubungan hukum, dapat dinilai dengan uang atau tidak. Apabila hubungan hukum itu dapat dinilai dengan uang, maka hubungan hukum tersebut merupakan suatu perikatan. Kriteria itu semakin lama semakin sukar untuk dipertahankan keberadaannya, karena di dalam masyarakat terdapat juga hubungan hukum yang tidak dapat dinilai dengan uang. Namun kalau terhadapnya tidak diberikan akibat hukum, rasa keadilan tidak akan dipenuhi, sehingga hal pun ini bertentangan dengan salah satu tujuan dari pada hukum yaitu mencapai keadilan. Oleh karena itu, sekarang kriteria di atas tidak lagi dipertahankan sebagai kriteria, maka ditentukan bahwa sekalipun suatu hubungan hukum itu tidak dapat dinilai dengan uang, tetapi kalau masyarakat atau rasa keadilan menghendaki agar suatu hubungan itu diberi akibat hukum,


(27)

maka hukumpun akan melekatkan akibat hukum pada hubungan tadi sebagai suatu perikatan.21

3. Pihak-pihak

Hubungan hukum itu terjadi antara dua orang atau lebih pihak yang berhak atas prestasi, pihak yang aktif adalah kreditur atau yang berpiutang dan pihak yang wajib memenuhi prestasi, pihak pasif adalah debitur atau yang berutang. Inilah yang disebut subjek perikatan.

4. Prestasi (objek hukum)

Pasal 1234 KUHPerdata:”tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”.

Keempat unsur tersebut akan mewujudkan suatu perjanjian yang mewujudkan suatu perjanjian yang melahirkan perikatan, dimana terdapat hubungan-hubungan hukum yang terjadi atas diri dan harta kekayaan para pihak yang mengadakan perjanjian. Jadi jelasnya bahwa perjanjian itu merupakan sumber perikatan yang terpenting. Perikatan yang lahir dari perjanjian memang dikehendaki oleh dua orang atau dua pihak yang membuat suatu perjanjian sedangkan perikatan yang lahir dari undang-undang dibentuk menurut undang-undang di luar kemauan para pihak yang bersangkutan. Apabila dua pihak mengadakan suatu suatu perjanjian maka mereka bermaksud supaya antara mereka berlaku suatu perhubungan hukum, yang sesungguhnya para

21

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, Hal. 27.


(28)

pihak yang membuat perjanjian tersebut terikat satu sama lain karena janji-janji yang telah diberikan.

B. Syarat sahnya kontrak

Secara umum, kontrak lahir pada saat tercapainya kesepakatan diantara para pihak mengenai hal pokok atau unsur esensial dari kontrak tersebut. Meskipun suatu kontrak lahir pada saat terjadinya kesepakatan mengenai hal pokok dalam kontrak tersebut, akan tetapi agar suatu kontrak dianggap sah oleh hukum sehingga mengikat kedua belah pihak maka kontrak tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu.

Menurut Pasal 1320 KUHPerdata, untuk sahnya perjanjian harus memenuhi empat syarat, yaitu :

1. Adanya kata sepakat dari para pihak

2. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian 3. Mengenai suatu hal yang tertentu

4. Adanya suatu sebab yang halal

Syarat tersebutadalah esensi dari suatu perjanjian yang berarti tanpa syarat-syarat tersebut, perjanjian atau kontrak dianggap tidak pernah ada.

Keempat syarat itu dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu syarat subjektif dan syarat objektif. Syarat subjektif merupakansyarat yang menyangkut subjek dari perjanjian itu, yang harus dipenuhi oleh para pihak yaitu apakah orang itu telah sepakat untuk membuat perjanjian dan atau juga cakap membuat


(29)

perjanjian.Syarat objektif merupakansyarat-syarat yang menyangkut pada objek perjanjian yang meliputi suatu hal tertentu dan suatu sebab yang halal.

Berikut ini dapat dijelaskan syarat-syarat sahnya perjanjian, yaitu sebagai berikut:

a. Adanya kata sepakat dari para pihak.

Dengan diberlakukannya kata sepakat mengadakan perjanjian maka berarti bahwa kedua pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak. Para pihak tidak mendapat sesuatu tekanan yang mengakibatkan adanya cacat bagi perwujudan kehendak tersebut.22 Suatu kesepakatan atas suatu hal diawali dengan adanya unsur penawaran penerimaan atau offer-acceptance antara pihak-pihak dan akhirnya terjadilah suatu kesepakatan. Antara pihak yang mengadakan suatu kontrak atau perjanjian harus ada kesepakatan artinya bahwa kedua belah pihak harus menyetujui tentang prestasi dan benda yang menjadi objek perjanjian atau kontrak dan tentang syarat-syarat yang berlaku bagi kontrak tersebut. Adapun yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan kehendak antara satu orang atau lebih maupun badan hukum dengan pihak lainnya dan yang dimaksud “sesuai” tersebut adalah pernyataannya, karena kehendak itu tidak dapat dilihat atau diketahui oleh orang lain.

Berpedoman kepada ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata yang menjelaskan tidak dianggap sah suatu persetujuan jika izin kesepakatan tersebut diberikan karena kekhilafan, diperoleh dengan paksaan atau

22


(30)

penipuan. Mengenai kekhilafan, yang dapat dibatalkan harus mengenai objek atau prestasi yang dikehendaki. Salah pengertian mengenai orangnya tidak menyebabkan persetujuan dapat batal (Pasal 1322 KUHPerdata). Mengenai paksaan yang dapat melenyapkan perizinan dalam persetujuan adalah paksaan fisik yang bersifat “vis absoluta”. Paksaan itu sifatnya mutlak atau absolut yang menyebabkan seseorang terpaksa mengikuti kehendak orang yang memaksakannya. Paksaan mengakibatkan batalnya persetujuan juga bila paksaan tersebut dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak berkepentingan dalam persetujuan (Pasal 1324 KUHPerdata). Tentang penipuan adalah apabila perizinan yang diberikannya dalam persetujuan diperoleh dengan jalan penipuan, hal itu juga mengakibatkan perizinan dalam persetujuan tersebut tidak ada. Penipuan ini harus berupa tipu muslihat (Pasal 1328 KUHPerdata).

Konsekuensi hukum jika syarat kesepakatan kehendak ini tidak terpenuhi akan mengakibatkan bahwa kontrak bersangkutan “dapat dibatalkan” bukan “batal demi hukum” (nietige, null and void).23Suatu perikatan dapat batal demi hukum diatur dengan Pasal 1446 KUHPerdata yang berbunyi “semua perikatan yang dibuat oleh orang-orang belum dewasa atau orang-orang yang ditaruh di bawah pengampuan, adalah batal demi hukum, dan atas penuntutan yang diajukan oleh atau dari pihak mereka, haruslah dinyatakan batal, semata-mata atas dasar kebelumdewasaan atau pengampuannya. Perikatan yang dibuat oleh orang-orang perempuan yang

23


(31)

bersuami dan oleh orang-orang belum dewasa telah mendapat pernyataan persamaan dengan orang dewasa, hanyalah batal demi hukum, sekedar perikatan-perikatan tersebut melampaui kekuasaan mereka”.

b. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.

Kecapakapan bertindak adalah kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan menimbulkan akibat hukum. Subjek yang dianggap memiliki kecakapan memberikan persetujuan ialah orang yang mampu melakukan tindakan hukum. Menurut Pasal 1329 KUHPerdata: “setiap orang ialah cakap untuk membuat perikatan-perikatan jika ia oleh undang-undang tidak dinyatakan tidak cakap”.

