Analisis Hubungan Variabel Makro Ekonomi Dengan Resiko Kebangkrutan (ALTMAN Z-SCORE) Pada Perusahaan Perbankan Di Bursa Efek Indonesia

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STRATA 1 MEDAN

ANALISIS HUBUNGAN VARIABEL MAKRO EKONOMI DENGAN RESIKO KEBANGKRUTAN (ALTMAN Z-SCORE)

PADA PERUSAHAANPERBANKAN DI BURSA EFEK INDONESIA

DRAFT SKRIPSI OLEH

LOLYTHA SEPTIKA SARAGIH 060502187

MANAJEMEN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Universitas Sumatera Utara

Medan


(2)

ABSTRAK

Lolytha Septika Saragih (2010) “Analisis Hubungan Variabel Makro Ekonomi dengan Resiko Kebangkrutan Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia” ( dibawah bimbingan Drs. Syahyunan, M.Si, sebagai Dosen pembimbing, Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe, SE, MSi, sebagai Ketua Departemen Manajemen, Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME, sebagai Dosen Penguji I dan Syafrizal Helmi Situmorang, SE, M.Si, sebagai Dosen Penguji II).

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis hubungan variabel makro ekonomi yaitu nilai tukar, suku bunga dan inflasi dengan Resiko kebangkrutan Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keuangan seperti neraca dan laporan laba-rugi tahun 2006 sampai tahun 2009 per kuartal serta bahan publikasi lain yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Populasi dari penelitian ini adalah Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI), pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, kriteria yang digunakan yaitu Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2006 sampai 2009 dan terus listing (tidak pernah suspend), perusahaan yang memiliki data keuangan lengkap dan mempublikasikannya dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 dan perusahaan yang tidak melakukan merger dari tahun 2006 sampai tahun 2009.

Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis korelasi Pearson pada tingkat signifikansi 1%.

Hasil penelitian menunjukkan variabel makro ekonomi yang terdiri dari nilai tukar, suku bunga dan inflasi memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap resiko kebangkrutan Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia. Kata Kunci: Variabel Makro Ekonomi, Resiko Kebangkrutan (Altman


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas kasih setia dan karunia, bimbingan serta berkatNya yang sungguh luar biasa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Departemen Manajemen pada Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik dari semua pihak yang dapat membangun untuk menjadikan skripsi ini lebih baik lagi. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak.

Penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, nasihat dan dorongan dari berbagai pihak selama perkuliahan hingga penulisan skripsi ini. Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, Msi selaku Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Nisrul Irawati, MBA, selaku Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs. Syahyunan, M.Si, selaku Dosen Pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu untuk membimbing penulis dalam proses penulisan serta penyusunan skripsi ini.


(4)

5. Ibu Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME, selaku Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan masukan bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini.

6. Bapak Syafrizal Helmi Situmorang, SE, M.Si, selaku Dosen Penguji II yang telah banyak memberikan masukan bagi penulis dalam penyusunan skripsi ini 7. Seluruh Dosen di lingkungan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

yang telah berkenan mengabdikan dirinya sebagai guru bangsa dengan memberikan serta mengajarkan ilmu pengetahun yang baik serta berguna, terutama kepada penulis khususnya kepada dosen wali penulis Ibu Inneke Qamariah, SE, M.Si.

8. Seluruh Staff dan Civitas Akademi di lingkungan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yang telah bersama-sama menciptakan lingkungan yang nyaman dan kondusif dalam menuntut ilmu serta menyelesaikan perkuliahan.

9. Seluruh Pegawai Departemen Manajemen, Bang Jumadi, Kak Dani, Kak Susi dan Kak Vina.

10.Kedua Orang tua penulis, Bapak (D. Saragih) dan mama (S. Sinaga) yang selalu ada mengasihi, mendukung dan membimbing penulis. Adik-adik penulis: Welman, Mitra dan Dinda. Terimakasih untuk kasih dan dukungannya, semoga penulis tetap bisa menjadi panutan bagi kalian. Penulis sangat mengasihi kalian.

11.Keluarga besar penulis Saragih Simarmata dan Sinaga, terimakasih untuk dukungan dan doanya. Khususnya buat Pak Tua dan Mak Tua, abang dan


(5)

kakak sepupuku, Bang Rudi, Kak Phie, Kak Dede, dan Bimbi. Terimakasih untuk setiap kebersamaan, dukungan dan doanya.

12.KTB penulis CiU, Sado (Anita), Melda, Nina, Ndie dan Yenny. Terimakasih atas semua dukungannya. Tidak kata yang bisa terucap untuk melukiskan betapa beruntungnya penulis memiliki sahabat seperti kalian. Adik kelompok kecil penulis: Arie, Eunika, Laura dan Yohanes, terimakasih buat segala perhatiannya dan dukungannya. penulis mengasihi kalian dekku.

13. Teman-teman seperjuangan penulis Manajemen 2006. Terimakasih buat kebersamaannya dan setiap dukungannya serta bantuannya selama perkuliahan.

14.Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penulisan skripsi ini, yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu, terimakasih.

Semoga Tuhan yang Maha Esa, penuh kasih dan kesetiaan terus melimpahkan kasihNya dan terus menyertai kita.

Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 6

C. Kerangka Konseptual ... 6

D. Hipotesis ... 8

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 9

F. Metode Penelitian ... 10

1. Batasan Operasional ... 10

2. Definisi Operasional ... 10

3. Populasi dan Sampel ... 13

4. Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

5. Jenis Data ... 16

6. Teknik Pengumpulan Data ... 17

7. Metode Analisis Data ... 17

BAB II URAIAN TEORETIS ... 20

A. Penelitian Terdahulu ... 20

B. Lembaga Keuangan ... 21

1. Pengertian Bank ... 21

2. Peranan Perbankan dalam Perekonomian ... 22

C. Kebangkrutan ... 23

1. Pengertian Kebangkrutan ... 22

2. Faktor-faktor Penyebab Kebangkrutan ... 23

3. Resiko Kebangkrutan ... 26

D. Variabel Makro Ekonomi ... 28

E. Nilai Tukar ... 29

1. Teori Nilai Tukar ... 29

2. Sistem Nilai Tukar ... 31

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar ... 32

F. Suku Bunga ... 32

1. Pengertian Suku Bunga ... 32

2. Fungsi Suku Bunga ... 33

3. Teori Tentang Suku Bunga ... 33


(7)

E. Tingkat Inflasi ... 36

1. Pengertian Inflasi ... 36

2. Jenis-jenis Inflasi ... 37

3. Teori Inflasi ... 38

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN ... 40

A. Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia ... 40

B. Gambaran Umum Masing-masing Perusahaan Perbankan ... 42

1. Bank Central Asia Tbk ... 42

2. Bank Danamon Indonesia Tbk ... 42

3. Bank Eksekutif Interational Tbk ... 43

4. Bank ICB Bumiputera Tbk ... 43

5. Bank Intl Indonesia Tbk ... 43

6. Bank Kesawan Tbk ... 44

7. Bank Mandiri Tbk ... 44

8. Bank Mayapada International Tbk ... 45

9. Bank Mega Tbk ... 45

10.Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk ... 45

11.Bank Nusantara Parahyangan Tbk ... 46

12.Bank OCBC Nisp Tbk ... 46

13.Bank Permata Tbk ... 46

14.Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk ... 47

15.Bank Swadesi Tbk ... 47

16.Bank Victoria International Tbk ... 48

17.PAN Indonesia Bank Tbk ... 48

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Analisis Deskripsi Variabel Penelitian ... 49

1. Resiko Kebangkrutan (Altman Z-Score) ... 49

2. Nilai Tukar ... 54

3. Suku Bunga ... 58

4. Inflasi ... 61

B. Analisis Korelasi Pearson ... 65

1. Analisis hubungan Nilai Tukar dengan Resiko Kebangkrutan (Altman Z-Score) ... 66

2. Analisis hubungan Suku Bunga dengan Resiko Kebangkrutan (Altman Z-Score) ... 67

3. Analisis hubungan Inflasi dengan Resiko Kebangkrutan (Altman Z-Score) ... 69

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 71

A. Kesimpulan ... 71

B. Saran ... 71

DAFTAR PUSTAKA ... 73 LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

Tabel 1.1 Pergerakan Nilai Tukar, Suku Bunga dan Tingkat Inflasi ... 5

Tabel 1.2 Populasi Penelitian ... 13

Tabel 1.3 Hasil Penentuan Sampel ... 15

Tabel 1.4 Sampel Penelitian ... 16

Tabel 4.1 Nilai Resiko Kebangkrutan (Altman Z-Score) Perusahaan Perbankan di BEI ... 49

Tabel 4.2 Nilai Tukar Perusahaan Perbankan diBEI ... 54

Tabel 4.3 Nilai Suku Bunga Perusahaan Perbankan di BEI ... 58

Tabel 4.4 Nilai Inflasi pada Perusahaan Perbankan di BEI ... 61


(9)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman Gambar 1.1 Kerangka Konseptual ... 8


(10)

ABSTRAK

Lolytha Septika Saragih (2010) “Analisis Hubungan Variabel Makro Ekonomi dengan Resiko Kebangkrutan Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia” ( dibawah bimbingan Drs. Syahyunan, M.Si, sebagai Dosen pembimbing, Prof. Dr. Ritha F Dalimunthe, SE, MSi, sebagai Ketua Departemen Manajemen, Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME, sebagai Dosen Penguji I dan Syafrizal Helmi Situmorang, SE, M.Si, sebagai Dosen Penguji II).

Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis hubungan variabel makro ekonomi yaitu nilai tukar, suku bunga dan inflasi dengan Resiko kebangkrutan Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa laporan keuangan seperti neraca dan laporan laba-rugi tahun 2006 sampai tahun 2009 per kuartal serta bahan publikasi lain yang relevan dengan permasalahan yang diteliti. Populasi dari penelitian ini adalah Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI), pengambilan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, kriteria yang digunakan yaitu Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun 2006 sampai 2009 dan terus listing (tidak pernah suspend), perusahaan yang memiliki data keuangan lengkap dan mempublikasikannya dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009 dan perusahaan yang tidak melakukan merger dari tahun 2006 sampai tahun 2009.

Metode analisis data yang digunakan adalah metode analisis korelasi Pearson pada tingkat signifikansi 1%.

Hasil penelitian menunjukkan variabel makro ekonomi yang terdiri dari nilai tukar, suku bunga dan inflasi memiliki hubungan yang positif dan signifikan terhadap resiko kebangkrutan Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia. Kata Kunci: Variabel Makro Ekonomi, Resiko Kebangkrutan (Altman


(11)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebangkrutan (bankruptcy) biasanya diartikan sebagai kegagalan

perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba (Supardi dan Mastuti, 2003:79). Dari segi ekonomi, perusahaan dianggap gagal apabila mempunyai pendapatan yang negatif atau dengan kata lain pendapatan lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam melakukan kegiatan operasinya.

Menurut Fakhrurozie (2007:16) kebangkrutan akan cepat terjadi pada perusahaan yang berada di negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut. Perusahaan yang belum sakit pun akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan dana untuk kegiatan operasional perusahaan akibat adanya krisis ekonomi tersebut.

Kondisi perekonomian Indonesia tidak lepas dari gejolak faktor eksternal. Krisis keuangan global yang melanda dunia belakangan ini merupakan sumber instabilitas yang terutama. Hal ini dikarenakan perekonomian Indonesia semakin terintegrasi dengan perekonomian global. Selain itu, sumber dana dari luar negeri selama ini merupakan salah satu sumber dana yang penting.

Perekonomian Indonesia kini sedang dalam kondisi sulit dan tidak stabil. Stabilitas perekonomian sangat penting untuk memberikan kepastian berusaha


(12)

bagi para pelaku ekonomi. Stabilitas ekonomi makro dicapai ketika hubungan variabel ekonomi makro yang utama berada dalam keseimbangan. Stabilitas ekonomi makro juga tidak hanya tergantung pada pengelolaan besaran ekonomi makro, tetapi juga tergantung kepada struktur pasar dan sektor-sektor terutamanya sektor perbankan.

Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan demokrasi ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan (Booklet Perbankan Indonesia 2008).

