Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebangkrutan bankruptcy biasanya diartikan sebagai kegagalan perusahaan dalam menjalankan operasi perusahaan untuk menghasilkan laba Supardi dan Mastuti, 2003:79. Dari segi ekonomi, perusahaan dianggap gagal apabila mempunyai pendapatan yang negatif atau dengan kata lain pendapatan lebih kecil dari biaya yang dikeluarkan perusahaan dalam melakukan kegiatan operasinya. Menurut Fakhrurozie 2007:16 kebangkrutan akan cepat terjadi pada perusahaan yang berada di negara yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, karena kesulitan ekonomi akan memicu semakin cepatnya kebangkrutan perusahaan yang mungkin tadinya sudah sakit kemudian semakin sakit dan bangkrut. Perusahaan yang belum sakit pun akan mengalami kesulitan dalam pemenuhan dana untuk kegiatan operasional perusahaan akibat adanya krisis ekonomi tersebut. Kondisi perekonomian Indonesia tidak lepas dari gejolak faktor eksternal. Krisis keuangan global yang melanda dunia belakangan ini merupakan sumber instabilitas yang terutama. Hal ini dikarenakan perekonomian Indonesia semakin terintegrasi dengan perekonomian global. Selain itu, sumber dana dari luar negeri selama ini merupakan salah satu sumber dana yang penting. Perekonomian Indonesia kini sedang dalam kondisi sulit dan tidak stabil. Stabilitas perekonomian sangat penting untuk memberikan kepastian berusaha Universitas Sumatera Utara bagi para pelaku ekonomi. Stabilitas ekonomi makro dicapai ketika hubungan variabel ekonomi makro yang utama berada dalam keseimbangan. Stabilitas ekonomi makro juga tidak hanya tergantung pada pengelolaan besaran ekonomi makro, tetapi juga tergantung kepada struktur pasar dan sektor-sektor terutamanya sektor perbankan. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Perbankan Indonesia dalam menjalankan fungsinya berasaskan demokrasi ekonomi dan menggunakan prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional, ke arah peningkatan taraf hidup rakyat banyak. Perbankan memiliki kedudukan yang strategis, yakni sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran, pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan, sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan Booklet Perbankan Indonesia 2008. Secara praktis maupun teoritis telah diterima bahwa stabilitas dan efisiensi sektor perbankan dan keuangan sangat penting bagi stabilitas ekonomi makro setiap negara. Sektor perbankan dan keuangan yang sehat akan mampu memberi landasan yang kokoh bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Apalagi dalam Universitas Sumatera Utara era globalisasi finansial, stabilitas sektor perbankan dan keuangan merupakan langkah antisipasi terhadap kemungkinan munculnya krisis dimasa akan datang. Pada dasarnya pentingnya penguatan sektor perbankan berlandaskan pada pendapat bahwa makin efisien dan stabil sektor perbankan, kinerja perekonomian makin baik. Sektor perbankan yang efisien akan memberikan landasan bagi efektifitas implementasi kebijakan stabilisasi ekonomi makro dan mobilitas modal asing, kebijakan ekonomi makro yang tepat dan didukung oleh mantapnya stabilitas dan efisiensi sektor perbankan akan cenderung mendapatkan arus masuk modal asing yang besar Johnston dan Sundrarajan, 1999 dalam Nugroho dan Soekarni, 2003:44. Disisi lain kondisi perbankan juga dipengaruhi lingkungan makro ekonomi. Lingkungan makro ekonomi adalah lingkungan yang mempengaruhi operasi perusahaan sehari-hari Tandelilin, 2001:211. Oleh karena itu penting bagi perusahaan untuk memperhatikan variabel-variabel makro ekonomi. Krisis perbankan Indonesia diawali dengan memburuknya kualitas