Kegunaan dan Fungsi Jaminan Kredit dalam Pemberian Kredit

jaminan adalah untuk mendapatkan kepercayaan dari kreditur. Dalam hal ini bahwa seorang calon debitur mempunyai kemampuan untuk memenuhi clausul yang telah disepakati dalam perjanjian kredit yang telah disepakati bersama oleh para pihak. 44 BAB IV TINJAUAN YURIDIS TERKAIT KONTRAK FRANCHISE YANG DIJADIKAN AGUNAN KREDIT A. Kedudukan Kontrak Franchise Sebagai Surat Berharga Surat berharga biasanya sering disebut dengan istilah negotiable instrument, negotiable paper atau commercial paper. 29 Surat berharga diatur secara lex generalis dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang KUHD. Dimana pada pokoknya KUHD tidak membatasi ruang lingkup surat berharga. Peranan surat berharga sebagai alternatif pendanaan atau pembiayaan dalam kegiatan pasar uang di Indonesia dirasakan mulai sangat penting. Faktor-faktor yang menciptakan kondisi para pelaku pasar uang giat mencari alternatif lain dari sumber penanaman pembiayaan dana antara lain adalah likuiditas perekonomian yang ketat, tingkat suku bunga di dalam negeri yang relatif tinggi, dan ekspansi kredit yang cenderung melambat. Tingginya ongkos pembiayaan perbankan serta sulitnya memperoleh kredit dari bank telah mendorong timbulnya praktek-praktek intermediasi, yaitu perusahaan-perusahaan mencari sumber danayang relatif murah dan cepat tersedia, sedangkan di pihak lain pemilik dana berusaha mencari penanaman dana yang relatif aman. Hal ini tercermin dari pertumbuhan perdagangan instrumen-instrumen pasar uang yang baru seperti surat berharga. 29 Djoni S Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, h. 444. Jadi surat berharga itu sebetulnya sama dengan surat hutang lainnya seperti promes dan obligasi. Walaupun pada saat ini surat berharga sedang menarik perhatian berbagai kalangan, sebenarnya ketentuan yang mengatur mengenai surat berharga ini belum ada, sehingga masyarakat masih mengkhawatirkan tentang kepastian hukum atas kepemilikan surat berharga. Oleh karena itu aturan main tentang surat berharga sudah sangat mendesak dan hal ini seharusnya mulai dipikirkan mengingat akhir-akhir ini surat berharga sedang menjadi salah satu alternatif pembiayaan yang sangat diminati oleh kalangan yang membutuhkannya. Abdulkair Muhammad membedakan hal tersebut kedalam surat berharga dan surat yang memiliki harga, dimana surat berharga adalah surat yang penerbitannya sengaja diterbitkan sebagai pelaksanaan pemenuhan suatu prestasi. Sedangkan yang kedua adalah surat yang memiliki harga, dimana surat yang memiliki harga atau nilai tidaklah untuk diperjualbelikan, melainkan hanya untuk alat bukti bagi pemegangnya bahwa ia merupakan orang yang berhak secara hukum untuk menikmati hak yang disebutkan dalam surat tersebut. 30 Secara umum surat berharga memiliki fungsi antara lain sebagai alat pembayaran, alat pemindahan hak tagih, dan surat legitimasi surat bukti hak tagih. berdasarkan ciri-cirinya, Pennington dan Hudson menjelaskan ciri-ciri surat berharga antara lain: 31 30 Abdulkadir Muhammad. Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007, h. 5. 31 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana, 2009, h. 106. 1. Persyaratan dari dokumen tersebut harus mengizinkan dokumen tersebut dipindah tangankan 2. Mengandung suatu kewajiban untuk membayar sejumlah uang 3. Perpindahan hak 4. Memiliki sumber hukum peralihan Selain memiliki ciri-ciri, surat berharga juga memiliki persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu surat dapat dikatakan sebagai surat berharga. Persayaratan tersebut antara lain: 32 1. Syarat Formal Syarat Formal dalam satu surat berharga meliputi, nama atau jenis surat berharga disebutkan secara jelas; memuat atau mengandung persyaratan suatu kesanggupan, janji atau perintah membayar yang tidak bersyarat; mencantumkan pihak yang wajib melakukan pembayaran atau memenuhi kewajiban; tertera tanggal dan tempat surat berharga diterbitkan atau ditarik; ditandatangani penerbit atau penarik yang sah. 2. Syarat Materil Syarat materiil dari surat berharaga ialah; adanya perikatan dasar atau sebab yang halal; merupakan hak tagih untuk mendapatkan pembayaran; dapat dialihkan dengan endosemen dan cessie; tidak dapat dibatalkan oleh penerbit atau penarik; tersedia dana atau objeknya jika surat tersebut dicairkan. 32 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana, 2009, h. 107. Bila dianalisis berdasarkan penjelasan yang telah disebutkan diatas, maka kontrak franchise dapat saja tergolong kedalam surat berharga berdasarkan KUHD, hal tersebut tidak lepas dari tidak terbatasnya surat berharga menurut KUHD. Akan tetapi karena kebutuhan agar surat berharga dapat dipindahtangankan atau dicairkan secara cepat maka terjadi pembagian dalam pengertian surat berharga yang awalnya tidak terbatas menjadi terbatas. Bila dilihat berdasarkan ciri-ciri surat berharga kontrak franchise dapat saja digolongkan menjadi surat berharga, dimana kontrak franchise telah memenuhi sebagian besar ciri-ciri surat berharga, yakni perpindahan hak dan memiliki sumber hukum perlihan. Sedangkan dalam ciri yang kedua yakni, “mengandung suatu kewajiban untuk membayar sejumlah uang”, kontrak franchise setidaknya juga memiliki kewajiban untuk menyerahkan suatu barang, akan tetapi barang tersebut tidak berbentuk uang, melainkan berbentuk Hak atas Kekayaan Intelektual HKI yang tentunya bernilai ekonomis dan dapat diukur dengan uang. Hanya dalam ciri pertama yang tidak dipenuhi secara mutlak oleh kontrak franchise agar dapat disebut sebagai surat berharga, dimana dalam kontrak franchise tidak diizinkan atau dijelaskan bahwa kontrak tersebut dapat dipindahtangankan, sehingga sementara ini kontrak franchise tidak termasuk kedalam surat berharga dan hanya digolongkan kedalam surat yang memiliki harga yang tidak diperuntukkan untuk diperjualbelikan. Akan tetapi seiring dengan perkembangan dunia usaha yang semakin pesat bukan tidak mungkin bila kedepannya kontrak franchise dapat lebih mudah dipindahtangankan sebagai objek jaminan, baik berbentuk gadai maupun fidusia.