Pasal 1330 KUHPerdata: Tidak cakap untuk membuat perjanjian adalah: 1) Orang-orang belum dewasa

2) Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan

3) Orang-orang perempuan, dalam hal-hal yang ditetapkan oleh undang-undang dan pada umumnya semua orang kepada siapa undang-undang-undang-undang telah melarang, membuat persetujuan-persetujuan tertentu.Umumnya orang yang mampu melakukan tindakan hukum ialah orang dewasa yang waras akal budinya, bukan orang yang sedang berada di bawah pengampuan maupun curatele dan anak di bawah umur.

Orang-orang dewasa atau di bawah umur hal ini dapat dilihat dalam Pasal 330 KUHPerdata “ belum dewasa adalah mereka yang belum mencapai


(32)

umur 21 tahun dan tidak lebih dahulu kawin dan apabila perkawinannya bubar sedangkan belum genap 21 tahun mereka tetap dianggap belum dewasa”. Selain dalam Pasal 330 KUHPerdata hukum adat dan juga Pasal 47 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan juga mengatur tentang kedewasaan. Kedewasaan menurut hukum adat didasarkan atas ukuran yang disesuaikan dengan kenyataan yaitu apabila seseorang telah berkeluarga. Jadi prinsip kedewasaan seperti hal ini lebih sesuai dengan kepatuhan karena didasarkan atas keadaan yang nyata yaitu bahwa orang itu benar-benar sudah mandiri dan dianggap mengerti atau telah cukup mempunyai kemampuan untuk mengerti konsekuensi dari perbuatannya namun dengan berpegang teguh pada patokan ini kepastian hukumnya masih kurang.

Pengampuan adalah suatu keadaan dimana orang dewasa yang oleh karena sifat-sifat pribadinya, dianggap tidak cakap untuk bertindak sendiri dalam lalu lintas hukum (Pasal 433 KUHPerdata).Macam-macam pengampuan dalam Pasal 433 KUHPerdata terdiri dari: imbisil (tolol, dungu, bodoh), lemah daya atau lemah piker, sakit otak/sakit ingatan atau mata gelap, pemboros (berperilaku buruk).

Mengenai hal wanita yang telah bersuami untuk mengadakan suatu perjanjian ia memerlukan bantuan atau izin dari suaminya hal ini dapat kita lihat dalam Pasal 108 KUHPerdata, akan tetapi sejak keluarnya SEMA Nomor 3 Tahun 1963 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri dan Ketua Pengadilan Tinggi di seluruh Indonesia tentang kedudukan seorang


(33)

wanita diangkat derajatnya sama dengan laki-laki sehingga untuk mengadakan perbuatan hukum dan menghadap pengadilan ia tidak memerlukan bantuan suaminya lagi, maka dengan adanya SEMA Nomor 3 Tahun 1963 maka Pasal 108 KUHPerdata dinyatakan tidak berlaku lagi. c. Mengenai suatu hal yang tertentu.

Objek perjanjian haruslah tertentu sebab apabila tidak tertentu, yaitu tidak jelas jenisnya dan tidak tentu jumlahnya, perjanjian yang demikian adalah tidak sah. 24Oleh karena itu masalah jumlah atau quantity barang yang diperjanjikan dianggap penting untuk dicermati.25 Untuk menentukan barang yang menjadi objek perjanjian, dapat dipergunakan berbagai cara seperti menghitung, menimbang, mengukur atau menakar. Jadi objek tersebut harus tertentu, sekurang-kurang jenisnya dapat ditentukan baik hal itu mengenai benda yang berwujud ataupun yang tidak berwujud, seperti yang dijumpai dalam persetujuan perburuhan, penjaminan ataupun pemberian kuasa. Objek itu dapat juga berupa:

1) Barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan

Pasal 1332 KUHPerdata: “hanya barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu perjanjian”

2) Barang-barang yang dapat dipergunakan untuk kepentingan umum antara lain: seperti jalan umum, pelabuhan umum, gedung-gedung umum, dan sebagainya tidaklah dapat dijadikan objek perjanjian.

24

Ray I.G Wijaya, Merancang Suatu Kontrak : Contract Drafting, Kesaint Blanc, Jakarta, 2008, Hal. 49.

25

Suharnoko,Hukum Perjanjian : Teori dan Analisa Kasus, Kencana, Jakarta, 2004, Hal. 17.


(34)

3) Dapat ditentukan jenisnya.

Pasal 1333 KUHPerdata: “suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit ditentukan jenisnya. Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu, asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung”.

4) Barang yang akan datang.

Pasal 1334 KUHPerdata:”barang-barang yang baru akan ada dikemudian hari dapat menjadi pokok suatu perjanjian. Tetapi tidaklah diperkenankan untuk melepaskan suatu warisan yang belum terbuka, ataupun meminta diperjanjikan sesuatu hal mengenai warisan itu, sekalipun dengan sepakatnya orang yang nantinya akan meninggalkan warisan yang menjadi pokok perjanjian itu”.

d. Adanya suatu sebab yang halal.

Sebab atau kausa yang dimaksudkan disini menunjuk pada adanya hubungan tujuan, yaitu apa yang menjadi tujuan para pihak untuk menutup kontrak, atau apa yang hendak dicapai para pihak pada saat penutupan kontrak. 26Suatu perjanjian harus memuat suatu kausa yang diperbolehkan atau legal (geoorloofde oorzak). Suatu sebab yang halal atau kausa yang diperbolehkan ialah isi dan tujuan. Pesetujuan tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kepentingan umum dan kesusilaan.

26

Agus Yudha Harnoko, Hukum Perjanjian Asas Proporsionalitas dalam Kontrak Komersial, Kencana, Jakarta, 2010, Hal. 194.


(35)

Menurut Pasal 1335 KUHPerdata dikatakan suatu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan. Dan suatu sebab adalah terlarang jika sebab itu dilarang oleh undang-undang dan bertentangan dengan ketertiban umum dan atau kesusilaan (Pasal 1337 KUHPerdata). Konsekuensi yuridis apabila syarat sebab yang legal dalam suatu kontrak sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 1320 KUHPerdata tidak dipenuhi, konsekuensi hukumnya adalah bahwa kontrak yang bersangkutan tidak mempunyai kekuatan hukum, dengan perkataan lain, suatu kontrak tanpa suatu kausa yang legal akan merupakan kontrak yang batal demi hukum.

C. Subjek hukum dalam kontrak

Perjanjian timbul disebabkan oleh adanya hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih. Pendukung hukum perjanjian sekurang-kurangnya harus ada dua orang tertentu, misalnya orang itu menduduki tempat yang berbeda, satu orang menjadi pihak kreditur, dan yang seorang lagi sebagai pihak debitur. Kreditur dan debitur itulah yang menjadi subjek perjanjian. Kreditur mempunyai hak atas prestasi dan debitur wajib memenuhi pelaksanaan prestasi.27

Subjek hukum dalam perjanjian adalah pihak-pihak yang telah terikat dengan diadakannya perjanjian. Pasal 1315 KUHPerdata mengatakan pada umummnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya sendiri. KUHPerdata

27


(36)

membedakan tiga golongan subjek perjanjian (pihak-pihak yang terkait dengan diadakannya perjanjian) yaitu:

1. Para pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri;

2. Para hali waris dan mereka yang mendapatkan hak padanya; 3. Pihak ketiga. 28

Dalam Pasal 1340 dikatakan persetujuan hanya berlaku antara pihak-pihak yang membuatnya dan persetujuan-persetujuan itu tidak dapat membawa rugi kepada pihak ketiga dan tidak dapat memberi keuntungan kepada pihak ketiga, selain dalam hal yang diatur dalam Pasal 1317 KUHPerdata. Pasal 1317 KUHPerdata menyatakan diperbolehkan juga untuk meminta ditetapkannya suatu janji guna untuk kepentingan pihak ketiga, apabila suatu penetapan janji yang dibuat oleh seorang untuk dirinya sendiri, atau suatu pemberian untuk orang lain, memuat syarat yang seperti itu. Siapa yang telah memperjanjikan sesuatu seperti itu tidak boleh menariknya kembali, apabila pihak ketiga tersebut telah menyatakan hendak mempergunakannya.