Secara praktis maupun teoritis telah diterima bahwa stabilitas dan efisiensi sektor perbankan dan keuangan sangat penting bagi stabilitas ekonomi makro setiap negara. Sektor perbankan dan keuangan yang sehat akan mampu memberi landasan yang kokoh bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Apalagi dalam


(13)

era globalisasi finansial, stabilitas sektor perbankan dan keuangan merupakan langkah antisipasi terhadap kemungkinan munculnya krisis dimasa akan datang.

Pada dasarnya pentingnya penguatan sektor perbankan berlandaskan pada pendapat bahwa makin efisien dan stabil sektor perbankan, kinerja perekonomian makin baik. Sektor perbankan yang efisien akan memberikan landasan bagi efektifitas implementasi kebijakan stabilisasi ekonomi makro dan mobilitas modal asing, kebijakan ekonomi makro yang tepat dan didukung oleh mantapnya stabilitas dan efisiensi sektor perbankan akan cenderung mendapatkan arus masuk modal asing yang besar (Johnston dan Sundrarajan, 1999 dalam Nugroho dan Soekarni, 2003:44).

Disisi lain kondisi perbankan juga dipengaruhi lingkungan makro ekonomi. Lingkungan makro ekonomi adalah lingkungan yang mempengaruhi operasi perusahaan sehari-hari (Tandelilin, 2001:211). Oleh karena itu penting bagi perusahaan untuk memperhatikan variabel-variabel makro ekonomi.

Krisis perbankan Indonesia diawali dengan memburuknya kualitas aktiva

bank, meningkatnya net open position, dan kemudian disusul dengan negatifnya

pendapatan bank (negative spread) sebagai akibat dari kebijaksanaan suku bunga tinggi sejak pertengahan semester kedua tahun 1997. Pada saat itu banyak kredit macet di perbankan karena banyaknya debitur yang tidak sanggup membayar. Hal inilah yang mengakibatkan banyak bank mengalami kesulitan keuangan dan secara teknis perbankan terancam bangkrut.

Beberapa tahun belakangan ini gejolak keuangan muncul kembali yaitu pada tahun 2007 sebagai akibat dari krisis yang terjadi di Amerika Serikat yaitu


(14)

kendala di sektor perumahan Amerika serikat, yakni yang disebut dengan

subprime mortgage. Bank-bank yang memiliki investasi di subprime mortgage

secara langsung, imbasnya tentu ada yaitu kerugian investasi. Kerugian investasi berakibat pada defisitnya dana cadangan bank-bank tersebut. Karena lalu lintas keuangan yang begitu cepat di bank, maka kesulitan dana cadangan tersebut bisa berimbas kepada kesulitan likuditas (Detikfinance, 17 Agustus 2007).Krisis yang

terjadi tersebut secara langsung maupun tidak langsung berimbas pula pada

perekonomian Indonesia yang ditandai dengan naik turunnya nilai tukar, inflasi dan suku bunga.

Hal ini meningkat khususnya sejak awal semester II 2008 yang juga berdampak kepada terdepresiasinya nilai tukar rupiah dengan volatilitas yang juga meningkat. Dibandingkan akhir semester I 2008, nilai tukar rupiah melemah sekitar 20,5% hingga mencapai Rp11.120 per dollar AS pada akhir semester II 2008. Pelemahan ini masih terlihat meskipun volatilitasnya sudah semakin berkurang. Perkembangan ekonomi domestik pada awal semester II 2008 ditandai dengan tingginya inflasi sebagai dampak dari kenaikan harga BBM dan tingginya harga komoditas pokok dunia. Pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi pada saat itu juga berpotensi meningkatkan tekanan inflasi ke depan sehingga Bank

Indonesia menaikkan suku bunga kebijakannya (BI rate) sebagai upaya untuk

meredam tekanan inflasi. Sejak Juli sampai dengan Oktober, secara berturut-turut BI rate terus dinaikkan sebesar 25 bps (bits per second), sehingga mencapai 9,5% pada Oktober 2008 (Kajian Stabilitas Keuangan No.12, Maret 2009 hal 11).


(15)

Berikut ini adalah perubahan nilai tukar, suku bunga dan tingkat inflasi pada awal 2008 hingga akhir 2008:

Tabel 1.1

Pergerakan Nilai Tukar, Suku Bunga dan Tingkat Inflasi (Januari 2008- Desember 2008)

Bulan Nilai tukar Rupiah per

dollar AS (Rp.)

Tingkat suku bunga (%)

Tingkat inflasi (%)

Januari 9406,35 7,96 7.36

Februari 9181,15 7,94 7.40

Maret 9184,94 7,98 8.17

April 9208,63 8,18 8.96

Mei 9290,80 8,49 10.38

Juni 9295,71 8,93 11.03

Juli 9163,45 9,25 11.90

Agustus 9149,25 9,42 11.85

September 9340,65 10,38 12.14

Oktober 10.048,35 11,15 11.77

November 11.711,15 10,98 11.68

Desember 11.324,84 10,94 11.06

Sumber: www.bi.go.id (diolah) www.bei.co.id (diolah)

Pada Tabel 1.1 dapat dilihat pergerakan nilai tukar, suku bunga dan tingkat inflasi dari awal tahun 2008 mengalami fluktuasi ke akhir tahun 2008.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara variabel makro ekonomi dengan kinerja perusahaan terutamanya Perbankan. Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih rinci lagi mengenai hubungan nilai tukar, suku bunga dan inflasi dengan resiko kebangkrutan perusahaan Perbankan maka ingin dilakukan penelitian dengan

judul “Analisis Hubungan Variabel Makro Ekonomi terhadap Resiko

Kebangkrutan (Altman Z-Score) pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia.”


(16)

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara nilai tukar dengan resiko

kebangkrutan (Altman Z-Score) pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek

Indonesia?

2. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara suku bunga dengan resiko

kebangkrutan (Altman Z-Score) pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek

Indonesia?

3. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antara inflasi dengan resiko

kebangkrutan (Altman Z-Score) pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek

Indonesia?

C. Kerangka Konseptual

Faktor-faktor makro ekonomi dapat menyebabkan kesulitan ekonomi bahkan krisis ekonomi baik secara langsung. Selain itu maupun tidak langsung yang dapat mempengaruhi kinerja perusahaan. Hal ini dikarenakan lingkungan perusahaan dipengaruhi oleh lingkungan makro ekonomi. Hadad, Santoso dan Harianto (2003:3) mengatakan bahwa kajian mengenai indikator-indikator makro yang dapat digunakan sebagai informasi awal adanya potensi krisis perbankan perlu dilakukan sehingga tindakan-tindakan preventif dapat segera dilakukan sebelum permasalahan yang ada pada perekonomian secara umum berubah menjadi krisis perbankan.


(17)

Menurut Utami dan Rahayu (2003) tingginya inflasi dan suku bunga bank akan menyebabkan beban operasional perusahaan semakin berat serta akan mempengaruhi kinerja keuangan perusahaan; melemahnya nilai rupiah memungkinkan beban hutang badan usaha semakin besar jika dinilai dengan Rupiah; dan akhirnya akan berujung pada menurunnya profitabilitas perusahaan. Ketika profitabilitas suatu perusahaan menurun, hal tersebut memungkinkan munculnya peluang kebangkrutan.

Disisi lain bank sebagai lembaga kepercayaan tidak hanya dibutuhkan atau bermanfaat bagi inidvidu dan masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan ekonomi suatu negara. Selain itu, bank juga dapat membantu memperlancar kegiatan transaksi, produksi serta konsumsi melalui fungsinya sebagai lembaga yang melaksanakan lalu lintas pembayaran. Demikian pula, bank juga berperan dalam melaksanakan kebijakan moneter, dan efektivitas kebijakan moneter dapat berjalan dengan baik dipengaruhi oleh kesehatan dan stabilitas bisnis perbankan (Rivai, Veithzal dan Idrus, 2007:108).

Melihat peranan perbankan yang sangat strategis, kesehatan dan stabilitas perbankan menjadi suatu sistem yang merupakan kebutuhan suatu perekonomian yang ingin tumbuh dan berkembang dengan baik (Rivai, Veithzal dan Idrus, 2007:108). Dan menurut Bank Dunia (2001) dalam Nugroho dan Soekarni (2003:44): makin stabil dan efektif sektor perbankan sebagai intermediasi dana, perbankan makin dapat memberikan kontribusi besar bagi stabilitas ekonomi makro sehingga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang.


(18)

Salah satu parameter yang dapat mengukur kestabilan perekonomian yakni dengan melihat kinerja dari stabilitas makro ekonomi. Stabillitas makro ekonomi dapat dilihat berdasarkan beberapa indikator dasar makro ekonominya, diantaranya suku bunga, jumlah uang yang beredar, inflasi, nilai tukar, dan pengangguran.

Berdasarkan latar belakang dan teori yang telah dikemukakan, maka model kerangka konseptual yang digunakan adalah sebagai berikut:

Gambar 1.1: Kerangka Konseptual

Inflasi Suku Bunga

Nilai Tukar

Resiko Kebangkrutan

Sumber : Hadad (2003); Utami (2003); Rivai (2007) (diolah)

D. Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah diuraikan, maka hipotesis penelitian sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan yang signifikan antara nilai tukar dengan resiko

kebangkrutan (Altman Z-Score) pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek

Indonesia?

2. Terdapat hubungan yang signifikan antara suku bunga dengan resiko

kebangkrutan (Altman Z-Score) pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek


(19)

3. Terdapat hubungan yang signifikan antara inflasi dengan resiko kebangkrutan (Altman Z-Score) pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis hubungan variabel makro ekonomi (nilai tukar, suku bunga dan inflasi) dengan

resiko kebangkrutan (Altman Z-Score) pada perusahaan Perbankan di Bursa Efek

Indonesia.

2. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat yaitu:

a. Bagi Perusahaan Perbankan

Sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan dalam usaha manajemen untuk mengurangi resiko dan memperhatikan kondisi perbankan yang dihadapi oleh perusahaan .

b. Bagi Pihak Lain

Sebagai informasi tambahan dan bahan rujukan bagi yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan variabel makro ekonomi (nilai tukar, suku bunga dan inflasi) dengan resiko kebangkrutan pada perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia.


(20)

c. Bagi Penulis

Sebagai penambah ilmu dan pengetahuan serta wawasan tentang hubungan nilai tukar, suku bunga dan inflasi dengan resiko kebangkrutan pada perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia.

F. Metode Penelitian

1. Batasan Operasional

Adapun batasan operasional penelitian yang ditetapkan meliputi:

a. Data nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS, suku bunga dan tingkat inflasi per kuartal selama periode Januari 2006-Desember 2009. Dalam hal ini suku bunga yang digunakan adalah suku bunga rill yaitu suku bunga SBI.

b. Data laporan keuangan perusahaan yang meliputi laporan keuangan

perusahaan Perbankan per kuartal selama periode tahun 2006 sampai dengan tahun 2009.

2. Definisi Operasional Variabel

Berdasarkan pada permasalahan dan hipotesis yang akan diuji, definisi operasional variabel pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Variabel Terikat (Y)

Variabel terikat yang akan diteliti yaitu resiko kebangkrutan yang diukur

dengan menggunakan rumus Altman Z-score yang ditemukan oleh

Altman. Altman Z-score digunakan untuk meramalkan tingkat


(21)

rasio kemudian dimasukkan dalam suatu persamaan diskriminan (Altman, 1982:106).

Secara matematis persamaan Altman Z-score dirumuskan sebagai berikut: Z = 1,2(Y1) + 1,4(Y2) + 3,3(Y3) + 0,6(Y4) + 1.0(Y5)

Dimana:

Y1 = Modal Kerja/Total Aktiva (%)

Y2 = Laba Ditahan/Total Aktiva (%)

Y3 = Laba Sebelum dan Pajak (EBT)/Total Aktiva (%)

Y4 = Nilai Pasar Modal Sendiri/Total hutang (%)

Y5 = Penjualan/Total Aktiva (x)

Z = Indeks secara keseluruhan

b. Variabel bebas (X)

Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1) Nilai Tukar (X1)

Nilai tukar merupakan harga mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam mata uang asing negara lainnya (Sukirno, 2004:397). Artinya mengukur suatu mata uang negara dari perspektif valuta asing.