aktiva bank, meningkatnya net open position, dan kemudian disusul dengan negatifnya pendapatan bank negative spread sebagai akibat dari kebijaksanaan suku bunga tinggi sejak pertengahan semester kedua tahun 1997. Pada saat itu banyak kredit macet di perbankan karena banyaknya debitur yang tidak sanggup membayar. Hal inilah yang mengakibatkan banyak bank mengalami kesulitan keuangan dan secara teknis perbankan terancam bangkrut. Beberapa tahun belakangan ini gejolak keuangan muncul kembali yaitu pada tahun 2007 sebagai akibat dari krisis yang terjadi di Amerika Serikat yaitu Universitas Sumatera Utara kendala di sektor perumahan Amerika serikat, yakni yang disebut dengan subprime mortgage . Bank-bank yang memiliki investasi di subprime mortgage secara langsung, imbasnya tentu ada yaitu kerugian investasi. Kerugian investasi berakibat pada defisitnya dana cadangan bank-bank tersebut. Karena lalu lintas keuangan yang begitu cepat di bank, maka kesulitan dana cadangan tersebut bisa berimbas kepada kesulitan likuditas Detikfinance, 17 Agustus 2007 . Krisis yang terjadi tersebut secara langsung maupun tidak langsung berimbas pula pada perekonomian Indonesia yang ditandai dengan naik turunnya nilai tukar, inflasi dan suku bunga. Hal ini meningkat khususnya sejak awal semester II 2008 yang juga berdampak kepada terdepresiasinya nilai tukar rupiah dengan volatilitas yang juga meningkat. Dibandingkan akhir semester I 2008, nilai tukar rupiah melemah sekitar 20,5 hingga mencapai Rp11.120 per dollar AS pada akhir semester II 2008. Pelemahan ini masih terlihat meskipun volatilitasnya sudah semakin berkurang. Perkembangan ekonomi domestik pada awal semester II 2008 ditandai dengan tingginya inflasi sebagai dampak dari kenaikan harga BBM dan tingginya harga komoditas pokok dunia. Pertumbuhan ekonomi yang masih tinggi pada saat itu juga berpotensi meningkatkan tekanan inflasi ke depan sehingga Bank Indonesia menaikkan suku bunga kebijakannya BI rate sebagai upaya untuk meredam tekanan inflasi. Sejak Juli sampai dengan Oktober, secara berturut-turut BI rate terus dinaikkan sebesar 25 bps bits per second, sehingga mencapai 9,5 pada Oktober 2008 Kajian Stabilitas Keuangan No.12, Maret 2009 hal 11. Universitas Sumatera Utara Berikut ini adalah perubahan nilai tukar, suku bunga dan tingkat inflasi pada awal 2008 hingga akhir 2008: Tabel 1.1 Pergerakan Nilai Tukar, Suku Bunga dan Tingkat Inflasi Januari 2008- Desember 2008 Bulan Nilai tukar Rupiah per dollar AS Rp. Tingkat suku bunga Tingkat inflasi Januari 9406,35 7,96 7.36 Februari 9181,15 7,94 7.40 Maret 9184,94 7,98 8.17 April 9208,63 8,18 8.96 Mei 9290,80 8,49 10.38 Juni 9295,71 8,93 11.03 Juli 9163,45 9,25 11.90 Agustus 9149,25 9,42 11.85 September 9340,65 10,38 12.14 Oktober 10.048,35 11,15 11.77 November 11.711,15 10,98 11.68 Desember 11.324,84 10,94 11.06 Sumber: www.bi.go.id diolah www.bei.co.id diolah Pada Tabel 1.1 dapat dilihat pergerakan nilai tukar, suku bunga dan tingkat inflasi dari awal tahun 2008 mengalami fluktuasi ke akhir tahun 2008. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan diatas, dapat dilihat bahwa terdapat hubungan antara variabel makro ekonomi dengan kinerja perusahaan terutamanya Perbankan. Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih rinci lagi mengenai hubungan nilai tukar, suku bunga dan inflasi dengan resiko kebangkrutan perusahaan Perbankan maka ingin dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Hubungan Variabel Makro Ekonomi terhadap Resiko Kebangkrutan Altman Z-Score pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia.” Universitas Sumatera Utara

B. Perumusan Masalah