Subyek hukum berasal dari terjemahan rechtsubject atau law of subject. Pada umumnya kedua istilah ini dirtikan sebagai pendukung/pengemban hak dan kewajiban dalam lalu lintas hukum.Subjek hukum dalam perjanjian adalah manusia(natuurlijk persoon) dan badan hokum(rechts persoon).Keduanya memiliki perbedaan yaitu manusia menjadi subjek hukum sejak dia dilahirkan, sedangkan badan hukum menjadi subjek hukum pada saat benda itu telah didaftarkan dan benda tersebut tidak bernyawa seperti manusia.

28


(37)

D. Jenis-jenis kontrak

Sebelum berbicara mengenai jenis-jenis kontrak, akan diuraikan terlebih dahulu mengenai bentuk kontrak. Dalam KUHPerdata perjanjian itu tidak tercakup dalam satu pasal saja, akan tetapi terdapat dalam banyak pasal. Kontrak dapat dibuat secara tertulis dan secara lisan dan jika dibuat secara tertulis maka ini bersifat sebagai alat bukti apabila terjadi perselisihan. Hal ini dibuat berdasarkan atas kesepakatan para pihak yang saling mengikatkan diri. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, perjanjian menurut sifatnya dapat dibagi atas:

a. perjanjian untuk memberikan sesuatu b. perjanjian untuk berbuat sesuatu c. perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu.

Berdasarkan jenisnya, kontrak dapat dibedakan dalam beberapa jenis, yaitu: 1. Perjanjian timbal balik atau perjanjian sepihak.

Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban dan hak bagi kedua belah pihak. Misalnya perjanjian jual beli dan perjanjian pemborongan. Dibedakan menjadi dua macam yaitu perjanjian timbal balik sempurna dan perjanjian sepihak. Perjanjian timbal balik sempurna menimbulkan kewajiban pokok bagi satu pihak sedangkan lainnya wajib


(38)

melakukan sesuatu. Sedangkan perjanjian sepihak merupakan perjanjian yang selalu menimbulkan kewajiban hanya bagi satu pihak. 29

2. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban.

Penggolongan ini didasarkan pada keuntungan salah satu pihak dan adanya prestasi dari pihak lainnya. 30 Pasal 1314 KUHPerdata: Suatu persetujuan dibuat dengan cuma-cuma atau atas beban, suatu persetujuan cuma-cuma adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain, tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Perbuatan cuma-cuma terjadi menunjukkan adanya sutu prestasi tanpa dibarengi kontra prestasi. Pihak yang memberikan prestasi tidak mengharapkan prestasi imbalan dari pihak lainnya. Misalnya hibah.

Perjanjian atas beban adalah perjanjian terhadap prestasi dari pihak yang satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua prestasi itu ada hubungannya menurut hukum. Misalnya A berjanji akan menyanggupi memberikan sejumlah barang kepada si B dengan syarat si B bersedia memindahkan satu barang dari satu tempat ke tempat yang lain. 3. Perjanjian bernama (benoemd overeenkomst).

Perjanjian bernama adalah perjanjian yang mempunyai nama sendiri. Maksudnya ialah bahwa perjanjian-perjanjian tersebut diatur dan diberi nama oleh pembentuk undang-undang, berdasarkan tipe yang paling banyak terjadi sehari-hari. Perjanjian khusus terdapat dalam Bab V sampai dengan Bab XVIII KUHPerdata.

29

Salim, HS (1),Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2003, Hal. 20.

30 Ibid.


(39)

4. Perjanjian tidak bernama (onbenoemde overeenkomst).

Di luar perjanjian bernama, terdapat juga perjanjian tidak bernama, yaitu perjanjian yang tidak diatur di dalam KUHPerdata, tetapi terdapat di dalam masyarakat. Jumlah perjanjian ini tidak terbatas dengan nama yang disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang mengadakannya, seperti perjanjian kerja sama, perjanjian pemasaran, dan perjanjian pengelolaan. Lahirnya perjanjian ini didalam prakteknya adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak, mengadakan perjanjian atau partij otonomi. Tentang perjanjian tidak bernama diatur dalam Pasal 1319 KUHPerdata, yaitu yang berbunyi semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain.

5. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir.

Perjanjian kebendaan yaitu perjanjian dengan mana seorang menyerahkan haknya atas sesuatu benda kepada pihak lain, yang membebankan kewajiban pihak itu untuk meyerahkan benda tersebut kepada pihak lain. Misalnya jual beli untuk beralihnya hak milik atas benda yang diperjualbelikan diperlukan adanya penyerahan. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian antara pihak-pihak yang sepakat, mengikatkan diri untuk melakukan penyerahan suatu benda kepada pihak lain. Dalam contoh diatas perjanjian jual beli itu dinamakan perjanjian obligatoir karena membebankan para pihak untuk melakukan penyerahan, sedangkan penyerahan itu adalah merupakan perjanjian kebendaan.


(40)

6. Perjanjian konsensuil dan perjanjian riil.

Perjanjian konsensuil adalah perjanjian diantara kedua belah pihak telah tercapai persesuaian kehendak untuk mengadakan perikatan. Sebagai contoh, dalam jual beli, jual beli dianggap telah terjadi sejak adanya persesuaian harga (Pasal 1458 KUHPerdata).

Perjanjian riil adalah perjanjian yang dianggap mulai semenjak adanya perbuatan hukum dari apa yang diperjanjikan. Misalnya dalam perjanjian penitipan barang, perjanjian mulai mengikat semenjak seseorang menerima barang sebagai titipan dari orang lain (Pasal 1694 KUHPerdata).

7. Perjanjian yang sifatnya istimewa.

Perjanjian yang sifatnyaistimewa ada empat macam, yaitu:

1) Perjanjian liberatoir, yaitu perjanjian yang mana para pihak membebaskan diri dari kewajiban yang ada, misalnya pembebasan utang (Pasal 1438 KUHPerdata).

2) Perjanjian pembuktian, yaitu para pihak yang menentukan pembuktian apakah yang berlaku diantara pihak-pihak tersebut.

3) Perjanjian untung-untungan, yaitu suatu perbuatan yang hasilnya mengenai untung ruginya bagi semua pihak, maupun bagi sementara pihak tergantung pada suatu kejadian yang belum tentu atau objeknya ditentukan kemudian (Pasal 1774 KUHPerdata).

4) Perjanjian publik, yaitu perjanjian yang sebagian atau seluruhnya dikuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak yang bertindak adalah pemerintah, dan pihak lainnya adalah swasta. Misalnya perjanjian ikatan dinas.31

E. Berakhirnya kontrak

Berakhirnya kontrak merupakan selesai atau hapusnya sebuah kontrak yang dibuat antara dua pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur tentang suatu hal.

31

Salim H.S (2), Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUH Perdata, Raja Grafindo, Jakarta , 2006, Hal. 258.