Nilai tukar diukur dengan perubahan nilai tukar mata uang Rupiah terhadap Dollar AS setelah disesuaikan dengan tingkat inflasi (Utami dan Rahayu, 2003) dengan mengunakan rumus:

4

bulanan tukar

Nilai kuartal

per tukar nilai rata

-Rata 

Perubahan dari nilai tukar akan berpengaruh terhadap pendapatan (beban) operasional bank sebagai hasil dari keuntungan (kerugian)


(22)

transaksi valas/derivatif. Oleh sebab itu, maka rata-rata nilai tukar ini

haruslah dikaitkan dengan Other Operating Revenue (expense)

masing-masing perusahaan dengan rumus:

kuartal per tukar Nilai rata -Rata

Profit Gross

2) Suku Bunga (X2)

Suku bunga yaitu berupa suku bunga rill yang dihitung dari perubahan suku bunga SBI jangka waktu 1 bulan yang telah disesuaikan dengan tingkat inflasi (Utami dan Rahayu, 2003) yang dihitung dengan rumus:

4

bulanan bunga

Suku kuartal

per bunga suku rata

-Rata 

Perubahan tingkat suku bunga akan berpengaruh terhadap utang masing-masing perusahaan kepada pihak ketiga (Liabilities) sehingga didapat perubahan suku bunga yang berbeda dari masing-masing perusahaan tergantung pada total liabilitasnya yang dapat dihitung dengan rumus:

Rata-rata suku bunga per kuartal x total liabilities

3) Inflasi (X3)

Inflasi merupakan kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk secara keseluruhan (Tandelilin 2001: 212). Data inflasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah data per bulan menurut Indeks Harga Konsumen yang kemudian dirata-ratakan menjadi data kuartal dengan rumus sebagai berikut:


(23)

4 bulan per Inflasi kuartal per inflasi rata

-Rata 

Inflasi akan menyebabkan terjadinya kenaikan suku bunga perusahaan yang pada akhirnya juga akan menyebabkan hutang perusahaan perbankan pada pihak ketiga berupa beban bunga akan menjadi meningkat. Oleh karena itu, rata-rata inflasi per kuartal akan dikaitkan

dengan beban bunga (interest expenses) masing-masing perusahaan

(Utami dan Rahayu, 2003) yang dapat dihitung dengan rumus: Rata-rata inflasi per kuartal x interest expenses

3. Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia (BEI) yaitu sebanyak 28 perusahaan, yang ditunjukkan pada Tabel 1.2 berikut ini:

Tabel 1.2 Populasi Penelitian

No Kode Emiten Nama Emiten Tanggal Listing

1 AGRO Bank Agroniaga Tbk 08 Agustus 2003

2 INPC Bank Artha Graha Internasional Tbk 23 Agustus 1990

3 BBKP Bank Bukopin Tbk 10 Juli 2006

4 BNBA Bank Bumi Arta Tbk 01 Juni 2006

5 BACA Bank Capital Indonesia Tbk 04 Oktober 2007 6 BBCA Bank Central Asia Tbk. 31 Mei 2000 7 BNGA Bank CIMB Niaga Tbk 29 November 1989

8 BDMN Bank Danamon Indonesia Tbk 06 Desember 1989 9 BAEK Bank Ekonomi Raharja Tbk 08 Januari 2008

10 BEKS Bank Eksekutif Interational Tbk 13 Juli 2001

11 SDRA Bank Himpunan Saudara 1906 Tbk 15 Desember 2006 12 BABP Bank ICB Bumiputera Tbk 15 Juli 2002

13 BNII Bank Intl Indonesia Tbk 21 November 1989

14 BKSW Bank Kesawan Tbk 21 November 2002

15 BMRI Bank Mandiri Tbk 14 Juli 2003

16 MAYA Bank Mayapada International Tbk 29 Agustus 1997


(24)

18 BCIC Bank Mutiara Tbk. 25 Juni 1997 19 BBNI Bank Negara Indonesia (persero) Tbk 25 November 1996 20 BBNP Bank Nusantara Parahyangan Tbk 10 Januari 2001 21 NISP Bank OCBC Nisp Tbk 20 Oktober 1994 No Kode Emiten Nama Emiten Tanggal Listing

22 BNLI Bank Permata Tbk 15 Januari 1990

23 BBRI Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 10 Oktober 2003

24 BSWD Bank Swadesi Tbk 01 Mei 2002

25 BTPN Bank Tabungan Pensiunan Nasional Tbk 12 Maret 2008 26 BVIC Bank Victoria International Tbk 30 Juni 1999 27 MCOR Bank Windu Kentjana International Tbk 03 Juli 2007 28 PNBN PAN Indonesia Bank Tbk 29 Desember 1982 Sumber: www.idx.co.id (diolah) (2010)

Penarikan sampel yang dilakukan adalah dengan menggunakan metode

Purposive Sampling. Menurut Sugiyono (2005), “Purposive Sampling ialah metode yang digunakan peneliti jika peneliti mempunyai pertimbangan-pertimbangan tertentu di dalam sampelnya atau penentuan sampel untuk tujuan tertentu”. Adapun kriteria-kriteria penentuan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia sejak tahun

2006 sampai 2009 dan terus listing (tidak pernah suspend).

b.Perusahaan yang memiliki data keuangan lengkap dan mempublikasikannya

dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2009.

c. Perusahaan yang tidak melakukan merger dari tahun 2006-2009.

Dari kriteria diatas maka perusahaan yang memenuhi syarat untuk dijadikan sampel adalah sebanyak 17 sampel dimana hasil penentuan sampel dapat dilihat pada Tabel 1.3 sebagai berikut:


(25)

Tabel 1.3

Hasil Penentuan Sampel

No Keterangan Jumlah Perusahaan

1 Populasi Penelitian 28

2 Perusahaan Perbankan yang tidak terdaftar di Bursa Efek

Indonesia sejak tahun 2009 sampai sekarang dan pernah

suspend.

(8)

3 Perusahaan yang tidak memiliki data keuangan lengkap dan

tidak mempublikasikannya dari tahun tahun 2006 sampai dengan tahun 2009.

(1)

4 Perusahaan melakukan merger (2)

Jumlah sampel 17

Sumber : www.idx.co.id (diolah) (2010)

Pada Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa dari 28 perusahaan Perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia hanya terdapat 17 perusahaan yang memenuhi kriteria penentuan sampel yang telah ditentukan. Adapun daftar nama perusahaan Perbankan yang dijadikan sampel penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.4 sebagai berikut:


(26)

Tabel 1.4 Sampel Penelitian

No Kode Emiten Nama Emiten Tanggal Listing 1 BBCA Bank Central Asia Tbk. 31 Mei 2000

2 BDMN Bank Danamon Indonesia Tbk 06 Desember 1989 3 BEKS Bank Eksekutif Interational Tbk 13 Juli 2001

4 BABP Bank ICB Bumiputera Tbk 15 Juli 2002 5 BNII Bank Intl Indonesia Tbk 21 November 1989

6 BKSW Bank Kesawan Tbk 21 November 2002

7 BMRI Bank Mandiri Tbk 14 Juli 2003

8 MAYA Bank Mayapada International Tbk 29 Agustus 1997

9 MEGA Bank Mega Tbk 04 Juli 2000

10 BBNI Bank Negara Indonesia (persero) Tbk 25 November 1996 11 BBNP Bank Nusantara Parahyangan Tbk 10 Januari 2001 12 NISP Bank OCBC Nisp Tbk 20 Oktober 1994

13 BNLI Bank Permata Tbk 15 Januari 1990

14 BBRI Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk 10 Oktober 2003

15 BSWD Bank Swadesi Tbk 01 Mei 2002

16 BVIC Bank Victoria International Tbk 30 Juni 1999 17 PNBN PAN Indonesia Bank Tbk 29 Desember 1982

Sumber: www.idx.co.id (diolah) (2010)

4. Tempat dan Waktu Penelitian

a. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia melalui media internet dengan situs www.bi.go.id dan www.idx.co.id.

b. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai Februari 2010 sampai dengan Mei 2010. 5. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang bersumber dari data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung yaitu melalui media internet, buku-buku referensi, surat kabar, jurnal-jurnal


(27)

penelitian dan literatur ilmiah lainnya yang berkaitan dengan topik bahasan dalam penelitian.

Data sekunder tersebut meliputi data suku bunga, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS, tingkat inflasi dan laporan keuangan perusahaan Perbankan.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu melalui studi dokumentasi berupa literatur jurnal penelitian-penelitian, serta laporan-laporan yang dipublikasikan untuk mendapatkan masalah yang akan diteliti serta laporan-laporan yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia dan Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui media internet.

7. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: a.Analisis Deskriptif

Metode analisis deskriptif adalah suatu metode analisis dimana data-data yang dikumpulkan, diklasifikasikan, dianalisis, dan diinterpretasikan secara objektif sehingga memberikan informasi dan gambaran mengenai topik yang dibahas.

b. Metode Analisis Statistik 1) Analisis Korelasi Pearson

Analisis korelasi ini digunakan untuk pasangan pengamatan data rasio yang menunjukkan hubungan linear. Korelasi ini sering juga disebut


(28)

Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat Bantu SPSS versi 16.0 for windows untuk menghitung koefisien Korelasi Pearson.

Koefisien korelasi adalah suatu angka indeks yang melukiskan hubungan antara dua rangkaian data yang dihubungkan. Dengan kata lain, koefisien korelasi adalah ukuran atau indeks dari hubungan antara dua variabel. Koefisien korelasi besarnya antara -1 sampai 1. tanda positif dan negatif menunjukkan arti atau arah dari hubungan koefisien korelasi tersebut.

Korelasi positif nilainya berada antara 0 sampai +1, nilai (+) menjelaskan bahwa apabila suatu variabel naik, maka akan menyebabkan kenaikan pada variabel lainnya dan sebaliknya. Korelasi negatif nilainya berada diantara -1 sampai 0, nilai (–) tersebut menjelaskan bahwa apabila suatu variabel naik maka variabel yang lainnya akan turun dan sebaliknya (Sitomorang, dkk, 2010:83)

Menghitung nilai koefisien Korelasi Pearson dapat dilakukan dengan menghitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

 

2 2. y x

xy k

Dimana:

k = Koefisien korelasi

x = Deviasi rata-rata variabel X = X - X


(29)

= Y - Y

2) Pengujian Hipotesis

Pengujian ini dilakukan untuk menguji signifikansi dari koefisien korelasi yang diperoleh. Pengujian signifikansi menggunakan rumus sebagai berikut (Suharyadi dan Purwanto, 2004:466):

t = r 2

1 2

r n

 

Dimana: t = Nilai thitung

r = Nilai koefisien korelasi n = Jumlah data pengamatan

Bentuk pengujian:

H0: b1=0, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel

bebas (nilai tukar, suku bunga dan inflasi) dengan variabel terikat resiko kebangkrutan.

H0: b1≠0, artinya ada hubungan yang signifikan antara variabel bebas

(nilai tukar, suku bunga dan inflasi) dengan variabel terikat resiko kebangkrutan.

Selanjutnya akan dilakukan uji signifikan dengan membandingkan tingkat signifikan α (alpha) 5% dan derajat kebebasan (n-2) dengan thitung yang diperoleh. Jika thitung > ttabel berarti H0 ditolak atau terdapat


(30)

hubungan yang nyata (signifikan) terhadap resiko kebangkrutan dan sebaliknya. Dapat disimpulkan sebagai berikut:

H0 diterima jika - ttabel≤ thitung ≤ ttabel


(31)

BAB II

URAIAN TEORETIS

A.

Penelitian Terdahulu

Hadad, Santoso dan Harianto (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “Indikator Krisis Perbankan” dengan menggunakan model Logit yang diadaptasi

dari model yang dikemukakan oleh Hardy dan Pazarbasioglu (1999) menyatakan

bahwa terdapat keterkaitan antara terjadinya krisis atau severe distress pada industri perbankan dengan pertumbuhan PDB riil, real effective exchange rate, pertumbuhan pemberian kredit kepada sektor riil, perubahan simpanan masyarakat, pertumbuhan konsumsi swasta. Sementara itu, perubahan investasi dan laju inflasi tidak secara signifikan mempengaruhi terjadinya krisis atau severe distress pada industri perbankan.

