Analisa Kontrak Franchise Sebagai Objek Jaminan Dalam Perjanjian

Sangat jelas bahwa hingga saat ini kontrak franchise belum tercantum sebagai salah satu bentuk agunan kredit yang diakui di Indonesia, walaupun disatu sisi seluruh HKI yang diatur dalam undang-undang memuat syarat yang sangat memungkinkan HKI untuk dapat dijadikan sebagai agunan kredit perbankan. Oleh karenanya, menjadikan HKI sebagai bagian dari agunan di Indonesia akan sangat mungkin dilakukan, sebagaimana Resi Gudang yang pada akhirnya dapat dijadikan agunan collateral. 59 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan pada bab-bab sebelumnya, peneliti dapat menarik beberapa kesimpulan diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Kontrak franchise bukanlah suatu surat berharga yang dapat dijaminkan, dikarenakan sulitnya mengalihkan penguasaan terhadap kontrak franchise kepada pihak ketiga. Salah satu sebabnya ialah karena kontrak franchise erat kaitannya dengan Hak Kekayaan Atas Intelektual HAKI, khususnya merek dan rahasia dagang. Sehingga dikhawatirkan apabila kontrak franchise dapat dengan mudah dialihkan akan menggugurkan aspek rahasia dagang yang merupakan bagian dari HAKI dalam kontrak franchise tersebut. Hal tersebut bukan berarti kontrak franchise tidak dapat diuangkan, meskipun tidak semudah surat berharga dalam hal pemindahan tangan, setidaknya HAKI masih berpotensi dijadikan sebagai agunan dalam suatu pemberian kredit. Dimana dalam penjelasan pasal 8 Undang- Undang No. 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan telah dijelaskan bahwa pemberian suatu kredit yang dilakukan oleh bank tidak diwajibkan menggunakan agunan tambahan, melainkan dapat menggunakan objek yang dibiayai sebagai jaminan selama bank yakin akan itikad dan kemampuan debitur dalam melunasi pinjamannya. 2. Berdasarkan ciri-ciri surat berharga kontrak franchise dapat saja digolongkan menjadi surat berharga, dimana kontrak franchise telah memenuhi sebagian besar ciri-ciri surat berharga, yakni perpindahan hak dan memiliki sumber hukum peralihan. Sedangkan dalam ciri yang kedua yakni, “mengandung suatu kewajiban untuk membayar sejumlah uang”, kontrak franchise setidaknya juga memiliki kewajiban untuk menyerahkan suatu barang, akan tetapi barang tersebut tidak berbentuk uang, melainkan berbentuk Hak Atas Kekayaan Intelektual HAKI yang tentunya bernilai ekonomis dan dapat diukur dengan uang. Hanya dalam ciri pertama yang tidak dipenuhi secara mutlak oleh kontrak franchise agar dapat disebut sebagai surat berharga, dimana dalam kontrak franchise tidak diizinkan atau dijelaskan bahwa kontrak tersebut dapat dipindahtangankan, sehingga sementara ini kontrak franchise tidak termasuk kedalam surat berharga dan hanya digolongkan kedalam surat yang memiliki harga yang tidak diperuntukkan untuk diperjualbelikan. S eiring dengan perkembangan dunia usaha yang semakin pesat bukan tidak mungkin bila kedepannya kontrak franchise dapat lebih mudah dipindah tangankan sebagai objek jaminan, baik berbentuk gadai maupun fidusia.

B. Saran

1. Adanya AFI Asosiasi Franchise Indonesia pemerintah diharapkan dapat menciptakan peraturan baru agar kontrak franchise tersebut dapat dijadikan sebagai jaminan dengan tidak menghilangkan esensi dari HAKI yang terkandung dalam kontrak franchise, khususnya rahasia dagang dari kontrak franchise tersebut. Perlu adanya undang-undang secara khusus mengatur tentang franchise sehingga memberikan jaminan kepastian hukum. Pengawasan yang jelas oleh lembaga yudikatif untuk mencegah terjadinya wanprestasi oleh salah satu pihak. 2. Di dalam memberikan kredit kepada calon debitor, pejabat bank terutama pejabat bank bagian kredit dalam melaksanakan analisis sistem dan tata cara 5 C’s of Credit Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition of economy diharapkan melakukan analisis tersebut dengan lebih cermat dan cerdik. Hal tersebut untuk mencegah terjadinya kredit bermasalahmacet di masa yang akan datang, karena berhasil tidaknya penyaluran kredit bank dapat mempengaruhi kredibilitas bank yang bersangkutan. Diharapkan dalam penyelesaian kredit bermasalah, terjadi kerjasama yang baik antara pihak nasabah, bank, dan pihak ketiga yang membantu penyelesaian kredit bermasalah tersebut. Dalam penyelesaian kredit bermasalah, semakin lama penyelesaiannya justru akan menambah semakin besar kerugian yang akan dialami oleh kedua belah pihak, karena kedua belah pihak baik itu pihak bank atau pihak nasabah akan terus terbebani dengan waktu dan biaya penyelesaian kredit bermasalah tersebut 3. Dalam pelaksanaan eksekusi obyek Hak Tanggungan banyak kendala yang dihadapi, oleh karena itu perlu adanya ketentuan eksekusi yang merupakan terobosan dalam memenuhi tuntutan masyarakat dan penting pula eksekusi dibuat suatu cabang Ilmu Hukum Eksekusi tersendiri, karena selama ini hukum eksekusi yang ada merupakan bagian dari Hukum Acara Perdata. 62 DAFTAR PUSTAKA A. Buku Djoni S. Gozali Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Jakarta: Sinar Grafika, 2010. Gunawan Widjaja, Waralaba. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003. Hakim Lukman, Info Lengkap Waralaba, Yogyakarta: Med Press, 2008. Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Jakarta: Kencana,2009. Kasmir, Manajemen Bank, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006. Kuswadi, Meningkatkan Laba Melalui Pendekatan Keuangan, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2005. Margono Suyud, Hak Milik Industri, Bogor: Ghalia Indonesia, 2011. Mendelsohn Martin, Franchising – Petunjuk Praktis Bagi Franchisor dan Franchaisee, Alih Bahasa oleh : Arief Suyoko, Fauzi Bustami, Hari Wahyudi, Jakarta: PT Pustaka Binaman Presindok, 1993. M Yahya Harahap, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1986. Muhammad Abdulkadir, Hukum Dagang Tentang Surat-Surat Berharga, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2007. Muljadi, Kartini Widjaja Gunawan. Seri Hukum Harta Kekayaan: Kebendaan Pada Umumnya, Jakarta: Kencana, 2003. Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2011. R Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: PT. Intermasa, 2003. Sumardi Juajir, Aspek-Aspek Hukum Franchise Perusahaan Trans Nasional, bandung: Citra Aditya Bhakti, 1995. Sutedi Andrian, Hukum Waralaba, Bogor: Ghalia Indonesia, 2008. Syopiansyah Jaya Putra, Yusuf Durachman, Etika Bisnis Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2009.