(41)

Hapusnya perjanjian berarti semua pernyataan kehendak atau semua hal yang diperjanjikan antara para pihak terhapus. Dengan demikian status para pihak kembali kepada keadaan semula, keadaan sebelum para pihak mengadakan perjanjian, dimana diantara para pihak seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa. Hapusnya perjanjian sebagai hubungan hukum antara kreditur dan debitur dengan sendirinya akan menghapuskan seluruh perjanjian.

Adapun cara-cara penghapusan perjanjian menurut Pasal 1381 KUHPerdata, adalah:

1. Karena pembayaran.

Pembayaran adalah pelaksanaan atau pemenuhan perjanjian secara sukarela artinya tidak dengan paksaan. “Dalam hal ini pembayaran yang dimaksud adalah pembayaran dalam arti luas, yang meliputi tidak saja pembayaran berupa uang, melainkan juga penyerahan barang yang dijual oleh penjual. Dengan pernyataan lain, pelaksanaan perjanjian”.32

Pada dasarnya pembayaran hanya dapat dilakukan oleh yang bersangkutan saja. Namun, Pasal 1382 KUHPerdata menyebutkan bahwa pembayaran dapat dilakukan oleh orang lain. Dengan demikian undang-undang tidak mempersoalkan siapa yang harus membayar akan tetapi yang terpenting adalah utang itu harus dibayar.

2. Karena penawaran pembayaran tunai yang diikuti dengan penyimpanan atau penitipan (konsignasi).

32

Salim, H.S (3), Hukum Kontrak:Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, Sinar Grafika, Jakarta, 2013, Hal. 165.


(42)

Konsignasiadalah suatu cara pembayaran untuk menolong debitur dalam hal si kreditur menolak pembayaran. Penawaran pembayaran tunai terjadi bilamana si kreditur menolak pembayaran, maka debitur secara langsung menawarkan konsignasi yakni dengan menitipkan uang atau barang kepada notaris atau panitera. Setelah itu notaris atau panitera membuat perincian barang-barang atau uang yang harus dibayarkan selanjutnya menjumpai kreditur untuk melakukan pembayaran. Jika kreditur menolak maka hal ini dicatat dalam berita acara yang merupakan bukti bahwa kreditur menolak pembayaran yang ditawarkan. Dengan demikian debitur meminta kepada hakim agar konsignasidisahkan. Apabila telah disahkan, maka debitur terlepas dari kewajibannya dan perjanjian dianggap hapus.33

3. Karena pembaharuan utang (novasi).

Pembaharuan utang adalah peristiwa hukum dalam suatu perikatan diganti dengan perikatan lain. Dalam hal ini para pihak mengadakan suatu perjanjian dengan jalan menghapuskan perjanjian lama dan membuat perjanjian yang baru.34

Novasi dapat terjadi atas beberapa bentuk sesuai dengan pembaharuan yang dilakukan oleh:

a. Novasi Objektif

Dalam hal ini yang diganti adalah perjanjiannya (objek) sedangkan para pihak tetap.

b. Novasi Subjektif

33

Hartono Hadisoeprapto, Pokok-Pokok Hukum Perikatan Dan Hukum Jaminan, Liberti, Yogyakarta, 2001, Hal. 47.

34


(43)

Dalam hal ini kebalikan dari novasi objektif, dimana objeknya tetap dan yang berubah adalah subjeknya.

4. Karena kompensasi atau perjumpaan utang.

Hal ini terjadi apabila para pihak, yaitu kreditur dan debitur saling mempunyai utang dan piutang, maka diadakan perjumpaan utang untuk suatu jumlah yang sama. Hal ini terjadi apabila antara kelompok utang berpokok pada sejumlah uang atau sejumlah barang yang dapat dihabiskan dari jenis yang sama dan yang keduanya dapat ditetapkan serta ditagih seketika. Undang-undang menentukan bahwa kompensasi itu terjadi demi hukum akan tetapi bila dilihat Pasal 1430, Pasal 1432 dan Pasal 1435 KUHPerdata, maka kompensasi menghendaki adanya aktivitas dari pihak-pihak yang berkepentingan.

5. Karena percampuran utang.

Percampuran utang terjadi akibat keadaan bersatunya kedudukan debitur dan kreditur pada diri seseorang. Dengan bersatunya kedudukan debitur dan kreditur pada diri seseorang dengan sendirinya menurut hukum telah terjadi percampuran utang sesuai dengan Pasal 1436 KUHPerdata. 6. Karena pembebasan utang.

Hal ini terjadi apabila kreditur dengan tegas menyatakan bahwa ia tidak menghendaki lagi adanya pemenuhan prestasi oleh debitur. Apabila debitur menerima pernyataan kreditur maka berakhirlah perjanjian utang piutang


(44)

diantara pihak tersebut. Namun demikian pembebasan utang tidak dapat terjadi hanya dengan pernyataan, tetapi untuk adanya kepastian hukum dan agar adanya bukti yang kuat maka pernyataan itu harus merupakan tindakan dari kreditur. Misalnya dengan mengembalikan surat piutang kepada debitur. 7. Karena musnahnya barang yang terutang.

Musnahnya barang-barang yang menjadi utang debitur diatur dalam Pasal 1444 dan Pasal 1445 KUHPerdata. Debitur wajib membuktikan bahwa musnahnya barang tersebut adalah diluar kesalahannya dan barang itu akan musnah atau hilang juga meskipun di tangan debitur. Jadi dalam hal ini si debitur telah berusaha dengan segala daya upaya untuk menjaga barang tersebut agar tetap berada dalam keadaan semula.

8. Karena kebatalan atau pembatalan

Syarat perjanjian akan hapus apabila ada suatu pembatalan maupun dibatalkan. Pembatalan haruslah dimintakan ataupun batal demi hukum. Karena jika batal demi hukum maka akibatnya perjanjian dianggap tidak pernah ada, sedangkan dalam pembatalan, perjanjian dianggap telah ada, tetapi karena suatu pembatalan maka perjanjian itu hapus dan para pihak kembali kepada keadaan semula.35

9. Karena berlakunya suatu syarat batal.

Syarat batal yang dimaksud syarat disini adalah ketentuan isi perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi mengakibatkan perjanjian itu batal sehingga perjanjian itu menjadi lenyap.36 10.Karena lewatnya waktu.

35

Salim,H.S (3), Op.Cit,. Hal. 169. 36


(45)

Lewatnya waktu adalah suatu upaya untuk memperoleh sesuatu atau untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang (Pasal 1946 KUHPerdata).

Kesepuluh cara berakhirnya kontrak tersebut tidak disebutkan mana kontrak yang berakhir karena perjanjian maupun karena undang-undang. Berdasarkan hasil kajian terhadap pasal-pasal yang mengatur tentang berakhirnya kontrak, maka kesepuluh cara itu dapat digolongkan menjadi dua bagian, yaitu berakhirnya kontrak karena perjanjian dan undang-undang. Yang termasuk ke dalam berakhirnya kontrak karena undang-undang adalah konsignasi, musnahnya barang terutang, dan lewatnya waktu. Sedangkan berakhirnya kontrak karena perjanjian dibagi menjadi tujuh macam, yaitu pembayaran, novasi (pembaruan utang), kompensasi, percampuran utang, pembebasan utang, kebatalan atau pembatalan dan berlakunya syarat batal. 37

Berakhirnya kontrak di dalam pelaksanaannya tidak selamanya selalu berakhir sesuai dengan apa yang telah ditentukan dalam Pasal 1381 KUHPerdata, tetapi juga ditemukan cara-cara lain yang terjadi di dalam praktiknya. Adapun cara berakhirnya kontrak diluar Pasal 1381 KUHPerdata, seperti :

1. Jangka waktu kontrak telah berakhir 2. Dilaksanakan objek perjanjian. 3. Kesepakatan kedua belah pihak.

37


(46)

4. Pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah satu pihak, dan 5. Adanya putusan pengadilan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berakhirnya kontrak dapat digolongkan menjadi dua belasa macam, yaitu:

1. Pembayaran,

2. Novasi (pembaruan utang), 3. Kompensasi,

4. Pencampuran utang, 5. Pembebasan utang,

6. Kebatalan atau pembatalan, 7. Berlaku syarat batal,

8. Jangka waktu kontrak telah berakhir, 9. Dilaksanakan objek perjanjian, 10.Kesepakatan kedua belah pihak,

11.Pemutusan kontrak secara sepihak oleh salah satu pihak, dan 12.Adanya putusan pengadilan.