Nugroho dan Soekarni (2003) dalam penelitiannya yang berjudul ”Penguatan Ekonomi Domestik” yaitu pada bab III: Stabilitas Sektor Perbankan dan Keuangan sebagai Upaya memperkuat Ekonomi menyatakan bahwa sektor keuangan dan perbankan yang efisien akan memberikan landasan bagi efektivitas implementasi kebijakan stabilitas ekonomi makro dan mobilitas modal pada penggunaan yang tepat. Oleh sebab itu penting bagi suatu negara untuk terus memperhatikan kondisi stabilitas sektor perbankan dan keuangannya. Selain itu, hasil penelitian ini telah diuji melalui berbagai tahapan proses penelitian panjang dan sangat ketat dalam bentuk diskusi, seminar dan penilaian dari pembuatan riset desain sampai menjadi laporan akhir oleh tim Quality Assurance P2E-LIPI.


(32)

Fakhrurozie (2007)melakukan penelitian dengan judul “Analisis Pengaruh

Kebangkrutan Bank dengan metode Altman Z-Score Terhadap Harga Saham

Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Jakarta” dengan hasil penelitian menunjukan

bahwa analisis rasio Altman Z-Score, pada tahun 2003 sampai tahun 2005

diperoleh nilai Z-Score yang masih rendah di bawah nilai 1,20 sehingga seluruh bank masuk dalam kategori bangkrut. Hanya satu bank yang pada tahun 2004

yang nilainya Altman Z-Score sebesar 1,83 itupun masih dalam kategori grey

area. Sedangkan analisis regresi sederhana dengan SPSS versi 13.00, diperoleh

model untuk memprediksi harga saham adalah persamaan Y = 0,024 + 0,208 X, Thitung = 4,182, koefisien determinasi R Square (R2) = 0,215.

Berdasarkan hasil analisis Altman Z-Score dapat disimpulkan dari tahun 2003 sampai 2005 seluruh perusahaan perbankan masuk dalam kategori bangkrut.

Dari analisis regresi sederhana, dapat disimpulkan bahwa nilai Altman Z-Score

berpengaruh terhadap harga saham sebesar 21,50% sedangkan 78,50% dipengaruhi faktor lain.

B.

Lembaga Keuangan

Lembaga keuangan adalah badan usaha yang kekayaannya terutama berbentuk asset keuangan (financial assets) atau tagihan (claims), seperti saham dan obligasi (Rivai, Veithzal dan Idrus, 2007: 15).

1. Pengertian Bank

Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang perubahan Undang-Undang No.7 Tahun 1992 tentang perbankan, bank adalah suatu badan usaha yang tugas utamanya sebagai lembaga perantara keuangan


(33)

(financial intermediaries), yang menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan

dana (idle fund surplus unit) kepada pihak yang membutuhkan dana atau

kekurangan dana (deficit unit) pada waktu yang ditentukan. 2. Peranan Perbankan dalam Perekonomian

Menurut Rivai, Veithzal dan Idrus (2007:109) bank sebagai lembaga kepercayaan mempunyai peran yang penting dalam suatu perekonomian yaitu:

a. Sebagai lembaga intermediasi yang merupakan sumber pembiayaan bagi dunia usaha, baik berupa investasi maupun produksi dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi.

b. Memberikan jasa lalu lintas pembayaran. Dengan sistem pembayaran yang efisien, aman dan lancar, perkonomian akan berjalan dengan lancar.

c. Sebagai sarana dalam pelaksanaan kebijakan moneter. Kebijakan moneter bertujuan untuk menjaga stabilitas harga dan mendorong pertumbuhan ekonomi, antara lain dengan cara mengendalikan jumlah uang yang beredar.

Karena perannya tersebut, setiap negara selalu berupaya agar lembaga perbankan selalu berada dalam kondisi yang sehat, aman, dan stabil.

C.

Kebangkrutan

1. Pengertian Kebangkrutan

Kebangkrutan (Bankruptcy) biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan

dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba (Supardi dan Mastuti, 2003:79). Sedangkan menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1998,


(34)

kebangkrutan adalah dimana suatu institusi dinyatakan oleh keputusan pengadilan bila debitur memiliki dua atau lebih kreditur dan tidak membayar sedikitnya satu hutang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih.

Beberapa pengertian kebangkrutan menurut Martin dalam Supardi dan Mastuti (2003:79) yaitu:

a. Kegagalan Ekonomi (Economic Distressed)

Kegagalan dalam ekonomi berarti bahwa perusahaan kehilangan uang atau pendapatan perusahaan dan tidak mampu menutupi biayanya sendiri. Hal ini berarti tingkat labanya lebih kecil dari biaya modal atau nilai sekarang dari arus kas perusahaan lebih kecil dari kewajiban.

b. Kegagalan Keuangan (Financial Distressed)

Pengertian financial distressed menurut Supardi dan Mastuti (2003:79)

mempunyai makna kesulitan dana baik dalam arti dana dalam pengertian kas atau dalam pengertian modal kerja.

2. Faktor-Faktor Penyebab Kebangkrutan

Menurut Jauch dan Glueck dalam Akhyar (2000:139) faktor-faktor yang

menyebabkan terjadinya kebangkrutan padaperusahaan adalah :

a. Faktor Umum 1) Sektor Ekonomi

Faktor-faktor penyebab kebangkrutan dari sektor ekonomi adalah gejala inflasi dan deflasi dalam harga barang dan jasa, kebijakan keuangan, suku bunga dan devaluasi atau revaluasi uang dalam


(35)

hubungannya dengan uang asing serta neraca pembayaran, surplus atau defisit dalam hubungannya dengan perdagangan luar negeri.

2) Sektor Sosial

Faktor sosial sangat berpengaruh terhadap kebangkrutan cenderung pada perubahan gaya hidup masyarakat yang mempengaruhi permintaan terhadap produk dan jasa ataupun cara perusahaan berhubungan dengan karyawan.

3) Teknologi

Penggunaan teknologi informasi juga menyebabkan biaya yang ditanggung perusahaan membengkak terutama untuk pemeliharaan dan implementasi.

4) Sektor Pemerintah

Pengaruh dari sektor pemerintah berasal dari kebijakan pemerintah terhadap pencabutan subsidi pada perusahaan dan industri, pengenaan tariff ekspor dan impor barang berubah, kebijakan undang-undang baru bagi perbankan atau tenaga kerja dan lain-lain.

b. Faktor Eksternal Perusahaan

1) Faktor Pelanggan atau Nasabah

Perusahaan harus bisa mengidentifikasi sifat konsumen, karena berguna untuk menghindari kehilangan konsumen, juga untuk menciptakan peluang untuk menemukan konsumen baru dan menghindari menurunnya hasil penjualan dan mencegah konsumen berpaling ke pesaing.


(36)

2) Faktor Pemasok/Kreditur

Kekuatannya terletak pada pemberian pinjaman dan mendapatkan jangka waktu pengembalian hutang yang tergantung kepercayaan kreditor terhadap kelikuiditasan suatu bank.

3) Faktor Pesaing/Bank Lain

Faktor ini merupakan hal yang harus diperhatikan karena menyangkut perbedaan pemberian pelayanan kepada nasabah, perusahaan juga jangan melupakan pesaingnya karena jika produk pesaingnya lebih diterima oleh masyarakat perusahaan tersebut akan kehilangan nasabah dan mengurangi pendapatan yang diterima.

c. Faktor Internal Perusahaan

Faktor-faktor yang menyebabkan kebangkrutan secara internal menurut Harnanto dalam Akhyar (2000:140) sebagai berikut :

1) Terlalu besarnya kredit yang diberikan kepada nasabah sehingga akan menyebabkan adanya penunggakan dalam pembayaran sampai akhirnya tidak dapat membayar.

2) Manajemen tidak efisien yang disebabkan karena kurang adanya kemampuan, pengalaman, keterampilan, sikap inisiatif dari manajemen.

3) Penyalahgunaan wewenang dan kecurangan dimana sering dilakukan oleh karyawan, bahkan manajer puncak sekalipun sangat merugikan apalagi yang berhubungan dengan keuangan perusahaan.


(37)

3. Resiko Kebangkrutan

Dalam pengindeintifikasian kebangkrutan dapat digunakan Altman Z-Score.

Menurut Altman (1968) dalam Altman (1982:99-125), Altman Z-score adalah

suatu alat yang digunakan untuk meramalkan tingkat kebangkrutan suatu perusahaan dengan menghitung nilai dari beberapa rasio lalu kemudian dimasukan dalam suatu persamaan diskriminan, maka berdasarkan analisis ini apabila nilai Z dari perusahaan yang diteliti lebih kecil dari 1,81 berisiko tinggi terhadap kebangkrutan, bila nilai Z berada diantara 1,81 sampai dengan 2,99 dikatakan berpeluang besar untuk bangkrut, bila di atas nilai 2,99 atau Z > 2,99 aman dari risiko kebangkrutan. Untuk menghitung nilai Z, terlebih dahulu kita harus menghitung lima jenis rasio keuangan, yaitu:

Y1 = Modal Kerja/Total Aktiva (%)

Y2 = Laba Ditahan/Total Aktiva (%)

Y3 = Laba Sebelum dan Pajak (EBT)/Total Aktiva (%)

Y4 = Nilai Pasar Modal Sendiri/Total hutang (%)

Y5 = Penjualan/Total Aktiva (x)

Z = Indeks secara keseluruhan

Secara matematis persamaan Altman Z-score ini bisa dirumuskan sebagai

berikut:

Z = 1,2(Y1) + 1,4(Y2) + 3,3(Y3) + 0,6(Y4) + 1,0(Y5)

Altman Z-score ini ditemukan oleh Altman (1968), tujuan dari analisis ini adalah ramalan terhadap kebangkrutan digunakan sebagai suatu kasus yang membantu menjelaskan. Singkatnya, seperangkat rasio ekonomi dan keuangan


(38)

akan diteliti dalam suatu konteks ramalan kebangkrutan dimana suatu metodologi statistik multidiskriminan digunakan. Adapun rasio-rasio tersebut yaitu:

1. Modal Kerja / Total Aktiva (%)

Rasio ini mengukur likuiditas dengan membandingkan aktiva lancar bersih dengan total aktiva. Aktiva lancar bersih atau modal kerja didefinisikan sebagai total aktiva lancar dikurangi total kewajiban lancar. Umumnya, bila perusahaan mengalami kesulitan keuangan, modal kerja akan turun lebih cepat daripada total aktiva menyebabkan rasio ini turun.

2. Laba Ditahan / Total Aktiva (%)

Rasio ini mengukur kemampulabaan kumulatif dari perusahaan. Pada beberapa tingkat, rasio ini juga mencerminkan umur perusahaan, karena semakin muda perusahaan, semakin sedikit waktu yang dimilikinya untuk membangun laba kumulatif. Bila perusahaan mulai merugi, tentu saja nilai dari total laba ditahan mulai turun.

3. EBT / Total Aktiva (%)

Rasio ini mengukur kemampulabaan yaitu tingkat pengembalian dari

aktiva, yang dihitung dengan membagi laba sebelum pajak (EBT) tahunan

perusahaan dengan total aktiva pada neraca akhir tahun. Rasio ini juga dapat digunakan sebagai ukuran seberapa besar produktivitas penggunaan dana yang dipinjam. Bila rasio ini lebih besar dari rata-rata tingkat bunga yang dibayar, maka berarti perusahaan menghasilkan uang yang lebih banyak daripada bunga pinjaman.


(39)

4. Modal Sendiri / Total Hutang (%)

Rasio ini merupakan kebalikan dari rasio hutang per modal sendiri. Nilai modal sendiri yang dimaksud adalah nilai pasar modal sendiri, yaitu jumlah saham perusahaan dikalikan dengan harga pasar per lembar sahamnya. Umumnya perusahaan-perusahaan yang gagal, mengakumulasikan lebih banyak hutang dibandingkan modal sendiri.

5. Penjualan/Total Aktiva (kali)

Rasio perputaran modal adalah standar rasio keuangan yang menggambarkan kemampuan peningkatan penjualan dari aktiva perusahaan yang merupakan suatu ukuran dari kemampuan manajemen dalam menghadapi kondisi yang kompetitif. Rasio akhir ini cukup penting, walaupun dalam faktanya signifikan dari ukuran rasio ini tidak dapat dilihat semuanya tapi karena relasi yang unik diantara variabel dalam model ini, rasio penjualan/total aktiva menjadi rangking kedua dalam kontribusi keseluruhan ketepatan model diskriminan.