B. Posisi Agunan Dalam Perjanjian Kredit Yang Disalurkan Oleh

Lembaga Perbankan Secara etimologis kredit berasal dari bahasa latin, yakni credere yang berartikepercayaan. Sedangkan menurut kamus besar bahasa indonesia, kredit berarti pinjaman uang dengan pembayaran pengembalian secara mengangsur atau pinjaman sampai batas jumlah tertentu yang diizinkan oleh bank atau badan lain. 33 Menurut pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan: “kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga ”. Berdasarkan pengertian kredit tersebut, maka diketahui bahwa pemberian kredit oleh bank kepada nasabah debitur dilakukan dengan kesepakatan biasa disebut perjanjian pinjam-meminjam. Perjanjian tersebut dibuat berdasarkan asas kepercayaan bank sebagai kreditur kepada nasabah sebagai debitur bahwa nasabah akan melunasi pinjamannya berdasarkan waktu dan cara yang telah ditentukan serta disertai dengan pemberian bunga atau bagi hasil. 33 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana, 2009 , h. 57. Setidaknya terdapat 4 empat unsur dalam pemberian kredit, yakni: 34 1. Kepercayaan, yakni adanya keyakinan dari pihak bank atas prestasi yang diberikan kepada nasabah debitur akan dilunasi berdasarkan waktu dan cara yang disepakati. 2. Waktu, yakni adanya jangka waktu yang diberikan oleh bank sebagai kredit antara pemberian dan pelunasan kredit yang telah disepakati. 3. Prestasi dan kontraprestasi, yakni adanya objek tertentu dalam pemberian kredit, berupa prestasi dan kontraprestasi pada saat telah dicapainya kesepakatan pemberian kredit oleh bank. 4. Resiko, yaitu adanya resiko yang mungkin akan terjadi selama jangka waktu antara pemberian dan pengembalian kredit. Guna meminimalisir potensi resiko yang terjadi dalam pemberian kredit, maka bank perlu melakukan analisis kredit yang bertujuan untuk meyakinkan bank bahwa debitur benar-benar dapat dipercaya dan memiliki itikad baik dalam pengembalian pinjamannya. Dalam menerapkan analisis kredit, maka bank wajib menerapkan prinsip 5 C’s dan 5 P yang terdiri atas: 35 a. Penilaian watakkepribadian charachter 34 Djoni S Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, h. 268. 35 Djoni S Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, h. 273. Penilaian terhadap watak atau kepribadian debitur dimaksudkan untuk mengetahui kejujuran dan itikad baik debitur dalam mengembalikan dana pinjamannya. b. Penilaian kemampuan capacity Penilaian kemampuan ini ditujukan untuk mengetahui kemampuan dan keahlian debitur dalam bidang usaha yang akan dibiayai. Sehingga bank akan memiliki keyakinan bahwa usaha yang akan dibiayainya akan berjalan dengan baik dan debitur dapat mengembalikan pinjamannya sesuai dengan waktu yang ditentukan. c. Penilaian terhadap modal capital Dalam menyalurkan kredit bank wajib untuk mengetahui posisi keuangan calon debitur, sehingga dapat diketahui kemampuan debitur dalam menunjang pertumbuhan usahanya. d. Penilaian terhadap agunan collateral Untuk menanggung resiko yang mungkin muncul dikemudian hari, maka calon debitur pada umumnya wajib menyediakan jaminan berupa agunan yang berkualitas tinggi dan mudah dicairkan serta memiliki nilai minimal setara dengan jumlah pinjaman. e. Penilaian terhadap prospek usaha debitur condition of economy Dalam menyalurkan kredit, bank wajib menganalisis keadaan dan potensi pasar, baik didalam maupun diluar negeri, sehingga prospek perkembangan usaha debitur dapat diketahui prospek usahanya dilihat dari beberapa aspek, diantaranya: a. Pihak Yang terlibat Party Para pihak yang terlibat adalah titik sentral dalam pemberian kredit, maka dari itu bank wajib memperhatikan hal ini. b. Tujuan kredit Purpose Tujuan kredit merupakan hal harus diketahui debitur, apakah kredit ditujukan untuk hal yang diperbolehkan oleh undang- undang atau tidak, serta memastikan bahwa kredit benar-benar diperuntukkan untuk hal yang telah diperjanjikan. c. Pembayaran Payment Bank juga wajib memperhatikan pula apakah debitur memiliki ketersediaan dana untuk melunasi kredit. d. Perolehan laba Profitability Dalam pemberian kredit, bank juga wajib untuk memperkirakan dan memastikan potensi keuntungan yang akan didapatkan oleh debitur. e. Perlindungan Protection Dalam memberikan kredit bank wajib untuk mendapatkan perlindungan dan kepastian dari adanya kemungkinan macetnya kredit yang diberikan oleh bank.