(47)

BAB III

TINJAUAN MENGENAI KONTRAK KONSTRUKSI

A. Pengertian Kontrak Konstruksi

Mengenai pengertian perjanjian untuk melakukan pemborongan pekerjaan dapat dilihat dalam Buku III KUHPerdata Bab VIIA pada bagian ke Satu, mengenai Ketentuan-Ketentuan Umum.Di dalam Pasal 1601 (b) KUHPerdata, pemborongan pekerjaan adalah persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak yang lain, pihak yang memborongkan, dengan menerima suatu harga yang ditentukan.

Menurut Djumialdji,defenisi perjanjian pemborongan disini kurang tepat menganggap bahwa perjanjian pemborongan adalah perjanjian sepihak sebab si pemborong hanya mempunyai kewajiban saja sedangkan yang memborongkan hanya mempunyai hak saja. Sebenarnya perjanjian pemborongan adalah perjanjian timbal balik hak dan kewajiban. Sehingga pengertian perjanjian pemborongan yang lebih tepat adalahsuatu persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkandiri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan,


(48)

sedangkan pihak yang lain, yangmemborong, mengikatkan diri untuk membayar suatu harga yang ditentukan.38

Menurut R. Subekti, perjanjian pemborongan adalahperjanjian antara seseorang (pihak yang memborongkan) dengan seseorangyang lain (pihak yang memborong pekerjaan), dimana pihak yang pertamamenghendaki suatu hasil pekerjaan yang disanggupi oleh pihak lain tersebutserta adanya suatu pembayaran uang tertentu sebagai harga pemborongan.39

Kontrak konstruksi atau perjanjian pemborongan merupakan salah satu perjanjian untuk melakukan pekerjaan, sebab Bab 7A Buku III KUHPerdata tentang “ Perjanjian untuk melakukan pekerjaan” itu di dalamnya terdapat tiga macam perjanjian yaitu:

1. Perjanjian Kerja atau Perburuhan 2. Perjanjian Pemborongan Pekerjaan 3. Perjanjian Melakukan Jasa-Jasa Tertentu.

Dilihat dari obyeknya, perjanjian pemborongan bangunan mirip dengan perjanjian lain yaitu perjanjian kerja dan perjanjian melakukan jasa, yaitu samasama menyebutkan bahwa pihak yang satu menyetujui untuk melaksanakan pekerjaan pihak lain dengan pembayaran tertentu. Perbedaannya satu dengan yang lainnya ialah bahwa pada perjanjian kerja terdapat hubungan kedinasan atau kekuasaan antara buruh dengan majikan. Pada pemborongan bangunan dan perjanjian melakukan jasa

38

Djumialdji (1), Op. Cit., Hal. 4.

39

R. Subekti (2), Aneka Perjanjian, Citra Aditya Bakti , Bandung, 2014 , Hal.70.


(49)

tidak ada hubungan semacam itu, melainkan melaksanakan pekerjaan yang tugasnya secara mandiri.40

Kontrak konstruksi juga terdapat pengertiannya didalam Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi selanjutnya disebut UUJK, bahwa kontrak konstruksi adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelanggaraan pekerjaan konstruksi. Dokumen merupakan surat-surat yang berkaitan dengan kegiatan konstruksi. Konstruksi merupakan sususanan (model, letak) dari suatu bangunan. Adapun dokumen-dokumen yang berkaitan erat dengan kontrak konstruksi adalah meliputi :

a. Surat perjanjian yang ditandatangani oleh pengguna jasa dan penyedia jasa; b. Dokumen lelang, yaitu dokumen yang disusun oleh pengguna jasa yang

merupakan dasar bagi penyedia jasa untuk menyusun usulan atau penawaran untuk pelaksanaan yang berisi lingkup tugas dan persyaratan (umum dan khusus, teknis dan administratif, kondisi kontrak);

c. Usulan atau penawaran, yaitu dokumen oleh penyedia jasa berdasarkan dokumen lelang yang berisi metode, harga penawaran, jadwal waktu dan sumber daya;

d. Berita acara yang berisi kesepakatan antara pengguna jasa dan penyedia jasa selama proses evaluasi usulan atau penawaran oleh pengguna jasa antara lain klarifikasi atas hal-hala yang menimbulkan keraguan;

e. Surat pernyataan dari pengguna jasa yang menyatakan menerima atau menyetujui usulan atau penawaran dari penyedia jasa;

f. Surat pernyataan dari penyedia jasa yang menyatakan kesanggupan untuk melaksanakan pekerjaan. 41

Berdasarkan pengertian kontrak konstruksi didalam Pasal 1 ayat (5) UUJK tersebut, dapat dikemukakan unsur-unsur yang harus ada dalam suatu kontrak konstruksi, yaitu:

1. Adanya subjek, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa;

40

Sri Soedewi Masjchun Sofwan. Op.Cit,. Hal. 52. 41


(50)

2. Adanya objek, yaitu konstruksi;

3. Adanya dokumen yang mengatur hubungan antara pengguna jasa dan penyedia jasa.

Kontrak konstruksi juga ditemukan pengertiannya di dalam blacklaws dictionary. Disebutkan,contract constructionis : Type of contract in which plans and specification for construction are made a part of contract itself and commonly it secured by performance and payment bond to protect both subcontractor and party for whom building is bring construction. Artinya, kontrak konstruksi adalah suatu tipe perjanjian atau kontrak yang direncanakan dan dispesifikasikan khusus untuk konstruksi yang dibuat menjadi bagian dari perjanjian itu sendiri dan biasanya kontrak konstruksi tersebut pada umumnya dijamin dengan kinerja dan pembayaran untuk melindungi subkontraktor dan kedua pihak sebagai pemilik bangunan sebagai dasar dari perjanjian tersebut. 42

B. Dasar hukum kontrak konstruksi

Kontrak konstruksi atau perjanjian pemborongan yang merupakan perjanjian yang diatur secara khusus dalam Bab 7A Buku III KUHPerdata Pasal 1601 (b), kemudian Pasal 1604 sampai dengan Pasal 1616 KUHPerdata, peraturan-peraturan khusus yang dibuat oleh pemerintah seperti A.V 1941, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi, dan Peraturan-Peraturan lainnya seperti Peraturan-Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang

42


(51)

Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Ketentuan kontrak konstruksi di dalam KUHPerdata berlaku bagi perjanjian pemborongan pada proyek-proyek swasta maupun pada proyek-proyek pemerintah. Para pihak dalam kontrak konstruksi dapat membuat sendiri ketentuan-ketentuannya asal tidak dilarang oleh undang-undang, tidak bertentangan dengan ketertiban dan kesusilaan. Pada umumnya ketentuan-ketentuan tersebut mengatur mengenai hak dan kewajiban dari para pihak, jangka waktu kontrak, metode pelaksanaan dan berakhirnya kontrak.