D. Variabel Makro Ekonomi

Kinerja perusahaan sangat tergantung dari keadaan ekonomi secara keseluruhan. Oleh sebab itu, perusahaan harus memperhitungkan variabel makro ekonomi dalam mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba.

Variabel makro ekonomi adalah alat atau indikator yang menggambarkan perubahan-perubahan dalam kegiatan ekonomi negara (Sukirno, 2004:26).


(40)

Menurut Tandelilin (2001:214) terdapat beberapa variabel makro ekonomi yang mempenaruhi kinerja dan profitabilitas perusahaan yaitu:

1. PDB (Product Domestic Bruto)

2. Inflasi

3. Tingkat suku bunga

4. Kurs Rupiah

5. Anggaran deficit

6. Investasi swasta

7. Neraca perdagangan dan pembayaran.

E. Nilai Tukar

Nilai tukar merupakan harga mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam mata uang asing negara lainnya (Sukirno 2004:397).

1. Teori Nilai Tukar

Berikut ini adalah beberapa teori yang berkaitan dengan nilai tukar valuta asing (Berlianta, 2004: 18-21):

a. Balance of Payment Approach

Pendekatan ini didasarkan pada pendapat bahwa nilai tukar valuta ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan terhadap valuta tersebut. Adapun alat yang digunakan untuk mengukur kekuatan penawaran dan permintaan adalah balance of payment.


(41)

b. Teori Purchasing Power Parity

Teori ini berusaha untuk menghubungkan nilai tukar dengan daya beli valuta tersebut terhadap barang dan jasa. Pendekatan ini menggunakan apa

yang disebut law of one price sebagai dasar. Dalam Law of one price

disebutkan bahwa dengan asumsi tertentu, dua barang yang identik haruslah mempunyai harga yang sama.

Ada dua versi teori ini yaitu:

1) Versi absolut yang menyatakan bahwa nilai tukar adalah perbandingan harga barang di dua negara. Ukuran yang digunakan adalah rata-rata tertimbang dari seluruh barang yang ada di negara tersebut.

2) Versi relatif yang mengatakan bahwa pergerakan nilai tukar valuta dua negara adalah sama dengan selisih kenaikan harga barang di kedua negara tersebut pada periode tertentu.

c. Fisher Effect

Teori Fisher Effect diperkenalkan oleh Irving Fisher. Teori ini mengatakan bahwa tingkat suku bunga nominal suatu negara akan sama dengan tingkat suku bunga riil ditambah tingkat inflasi di negara itu. Dari pernyataan tersebut dapat digambarkan dalam persamaan matematika sederhana seperti berikut:


(42)

d. International Fisher Effect

Pendapat ini didasari oleh Fisher Effect bahwa pergerakan nilai mata uang suatu negara dibanding negara lain (pergerakan kurs) disebabkan oleh perbedaan suku bunga nominal yang ada di kedua negara tersebut.

2. Sistem Nilai Tukar

Sistem nilai tukar menurut Madura (2006:219-225) dapat dikategorikan dalam beberapa jenis berdasarkan seberapa kuat tingkat pengawasan pemerintah pada nilai tukar.

Secara umum nilai tukar dapat dibagi menjadi: a. Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate)

Dalam sistem nilai tukar tetap, nilai tukar mata uang dibuat konstan ataupun hanya diperbolehkan berfluktuasi dalam kisaran yang sempit.

b. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (Freely Floating Exchange Rate)

Pada sistem nilai tukar mengambang bebas, nilai tukar ditentukan sepenuhnya oleh pasar tanpa intervensi dari pemerintah. Pada kondisi nilai tukar yang mengambang, nilai tukar akan disesuaikan secara terus-menerus sesuai dengan kondisi penawaran dan permintaan dari mata uang tersebut.

c. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Managed Floating

Exchange Rate)

Pada sistem mengambang terkendali, fluktuasi nilai tukar dibiarkan mengambang dari hari ke hari dan tidak ada batasan-batasan resmi tetapi


(43)

sewaktu-waktu pemerintah dapat melakukan intervensi untuk menghindarkan fluktuasi yang terlalu jauh dari mata uangnya.

d. Sistem Nilai Tukar Terikat (Pegged Exchange Rate)

Pada sistem nilai tukar terikat, mata uang lokal dikaitkan nilainya pada sebuah valuta asing atau pada sebuah jenis mata uang tertentu.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Nilai Tukar

Kurs nilai tukar akan berubah sepanjang waktu karena perubahan kurva permintaan dan penawaran. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan kurva permintaan dan penawaran (Madura, 2006:128-134) adalah:

a. Tingkat Inflasi Relatif

b. Suku Bunga Relatif

c. Tingkat Pendapatan Relatif

d. Pengendalian Pemerintah

e. Prediksi Pasar f. Interaksi Faktor

F. Suku Bunga

1. Pengertian Suku Bunga

Suku bunga adalah harga yang dibayar “peminjam” (debitur) kepada “pihak yang meminjamkan” (kreditur) untuk pemakaian sumber daya selama interval waktu tertentu (Fabozzi, 1999: 204). Jadi dengan demikian suku bunga adalah harga yang dibayar atas pinjaman.


(44)

2. Fungsi Suku Bunga

Menurut Sunariyah (2006:80-81) suku bunga memiliki beberapa fungsi dalam perekonomian antara lain sebagai berikut:

a. Sebagai daya tarik bagi penabung individu, institusi maupun lembaga yang mempunyai dana lebih untuk dinvestasikan.

b. Tingkat suku bunga dapat digunakan sebagai alat kontrol bagi pemerintah

terhadap dana langsung atau investasi pada sektor-sektor ekonomi.

c. Tingkat suku bunga dapat digunakan sebagai alat moneter dalam rangka

mengendalikan penawaran dan permintaan uang yang beredar dalam suatu perekonomian.

d. Pemerintah dapat memanipulasi tingkat bunga untuk meningkatkan

produksi, sebagai akibatnya tingkat suku bunga dapat digunakan untuk mengontrol tingkat inflasi.

3. Teori Tentang Tingkat Bunga

Menurut Sunariyah (2006:81-93) ada beberapa teori dalam penentuan tingkat suku bunga yaitu:

a. Teori Klasik

Menurut teori klasik, permintaan dan penawaran investasi pada pasar modal menentukan tingkat bunga.

b. Teori Preferensi Likuiditas Tingkat Tabungan

Menurut Keynes, teori klasik hanya untuk tingkat bunga jangka panjang, Keynes mengembangkan teori preferensi likuiditas untuk menjelaskan tingkat suku bunga jangka pendek. Tingkat suku bunga diartikan sebagai


(45)

harga yang dikeluarkan debitur untuk mendorong kreditur memindahkan uang tersebut. Tetapi uang yang dikeluarkan oleh debitur tersebut mempunyai resiko berupa tidak diterimanya tingkat suku bunga tertentu. c. Teori Dana Pinjaman

Teori ini berasumsi bahwa tingkat bunga ditentukan oleh kekuatan dan penawaran dana pinjaman. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dana pinjaman dalam perekonomian antara lain:

1) Permintaan pinjaman untuk konsumsi. 2) Permintaan pinjaman oleh unit bisnis. 3) Permintaan pinjaman untuk pemerintah.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran dana pinjaman adalah:

1) Tabungan domestik yang dilakukan baik oleh perusahaan, masyarakat

dan pemerintah.

2) Pengeluaran kelebihan uang oleh masyarakat.

3) Dana dari sistem perbankan domestik: pengeluaran kartu kredit dari

bank menciptakan rekening kredit pada bank dan meningkatkan penawaran untuk dan pinjaman.

4) Meminjam dana luar negeri.

Perpotongan antara permintaan dana pinjaman dan penawaran dana pinjaman akan menentukan tingkat bunga dipasar dan kuantitas dana pinjaman.


(46)

d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga

Brigham dan Houston (2006:191), menyatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat bunga yaitu:

1) Kebijakan Bank Sentral

Bank Sentral mengambil peranan penting dalam mengendalikan jumlah uang yang beredar. Jika bank sentral ingin merangsang perekonomian, Bank Sentral akan meningkatkan pertumbuhan penawaran uang. Dampak awal dari langkah ini adalah menurunkan tingkat suku bunga. Akan tetapi, jumlah uang yang beredar yang tinggi juga akan menyebabkan terjadinya peningkatan ekspektasi tingkat inflasi yang selanjutnya akan dapat mendorong naiknya tingkat suku bunga. Dengan demikian kebijakan yang dilakukan Bank Sentral mempengaruhi tingkat suku bunga.

2) Surplus atau Defisit Anggaran Negara

Surplus atau defisitnya anggaran negara mempengaruhi suku bunga. Jika suatu negara membelanjakan uang lebih banyak daripada yang diperoleh melalui pajak, maka akan terjadi defisit, dan defisit tersebut harus ditutupi dengan cara melakukan pinjaman atau mencetak uang. Jika pemerintah melakukan pinjaman, maka hal ini akan menambah permintaan dari sumber dana untuk mendorong naik tingkat suku bunga. Jika pemerintah mencetak uang, maka hal ini akan meningkatkan ekspektasi tingkat inflasi dimasa depan yang juga akan mendorong naiknya tingkat suku bunga.


(47)

3) Faktor-faktor Internasional

Faktor-faktor internasional misalnya neraca perdagangan asing dan tingkat suku bunga dari negara-negara lain. Jika suatu negara lebih banyak melakukan impor daripada ekspor maka negara tersebut mengalami defisit neraca perdagangan. Ketika defisit neraca perdagangan terjadi, defisit tersebut harus didanai dan sumber pendanaan yang utama adalah utang. Oleh sebab itu, semakin besar defisit perdagangan, maka semakin besar jumlah yang harus dipinjam, dan seiring dengan meningkatnya pinjaman, maka tingkat suku bunga juga akan ikut naik.

4) Tingkat Aktivitas Bisnis.

Ketika perekonomian suatu negara berkembang, perusahaan akan membutuhkan modal dan negara cenderung akan meningkatkan jumlah uang beredar sebagai usaha untuk merangsang perekonomian. Dengan demikian permintaan modal akan menambah jumlah uang yang beredar yang akan mendorong naiknya tingkat suku bunga.

G. Tingkat Inflasi

1. Pengertian Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan terjadinya peningkatan harga produk-produk secara keseluruhan. Tingkat inflasi yang tinggi biasanya dikaitkan dengan kondisi

ekonomi yang terlalu panas (overheated). Artinya, kondisi ekonomi mengalami


(48)

harga-harga cenderung mengalami kenaikan. Inflasi yang terlalu tinggi juga

menyebabkan penurunan daya beli uang (Purchasing Power of Money)

(Tandelilin, 2001:212). 2. Jenis-jenis Inflasi

Sehubungan dengan kompleksnya faktor yang menjadi sumber terjadinya inflasi atau banyaknya variabel yang berpengaruh terhadap inflasi, maka dapat pula dilakukan pengelompokan terhadap jenis-jenis inflasi berdasarkan sudut pandang (Khalwaty, 2000:31-35) sebagai berikut:

a. Ditinjau dari asal terjadinya, inflasi dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1) Domestic Inflation yaitu inflasi yang berasal dari dalam negeri.

2) Imported Inflation yaitu inflasi yang terjadi di dalam negeri karena adanya pengaruh kenaikan harga dari luar negeri.

b. Ditinjau dari intensitasnya, inflasi dapat dibedakan menjadi:

1) Creeping Inflation yaitu inflasi yang terjadi dengan laju pertumbuhan berlangsung lambat karena kenaikan harga-harga berlansung secara perlahan-lahan.

2) HyperInflation atau Galloping Inflation yaitu inflasi yang sangat berat timbul akibat adanya kenaikan harga-harga yang umumnya berlangsung cepat.

c. Ditinjau dari sudut bobotnya, inflasi dapat dibedakan menjadi empat yaitu: 1) Inflasi ringan yaitu inflasi dengan laju pertumbuhan yang berlangsung

perlahan dan berada pada posisi satu digit atau dibawah 10% per tahun.


