Upaya Mengembangkan Kemandirian Siswa

68 perkembangan kemandirian siswa. Upaya ini perlu dilakukan oleh berbagai pihak yang senantiasa berinteraksi dengan siswa seperti guru dan orang tua.

2.4.4 Upaya Mengembangkan Kemandirian Siswa

Siswa dapat dinyatakan mandiri atau belum mandiri karena dilihat dari beberapa aspek. Menurut Turner 1989: 110 siswa yang belum mandiri ialah siswa yang kekurangan informasi mengenai kegiatannya, tidak mengetahui strategi atau cara berkegiatan sebagai siswa, lemah dalam kemampuan metakognitif atau pemahaman kebutuhan diri, serta sulit untuk merubah perilaku lama sekalipun bertentangan dengan lingkungan. Oleh sebab itu Turner 1989: 114 dalam jurnal yang sama menyebutkan bahwa guru dapat membantu siswa agar mandiri dengan memahami mengapa siswa belum berhasil, menyusun strategi agar siswa menjadi lebih aktif di sekolah, serta melatih siswa agar menjadi lebih bertanggung jawab terhadap kesuksesan sekolahnya sendiri. Siswa diarahkan agar benar-benar terlibat secara aktif dalam kegiatannya di dalam sekolah dengan mendalami dan memahami secara betul alasan mengapa mereka harus sekolah. Pendidikan di sekolah perlu melakukan upaya-upaya pengembangan kemandirian siswa secara komprehensif. Sejalan dengan hal tersebut Ali dan Asrori 2005: 119-120 mengemukakan ada sejumlah intervensi yang dapat dilakukan untuk pengembangan kemandirian remaja, antara lain sebagai berikut: pertama ialah penciptaan partisipasi dan keterlibatan dalam keluarga, yang diwujudkan dalam bentuk saling menghargai antaranggota keluarga dan keterlibatan dalam memecahkan masalah remaja; kedua yaitu penciptaan 69 keterbukaan, yang diwujudkan dalam bentuk toleransi terhadap perbedaan pendapat, memberikan alasan terhadap keputusan yang diambil bagi remaja, keterbukaan terhadap minat remaja, mengembangkan komitmen terhadap tugas remaja, kehadiran dan keakraban hubungan dengan remaja; ketiga yaitu penciptaan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan, yang diwujudkan dalam bentuk mendorong rasa ingin tahu remaja, adanya aturan tetapi tidak cenderung mengancam apabila ditaati, adanya jaminan rasa aman dan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan. Selanjutnya keempat ialah penerimaan positif tanpa syarat, yang diwujudkan dalam bentuk tidak membeda-bedakan remaja, menerima remaja apa adanya, serta menghargai ekspresi potensi remaja; yang kelima yaitu empati terhadap remaja, yang diwujudkan dalam bentuk memahami pikiran dan perasaan remaja, melihat persoalan remaja dengan berbagai sudut pandang, dan tidak mudah mencela karya remaja; dan terakhir ialah penciptaan kehangatan hubungan dengan remaja, yang diwujudkan dalam bentuk interaksi secara akrab, membangun suasana humor dan komunikasiringan dengan remaja, dan bersikap terbuka terhadap remaja. Melalui upaya pengembangan kemandirian yang dilakukan oleh keluarga maupun pendidik tersebut dapat memicu berkembangnya kemandirian pada diri remaja sehingga remaja dapat mencapai perkembangannya secara optimal. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan, bahwa upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan kemandirian siswa adalah melakukan tindakan penciptaan kebebasan keterlibatan dan partisipasi siswa dalam berbagai kegiatan, menciptakan hubungan yang akrab, hangat dan harmonis 70 dengan siswa, menciptakan keterbukaan, penerimaan positif tanpa syarat, menciptakan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan serta menciptakan empati kepada siswa. Desmita 2009: 190 mengemukakan upaya yang dapat dilakukan oleh sekolah untuk mengembangkan kemandirian siswa adalah mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis, yang memungkinkan anak merasa dihargai. Selain itu juga perlu mendorong anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan dan dalam berbagai kegiatan sekolah misalnya di dalam kegiatan kepanitiaan atau dalam organisasi sekolah. Lalu memberikan kebebasan kepada anak untuk mengekplorasi lingkungan serta mendorong rasa ingin tahu. Hal penting lainnya ialah memberikan penerimaan positif tanpa syarat terhadap kelebihan dan kekurangan anak, tidak membeda-bedakan anak yang satu dengan yang lainnya. Kemudian terakhir ialah menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan siswa. Upaya mengkondisikan siswa agar menjadi lebih mandiri dapat dilakukan oleh guru BK. Secara minimal, di dalam penelitian ini membahas mengenai layanan informasi sosial dan kemandirian siswa. Maka kemandirian siswa dapat ditumbuhkan melalui layanan informasi tersebut. Meyer 2010:15 di dalam jurnal tentang kemandirian belajar, sikap mandiri pada siswa hendaknya dapat dibentuk berdasarkan tiga aspek yaitu cognitive skills, metacognitive skills and affective skills. Ketiganya meliputi keahlian dalam mengingat, perhatian, dan pemecahan masalah, mengenal dan memahami kebutuhan dirinya, emosi dan perasaan, membangun nilai diri, dan menginternalisasikan nilai tersebut. Maka dapat 71 dianalisis bahwa agar siswa menjadi mandiri di sekolah, hendaknya dibantu agar memenuhi hal-hal tersebut. Penjabaran di dalam jurnal Negpal et. al. 2013: 32 yang mengkaji tentang pembelajaran mandiri, kemandirian dalam belajar siswa dapat dilihat melalui beberapa aspek. Jurnal tersebut membahas bahwa dalam pembelajaran yang berorientasi siswa secara mandiri harus menjadikan siswanya mandiri, memiliki sikap disiplin, mampu berkomunikasi secara efektif, mampu memberikan masukan yang membangun, serta mengevaluasi diri. Demikian bahwa kemandirian yang dikaitkan dengan kemandirian belajar siswa di sekolah karena keduanya memiliki persamaan konteks, maka pada dasarnya nilai-nilai atau aspek yang telah disebutkan di dalam keduanya memiliki persamaan konten. Siswa yang mandiri dapat diprediksi mampu melaksanakan pembelajaran secara mandiri pula, sehingga dengan indikator kesuksesan pembelajaran dapat diketahui seorang siswa memiliki nilai kemandirian.

2.5 Kerangka Berpikir