C. Jenis – jenis kontrak konstruksi

Di dalam Pasal 1604 KUHPerdata dikenal adanya dua macam kontrak konstruksi, yaitu :

1. Perjanjian pemborongan dimana pemborong hanya melakukan pekerjaansaja. 2. Perjanjian pemborongan dimana pemborong selain melakukan pekerjaanjuga

menyediakan bahan-bahannya. 43

Satu sama lain membawa perbedaan dalam hal tanggungjawabnya si pemborong atas hasil pekerjaan yang diperjanjikan. Dalam hal pemborongan harus menyediakan bahan-bahannya dan hasil pekerjaannya, karena apa pun juga musnah sebelum diserahkan, maka kegiatan itu dipikul oleh pemborong kecuali jika pemberi tugas itu lalai untuk menerima hasil pekerjaan tersebut. Dalam hal pemborong hanya harus melakukan pekerjaan dan hasil

43

Nazarkhan Yasin (2), Mengenal Kontrak Konstruksi di Indonesia,Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, Hal. 29.


(52)

pekerjaannya itu musnah, maka ia hanya bertanggung jawab atas kemusnahan itu sepanjang hal itu terjadi karena kesalahannya.Ketentuan yang terakhir ini mengandung maksud bahwa akibat suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak, yang menimpa bahan-bahan yang telah disediakan oleh pihak yang memborongkan, dipikul pada pundaknya pihak yang memborongkan.44

Pasal 1607 KUHPerdata mengatakan jika musnahnya hasil pekerjaan tersebut terjadi di luar kesalahan/kelalaian pemborong sebelum penyerahan dilakukan, sedangkan pemberi tugas pun tidak lalai untuk memeriksa dan menyetujui hasil pekerjaan itu, maka pemborong tidak berhak atas harga yang dijanjikan, kecuali jika barang itu musnah karena bahan-bahannya cacat. Dari ketentuan tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kedua belah pihak menderita kerugian akibat kejadian yang tak disengaja yang memusnahkan pekerjaan itu. Pihak yang memborongkan kehilangan bahan-bahan yang telah disediakan olehnya sedangkan pihak pemborong kehilangan tenaga dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menggarap pekerjaan.45Pihak yang memborongkan hanya dapat menuntut penggantian kerugiannya apabila ia dapat membuktikan adanya kesalahan dari si pemborong.Sedangkan pihak pemborong hanya akan dapat menuntut harga yang dijanjikan apabila ia berhasil membuktikan bahwa bahan-bahan yang disediakan oleh pihak lawan itu mengandung cacat-cacat yang menyebabkan kemusnahan pekerjaannya.

Pasal 1608 KUHPerdata menyatakan jika pekerjaan yang diborongkan itu dilakukan sebagian demi sebagian atau menurut ukuran, maka hasil

44

Ibid, Hal. 32. 45


(53)

pekerjaan dapat diperiksa sebagian demi sebagian; pemeriksaan itu dianggaptelah dilakukan terhadap semua bagian yang telah dibayar, jika pemberi tugas itu membayar pemborongan tiap kali menurut ukuran dan apa yang telah diselesaikan. Ketentuan ini mengandung maksud bahwa bagian pekerjaan yang sudah dibayar itu menjadi tanggungjawab pihak yang memborongkan apabila terjadi suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak yang memusnahkan bagian pekerjaan itu.

Berdasarkan pada beberapa segi tertentu, kontrak konstruksi juga dapat diklasifikasi ke dalam beberapa golongan, yaitu:

1. Menurut cara terjadinya, kontrak konstruksi atau perjanjian pemborongan pekerjaan dapat dibedakan dalam:

a. Kontrak konstruksi yang diperoleh sebagai hasil pelelangan atas dasar penawaran yang diajukan;

b. Kontrak konstruksi atas dasar penunjukan langsung;

c. Kontrak konstruksi yang diperoleh sebagai hasil perundingan antara pemberi tugas dengan pemborong.

2. Menurut cara penentuan harganya, kontrak konstruksi atau perjanjian pemborongan itu dapat dibedakan atas tiga bentuk utama sebagai berikut:

a. Kontrak konstruksi dengan harga pasti (fixed price). Disini harga pemborongan telah ditetapkan secara pasti, baik mengenai harga kontrak maupun harga satuan;

b. Kontrak konstruksi dengan harga lumpsum. Disini harga borongan diperhitungkan secara keseluruhan;

c. Kontrak konstruksi atas dasar satuan (unit price), yaitu harga yang diperhitungkan untuk setiap unit. Disini luas pekerjaan ditentukan menurut jumlah perkiraan jumlah unit;


(54)

d. Kontrak konstruksi atas dasar jumlah biaya dan upah (cost plus fee). Disini pemberi tugas akan membayar pemborongan dengan jumlah biaya yang sesungguhnya yang telah dikeluarkan ditambah dengan upahnya.46

3. Menurut sumber dananya, maka suatu kontrak konstruksi dapat dibagi ke dalam :

a. Kontrak konstruksi dengan dana perusahaan / instansi sendiri; b. Kontrak konstruksi dengan dana pinjaman luar negeri;

c. Kontrak konstruksi dengan APBN; d. Kontrak konstruksi dengan APBD;

e. Kontrak konstruksi dengan Inpres / Banpres;

f. Kontrak konstruksi dengan biaya pinjaman luar negeri.47

4. Menurut penyediaan dana tiap-tiap tahun anggaran. a. Kontrak konstruksi dalam satu tahun anggaran; b. Kontrak konstruksi lebih dari satu tahun anggaran. 5. Menurut pemberi tugasnya.

a. Kontrak konstruksi dari perseorangan; b. Kontrak konstruksi dari swasta; c. Kontrak konstruksi dari pemerintah.

D. Para pihak dalam kontrak konstruksi

Para pihak yang terdapat dalam kontrak konstruksi adalah pengguna jasa dan penyedia jasa. Pengguna jasa adalah perseorangan atau badan usaha sebagai pemberi tugas atau pemiliki pekerjaan / proyek yang memerlukan layanan jasa perencanaan. Penyedia jasa adalah pihak yang melaksanakan pekerjaan berdasarkan permintaan atau perintah resmi atau kontrak pekerjaan dari pihak

46

Sri Soedewi Masjchun Sofwan,Op.Cit., Hal. 52. 47


(55)

pengguna jasa. 48Pihak penyedia jasa terdiri dari perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi. Masing-masing penyedia jasa terdiri dari orang perorangan atau badan usaha yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.Adapun pihak-pihak yang terlibat dalm kontrak konstruski adalah:

1. Pemberi Tugas (Bouwheer).

Pemberi tugas dapat berupa perorangan, badan hukum, instansi pemerintah ataupun swasta. Pemberi tugas mempunyai prakarsa memborongkan bangunan sesuai dengan kontrak dan apa yang tercantum dalam bestek dan syarat-syarat. Dalam pemborongan pekerjaan umum dilakukan oleh instansi pemerintah, direksi lazim ditunjuk dari instansi yang berwenang, biasanya dari instansi pekerjaan umum atas dasar penugasan ataupun perjanjian kerja.49

Hubungan antara pemberi tugas dengan pemborong dapat berupa jika pemberi tugas adalah pemerintah dan pemborong juga pemerintah maka hubungannya berwujud hubungan kedinasan. Jika pemberi tugas dari pemerintah atau swasta sedangkan pemborong dari pihak swasta, hubungannya dituangkan dalam perjanjian pemborongan / Surat Perintah Kerja.