(49)

2) Inflasi sedang yaitu inflasi dengan tingkat laju pertumbuhan berada diantara 10-30% per tahun atau melebihi dua digit.

3) Inflasi berat yaitu merupakan inflasi dengan laju pertumbuhan berada

diantara 30-100% per tahun.

4) Inflasi sangat berat yaitu inflasi dengan laju pertumbuhan melampaui

100% per tahun. 3. Teori Inflasi

Teori kuantitas menjelaskan bahwa sumber utama terjadinya inflasi adalah karena adanya kelebihan permintaan sehingga uang yang beredar di masyrakat bertambah banyak (Khalwaty 2000:15-31). Teori kuantitas membedakan sumber inflasi menjadi:

a. Demand Full Inflation

Inflasi terjadi karena adanya permintaan agregatif dimana kondisi produksi

telah berada pada kesempatan kerja penuh (full employment) sehingga

kenaikan permintaan tidak lagi mendorong kenaikan output (produksi) tetapi hanya mendorong kenaikan harga-harga.

b. Cost Push Inflation

Pada kondisi ini tingkat penawaran lebih rendah jika dibandingkan dengan tingkat permintaan. Ini karena adanya kenaikan harga faktor produksi sehingga produsen terpaksa mengurangi produksinya sampai jumlah

tertentu. Penawaran total (aggregate supply) yang terus menurun karena

semakin mahalnya biaya produksi akan menyebabkan kenaikan


(50)

didorong oleh beberapa faktor, yakni adanya tuntutan kenaikan upah tenaga kerja, industri yang monopolis, kenaikan bahan baku industri, kebijakan pemerintah.

c. Structural Approach

Dengan pendekatan struktur ekonomi, terjadinya inflasi dipandang karena tidak seimbangnya struktur ekonomi. Untuk itu, inflasi akan dapat ditanggung dengan melakukan pembenahan pada semua struktur ekonomi. d. Monetary Approach

Dengan pendekatan moneter, inflasi dinilai sebagai suatu fenomena moneter, yaitu keadaan yang disebabkan terlalu banyaknya uang yang beredar dibandingkan dengan kesediaan masyarakat untuk memiliki atau menyimpan uang tersebut yang akhirnya akan menaikkan permintaan (excess demand for goods).

e. Accounting Approach to Inflation

Diketahui bahwa terjadinya inflasi bersumber pada perkembangan harga-harga pada kelompok barang dan jasa yang digunakan untuk menyusun Indeks Harga Konsumen (IHK).


(51)

BAB III

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

A. Gambaran Umum Bursa Efek Indonesia

Bursa Efek Jakarta adalah salah satu bursa saham yang dapat memberikan peluang investasi dan sumber pembiayaan dalam upaya mendukung pembangunan ekonomi nasional. Bursa Efek Jakarta berperan juga dalam upaya mengembangkan pemodal lokal yang besar dan solid untuk menciptakan pasar modal Indonesia yang stabil.

Bursa Efek Jakarta berawal dari bursa efek di Jakarta pada abad XIX. Pada tahun 1912 dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda, bursa efek pertama Indonesia didirikan di Batavia, Pusat Pemerintahan kolonial Belanda dan dikenal sebagai Jakarta pada saat ini.

Bursa Batavia sempat ditutup selama periode perang dunia pertama. Kemudian dibuka lagi pada tahun 1925. Selain bursa Batavia, pemerintah kolonial juga menoperasikan bursa paralel di Surabaya dan Semarang. Namun, kegiatan bursa ini dihentikan kembali ketika terjadi pendudukan oleh tentara Jepang di Batavia. Pada tahun 1952, tujuh tahun setelah Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya, bursa saham dibuka lagi di Jakarta dengan memperdagangkan saham dan obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan-perusahaan belanda sebelum perang dunia. Kegiatan bursa saham kemudian berhenti lagi ketika pemerintahan Indonesia meluncurkan program nasionalisasi pada tahun 1956.


(52)

Bursa saham kembali dibuka dan ditangani oleh Badan Pelaksana Pasar Modal (BAPEPAM) pada tanggal 22 Mei 1995 yang merupakan sebuah institusi baru dibawah Departemen Keuangan. Kegiatan perdagangan dan kapitalisasi saham meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 1990 seiring dengan

perkembangan pasar financial dan sektor swasta. Bursa saham diswastanisasi

menjadi PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tanggal 13 Juli 1992. Swastanisasi menjadi PT BEJ ini mengakibatkan beralihnya fungsi Bapepam menjadi Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM).

Bursa Efek Jakarta meluncurkan Jakarta Automated System (JATS) pada tanggal 22 Mei 1995 yang merupakan sebuah sistem perdagangan otomatis yang

menggantikan sistem perdagangan manual. Sistem perdagangan dengan JATS ini

mampu memfasilitasi perdagangan efek dalam frekwensi yang lebih besar serta dapat menjamin kegiatan transaksi yang fair dan transparan dibandingkan dengan sistem perdagangan manual.

Kegiatan penyebaran data sebagai konsumsi publik juga dapat dilakukan

dengan cepat. Data-data tersebut antara lain Data Order, Data Transaksi, Data

Indeks dan Stock Summary. Data Order meliputi order time (waktu order entry), kode saham, kode papan, kode broker (untuk papan reguler, kode broker tidak dikirim), harga, volume, tipe investor (lokal/asing) dan nomor Order. Data

transaksi meliputi trade time (waktu terjadinya transaksi), kode saham, kode

papan, nomor transaksi, harga, volume, kode broker beli, kode broker jual (lokal/asing), nomor order beli dan nomor order jual. Data indeks meliputi nilai Index Harga Saham Gabungan (IHSG), nilai index LQ 45 (papan utama/MBX dan


(53)

papan pengembangan/MDX) dan nilai index sektoral. Data stock summary

meliputi previous price, harga saham tertinggi, harga saham terendah, perubahan harga saham dibanding hari sebelumnya, harga pembukaan, total volume yang diperdagangkan, total frekwensi, total nilai perdagangan, index saham, harga dan volume order beli terbaik serta harga dan volume order jual terbaik

Pada tahun 2007 penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) dengan Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI). Adapun tujuannya yaitu agar mampu bersaing secara internasional.

B. Gambaran Umum Masing-masing Perusahaan Perbankan 1. Bank Central Asia, Tbk

BCA secara resmi berdiri pada tanggal 21 Februari 1957 dengan nama Bank Central Asia NV. Semula bank ini merupakan penggabungan usaha antara Bank Sarana Indonesia (1976), Bank Gemari (1976), dan Indo Commercial Bank

(1979). Pada tanggal 11 Mei 2000, bank merubah statusnya menjadi go public

atas usulan IBRA (Indonesian Bank Restructuring Agency).

2. Bank Danamon Indonesia, Tbk

Bank Danamon Indonesia Tbk (Bank Danamon) didirikan pada tahun 1956 dengan nama PT Bank Kopra Indonesia. Pada tahun 1976 namanya menjadi Bank Danamon Indonesia hingga kini. Bank Danamon menjadi bank devisa swasta pertama di Indonesia tahun 1976 dan Perseroan Terbuka pada tahun 1989.

Pada tahun 2000, delapan bank BTO lainnya dilebur ke dalam Bank


(54)

satu pilar perbankan nasional. Pada tahun 2003, Bank Danamon diambil alih oleh Konsorsium Asia Finance Indonesia sebagai pemegang saham pengendali.

3. Bank Eksekutif Interational, Tbk

PT. Bank Eksekutif Internasional, Tbk didirikan berdasarkan akta Notaris Sugiri Kadarisman, SH nomor 34 tanggal 11 September 1992 dan perubahannya nomor 65 tanggal 16 Januari 1996 yang menjelaskan perubahan nama PT.Executive International Bank menjadi perseroan PT. Bank Eksekutif Internasional. Bank ini mulai beroperasi tanggal 9 Agustus 1993 dan pada tanggal 13 Juli 2001, bank ini telah menjadi bank go public.

4. Bank ICB Bumiputera, Tbk

Bank Bumiputera mulai beroperasi sejak 12 Januari 1990 sebagai perusahaan yang dimiliki oleh AJB Bumiputera 1912, perusahaan asuransi jiwa

tertua di Indonesia. Pada tahun 2002 Bank Bumiputera go-public dan struktur

kepemilikan pemegang saham pada saat itu adalah AJB Bumiputera (37,50%), PT Cipta Usaha Citra Dana (37,50%) dan Masyarakat (25,00%).

5. Bank Intl Indonesia, Tbk

PT Bank Internasional Indonesia Tbk (BII) didirikan pada tanggal 15 Mei 1959 dan memperoleh status bank umum devisa pada tahun 1988 serta mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya pada tahun 1989 melalui penawaran umum saham perdana (initial public offering).

Pada 30 September 2008 Maybank, melalui Maybank Offshore Corporate Services (Labuan) Sdn. Bhd. (MOCS), anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya, menyelesaikan pengambilalihan 100% saham Sorak Financial


(55)

Holdings Pte. Ltd, pemilik 55,51% saham BII. Pada Desember 2008, MOCS menyelesaikan penawaran tender untuk sisa saham BII.

6. Bank Kesawan, Tbk

Bank Kesawan Tbk didirikan dengan nama NV Chunghwa Shangyeh (The Chinese Trading Company Limited). NV Chunghwa Shangyeh bergerak dalam bidang simpan pinjam keuangan selain juga bergerak di bidang perdagangan umum. Pada tahun 1958 NV Chunghwa Shangyeh resmi melakukan kegiatan sebagai Bank Umum dan pada tahun 1962 bentuk usaha berganti menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT Bank Chunghwa Shangyeh.

Pada tahun 1965, PT Bank Chunghwa Shangyeh berganti nama menjadi PT Bank Kesawan. Tahun 1995, Bank Kesawan memperoleh persetujuan menjadi Pedagang Valuta Asing dan selanjutnya pada tahun 1996 mendapatkan izin menjadi Bank Umum Devisa maupun Bank Persepsi, yaitu Bank yang dapat menerima pajak. Bank Kesawan menjadi Bank Publik pada tahun 2002 dengan Penawaran Saham Umum Perdana sejumlah 78,8 juta lembar melalui Bursa Efek Jakarta.

7. Bank Mandiri, Tbk

Bank Mandiri didirikan pada 2 Oktober 1998, sebagai bagian dari program restrukturisasi perbankan yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia. Pada bulan Juli 1999, empat bank pemerintah: Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Exim and Bapindo–dilebur menjadi Bank Mandiri.


(56)

8. Bank Mayapada International, Tbk

Bank Mayapada berdiri sejak tanggal 7 September 1989 dengan nama PT. Bank Mayapada Internasional. Bank ini memulai beroperasi secara komersial pada 16 Maret 1990 dan pada 3 Juni 1993 bank ini memperoleh ijin usaha sebagai bank devisa. Bank mulai tercatat pada Bursa Efek Jakarta pada tanggal 7 Agustus 1997 dengan penawaran perdana atas 65 juta lembar saham dengan nilai nominal Rp. 500.00 per lembar.

9. Bank Mega, Tbk

Bank ini berdiri pada tanggal 15 April 1969 dengan nama PT. Bank Karman. Pada tanggal 18 Januari 1992 mengganti namanya menjadi PT. Mega Bank, kemudian pada tanggal 17 Januari 2000 mengganti namanya lagi menjadi PT. Bank Mega, Tbk. Bank ini melakukan penawaran perdana saham dengan menjual 12.500 juta saham di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.

10. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk

Berdiri sejak 1946, BNI yang dahulu dikenal sebagai Bank Negara Indonesia, merupakan bank pertama yang didirikan dan dimiliki oleh Pemerintah Indonesia. Bank ini kemudian berubah menjadi Bank Negara Indonesia (Persero)

pada tanggal 31 Juli 1992. Bank ini go public pertama kali pada tanggal 25

November 1996 dengan menjual sahamnya kepada masyarakat di Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya.


(57)

11.Bank Nusantara Parahyangan, Tbk

Bank ini berdiri pada tanggal 23 Agustus 1976 dengan nama PT. Bank Pasar Karya Parahyangan dan pada bulan Maret 1989 berubah menjadi bank komersial dengan nama PT. Bank Nusantara Parahyangan. Bank ini berstatus perusahaan PMDN. Pada tahun 2000, bank melakukan penawaran umum atas atas sahamnya.

