Dasar Hukum Penetapan Dasar Hukum Penetapan dan Analisa

62 1. Pemohon XVI suamipemohon 16; 2. Pemohon XVII anakpemohon 17; 3. Pemohon XVIII anakpemohon 18; 4. Pemohon XIX anakpemohon 19; 5. Pemohon XX anakpemohon 20; 6. Pemohon XXI anakpemohon 21; 7. Pemohon XXII anakpemohon 22; h Menetapkan sebagai ahli waris almarhumah anak I saudara IV pewaris, yang telah meninggal dunia pada tanggal 19 Mei 2009, yaitu: 1. Pemohon XXXI anakpemohon 31; 2. Saudara pemohon XXXI anak; i Menetapkan sebagai ahli waris almarhumah anak II dari saudara VI pewaris, yaitu : 1. Pemohon XLII isteripemohon 42; 2. Pemohon XLIII anakpemohon 43;

C. Dasar Hukum Penetapan dan Analisa

1. Dasar Hukum Penetapan

Dalam memeriksa kasus ini para hakim yang memeriksa kasus ini mempunyai pandangan sesuai dengan KHI yaitu Pasal 174 menentukan bahwa ahli waris adalah orang yang pada saat meninggal dunia mempunyai hubungan darah atau hubungan perkawinan dengan pewaris, beragama 63 Islam dan tidak terhalang karena hukum untuk menjadi ahli waris, sehingga orang yang tidak memiliki hubungan darah atau tidak terkait dalam perkawinan yang sah dengan pewaris, maka tidak dapat dinyatakan sebagai ahli waris. Dan juga Pasal 185 ayat 1 KHI menentukan bahwa ahli waris yang meninggal lebih dahulu dari pada si pewaris maka kedudukannya dapat digantikan oleh anaknya, kecuali mereka yang tersebut dalam pasal 173 KHI. Bahwa ketentuan Pasal 185 ayat 1 KHI ini dapat melebar kemana- mana yang dapat menimbulkan persoalan lebih rumit lagi, karena itu Mahkamah Agung dalam Rakernas tahun 2010 dan 2011, membatasi bahwa ahli waris pengganti hanya sampai cucu dalam garis lurus kebawah. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, Majelis menyimpulkan bahwa pemohon 5 isteri dari anak kedua saudara 1 pewaris, pemohon 16 suami dari anak keempat saudara 3 pewaris, pemohon 34 isteri dari saudara 5 pewaris, pemohon 42 suami dari anak kedua saudara 6 pewaris, pemohon 45 isteri dari saudara 9 pewaris, pemohon 58 isteri dari dari sudara 10 pewaris, pemohon 61 isteri dari saudara 11 pewaris, dan pemohon 66 suami dari saudara 13 pewaris, tidak memiliki hubungan darah dan hubungan perkawinan dengan almarhum Pewaris, sehingga tidak termasuk ahli waris dari almarhumah pewaris; Menimbang, bahwa pemohon 67 anak dari saudara 13 pewaris bin pemohon 66 suami saudara 13 pewaris dan pemohon 68 anak kedua dari saudraa 13 pewaris, tidak dapat mewarisi secara langsung kepada 64 almarhumah pewaris, sebab ketika almarhumah pewaris meninggal dunia, ibu kandung pemohon 67 dan pemohon 68 yang bernama saudara XIII Pewaris saudara kandung almarhumah masih hidup; Demikian pula pemohon 6 cucu dari saudara 1 pewaris, pemohon 7 cucu dari saudara satu pewaris, pemohon 8 cucu dari saudara satu pewaris, pemohon 31 cucu dari saudara 4 pewaris, saudara pemohon 31 dan pemohon 43 cucu dari saudara 6 pewaris, tidak dapat mewarisi secara langsung kepada almarhumah pewaris, karena ketika almarhumah pewaris meninggal dunia ayah kandung pemohon 6, pemohon 7, pemohon 8 yang bernama anak II dari saudara I pewaris, ibu kandung pemohon 31 yang bernama anak I saudara IV pewaris, dan ayah kandung pemohon 43 yang bernama anak II saudara VI pewaris keponakan almarhumah masih hidup; Bahwa setentang pemohon 1, pemohon 2, pemohon 3, pemohon 4, sebagai anak-anak dari anak I dari saudara I pewaris dan cucu dari saudara I pewaris, demikian pula pemohon 17, pemohon 18, pemohon 19, pemohon 20, pemohon 21 dan pemohon 22, sebagai cucu-cucu dari saudara III Pewaris, Majelis berpendapat bahwa permohonannya tidak dapat diterima, sebab pertama, karena ayahibu kandung dan nenekkakek para pemohon yang menghubungkannya dengan almarhumah pewaris telah meninggal lebih dahulu, dan kedua karena saudara kandung pemohon 12 dan saudara 13 pewaris dan para keponakan almarhumah pewaris masih hidup; Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, majelis menyimpulkan bahwa yang menjadi ahli waris dan ahli waris pengganti dari 65 almarhumah pewaris adalah dua orang saudara kandungnya yakni pemohon 12 dan saudara 13 pewaris, dan 46 orang keponakannya; Menimbang, bahwa apabila seorang meninggal dunia tanpa meninggalkan ayah dan anak, sedang dia mempunyai 2 orang saudara perempuan kandung dan 46 orang keponakan sebagai anak-anak dari saudara laki-laki kandung dan saudara perempuan kandung, maka saudara perempuan kandung tersebut bersama-sama dengan keponakannya mawaris secara bersama-sama vide Pasal 182 Kompilasi Hukum Islam dan Qur’an surat An-Nisaa ayat 176;                                                          Artinya: mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah[387]. Katakanlah: Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah yaitu: jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai seluruh harta saudara perempuan, jika ia tidak mempunyai 66 anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. dan jika mereka ahli waris itu terdiri dari saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan hukum ini kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. [387] Kalalah Ialah: seseorang mati yang tidak meninggalkan ayah dan anak.

2. Analisa