Adapun hubungan antara pemberi tugas dengan perencana jika pemberi tugas adalah pemerintah dan perencana juga dari pemerintah maka terdapat hubungan kedinasan. Jika pemberi tugas dari pemerintah dan atau swasta, perencana adalah pihak swasta yang bertindak sebagai penasihat pemberi

48

Adrian Sutedi, Aspek Hukum Pengadaan Barang dan Jasa dan Berbagai Permasalahannya, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, Hal.4.

49


(56)

tugas, maka hubungannya dituangkan dalam perjanjian melakukan jasa-jasa tunggal. Sedangkan apabila pemberi tugas dari pemerintah atau swasta dengan perencana dari phak swasta yang bertindak sebagai wakil pemberi tugas (sebagai direksi) maka hubungannya dituangkan dalam perjanjian pemberian kuasa (Pasal 1792- 1819 KUHPerdata).

Tugas dari pemberi tugas yaitu memeriksa dan menyetujui hasil pekerjaan pemborong, menerima hasil pekerjaan dan membayar harga bangunan.50

2. Pemborong (kontraktor).

Pemborong adalah perseorangan atau badan hukum, swasta maupun pemerintah yang ditunjuk untuk melaksanakan pekerjaan pemborongan bangunan sesuai dengan bestek.51 Penunjukan sebagai pelaksana bangunan oleh pemberi tugas dapat terjadi karena pemborong menang dalam pelelangan atau memang ditetapkan sebagai pelaksana oleh pemberi tugas. Dalam melaksanakan pekerjaan, pemborong yang memenangkan lelang/tender bekerja sama dengan pemborong lain yang biasanya disebut sub kontraktor.

Pekerjaan ini tidak boleh diserahkan secara keseluruhan kepada sub kontraktor, hanya boleh untuk sebagian pekerjaan yang biasanya tidak menjadi keahlian pemborong setelah sebelumnya sub kontraktor ini diusulkan oleh pemborong dan mendapat izin tertulis dari pemberi tugas.

Hubungan hukum antara yang memborongkan dengan pemborong diatur sebagai berikut:

50

Djumialdji (2), Perjanjian Pemborongan, Rineka Cipta, Jakarta,1999, Hal. 8. 51


(57)

1. Apabila yang memborongkan maupun pemborong keduanya pemerintah, maka hubungan hukumnya disebut hubungan kedinasan.

2. Apabila yang memborongkan pihak pemerintah sedangkan pemborongnya pihak swasta, maka hubungan hukumnya disebut perjanjian pemborongan yang dapat berupa akta dibawah tangan, surat perintah kerja.

3. Apabila yang memborongkan maupun pemborong keduanya pihak swasta maka hubungan hukumnya adalah perjanjian pemborongan yang dapat berupa akta dibawah tangan, surat perintah kerja, surat perjanjian pemborongan/kontrak. 52

3. Perencana (arsitek)

“Yang dimaksud perencana konstruksi adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli di bidang perencanaan jasa konstruksi,”53yakni oleh arsitek (architect) atau insinyur (engineer).

Arsitek adalah perseorangan atau badan hukum yang berdasarkan keahliannya mengerjakan perencanaan, pengawasan, penaksiran harga bangunan, memberi nasehat, persiapan dan melaksanakan proyek dibidang teknik pembangunan untuk pemberi tugas. Arsitek tidak merupakan pihak yang terkait dalam kontrak konstruksi, akan tetapi memiliki peranan yang penting dalam kontrak konstruksi.

“Perencana/Arsitek dapat digolongkan menjadi dua macam, yakni perorangan, dan badan usaha baik pemerintah maupun swasta. Untuk mendirikan perusahaan jasa konstruksi, perencana harus memperoleh izin dari Menteri Pekerjaan Umum/Pejabat yang ditunjuk. Izin tersebut adalah Surat Izin Usaha Jasa Konstruksi (SIUJK)”.54

52

IR. Soedibyo, Pihak Yang Melaksanakan Pembangunan, Pradnya Paramita, Jakarta, 1998, Hal. 17.

53

Nazarkhan Yasin (2),Op.Cit., Hal. 95. 54


(1)

jawab masing-masing pihak dalam syarat-syarat umum kontrak. Tanggung jawab Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kabupaten Tobasamosir sebagai pemberi pekerjaan adalah membayar pekerjaan sesuai dengan harga yang tercantum dalam kontrak yang telah ditetapkan kepada penyedia

CV.Ventus sebagai pihak penyedia jasa bertanggung jawab menyelesaikan pekerjaan sesuai jadwal, melaporkan pelaksanaan secara periodik, menyerahkan hasil pekerjaan dan menerima pembayaran atas pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan harga yang telah ditentukan dalam kontrak. Selain itu tanggung jawab pihak penyedia jasa juga meliputi tanggung jawab menurut waktu, tanggung jawab menurut syarat bahan dan tanggung jawab penyerahan pekerjaan.

Tanggung jawab menurut waktu yaitu penyedia jasa diwajibkan menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian pemborongan, sehingga apabila terjadi keterlambatan dalam penyelesaian proyek, hal tersebut merupakan wanprestasi oleh pihak kontraktor.

Tanggung jawab menurut syarat bahan yaitu penyedia jasa harus menggunakan bahan-bahan yang telah disetujui oleh pihak pemberi tugas dan telah disetujui oleh pihak kontraktor. Apabila dalam pelaksanaan perjanjian pemborongan pihak kontraktor menyalahi atau menyimpang dari bestek sehingga mengakibatkan mutu bangunan tidak baik maka pihak kontraktor harus bertangung jawab untuk mengganti, membongkar dan memperbaiki kembali sesuai dengan bestek yang telah disetujui kedua belah pihak.

Tanggung jawab penyerahan pekerjaan yaitu bahwa pelaksanaan pembangunan proyek harus selesai 100% (seratus persen) dan diserahkan untuk pertama kalinya kepada pihak pemberi tugas dengan baik dan dapat diterima


(2)

selambat-lambatnya dalam jangka waktu yang telah ditentukan dalam perjanjian pemborongan. Pihak penyedia jasa juga diwajibkan untuk memperbaiki segala kekurangannya atau kekurangsempurnaan bangunan yang dikerjakan pada masa pemeliharaan.

Mengenai tanggung jawab dalam kontrak kerja konstruksi yang dilaksanakan Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Tobasamosir dengan CV.Ventus, para pihak melaksanakan tanggung jawab masing-masing dengan baik. Pihak pemberi pekerjaan dan pihak penyedia jasa masing-masing memenuhi tanggung jawabnya sehingga tidak ditemukan hambatan-hambatan dalam pelaksanaan pekerjaan.

F. Penyelesaian Sengketa Yang Timbul Dalam Pelaksanaan Kontrak Konstruksi

Kontrak kerja konstruksi yang telah disetujui dan disepakati oleh para pihak menimbulkan hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban ini berupa prestasi, dimana pihak penyedia jasa berkewajiban memenuhi prestasi sedangkan pihak pemberi tugas berhak atas prestasi. Pelaksana dan pemberi tugas harus bertindak aktif untuk mewujudkan prestasi tersebut. Jika tidak ada tindakan aktif dari salah satu pihak maka prestasi akan sulit terwujud.Dalam pelaksanaan perjanjian terdapat kemungkinan timbul wanprestasiyang dilakukan oleh para pihak. Wanprestasiini dapat berasal dari pihak penyedia jasa maupun dari pihak pemberi pekerjaan.Apabila masalah wanprestasi tersebut menimbulkan perselisihan antara penyedia jasa dengan pemberi pekerjaan maka pada dasarnya akan diselesaikan dengan menempuh musyawarah untuk mufakat.