12.Bank OCBC Nisp, Tbk

PT. Bank NISP Tbk, yang kini menjadi PT. Bank OCBC NISP Tbk., merupakan bank keempat tertua di Indonesia, didirikan di Bandung pada tanggal 4 April 1941 dengan nama NV. Nederlandsch Indische Spaar En Deposito Bank.

Bank NISP mendapatkan statusnya sebagai bank umum pada tahun 1964, kemudian menjadi bank devisa pada tahun 1990 dan mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia pada tahun 1994.

Pada akhir tahun 2008, OCBC Bank-Singapura adalah pemegang saham pengendali dengan memiliki 74,73% saham Bank NISP melalui beberapa akuisisi sejak tahun 2004. Untuk lebih mengoptimalkan hubungan dengan OCBC Bank Singapura, maka Bank NISP merubah namanya menjadi PT. Bank OCBC NISP Tbk.

13.Bank Permata, Tbk

Bank ini didirikan pada tanggal 15 Januari 1955 dan pada bulan juni 1956 bank ini memperoleh ijin untuk melakukan transaksi pertukaran mata uang asing. Bank ini telah mengalami penggabungan usaha, yaitu dengan PT. Bank Perkembangan Asia dan PT. Bank Kredit Universal. Bank ini kemudian


(58)

mengalami penggabungan usaha lagi pada tahun 2002 dengan PT. Bank Universal, Tbk. PT. Bank Prima Expres, PT. Bank Arthamedia dan PT. Bank Patriot. Dengan adanya penggabungan usaha tersebut kemudian bank ini mengubah namanya menjadi PT. Bank Permata, Tbk Bank ini masuk bursa pertama kali pada tahun 1990.

14.Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk

Bank Rakyat Indonesia Tbk dahulu bernama Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi yang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Berdiri tanggal 16 Desember 1895, yang kemudian dijadikan sebagai hari kelahiran BRI.

Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-undang perbankan No. 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah menjadi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) yang kepemilikannya masih 100% ditangan Pemerintah.

15.Bank Swadesi, Tbk

Keberadaan Bank Swadesi berawal dari sebuah bank pasar bernama Bank Pasar Swadesi yang berdiri pada tahun 1968 di Surabaya. Pada tahun 1984, kepemilikan Bank diambil alih oleh Keluarga Chugani yang menumbuh-kembangkan bank ini sehingga pada tanggal 2 September 1989, Bank Swadesi secara resmi beroperasi menjadi Bank Umum dengan nama PT Bank Swadesi.

Pada tahun 1990, Bank Swadesi melakukan penggabungan usaha (merger)

dengan PT Bank Perkreditan Rakyat Panti Daya Ekonomi. Pada tahun 1992 Bank Swadesi menjalankan usaha sebagai pedagang valuta asing dan pada tanggal 11


(59)

November 1994 Bank Swadesi mendapatkan peningkatan status dari Bank Indonesia dan secara resmi beroperasi menjadi Bank Devisa.

Pada tahun 2002 Bank Swadesi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta dan tercatat sebagai lembaga perbankan ke-22 yang "go public".

16.Bank Victoria International, Tbk

Pada tahun 1992 PT. Bank Victoria International didirikan di Jakartadan kemudianpada

tahun1994 PT. Bank Victoria International memperoleh ijin dari Menteri Keuangan Republik Indonesia untuk beroperasi sebagai Bank Umum dan mulai beroperasi secara komersil. Kemudian pada tahun 1997 PT. Bank Victoria International memperoleh ijin dari Bank Indonesia sebagai Pedagang Valuta Asing.

17.PAN Indonesia Bank, Tbk

Bank ini berdiri sejak tanggal 18 Agustus 1971 dengan nama PT. Pan Indonesia Tbk. Semula bank ini berdiri atas penggabungan usaha dengan Bank

Abadi Jaya pada tahun 1971, Bank Lingga Artha pada tahun 1973. Kemudian

dengan Bank Pembangunan Ekonomi pada tahun 1975 dan Bank Pembangunan Sulawesi pada tahun 1975.

PT. Pan Indonesia Tbk mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Jakarta tahun

1982 sebagai bank go Public yang pertama. Pemegang saham Panin Bank adalah

ANZ Banking Group of Australia (37,1%), Panin Life (45,9%) dan publik-domestik & internasional.


(60)

BAB IV

ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Analisis Deskripsi Variabel Penelitian

1. Resiko Kebankrutan (Altman Z- score) Tabel 4.1

Nilai Resiko Kebangkrutan (Altman Z-Score) Perusahaan perbankan di BEI `Per Kuartal (2006-2009)

No Nama Emiten Kuartal

Tahun

I II III IV

2006 0.493 0.520 0.61 0.655

2007 -0.235 0.528 0.595 0.64

2008 0.540 0.458 0.576 0.587

1 BBCA

2009 0.470 0.526 0.639 0.672

2006 0.519 0.504 0.62 0.732

2007 0.519 0.612 0.813 0.665

2008 0.407 0.409 0.464 1.433

2 BDMN

2009 0.314 0.654 0.724 0.781

2006 -0.05 -0.10 -0.49 0.148

2007 -0.111 -0.083 0.11 0.131

2008 -0.082 -0.044 -0.177 0.018

3 BEKS

2009 -0.199 -0.208 0.011 -0.077

2006 0.122 0.206 0.25 0.267

2007 1.748 0.207 0.46 0.242

2008 0.117 0.253 0.161 -0.87

4 BABP

2009 0.084 0.176 0.189 0.221

2006 0.305 0.369 0.45 0.563

2007 0.287 0.348 0.448 0.537

2008 0.488 0.492 0.457 0.591

5 BNII

2009 0.388 0.435 0.479 0.461

2006 0.093 0.656 0.15 0.202

2007 0.185 0.258 0.151 0.198

2008 0.097 0.152 0.212 0.176

6 BKSW

2009 0.139 0.206 0.262 0.300

2006 0.194 2.180 0.43 0.491

2007 0.379 0.409 0.480 0.383

2008 0.379 0.363 0.397 0.391

7 BMRI

2009 0.318 0.376 0.485 0.524

2006 -0.01 0.184 1.42 0.331

2007 0.052 0.499 0.707 0.916

2008 1.076 1.091 0.973 0.440

8 MAYA

2009 0.734 0.740 0.732 0.386

2006 0.148 0.249 0.22 0.255

2007 0.159 0.315 0.377 0.358

2008 0.252 0.242 0.325 0.280

2009 0.175 0.258 0.354 0.381

9

No

MEGA

Nama Emiten Kuartal Tahun

I II III IV

2006 0.211 0.254 0.41 0.358

10 BBNI


(1)

Kuartal I

Kuartal II

No Nama

emiten

Y1 Y2 Y3 Y4 Y5

Altman

z-score

Y1 Y2 Y3 Y4 Y5

Altman

z-score

1 BBCA -0.5175 0.0686 0.0085 0.3922 0.0267 -0.2351 0.0786 0.0647 0.0168 0.3934 0.0516 0.5280 2 BDMN 0.0886 0.0584 0.0089 0.4319 0.0423 0.5188 0.0960 0.0624 0.0181 0.4425 0.0843 0.6122 3 BEKS -0.1074 -0.0115 -0.0078 0.0399 0.0355 -0.1112 -0.1246 -0.0103 -0.0066 0.0529 0.0699 -0.0839 4 BABP 0.0655 1.1266 0.0033 0.0792 0.0338 1.7480 0.0539 0.0049 0.0040 0.0993 0.0629 0.2074 5 BNII 0.0913 0.0151 0.0033 0.1907 0.0316 0.2875 0.0886 0.0316 0.0073 0.1802 0.0653 0.3481 6 BKSW 0.0577 0.0000 0.0024 0.1280 0.0321 0.1859 0.0921 0.0000 0.0045 0.1136 0.0646 0.2583 7 BMRI 0.1067 0.0511 0.0057 0.2207 0.0286 0.3794 0.1000 0.0253 0.0116 0.2724 0.0523 0.4095 8 MAYA -0.0597 0.0242 0.0050 0.0671 0.0336 0.0525 0.1383 0.0206 0.0073 0.3790 0.0533 0.4996 9 MEGA 0.0398 0.0148 0.0056 0.1142 0.0042 0.1596 0.0691 0.0191 0.0123 0.1806 0.0573 0.3159 10 BBNI 0.0724 0.0832 0.0035 0.1457 0.0275 0.3297 0.0805 0.0118 0.0086 0.2012 0.0556 0.3179 11 BBNP 0.0882 0.0359 0.0038 0.0709 0.0269 0.2383 0.0857 0.0284 0.0060 0.0681 0.0508 0.2539 12 NISP 0.0635 0.0427 0.0042 0.1693 0.0284 0.2799 0.0922 0.0478 0.0076 0.2343 0.0588 0.4022 13 BNLI 0.0130 0.0000 0.0035 0.0007 0.0450 0.0724 0.0523 0.0000 0.0007 0.0007 0.0724 0.1380 14 BBRI 0.1309 0.0569 0.0112 0.4630 0.0389 0.5906 0.1103 0.0446 0.0199 0.4686 0.0714 0.6132 15 BSWD 0.0981 0.0536 0.0040 0.2375 0.0273 0.3758 0.0985 0.0582 0.0074 0.3212 0.0549 0.4719 16 BVIC 0.0848 0.0359 0.0065 0.0949 0.0303 0.2608 0.0696 0.0346 0.0098 0.0970 0.0052 0.2277 17 PNBN 0.1390 0.0474 0.0079 0.3565 0.0323 0.5055 0.8524 0.0467 0.0154 0.3490 0.0561 1.4046

Sumber: www.idx.co.id (data diolah) (2010)


(2)

1 BBCA 0.0784 0.0663 0.0243 0.4265 0.0724 0.5952 0.0816 0.0638 0.0294 0.4538 0.0880 0.6444 2 BDMN 0.0854 0.0691 0.0285 0.5490 0.1908 0.8136 0.0978 0.0738 0.0371 0.1170 0.2528 0.6660 3 BEKS -0.0026 0.0000 0.0051 0.0192 0.0897 0.1149 -0.0259 -0.0030 0.0013 0.0462 0.1343 0.1309 4 BABP 0.2263 0.0057 0.0049 0.1072 0.0998 0.4600 0.0412 0.0054 0.0052 0.0775 0.1221 0.2426 5 BNII 0.1085 0.0343 0.0100 0.2352 0.0959 0.4484 0.1127 0.0328 0.0068 0.3824 0.1038 0.5371 6 BKSW -0.0263 0.0000 0.0051 0.1282 0.0897 0.1518 0.0055 -0.0031 0.0033 0.1221 0.1123 0.1986 7 BMRI 0.1108 0.0283 0.0168 0.2977 0.0744 0.4809 0.0890 0.0279 0.0198 0.1450 0.0849 0.3833 8 MAYA 0.2245 0.0243 0.0110 0.4672 0.0870 0.7073 0.2631 0.0172 0.0132 0.7001 0.1137 0.9170 9 MEGA 0.0650 0.0234 0.0182 0.2025 0.0848 0.3770 0.0632 0.0245 0.0149 0.1602 0.1028 0.3582 10 BBNI 0.0989 0.0152 0.0131 0.1988 0.0834 0.3859 0.1172 0.0111 0.0081 0.1812 0.1037 0.3952 11 BBNP 0.0774 0.0369 0.0067 0.1569 0.0748 0.3355 0.0851 0.0385 0.0121 0.1381 0.1236 0.4025 12 NISP 0.1076 0.0472 0.0106 0.2107 0.0815 0.4382 0.1032 0.0461 0.0121 0.2044 0.1021 0.4532 13 BNLI 0.0297 0.0000 0.0141 0.2044 0.1026 0.3076 -0.7514 0.0000 0.0193 0.2053 0.1306 -0.5844 14 BBRI 0.1155 0.0492 0.0291 0.5044 0.1030 0.7093 0.1099 0.0490 0.0382 0.3058 0.1230 0.6330 15 BSWD 0.0978 0.0547 0.0089 0.2905 0.0741 0.4718 0.0889 0.0522 0.0106 0.2675 0.0930 0.4681 16 BVIC 0.0613 0.0345 0.0135 0.0833 0.0713 0.2876 0.0534 0.0272 0.0110 0.0255 0.0751 0.2289 17 PNBN 0.1258 0.0464 0.0209 0.3461 0.0776 0.5703 0.1177 0.0462 0.0245 0.0745 0.0926 0.4240