(3)

Penyelesaian sengketa dalam kontrak bukan bertujuan menempatkan para pihak pada dua ujung yang saling berlawanan, yaitu pada posisi sebagai pihak yang menang atau kalah, tetapi yang diinginkan dan diharapkan adalah pemecahan masalah yang dapat memberikan kepuasan kepada para pihak yang berperkara. Penyelesaian suatu persoalan diupayakan dicapai dan dilakukan secara bersama-sama atas dasar saling pengertian dan saling sepakat.76

Kontrak yang dilakukan oleh Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Kabupaten Tobasamosir dengan CV.Ventus dalam Syarat Khusus Surat Perintah Kerja huruf H menyatakan apabila perselisihan tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah untuk mufakat, maka akan diselesaikan menurut peraturan prosedur lembaga arbitrase yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai pemutus sengketa. Semua sengketa yang timbul dari SPK ini akan diselesaikan dan diputuskan oleh BANI menurut peraturan-peraturan administrasi dan peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir. Pelaksanaan perjanjian pemborongan pekerjaan ini berjalan dengan lancar dan tidak terjadi wanprestasi, baik wanprestasi yang dilakukan oleh pemberi tugas maupun wanprestasi yang dilakukan oleh pelaksana.

76

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, Hal.16.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah membahas skripsi ini maka dapat diambil beberapakesimpulan :

1. Kontrak kerja konstruksi proyek pembangunan jalan permukiman di depan Puskesmas Soposurung Kecamatan Balige yang dilakukan oleh Dinas Tata Ruang dan Permukiman Kabupaten dengan CV.Ventus pada prinsipnya telah sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku hanya saja lebih sederhana. Pelaksanaanya diselesaikan dengan tepat waktu sesuai dengan kontrak dan selama proses tidak terdapat wanprestasi ataupun hal lain yang menyebabkan masalah. Dapat disimpulkan pekerjaan yang terdapat di dalam kontrak kerja konstruksi tersebut terlaksana dengan baik.

2. Para pihak memiliki tanggung jawabnya masing-masing atas pelaksanaan kontrak kerja konstruksi. Dinas Tata Ruang dan Pemukiman sebagai pihak pemberi pekerjaan bertanggung jawab atas penyediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan, mengawasi dan memeriksa pekerjaan dengan meminta laporan secara periodik dan melakukan pembayaran terhadap prestasi yang telah diselesaikan seratus persen dan baik oleh penyedia jasa. Sedangkan CV.Ventus sebagai pihak penyedia jasa bertanggung jawab menyelesaikan pekerjaan sesuai jadwal, melaporkan pelaksanaan secara periodik, menyerahkan hasil pekerjaan dan menerima pembayaran atas pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan harga yang telah ditentukan dalam kontrak.


(5)

3. Penyelesaian perselisihan yang timbul di dalam kontrak kerja konstruksi dilakukan secara musyawarah untuk mufakat. Namun apabila perselisihan tidak dapat diselesaikan dengan musyawarah untuk mufakat, maka akan diselesaikan menurut peraturan prosedur lembaga arbitrase yaitu Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai pemutus sengketa. Semua sengketa yang timbul dari SPK ini akan diselesaikan dan diputuskan oleh BANI menurut peraturan-peraturan administrasi dan peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI yang keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan tingkat pertama dan terakhir.

B. Saran

1. Kontrak kerja konstruki harus selalu memperhatikan ketentuan hukum yang berlaku baik dari tahap proses pembuatan kontrak, pelaksanaan dan sampai dengan berakhirnya kontrak.

2. Para pihak haruslah melakukan tanggung jawab masing-masing dan perlu adanya pengawasan dan peran serta anggota masyarakat dalam pelaksanaan perjanjian jasa konstruksi guna mencegah adanya penyimpangan terhadap pelaksanaannya.

3. Apabila ada perselisihan yang terjadi dalam pelaksanaan kontrak kerja konstruksi hendaknya diselesaikan dengan cara musyawarah tanpa harus di bawa ke pengadilan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Djumialdji,F.X.Hukum Bangunan Dasar-dasar Hukum Dalam Proyek danSumber Daya Manusia, Rineka Cipta, Jakarta : 1996

____________. Perjanjian Pemborongan, Rineka Cipta, Jakarta : 1991 Badrulzaman, Mariam Darus. Aneka Hukum Bisnis. Alumni, Bandung. 1994 _______________________. Kompilasi Hukum Perikatan, Citra Aditya Bakti,

Bandung : 2001

Harahap, M. Yahya. Segi–segi Hukum Perjanjian, Alumi Bandung : 1982

H.S.Salim. Perkembangan Hukum Kontrak Innominat di Indonesia. Sinar Grafika, Jakarta : 2003

Masjchun Sofwan, Sri Soedewi. Hukum Bangunan Perjanjian Pemborongan Bangunan, Liberty, Yogyakarta : 1982

Muhammad, Abdul Kadir. Hukum Perikatan. Alumni, Bandung : 1982 Subekti, R. Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung : 1985

_________. Hukum Perjanjian, Intermassa, Jakarta : 1987

_________. Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Jakarta : PT. Intermasa, 1985

Fuady, Munir. Kontrak Pemborongan Mega Proyek, Citra Aditya Bakti, Bandung: 1998

____________. Hukum Kontrak (dari sudut pandang hukum bisnis), Citra Aditya Bakti, Bandung : 2001

Miru, Ahmadi. Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak, Raja Grafindo Persada, Jakarta : 2007


Dokumen yang terkait

Tinjauan Yuridis Perjanjian Pemborongan Pekerjaan Antara Dinas Pekerjaan Umum KIMPRASWIL Kabupaten Toba Samosir Dengan CV. Bagas Belantara (Studi Kasus Pada CV. Bagas Belantara)

3 106 112

Tinjauan Yuridis tentang Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak) Antara Dinas Penataan Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Utara Dengan CV. Rymandho Medan

0 40 102

Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Pada Renovasi Mesjid Nurul Iman Padang antara Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Sumbar dengan PT. Waskita Karya Cabang Padang.

0 1 6

Tinjauan Yuridis tentang Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak) Antara Dinas Penataan Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Utara Dengan CV. Rymandho Medan

0 0 8

Tinjauan Yuridis tentang Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak) Antara Dinas Penataan Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Utara Dengan CV. Rymandho Medan

0 0 1

Tinjauan Yuridis tentang Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak) Antara Dinas Penataan Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Utara Dengan CV. Rymandho Medan

0 0 14

Tinjauan Yuridis tentang Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak) Antara Dinas Penataan Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Utara Dengan CV. Rymandho Medan

0 0 22

Tinjauan Yuridis tentang Perjanjian Pelaksanaan Pekerjaan (Kontrak) Antara Dinas Penataan Ruang dan Pemukiman Provinsi Sumatera Utara Dengan CV. Rymandho Medan

0 0 3

BAB II TINJAUAN MENGENAI KONTRAK SECARA UMUM A. Pengertian kontrak - Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Proyek Pembangunan Jalan (Studi Pada Dinas TaTa Ruang dan Pemukiman Kabupaten Toba Samosir Dengan CV. Ventus)

0 1 24

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang - Tinjauan Yuridis Tentang Pelaksanaan Kontrak Kerja Konstruksi Proyek Pembangunan Jalan (Studi Pada Dinas TaTa Ruang dan Pemukiman Kabupaten Toba Samosir Dengan CV. Ventus)

2 10 13