Sumber: www.idx.co.id (data diolah) (2010)


(3)

Kuartal I

Kuartal II

No Nama

emiten

Y1 Y2 Y3 Y4 Y5

Altman

z-score

Y1 Y2 Y3 Y4 Y5

Altman

z-score

1 BBCA 0.0867 0.0684 0.0077 0.4105 0.0684 0.5398 0.0744 0.0648 0.0156 0.2997 0.0470 0.4582 2 BDMN 0.1216 0.0777 0.0097 0.0715 0.0777 0.4070 0.1171 0.0685 0.0190 0.0455 0.0827 0.4092 3 BEKS -0.0836 -0.0037 -0.0007 0.0489 -0.0037 -0.0822 -0.0953 -0.0064 -0.0033 0.0426 0.0639 -0.0447 4 BABP 0.0344 0.0062 0.0010 0.0957 0.0062 0.1172 0.1203 0.0056 0.0016 0.0683 0.0552 0.2537 5 BNII 0.0984 0.0329 0.0046 0.4597 0.0329 0.4880 0.0951 0.0337 0.0022 0.4410 0.0596 0.4929 6 BKSW -0.0013 0.0000 0.0014 0.1580 0.0000 0.0978 0.0000 0.0000 0.0025 0.1548 0.0515 0.1527 7 BMRI 0.0872 0.0445 0.0067 0.2430 0.0445 0.3794 0.0918 0.0344 0.0123 0.1963 0.0465 0.3633 8 MAYA 0.2725 0.0217 0.0050 1.1340 0.0217 1.0761 0.2522 0.0239 0.0086 1.1068 0.0629 1.0915 9 MEGA 0.0509 0.0317 0.0064 0.1572 0.0317 0.2524 0.0362 0.0292 0.0106 0.1191 0.0519 0.2428 10 BBNI 0.0812 0.0922 0.0013 0.1441 0.0922 0.4095 0.0805 0.0835 0.0036 0.1145 0.0526 0.3468 11 BBNP 0.0838 0.0424 0.0018 0.1487 0.0424 0.2975 0.0753 0.0478 0.0049 0.1617 0.0491 0.3196 12 NISP 0.1082 0.0542 0.0028 0.1897 0.0542 0.3830 0.1101 0.0569 0.0075 0.2111 0.0512 0.4143 13 BNLI 0.0717 -0.0739 0.0061 0.0007 -0.0739 -0.0707 0.0634 0.0000 0.0093 0.0006 0.0542 0.1614 14 BBRI 0.1146 0.0568 0.0102 0.4317 0.0568 0.5663 0.0909 0.0469 0.0189 0.3177 0.0655 0.4934 15 BSWD 0.0983 0.0589 0.0046 0.2887 0.0589 0.4477 0.0992 0.0611 0.0099 0.2812 0.0507 0.4567 16 BVIC 0.0477 0.0295 0.0025 0.0648 0.0295 0.1750 0.0434 0.0297 0.0052 0.0468 0.0427 0.1816 17 PNBN 0.1058 0.0465 0.0058 0.2633 0.0465 0.4156 0.0998 0.0491 0.0128 0.3310 0.0518 0.4813

Sumber: www.idx.co.id (data diolah) (2010)


(4)

1 BBCA 0.0785 0.0746 0.0249 0.3733 0.0713 0.5762 0.0607 0.0731 0.0314 0.3562 0.0944 0.5871 2 BDMN 0.1079 0.0698 0.0272 0.0442 0.1206 0.4642 0.8332 0.0652 0.0250 0.1627 0.1628 1.4339 3 BEKS -0.2813 0.0131 0.0104 0.0333 0.0871 -0.1778 -0.0325 -0.0033 -0.0188 0.0029 0.1226 0.0188 4 BABP 0.0323 0.0052 0.0010 0.0443 0.0858 0.1618 -0.9063 0.0050 0.0009 0.0643 0.1675 -0.8715 5 BNII 0.0974 0.0344 0.0091 0.2877 0.0901 0.4578 0.0744 0.0352 0.0115 0.4794 0.1269 0.5911 6 BKSW 0.0086 0.0000 0.0028 0.1832 0.0835 0.2129 0.0186 0.0054 0.0022 0.0618 0.1019 0.1762 7 BMRI 0.0849 0.0371 0.0179 0.1913 0.0694 0.3972 0.0823 0.0368 0.0225 0.1291 0.0892 0.3912 8 MAYA 0.1910 0.0194 0.0014 1.0388 0.0894 0.9738 0.1724 0.0191 0.0109 0.0909 0.1161 0.4402 9 MEGA 0.0374 0.0332 0.0153 0.1680 0.0825 0.3253 0.0310 0.0359 0.0194 0.0255 0.1142 0.2809 10 BBNI 0.0652 0.0832 0.0067 0.0047 0.0795 0.2992 0.0627 0.0129 0.0096 0.0594 0.1000 0.2606 11 BBNP 0.0801 0.0474 0.0049 0.1603 0.0724 0.3472 0.0862 0.0051 0.0110 0.1425 0.1217 0.3542 12 NISP 0.1002 0.0561 0.0109 0.1552 0.0744 0.4023 0.0973 0.0514 0.0133 0.1329 0.0951 0.4073 13 BNLI 0.0274 0.0000 0.0119 0.0005 0.0623 0.1349 0.0503 0.0000 0.0140 0.0763 0.1006 0.2528 14 BBRI 0.0947 0.0528 0.0287 0.3343 0.0987 0.5816 0.8740 0.0523 0.0359 0.2520 0.1245 1.5161 15 BSWD 0.2206 0.0633 0.0176 0.4478 0.0508 0.7310 0.1990 0.0590 0.0222 0.1612 0.0980 0.5893 16 BVIC 0.0648 0.0327 0.0081 0.0559 0.0695 0.2531 0.0652 0.0328 0.0080 0.0687 0.0962 0.2877 17 PNBN 0.0942 0.0495 0.0166 0.2824 0.0745 0.4809 0.1251 0.0597 0.0179 0.2119 0.1025 0.5225

Sumber: www.idx.co.id (data diolah) (2010)


(5)

Kuartal I

Kuartal II

No Nama

emiten

Y1 Y2 Y3 Y4 Y5

Altman

z-score

Y1 Y2 Y3 Y4 Y5

Altman

z-score

1 BBCA 0.0805 0.0806 0.0084 0.3431 0.0278 0.4707 0.0768 0.0786 0.0166 0.3735 0.0455 0.5265 2 BDMN 0.0599 0.0704 0.0063 0.1278 0.0464 0.3142 0.1096 0.0716 0.0145 0.4844 0.0847 0.6550 3 BEKS -0.1138 -0.0443 -0.0190 0.0385 0.0387 -0.1994 -0.1536 -0.0468 -0.0214 0.0641 0.0729 -0.2089 4 BABP 0.0248 0.0033 -0.0016 0.0445 0.0290 0.0847 0.0338 0.0055 0.0005 0.0997 0.0666 0.1764 5 BNII 0.1019 0.0331 0.0003 0.3039 0.0362 0.3881 0.0884 0.0279 -0.0014 0.3697 0.0736 0.4360 6 BKSW 0.0140 0.0000 0.0007 0.1487 0.0313 0.1395 0.0269 0.0072 0.0018 0.1646 0.0590 0.2061 7 BMRI 0.1047 0.0419 0.0060 0.1441 0.0280 0.3184 0.0873 0.0391 0.0125 0.2033 0.0532 0.3761 8 MAYA 0.1482 0.0182 0.0017 0.8181 0.0349 0.7346 0.1409 0.0191 0.0040 0.7705 0.0687 0.7401 9 MEGA 0.0222 0.0387 0.0047 0.0804 0.0314 0.1758 0.0333 0.0418 0.0079 0.1227 0.0607 0.2589 10 BBNI 0.0671 0.0161 0.0047 0.0596 0.0308 0.1851 0.0701 0.0859 0.0079 0.1412 0.0595 0.3747 11 BBNP 0.0618 0.0391 0.0002 0.1170 0.0289 0.2285 0.0674 0.0434 0.0010 0.1206 0.0518 0.2692 12 NISP 0.0970 0.0516 0.0029 0.1280 0.0290 0.3040 0.1061 0.0559 0.0068 0.1333 0.0603 0.3683 13 BNLI 0.0471 0.0000 0.0045 0.0679 0.0329 0.1448 0.0776 0.0000 0.0086 0.0942 0.0665 0.2444 14 BBRI 0.1125 0.0600 0.0095 0.2247 0.0366 0.4218 0.0931 0.0628 0.0183 0.3211 0.0701 0.5227 15 BSWD 0.2031 0.0638 0.0079 0.4776 0.0300 0.6757 0.1904 0.0568 0.0158 0.4733 0.0605 0.7044 16 BVIC 0.0739 0.0389 0.0029 0.0700 0.0281 0.2227 0.0632 0.0361 0.0059 0.0703 0.0491 0.2370 17 PNBN 0.0947 0.0571 0.0032 0.1810 0.0296 0.3423 0.1285 0.0588 0.0075 0.2408 0.0585 0.4642

Sumber: www.idx.co.id (data diolah) (2010)


(6)

1 BBCA 0.0801 0.0804 0.0240 0.4607 0.0752 0.6397 0.0642 0.0800 0.0317 0.4698 0.0966 0.6721 2 BDMN 0.0953 0.0756 0.0203 0.4914 0.1425 0.7246 0.1038 0.0785 0.0240 0.4605 0.1913 0.7815 3 BEKS -0.0717 -0.0239 0.0005 0.0516 0.0981 0.0114 0.0211 -0.0746 -0.0505 0.0654 0.1295 -0.0771 4 BABP 0.0297 0.0056 0.0012 0.0809 0.0935 0.1896 0.0298 0.0052 0.0016 0.0928 0.1173 0.2213 5 BNII 0.0880 0.0291 0.0020 0.3706 0.1045 0.4798 0.0925 0.0290 0.0006 0.2973 0.1294 0.4614 6 BKSW 0.0343 0.0000 0.0019 0.2302 0.0773 0.2629 0.0470 0.0063 0.0027 0.2137 0.0983 0.3007 7 BMRI 0.0891 0.0429 0.0194 0.2956 0.0769 0.4854 0.0909 0.0453 0.0274 0.2743 0.0965 0.5240 8 MAYA 0.1348 0.0174 0.0065 0.7105 0.0981 0.7319 0.1303 0.0166 0.0078 0.0977 0.1224 0.3864 9 MEGA 0.0292 0.0453 0.0125 0.2006 0.0938 0.3539 0.0270 0.0451 0.0161 0.2017 0.1113 0.3811 10 BBNI 0.0761 0.0199 0.0115 0.1873 0.0873 0.3569 0.0718 0.0205 0.0151 0.0028 0.1044 0.2709 11 BBNP 0.0697 0.0461 0.0047 0.1341 0.0777 0.3218 0.0801 0.0521 0.0106 0.1167 0.1046 0.3786 12 NISP 0.1180 0.0635 0.0135 0.1525 0.0912 0.4577 0.1028 0.0592 0.0165 0.1767 0.1043 0.4711 13 BNLI 0.0625 0.0000 0.0125 0.1416 0.0920 0.2932 0.0874 0.0000 0.0137 0.1212 0.1224 0.3452 14 BBRI 0.0848 0.0594 0.0098 0.3696 0.1038 0.5427 0.0899 0.0563 0.0312 0.3256 0.1218 0.6068 15 BSWD 0.1840 0.0595 0.0226 0.4480 0.0864 0.7338 0.1859 0.0649 0.0329 0.4217 0.0980 0.7737 16 BVIC 0.0794 0.0384 0.0101 0.0755 0.0749 0.3027 0.0638 0.0263 0.0085 0.0789 0.1064 0.2951 17 PNBN 0.1335 0.0606 0.0133 0.3307 0.0844 0.5716 0.1384 0.0612 0.0181 0.2690 0.1069 0.5796

Sumber: www.idx.co.id (data diolah) (2010)